Manajemen Pengetahuan TINJAUAN PUSTAKA

17 17 dan sulit diformalkan, sehingga sulit pula untuk dikomunikasikan dari satu pihak ke pihak lain. Pengetahuan tacit ini sulit diverbalkan karena berakar jauh di dalam tindakan dan pengalaman seseorang, seperti dalam idealisme, nilai-nilai dan emosi Berman et al. 2002. Pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit bersifat saling melengkapi atau komplementer, juga berperan sangat penting dalam proses penciptaan pengetahuan Krogh et al. 2000. Kedua jenis pengetahuan ini berinteraksi satu sama lain dan berubah dari satu jenis ke jenis lainnya secara dinamis Boland et al. 2001. Interaksi dinamis antara satu bentuk pengetahuan ke bentuk lainnya disebut konversi pengetahuan. Nonaka dan Takeuchi 1995 mengemukakan bahwa konversi pengetahuan merupakan proses sosial antar individu dan tidak dibatasi dengan proses yang terjadi di dalam individu saja. Dengan memahami hubungan timbal balik antara pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit, dapat dipahami proses penciptaan pengetahuan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa terdapat empat cara konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi socialization, eksternalisasi externalization, kombinasi combination dan internalisasi internalization. Keempat cara konversi pengetahuan ini sering disebut sebagai siklus SECI yang diuraikan sebagai berikut:

1. Sosialisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menekankan pentingnya

kegiatan bersama antara sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan tacit. Karena pengetahuan tacit dipengaruhi oleh konteksnya dan sulit sekali diformalkan, maka untuk menyebarkan pengetahuan tacit dari satu individu ke individu lain dibutuhkan pengalaman yang terbentuk melalui kegiatan-kegiatan bersama, seperti berada bersama di satu tempat, menghabiskan waktu bersama atau hidup dalam lingkungan yang sama.

2. Eksternalisasi merujuk pada konversi pengetahuan tacit ke pengetahuan

eksplisit. Melalui cara ini pengetahuan menjadi terkristalkan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Dalam proses eksternalisasi, pengetahuan tacit diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototipe sehingga 18 dapat dipahami oleh pihak lain. Walaupun demikian, seringkali ekspresi atau penerjemahan yang dilakukan kurang sesuai, tidak konsisten dan tidak lengkap. Perbedaan dan kesenjangan antara yang dibayangkan dengan yang diekspresikan tersebut justru akan dapat membantu merangsang individu- individu untuk saling berinteraksi dan merefleksikan antara pemahamannya dengan yang sebenarnya dimaksud pihak lain.

3. Kombinasi merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit ke pengetahuan

eksplisit. Dengan cara ini, pengetahuan dipertukarkan dan dikombinasikan melalui media seperti dokumen-dokumen, rapat-rapat, percakapan telepon dan komunikasi melalui jaringan komputer. Dalam prakteknya, kombinasi bergantung pada tiga proses, yaitu: 1 pengetahuan eksplisit dikumpulkan dari dalam dan dari luar perusahaan, kemudian dikombinasikan, 2 pengetahuan-pengetahuan eksplisit tersebut disebarkan keseluruh perusahaan melalui berbagai media, dan 3 pengetahuan eksplisit diproses atau diedit agar dapat lebih bermanfaat bagi perusahaan.

4. Internalisasi merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit menjadi

pengetahuan tacit. Cara ini mirip sekali dengan kegiatan yang disebut pembelajaran sambil melakukan atau learning by doing. Melalui internalisasi, pengetahuan yang sudah tercipta didistribusikan ke seluruh perusahaan. Internalisasi pengetahuan dimaksudkan untuk memperluas, memperdalam serta mengubah pengetahuan tacit yang dimiliki oleh setiap anggota perusahaan menjadi pengetahuan yang dimiliki perusahaan. Menurut Nonaka dan Takeuchi 1995 pengetahuan eksplisit yang berhasil diinternalisasikan ke dalam pengetahuan tacit para individu dalam bentuk shared mental model maka pengetahuan ini akan menjadi aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Di tingkat individu, pengetahuan tacit yang terakumulasi ini selanjutnya ditularkan ke individu lain melalui sosialisasi, sehingga spiral proses penciptaan pengetahuan pun terus berputar. Model SECI ini mendasarkan pada interaksi dinamis antara dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan eksplisit explicit knowledge dan pengetahuan tacit tacit knowledge. Spiral proses penciptaan pengetahuan pun terus berputar diilustrasikan pada Gambar 1. 19 19 Gambar 1 Konversi Pengetahuan Model SECI Nonaka Takeuchi 1995

2.5.2 Model Penciptaan Pengetahuan dengan Pendekatan Input-Proses- Output

Model SECI yang dikemukakan Nonaka dan Takeuchi telah menjadikan proses penciptaan pengetahuan lebih mudah dipahami dan menjadi titik tolak bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendetail. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian proses penciptaan pengetahuan di perusahaan adalah pendekatan input-proses-output yang dikembangkan Soo et al. 2002a. Pengembangan dan pengujian model penciptaan pengetahuan yang dikemukakan Soo et al. 2002a meliputi tiga aspek, yaitu:

1. Sumber pengetahuan sebagai input, merupakan bagian proses penciptaan

pengetahuan yang meliputi proses perolehan pengetahuan dari sumber lingkungan eksternal dan internal perusahaan

2. Penggunaan pengetahuan sebagai proses, merupakan bagian penciptaan

pengetahuan yang menggambarkan kegiatan penggunaan pengetahuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan

3. Hasil sebagai output merupakan bagian dari proses penciptaan pengetahuan

dalam bentuk inovasi-inovasi. Eksternalisasi Sosialisasi Kombinasi Internalisasi Tacit Tacit Eksplisit Eksplisit E k s p l i s i t E k s p l i s i t T a c i t T a c i t 20 Penciptaan pengetahuan sangat ditentukan oleh akses pada informasi dan pengetahuan-pengetahuan bermanfaat yang berada di luar perusahaan. Hanya memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada kini di perusahaan eksploitasi, seberapa pun baiknya pengetahuan-pengetahuan tersebut, tidak akan cukup untuk memberikan keunggulan bersaing Nonaka Takeuchi 1995. Perusahaan perlu memperluas batas-batas pengetahuannya dengan cara memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru yang berada di luar perusahaan eksplorasi. Penelitian terdahulu yang dilakukan Boland et al. 2001 menunjukkan bahwa semakin besar jumlah informasi dan pengetahuan yang mengalir ke dalam perusahaan, semakin besar pula jumlah pengetahuan-pengetahuan baru yang diciptakan. Esensi dari penelitian tersebut adalah dibutuhkannya banyak kegiatan eksplorasi pengetahuan yang harus dilakukan perusahaan agar dapat meningkatkan jumlah pengetahuan-pengetahuan yang diciptakan. Lebih lanjut dikemukakan oleh Swan et al. 1999 bahwa pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit dapat diserap oleh perusahaan melalui jejaring inovasi yang terdiri atas jejaring formal dan informal. Jejaring tersebut terbentuk sebagai tanggapan atas kebutuhan perusahaan akan pengetahuan. Jejaring yang dimaksudkan oleh Swan et al. 1999 adalah proses komunikasi sosial yang merangsang terjadinya pertukaran pengetahuan di antara komunitasnya. Jejaring formal dan informal dalam kajian Soo et al. 2002a dijelaskan sebagai berikut: 1 Kolaborasi formal merupakan jejaring formal yang merujuk pada hubungan- hubungan antara dua atau lebih perusahaan, di mana hubungan-hubungan tersebut diatur oleh suatu perjanjian formal. Kolaborasi formal, antara lain kerjasama untuk mengembangkan suatu produk baru, memasarkan suatu produk baru atau melakukan proyek-proyek pengembangan lainnya. Kolaborasi formal ini dapat berbentuk, antara lain aliansi strategik, joint ventures, lisensi dan lain sebagainya. 2 Interaksi-interaksi informal merupakan jejaring informal yang merujuk pada hubungan antar orang yang tidak diatur oleh suatu perjanjian formal. Jejaring informal ini meliputi pertemuan-pertemuan informal yang berhubungan atau bisa juga tidak berhubungan dengan kegiatan perusahaan. Interaksi-interaksi 21 21 yang sering disebut sebagai jejaring sosial ini dapat terjadi di acara pertemuan sosial, konferensi, seminar, rapat di tempat kerja atau melalui media komunikasi elektronik.

2.6 Aset Pengetahuan dan Proses Penciptaan Pengetahuan

Menyadari bahwa model SECI yang dikemukakan tersebut meskipun cukup komprehensif namun dinilai terlalu umum untuk dapat dibuat desain implementasinya, maka Nonaka melengkapinya dengan konsep aset pengetahuan. Menurut Nonaka et al. 2000, aset pengetahuan adalah basis bagi proses penciptaan pengetahuan karena aset pengetahuan merupakan input dan output proses penciptaan pengetahuan. Seperti input dan output dalam ekonomi neoklasik, aset pengetahuan sering kali bersifat tanwujud, tacit dan dinamis. Aset pengetahuan didefinisikan sebagai sumber daya spesifik yang dimiliki perusahaan yang esensial untuk menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan tersebut. Dengan demikian, aset pengetahuan merupakan elemen kunci yang memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan. Untuk lebih memahami bagaimana aset pengetahuan diciptakan, diakuisisi dan dieksploitasi, Nonaka et al. 2000 mengelompokkan pengetahuan yang dimiliki perusahaan menjadi empat tipe, yaitu eksperiensial, konseptual, sistemik dan rutin dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang

dibangun melalui kebersamaan, pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama di antara karyawan, pelanggan, pemasok atau organisasi afiliasi. Contohnya, keahlian dan keterampilan teknis yang diakuisisi dan diakumulasi individu anggota melalui pengalaman tertentu dalam konteks pekerjaan. Terdapat empat tipe aset pengetahuan eksperiensial, yaitu: 1 pengetahuan emosional a.l. cinta, percaya dan peduli; 2 pengetahuan fisik a.l. ekspresi wajah dan bahasa tubuh; 3 pengetahuan energetik a.l. antusiasme, pemahaman tentang eksistensi dan ketegangan dan 4 pengetahuan ritmik a.l. improvisasi dan pengelanaan gagasan.

2. Aset pengetahuan konseptual adalah pengetahuan eksplisit yang

diartikulasikan melalui pencitraan, simbol dan bahasa. Aset ini didasarkan pada persepsi pelanggan dan karyawan. Contohnya: ekuitas merek merupakan