Model Kontribusi Aset Pengetahuan
111
Gambar 29 Diagram Jalur Analisis Korelasi Kanonikal Pembentukan model kontribusi aset pengetahuan yang dimiliki koperasi
susu terhadap proses konversi pengetahuan sesuai dengan model yang dikemukakan Nonaka atau dikenal dengan model SECI, dapat didasarkan dari
hasil muatan-silang kanonikal canonical cross-loading. Muatan-silang kanonikal menyatakan korelasi variabel dalam suatu variat terhadap variat
kanonikal lainnya Hair et al, 1998. Dibanding aset pengetahuan lainnya, aset pengetahuan konseptual memiliki korelasi yang lebih besar terhadap proses
sosialisasi dan eksternalisasi. Aset pengetahuan rutin memiliki korelasi lebih besar terhadap proses ekternalisasi. Aset pengetahuan rutin ini merupakan pengetahuan
tacit yang sudah menyatu dan menjadi aturan dalam praktek berkesinambungan, pola pikir atau tindakan tertentu dikuatkan dan dilakukan bersama sehingga
menjadi budaya organisasi. Aset pengetahuan eksperiensial memiliki korelasi lebih besar terhadap
proses internalisasi dan kombinasi. Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan, pengalaman bersama
dalam organisasi atau pengalaman bekerjasama di antara karyawan, pelanggan, pemasok atau organisasi afiliasi.
Dibanding aset pengetahuan lainnya, pengetahuan sistemik terbukti memiliki korelasi paling lemah terhadap proses konversi pengetahuan. Aset
pengetahuan sistemik merupakan aset pengetahuan yang bersifat pengetahuan eksplisit yang tersistemisasi dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan
-0,742 -1,358
0,965
1,452 0,486
0,690
0,483
0,421 0,422
0,664
-0,254
1,409 0,118
-0,557 0,030
0,889 0,743
0,548
1
Rutin
Ekspriensial
Sistemik Konseptual
Internalisasi Sosialisasi
Kombinasi
Eksternalisasi
2 1
2
112 eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang
pelanggan dan pemasok, termasuk juga proteksi, hak kekayaan intelektual secara legal Nonaka et al. 2000. Hasil selengkapnya ditampilkan pada Gambar 30.
Gambar 30 Model Kontribusi Aset Pengetahuan terhadap Proses SECI pada Koperasi Susu di Indonesia
Dengan demikian,
berhasil dibuktikan bahwa
aset pengetahuan
berkontribusi penting untuk memfasilitasi terjadinya proses konversi pengetahuan pada koperasi susu sesuai teori dengan kerangka teori Nonaka et al. 2000.
Tahap selanjutnya dilakukan integrasi terhadap kerangka pemikiran Soo el al. 2000a mengenai proses penciptaan pengetahuan pada perusahaan. Untuk
mengkonfirmasi adaptasi teori yang disusun sebagai model penciptaan pengetahuan pada koperasi susu, maka dilakukan pemodelan menggunakan
Structural Equation modeling SEM. Dipilih SEM untuk melakukan pemodelan agar dapat diketahui interdepensi antar variabel yang telah didefinisikan.
6.2 Model Penciptaan Pengetahuan 6.2.1 Uji Kecocokan Keseluruhan Model Overall Model Fit SEM
Pada penelitian ini telah dilakukan uji kecocokan model pada lima model yang ditampilkan pada Tabel 8 berikut ini. Model 1 merupakan model yang
dihipotesiskan yang terdiri atas 3 variabel endogen dan 4 variabel eksogen, sedangkan model 2 adalah model 1 dengan menambah hubungan antara variabel
eksogen akusisi pengetahuan dengan variabel endogen konversi pengetahuan dan hubungan variabel endogen konversi pengetahuan dengan variabel endogen
inovasi. Model 3 merupakan modifikasi model 2 dengan menghilangkan hubungan langsung variabel eksogen daya serap dengan variabel endogen
Konseptual
Eksperiensial Rutin
Sistemik Eksternalisasi
Kombinasi Sosialisasi
Internalisasi
113 kapabilitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pada model 4,
dicoba disederhanakan dengan mengeluarkan variabel endogen kinerja dari model yang diuji. Model 5 merupakan modifikasi Model 4 dengan mengubah variabel
daya serap menjadi variabel endogen. Dari ke lima model yang diuji dapat dikatakan bahwa kelima model tersebut
cukup memenuhi ukuran kecocokan dari masing masing kelompok ukuran kecocokan. Seperti yang disampaikan Hair et al. 1998 untuk membandingkan
lebih dari satu model, perlu diperhatikan nilai ukuran model yang satu relatif terhadap yang lain. Dalam keadaan di mana seluruh model menunjukkan
kecocokan yang cukup baik, maka disarankan mempertimbangkan sesuai kelompok pengukuran. Evaluasi berdasarkan ukuran kecocokan masing-masing
kelompok untuk kelima model dapat dilihat pada Tabel 8. Pengelompokan tersebut adalah:
1. Kelompok absolute fit kecocokan absolut, menunjukkan bahwa Model 5
yang paling mendekati ukuran kecocokan kelompok tersebut. 2.
Kelompok incremental fit kecocokan inkremental menunjukkan bahwa Model 5 yang dapat memenuhi persyaratan.
3. Kelompok parsimonious fit kecocokan parsimoni menunjukkan bahwa
Model 5 sebagai model yang mempunyai parsimoni atau kehematan paling tinggi dibanding Model 1, 2,3 dan 4.
Berdasarkan hasil ketiga kelompok uji kecocokan keseluruhan model, dapat disimpulkan bahwa Model 5 adalah model yang memiliki derajat kecocokan yang
lebih tinggi dibanding Model 1, 2, 3 dan 4. Disamping mempertimbangkan hasil uji kecocokan keseluruhan model, pemilihan model haruslah mempertimbangkan
dukungan teori yang memadai Hair et al. 1998. Dengan mempertimbangkan kedua hal di atas, maka dipilih Model 5,
sebagai model yang mampu menggambarkan hubungan antar faktor-faktor yang berperan dalam penciptaan pengetahuan yang menghasilkan inovasi pada
Koperasi Susu di Indonesia. Tahap selanjutnya dilakukan uji kecocokan model pengukuran measurement model fit dan uji kecocokan model struktural
structural model fit Model 5 tersebut. Perbandingan Hasil Pengujian Model ditampilkan pada Tabel 8.
114 Tabel 8 Perbandingan Hasil Pengujian Model
No
Ukuran Ketentuan
Nilai yang Diperoleh Model 1
Model 2 Model 3
Model 4 Model 5
Absolute Fit Measures
1
2
Semakin kecil semakin baik
1
409,97 p=0,00
404,34 p=0,00
427,05 p=0,00
368,23 p=0,00
363,36 p=0,00
2 SNCP
Semakin kecil semakin baik
2
2,63 2,49
2,68 2,31
2,26 3
GFI semakin tinggi
semakin baik 0 poor fit
– 1 perfect fit
3
0,71 0,71
0,70 0,72
0,72
4 RMR
– 1, RMR ≤ 0,05 good fit
4
0,14 0,13
0,14 0,11
0,11 5
RMSEA 0,05 RMSEA ≤
0,08, good fit 0,08 RMSEA ≤
0,10, marginal fit RMSEA 0,10,
poor fit
5
0,14 0,13
0,14 0,14
0,13
6 ECVI
Semakin kecil semakin baik
6
5,02 4,79
4,95 4,41
4,36
Incremental Fit Measures
7 NNFI
–1, semakin tinggi semakin baik
7
NNFI ≥ 0,90 good fit
0,55 0,60
0,59 0,76
0,76 8
CFI –1, semakin tinggi
semakin baik CFI
≥0,90 good fit 0,80 ≤ CFI 0,90
marginal fit
8
0,64 0,67
0,65 0,80
0,80
9 IFI
–1, semakin tinggi semakin baik
IFI ≥0,90 good fit
0,80 ≤ IFI 0,90 marginal fit
9
0,66 0,68
0,66 0,80
0,80
Parsimonious Fit Measures
10 PGFI
–1, Semakin tinggi semakin baik
10
0,50 0,53
0,54 0,53
0,53 11
PNFI 0-1, Semakin tinggi
semakin baik
11
0,45 0,49
0,48 0,60
0,60 12
Model CAIC
Nilai positif lebih kecil menunjukkan
parsimoni lebih baik
12
726,59 670,08
675,83 622,66
617,78
115
Keterangan
:
1 Joreskog dan Sorbom 1989 2 McDonald dan Marsh 1990
3 Tanaka dan Huba 1985 4 Hu dan Bantler 1995
5 McCallum 1996 6 Browne dan Cudeck 1989
7 Bentler dan Bonnet 1980 8 Bentler 1980
9 Bollen 1989 10 Mulaik et al. 1989
11 James et al. 1982 12 Bozdogan 1987