Model penciptaan pengetahuan untuk meningkatkan keunggulan bersaing koperasi susu di Indonesia

(1)

MODEL PENCIPTAAN PENGETAHUAN UNTUK

MENINGKATKAN KEUNGGULAN BERSAING

KOPERASI SUSU DI INDONESIA

ANGGRAINI SUKMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Penciptaan Pengetahuan untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing Koperasi Susu di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2011

Anggraini Sukmawati NIM F326010091


(4)

(5)

ABSTRACT

ANGGRAINI SUKMAWATI. Knowledge Creation Model for Raising

Competitive Advantage of Dairy Coo-peratives in Indonesia. Under direction of M. SYAMSUL MA’ARIF, MARIMIN, NASTITI SISWI

INDRASTI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and KOOSWARDHONO MUDIKDJO

Many theories highlighted the critical importance of knowledge creation on the long-term success of the organization. However, the scarcity of empirical work on knowledge creation model has limited our understanding of the overall organizational process involved. Given the crucial role of knowledge creation in contemporary business enterprises, a fundamental question arises: what processes are facilitating knowledge creation? This study aimed to find the answer. This study investigated the interrelations among four categories of knowledge assets (experiential, conceptual, systemic, and routine) and four categories of SECI (socialization, externalization, combination, and internalization) model for knowledge creation processes. In our framework, we argued that different types of knowledge assets may have differing influences on knowledge creation. After this, we attempted a comprehensive analysis of knowledge creation model within the organization, exploring the relationship between innovation, knowledge creation model, problem-solving capability, absorptive capacity, knowledge acquisition and assets. The next step, we designed the expert system. In order to test the feasibility of this framework, we conducted an empirical research exercise. Data were collected from three dairy cooperatives in Java, Indonesia through a survey instrument. A total of 105 usable responses were analyzed. We employed canonical correlation analysis to examine the composite correlation, and Structural Equation Modeling (SEM). We identified the composite effect of knowledge asset were positively contribution to knowledge creation, except systemic knowledge assets. The results revealed several contributing factors (problem-solving capability, absorptive capacity, knowledge acquisition and assets) that were significant effect to innovation. On the other hand, knowledge creation model had no significant effect to innovation in the context of the dairy cooperation in Indonesia. Product innovation was the most important innovation for Dairy Cooperatives. Design of diagnosis performance for knowledge management implementation was named Knowledge Management Scorecard for Dairy Cooperatives (KMaScD). This system was developed based on balanced scorecard concept. The application was appropriate for assesing dairy cooperatives performance dan providing a flexible evaluation framework.

Keywords: balanced scorecard, innovation, knowledge creation, problem-solving capability, absorptive capacity, knowledge assets and dairy cooperatives


(6)

(7)

RINGKASAN

ANGGRAINI SUKMAWATI. Model Penciptaan Pengetahuan untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing Koperasi Susu di Indonesia.

Dibimbing oleh M. SYAMSUL MA’ARIF, MARIMIN, NASTITI SISWI

INDRASTI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO dan KOOSWARDHONO MUDIKDJO.

Penciptaan pengetahuan (knowledge creation) memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi suatu organisasi (Soo et al., 2002a). Penciptaan pengetahuan merupakan proses dialektikal yang dinamis yang dibangun atas segala peristiwa yang dialami suatu organisasi. Proses penciptaan pengetahuan secara organisasional terjadi melalui interaksi berbagi pengetahuan (knowledge sharing) di antara anggota-anggota organisasi, sehingga terjadi konversi pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit (dan sebaliknya) secara fundamental dan terus menerus (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Agroindustri susu dipilih sebagai obyek studi karena rentannya agroindustri ini dalam menghadapi persaingan global yang makin ketat, sehingga perlu segera diupayakan peningkatan kemampuan inovasinya sehingga mampu meningkatkan keunggulan bersaingnya. Hal ini diindikasikan dengan makin tingginya persentase impor produk susu dan turunannya serta bahan baku susu.

Ditinjau dari peta perdagangan internasional produk susu dan turunannya, saat ini Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agroindustri yang kokoh, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor produk susu bahkan ternak sapi perahnya. Kondisi produksi susu segar Indonesia saat ini, sebagian besar (91%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak yang tergabung dalam keanggotaan koperasi susu. Skala usaha ternak sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup. Menurut beberapa penelitian mengenai kelayakan usaha sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.

Penelitian ini bertujuan mengembangkan model penciptaan pengetahuan dan menganalisis struktur model penciptaan pengetahuan pada Koperasi Susu di Indonesia. Untuk mengembangkan model penciptaan pengetahuan tersebut, diawali dengan mengembangkan model kontribusi aset pengetahuan terhadap proses konversi pengetahuan pada Koperasi Susu di Indonesia dan pada tahap akhir, dikembangkan Sistem Pakar Knowledge Management Scorecard (KM-Scorecard) yang mendorong terjadinya inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia. Penelitian ini memiliki signifikansi untuk dilakukan karena terdapat kebaruan yang ditawarkan, yaitu mengkonfirmasi peran penting pengetahuan sebagai landasan kinerja inovasi Koperasi Susu di Indonesia yang dalam jangka panjang menjadi sumber keunggulan bersaingnya. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat diidentifikasi perbedaannya terutama terkait dengan pendekatan yang digunakan, obyek yang diteliti dan tipe data yang dikumpulkan.


(8)

Data hasil survei lapang dan survei pakar diolah sesuai dengan rancangan metode analisis yang telah direncanakan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah: (1) Metode analisis kanonikal untuk menganalisis kontribusi aset-aset pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia; (2) Metode analisis Structural Equation Modeling (SEM) untuk menganalisis hubungan antar variabel penciptaan pengetahuan pada koperasi susu sebagai model konfirmatori dan (3) Sistem Pakar untuk mengembangkan Sistem Knowledge Management Scorecard (KM-Scorecard) yang mendorong terjadinya inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia.

Populasi penelitian ini adalah kelompok koperasi persusuan yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu di Indonesia (GKSI) yang bertindak sebagi pemasok susu segar atau susu pasteurisasi bagi IPS. Saat ini terdapat 192 koperasi yang menjadi anggota GKSI yang terkonsentrasi di pulau Jawa dengan rincian Jawa Barat dan DKI Jakarta berjumlah 96 koperasi, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta berjumlah 34 koperasi dan Jawa Timur berjumlah 38 koperasi. Data yang telah diambil sejumlah 105 responden.

Hasil korelasi kanonikal empat tipe aset pengetahuan sebagai variabel independen dan konversi pengetahuan sebagai variabel dependen menunjukkan bahwa secara bersama-sama, aset pengetahuan berkorelasi positif terhadap proses konversi pengetahuan, kecuali aset pengetahuan sistemik.

Pada penelitian ini telah dilakukan uji kecocokan model pada lima model SEM (Structural Equation Modeling). Berdasarkan hasil ketiga kelompok uji kecocokan keseluruhan model, dapat disimpulkan bahwa Model 5 adalah model yang memiliki derajat kecocokan yang lebih tinggi dibanding Model 1, 2, 3 dan 4. Disamping mempertimbangkan hasil uji kecocokan keseluruhan model, pemilihan model haruslah mempertimbangkan dukungan teori yang memadai (Hair et al., 1998). Dengan mempertimbangkan kedua hal di atas, maka dipilih Model 5, sebagai model yang mampu menggambarkan hubungan antar faktor-faktor yang berperan dalam penciptaan pengetahuan yang menghasilkan inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia.

Pada Koperasi Susu di Indonesia, kegiatan kolaborasi formal lebih berperan dalam aktivitas akuisisi pengetahuan dibandingkan kegiatan interaksi informal. Daya serap memiliki hubungan yang positif dengan akuisisi pengetahuan. Akuisisi pengetahuan dipengaruhi oleh daya serap yang dibedakan menjadi daya serap individu dan daya serap organisasi. Daya serap koperasi susu terhadap hasil akuisisi pengetahuan lebih dipengaruhi oleh daya serap organisasi (muatan faktor: 1,00) dibandingkan dengan daya serap individu (muatan faktor: 0,62). Daya serap individu mempengaruhi akuisisi pengetahuan, karena akuisisi pengetahuan dilakukan langsung oleh individu-individu dalam organisasi. Daya serap individu mempengaruhi alih pengetahuan di dalam organisasi, maupun dari lingkungan eksternal ke internal organisasi.

Keberadaan aset pengetahuan yang paling berpengaruh tampak pada pengetahuan konseptual (muatan faktor: 1,00), dibandingkan pengetahuan eksperiensial (muatan faktor: 0,87), pengetahuan rutin (muatan faktor: 0,82) dan sistemik (muatan faktor: 0,35). Hal ini menunjukkan bahwa aset pengetahuan terbesar yang dimiliki koperasi susu adalah pengetahuan konseptual. Variabel laten konversi pengetahuan dipengaruhi dua variabel laten lainnya, yaitu aset pengetahuan dan daya serap Indikator terkuat adanya konversi pengetahuan pada


(9)

koperasi susu adalah proses eksternalisasi (muatan faktor: 1,00). Eksternalisasi merupakan proses mengartikulasikan pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit.

Kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga variabel laten, yaitu akuisisi pengetahuan, daya serap dan konversi pengetahuan. Akuisisi pengetahuan dan konversi pengetahuan mempengaruhi KPMPK yang sama besar, yaitu 34 persen, tetapi konversi pengetahuan mempunyai taraf nyata yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan pada koperasi susu dipengaruhi oleh akuisisi dan konversi dengan sama besar.

Dari model struktural yang telah dibentuk, terdapat dua variabel laten yang mempengaruhi inovasi, yaitu konversi pengetahuan (muatan faktor:-0,25) dan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (muatan faktor: 0,51). Inovasi yang terjadi pada koperasi susu yang diteliti berhubungan erat dengan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Variabel inovasi merupakan tujuan utama penelitian ini, maka adanya temuan bahwa inovasi produk (muatan faktor: 1,00) merupakan indikator adanya inovasi yang paling berpengaruh, bila dibandingkan dengan inovasi manajemenmuatan faktor: 0,96) dan proses (muatan faktor: 0,92), menunjukkan bahwa inovasi pada koperasi susu yang paling berpengaruh terhadap terciptanya keunggulan bersaing adalah inovasi produk.

Knowledge Management Scorecard merupakan konsep yang diturunkan dari

Balanced Scorecard (BSC). Sesuai dengan kerangka tersebut maka disusun peta strategi sebagai langkah awal proses penyusunan BSC dan memberikan artikulasi visual strategi organisasi. Validasi model dilakukan dengan teknik face validity. Teknik validasi ini dilakukan dengan wawancara mendalam pendapat pakar atas model yang sudah dibangun. Verifikasi model pada penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan aliran logika dari masing perspektif ke masing sasaran strategis, kemudian dari masing-masing sasaran strategis tersebut ke key performance indicators (Indikator Kinerja Kunci) masing-masing. Sistem Pakar yang dikembangkan dengan model KM-Scorecard dirancang mampu memberikan prediksi kinerja koperasi susu dalam rangka meningkatkan inovasinya. Sistem Pakar tersebut juga berfungsi sebagai deteksi dini yang layak untuk diterapkan dan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan.

Kata kunci: penciptaan pengetahuan, indikator kinerja kunci, inovasi, keunggulan bersaing, koperasi susu


(10)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(11)

MODEL PENCIPTAAN PENGETAHUAN UNTUK

MENINGKATKAN KEUNGGULAN BERSAING

KOPERASI SUSU DI INDONESIA

ANGGRAINI SUKMAWATI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Sukardi, MM

Dr. Ir. Rarah Ratih A. Maheswari, DEA

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc Dr. Ir. Agus Maulana, MSM


(13)

Judul Disertasi : Model Penciptaan Pengetahuan untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing Koperasi Susu di Indonesia

Nama : Anggraini Sukmawati

NIM : F 326010091

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma'arif, M.Eng Ketua

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc Anggota

Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc Anggota

Dr. Ir. Hartisari Hardjomidjojo, DEA Anggota

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Machfud, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(14)

(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tulisan dengan judul Model Penciptaan Pengetahuan untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing Koperasi Susu di Indonesia ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis meyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng. sebagai Ketua Komisi Pembimbing

yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh dedikasi di tengah kesibukan melaksanakan tugas negara sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Marimin, M.Sc, Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo dan Bapak Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran serta keikhlasan berbagi ilmu pengetahuan dan memberikan dorongan semangat hingga terselesaikan disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE dan Ibu Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA atas dukungan moral yang diberikan serta saran-saran terkait pemodelan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sukardi, MM dan Ibu Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA. atas kesediannya menjadi Penguji pada ujian tertutup serta kepada Dr. Arif Imam Suroso, M.Sc dan Dr. Agus Maulana, MSM atas kesediaannya menjadi Penguji pada Ujian Terbuka. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, Ketua Departemen Manajemen IPB, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB beserta seluruh Dosen dan Tenaga Kependidikan.


(16)

2. Ketua KPSBU Bandung, Ketua Koperasi SAE Malang, Ketua KPS Bogor, Ketua Koperasi Suka Mulya Kediri beserta seluruh responden penelitian ini. 3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional atas

dukungan berupa beasiswa BPPS dan Hibah Penelitian Program Doktor. 4. Rekan-rekan Departemen Manajemen FEM IPB atas dukungan dan semangat

yang selalu diberikan.

5. Rekan-rekan Departemen Statistika dan Departemen Ilmu Komputer IPB atas diskusi-diskusi yang menambah wawasan.

6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB, terutama Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas apresiasi, motivasi dan kerjasamanya.

7. Ayahanda, Ibunda, suami, anak-anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Dengan segala keterbatasan yang ada semoga disertasi ini bermanfaat bagi masyarakat.

Bogor, Januari 2011


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 20 Oktober 1967 sebagai anak sulung dari pasangan H. Munawar, SH dan Hj. Yapani Soemardan. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB, lulus pada Tahun 1990. Pada Tahun 1996, penulis diterima di Program Magister Manajemen Agribisnis IPB dan menyelesaikannya pada Tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB diperoleh pada Tahun 2001. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai Dosen di Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB sejak Tahun 1994. Sejak Tahun 2004 penulis bertugas di Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

Selama mengikuti program S3, telah diterbitkan artikel dengan judul

Pembentukan Model Penciptaan Pengetahuan (Knowledge Creation) dalam Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia: Suatu Studi Konfirmatori

pada jurnal Media Peternakan (terakreditasi) terbit Desember 2008 dan Model kontribusi pengetahuan dalam memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan pada Koperasi Susu (Jurnal Manajemen dan Organisasi; in press). Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(18)

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………... xiv

DAFTAR GAMBAR ……….…... xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….………... xvii

1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang .………... 1

1.2 Tujuan Penelitian..………... 4

1.3 Manfaat Penelitian... 4

1.4 Ruang Lingkup Penelitian..……….... 5

1.5 Deskripsi Kebaruan (Novelty) ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Konsep Pengetahuan... 7

2.2 Pengetahuan dan Kompetensi ... 10

2.3 Pengetahuan dan Keunggulan Bersaing ... 10

2.4 Manajemen Pengetahuan……….………... 11

2.5 Konsep Penciptaan Pengetahuan... 15

2.5.1 Konversi Pengetahuan:Model SECI ..……….... 16

2.5.2 Model Penciptaan Pengetahuan dengan Pendekatan Input-Proses-Output... 19

2.6 Aset Pengetahuan dan Proses Penciptaan Pengetahuan …... 21

2.7 Proses Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan... 22

2.8 Inovasi dan Proses Penciptaan Pengetahuan... 23

2.9 Daya Serap Perusahaan... 25

2.10 Strategi dan Penciptaan Pengetahuan... 25

2.11 Konsep Balanced Scorecard... 26

2.11.1 Perspektif dalam Balanced Scorecard... 28

2.11.2 Knowledge Management Balanced Scorecard ... 32

2.12 Tinjauan Penelitian Terdahulu yang Relevan... 34

2.13 Posisi Penelitian dalam Konteks Manajemen Pengetahuan ... 39

3 METODOLOGI PENELITIAN... 43

3.1 Tahapan penelitian ………... 43

3.2 Metode Pengumpulan Data ………... 45

3.3 Metode Analisis Data... 46

3.4 Korelasi Kanonikal... 46

3.5 Structural Equation Modeling... 49


(20)

3.6 Sistem Pakar... 62

3.6.1 Tahapan Pembentukan Sistem Pakar... 66

3.7 Sistem Pakar Knowledege Management Scorecard... 69

4 PENGEMBANGAN MODEL... 71

4.1 Kerangka Pemikiran ………... 71

4.2 Model Kontribusi Aset Pengetahuan... 72

4.3 Model Penciptaan Pengetahuan... 72

4.3.1 Definisi Operasional Variabel... 72

4.3.2 Spesifikasi Model... 73

4.3.3 Hipotesis Model 1... 74

4.3.4 Hipotesis Model 2... 78

4.3.5 Hipotesis Model 3... 82

4.3.6 Hipotesis Model 4... 86

4.3.7 Hipotesis Model 5... 90

5 PROFIL AGROINDUSTRI SUSU... 95

5.1 Konsumsi Produk Susu ………... 96

5.2 Produksi dan Populasi Sapi Perah... 97

5.3 Kebijakan dan Kelembagaan Agroindustri Susu... 99

6 HASIL DAN PEMBAHASAN... 103

6.1 Model Kontribusi Aset Pengetahuan... 102

6.2 Model Penciptaan Pengetahuan... 110

6.2.1 Uji Kecocokan Keseluruhan Model (Overall Model Fit) SEM... 110

6.2.2 Uji Kecocokan Model Pengukuran (Measurement Model Fit)... 113

6.2.3 Hasil Model Struktural... 118

6.2.4 Struktur Model yang Dihasilkan... 127

6.3 Model Knowledge Management Scorecared (KM-Scorecard) 130

6.3.1 Perancangan Sistem Pakar KM-Scorecard for Dairy Cooperatives... 131

6.3.2 Validasi dan Verifikasi Model... 147

6.4 Implikasi Manajerial... 148

6.5 Kontribusi Penelitian ... 149

7 KESIMPULAN DAN SARAN ..………... 153

7.1 Kesimpulan... 153

7.2 Saran... 154

DAFTAR PUSTAKA ………... 155

DAFTAR ISTILAH ..………... 161


(21)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Perkembangan Manajemen Pengetahuan ………... 12

2 Kerangka Pikir Strategi Keunggulan Bersaing Berbasis Pengetahuan (Krogh et al., 2000) ……….... 26

3 Penelitian Terdahulu yang Relevan... 36

4 Perbandingan Sistem Konvensional dan Sistem Pakar ………... 64

5 Karakteristik Responden ………... 104

6 Aset pengetahuan menurut Masing-masing Kopersi Susu ... 106

7 Konversi pengetahuan menurut Masing-masing Kopersi Susu ... 107

8 Perbandingan Hasil Pengujian Model ………. 112

9 Validitas Model Penciptaan Pengetahuan dalam Mendukung Inovasi dalam Koperasi Susu di Indonesia ………... 114 10 Reliabilitas Model Pengukuran Peran Penciptaan Pengetahuan dalam Mendukung Inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia ….………... 115

11 Analisis Model Persamaan Struktural... 119

12 Penyusunan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Kunci ... 131

13 Pengelompokan Kebutuhan Pengguna Sistem menjadi Menu pada Aplikasi... 134 14 Parameter Input, Himpunan Fuzzy dan Domain Himpunan Fuzzy ... 135


(22)

(23)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Konversi Pengetahuan Model SECI (Nonaka dan Takeuchi 1995)... 19 2 Model Penciptaan Pengetahuan dalam Perusahaan (Soo et al. 2002a).. 24 3 The Knowledge Management Balanced Scorecard (Tiwana 2000) ... 33 4 Tahapan pembangunan keunggulan Kompetitif IPS... 37 5 Model Berlian Keunggulan Bersaing IPS di Indonesia... 38 6 Posisi Penelitian dalam Konsteks Manajemen Pengetahuan ... 41 7 Diagram Alir Tahap Penelitian... 44 8 Tahap Analisis Korelasi Kanonikal... 48 9 Tahapan Pengembangan Structural Equation Modeling... 55 10 Struktur Dasar Sistem Pakar... 65 11 Tahap Pembentukan Sistem Pakar... 66 12 Tahap Desain Sistem Pakar Knowledge Management Scorecard

Koperasi Susu di Indonesia... 70

13 Landasan Konseptual Model Penciptaan Pengetahuan ... 72 14 Model Konseptual Penelitian Kontribusi Aset Pengetahuan... 72 15 Kerangka Pemikiran Model Penciptaan Pengetahuan untuk

Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu (Model 1)... 75 16 Diagram Lintasan Model Penciptaan Pengetahuan untuk Mendorong

Inovasi pada Koperasi Susu (Model 1)... 77 17 Kerangka Pemikiran Model Penciptaan Pengetahuan untuk

Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu (Model 2)... 79 18 Diagram Lintasan Model Penciptaan Pengetahuan untuk Mendorong

Inovasi pada Koperasi Susu (Model 2)... 81 19 Kerangka Pemikiran Model Penciptaan Pengetahuan untuk

Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu (Model 3)... 83

20 Diagram Lintasan Model Penciptaan Pengetahuan untuk Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu (Model 3)...

85

21 Kerangka Pemikiran Model Penciptaan Pengetahuan untuk

Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu (Model 4)... 87 22 Diagram Lintasan Model Penciptaan Pengetahuan untuk Mendorong

Inovasi pada Koperasi Susu (Model 4)... 89

23 Kerangka Pemikiran Model Penciptaan Pengetahuan untuk

MendorongInovasi pada Koperasi Susu (Model 5)... 91 24 Diagram Lintasan Model Penciptaan Pengetahuan untuk Mendorong

Inovasi pada Koperasi Susu (Model 5)... 93 25 Proporsi Konsumsi Produk Susu di Indonesia Tahun 2007... 97 26 Produksi Susu Segar pada Tahun 1991-2009... 98


(24)

27 Populasi Sapi Perah Tahun 1991-2009... 99 28 Kontribusi Aset Pengetahuan terhadap Konversi terhadap Konversi

Pengetahuan ... 108 29 Diagram Jalur Analisis Korelasi Kanonikal... 109 30 Model Kontribusi Aset pengetahuan terhadap Proses SECI pada

Koperasi Susu di Indonesia... 110

31 Diagram Lintasan Model Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu di Indonesia...

117

32 Hubungan Variabel Akuisisi Pengetahuan dan Daya Serap... 121 33 Variabel Laten yang Mempengaruhi Variabel Konversi Pengetahuan.... 123 34 Variabel Laten yang Mempengaruhi Variabel Kapabilitas Pemecahan

Masalah dan Pengambilan Keputusan... 125

35 Variabel Laten yang Mempengaruhi Variabel Inovasi... 127 36 Model Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu di Indonesia ... 129 37 Model Knowledge ManagementScorecard Koperasi Susu... 130 38 Diagram Alir Formulasi Sistem yang Dirancang... 132 39 Representasi Fuzzy Perspektif Finansial... 138 40 Representasi Fuzzy Perspektif Pelanggan... 139 41 Representasi Fuzzy Perspektif Proses Internal... 140 42 Representasi Fuzzy Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan... 140 43 Representasi FuzzyScorecard Akhir ... 141 44 Hasil Agregasi Rule yang Digunakan ... 144 45 Rule View untuk menunjukkan bahwa Rule 1 yang Digunakan ... 145 46 Penentuan Nilai Tengah Proses Defuzzifikasi dengan Metode Centroid

... 145 47 Antarmuka Sistem Pakar KM-Scorecard Koperasi Susu... 146 48 Tampilan Hasil Nilai KM-Scorecard Koperasi Susu... 147 49 Usulan Model Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu di


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Rekap Hasil Kuesioner untuk Peternak ... 163 2 Nilai Eigen dan Korelasi Kanonikal ... 170 3 Uji Signifikansi Multivariat ... 170 4 Hasil Perhitungan Bobot Kanonikal untuk Independen Variat ... 170 5 Hasil Perhitungan Bobot Kanonikal untuk Dependen Variat ... 171 6 Muatan Kanonikal Dependen ... 171 7 Muatan Kanonikal Independen ... 171 8 Muatan Silang Kanonikal Dependen ... 171 9 Muatan Silang Kanonikal Independen ... 172 10 Fungsi Keanggotaan... 172 11 Aturan Fuzzy yang digunakan... 174 12 Dokumentasi Sistem ... 178


(26)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penciptaan pengetahuan (knowledge creation) memiliki arti yang penting dan strategis bagi suatu organisasi (Soo et al. 2002a). Penciptaan pengetahuan merupakan proses dialektikal yang dinamis yang dibangun atas segala peristiwa yang dialami suatu organisasi. Proses penciptaan pengetahuan secara organisasional terjadi melalui interaksi berbagi pengetahuan (knowledge sharing) di antara anggota-anggota organisasi, sehingga terjadi konversi pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit (dan sebaliknya) secara fundamental dan terus menerus (Nonaka & Takeuchi 1995). Lebih lanjut dikemukakan bahwa penciptaan pengetahuan merupakan esensi dari inovasi. Salah satu indikator terjadinya proses penciptaan pengetahuan di suatu organisasi adalah inovasi-inovasi yang dihasilkan.

Inovasi yang berkesinambungan dilakukan dengan memandang masa depan, mengantisipasi perubahan-perubahan pasar, teknologi, kompetisi maupun produk dan jasa. Hasil penelusuran beberapa rujukan ilmiah menunjukkan bahwa penelitian-penelitian mengenai strategi dan kinerja organisasi cenderung mengemukakan sumber daya internal sebagai basis keunggulan bersaing, yaitu sumber daya yang berharga, langka, sulit ditiru dan sulit digantikan. Berdasarkan pandangan ini, beberapa pakar mengkaji bahwa pengetahuan merupakan sumber daya yang paling strategik yang dimiliki oleh perusahaan (Nonaka & Takeuchi 1995; Tuomi 1999; Probst et al. 2000). Lebih lanjut dikemukakan oleh Sharkie (2003) bahwa kemampuan menciptakan pengetahuan baru merupakan fungsi manajemen yang memungkinkan organisasi mengeksplorasi dan mengembangkan sumber keunggulan bersaing dibanding para pesaingnya, serta menciptakan inovasi yang mendukung kesuksesan di masa mendatang.

Obyek pada penelitian ini adalah agroindustri susu, suatu agroindustri yang potensial menjadi agroindustri yang inovatif karena agroindustri susu di Indonesia merupakan salah satu agroindustri yang berada dalam lingkungan industri yang bersaing ketat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan jumlah perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan susu, penurunan jumlah koperasi persusuan maupun rendahnya pertumbuhan produksi susu dalam kurun waktu


(27)

2

sepuluh tahun terakhir. Produksi susu segar Indonesia pada tahun 2005 hanya mampu memenuhi 25 persen dari 1.751,6 juta liter yang merupakan kebutuhan total industri pengolahan susu (Indocommercial 2005). Pada tahun 2009 impor susu telah mencapai 75,2% dari kebutuhan susu dalam negeri.

Disamping permintaan susu yang semakin meningkat, terdapat beberapa faktor eksternal dan faktor internal yang menyebabkan impor susu semakin tinggi. Dari sisi eksternal, tuntutan penghapusan kebijakan rasio atau BUSEP (Inpres No 4/1998), komitmen penurunan tarif impor (GATT/WTO, APEC, AFTA) secara konsisten dan berkesinambungan serta jargonisasi white revolution oleh negara-negara eksportir susu dunia, telah mendorong perubahan penggunaan bahan baku susu oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dari bahan baku susu segar dalam negeri (SSDN) ke susu bubuk impor yang harganya relatif murah. Dari sisi internal, produsen SSDN yang sebagian besar (90%) merupakan peternak rakyat yang tergabung dalam wadah koperasi susu, kemampuan produksinya masih rendah sehingga tidak bisa bersaing dengan bahan baku impor. Peternak sapi perah rakyat untuk meningkatkan produksinya menghadapi berbagai permasalahan, seperti skala pemeliharaan ternak yang relatif kecil, kemampuan induk untuk memproduksi susu belum optimal, serta kemampuan penanganan ternak dan produk susu segar yang relatif rendah (Balitbangdagda 2010).

Bila kondisi ini tidak diwaspadai, hal ini dapat menyebabkan kemandirian dan kedaulatan pangan (food souvereignty) hewani khususnya susu semakin jauh dari harapan, yang pada gilirannya berpotensi masuk dalam jebakan pangan (food trap) negara eksportir. Dengan demikian peningkatan keunggulan bersaingnya menjadi hal yang krusial karena agroindustri susu berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia, mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan petani dan penghematan devisa negara.

Dari sisi konsumsi, konsumsi rata-rata Indonesia sebesar 10,47 kg/kapita/tahun pada tahun 2009. Dari jumlah tersebut konsumsi susu cair masyarakat Indonesia masih sangat kecil yaitu sekitar 18%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan India (98%), Thailand (88%) dan China (76,5%). Salah satu program yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi susu


(28)

3 sekaligus menciptakan generasi yang lebih sehat dan lebih cerdas, yaitu melalui program school milk yang menjadi kebijakan pemerintah pusat bagi murid-murid TK dan SD. Program school milk sudah dilakukan di Amerika Serikat dengan nama National School Lunch Program, Canada dengan nama Elementary School Milk Program (ESMP). Program-program tersebut menyediakan susu segar bagi anak-anak sekolah. Negara-negara lain, yang juga mengaplikasikan School Milk Program adalah Austria, Inggris, Jepang, Korea, Thailand, China, Vietnam, India, Pakistan, Eslandia, Balarusia, Chili, dan beberapa negara di Afrika. Di Indonesia program school milk, memang telah dilaksanakan di beberapa daerah. Pemerintah Daerah Sukabumi, mencanangkan Program Gerimis Bagus (Gerakan Minum Susu bagi Anak Usia Sekolah), untuk meningkatkan konsumsi susu segar di kalangan murid SD, dengan dana dari APBD. Pemerintah daerah lainnya, seperti Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan dan Semarang, Jawa Tengah juga telah merintis program school milk. (Balitbangdagda, 2010).

Delgado et al. (1999) memprediksi bahwa pada tahun 2020 rataan konsumsi susu per kapita per tahun di Asia Tenggara sebesar 16 kg, dengan demikian, tersedia potensi pasar yang besar di Indonesia apabila dikaitkan dengan hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama lima belas tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 233,5 juta pada tahun 2010 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025serta kecenderungan peningkatan konsumsi per kapita di masa mendatang (BPS 2009). Potensi pasar yang besar ini tentunya memberi peluang yang menarik bagi agroindustri susu domestik maupun luar negeri untuk memperbesar pangsa pasarnya.

Gagasan mengenai penciptaan pengetahuan ini merupakan hal baru, masih terbatas penelitian mengenai bagaimana organisasi menciptakan dan memproses pengetahuan sehingga menjadi sumber inovasi yang sangat penting. Dengan pertimbangan tersebut, maka penelitian mengenai penciptaan pengetahuan ini dilakukan pada agroindustri yang mempunyai karakteristik bersaing melalui inovasi. Agroindustri susu dipilih sebagai obyek studi karena rentannya agroindustri ini dalam menghadapi persaingan global yang makin ketat, sehingga perlu segera diupayakan peningkatan kemampuan inovasinya sehingga mampu meningkatkan keunggulan bersaingnya. Berdasarkan penelitian terdahulu, titik


(29)

4

terlemah dari agroindustri susu di Indonesia adalah industri bahan bakunya, maka penelitian ini difokuskan pada koperasi susu sebagai pemasok bahan baku susu bagi Industri Pengolahan Susu (IPS).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengembangkan model penciptaan pengetahuan dan menganalisis struktur model penciptaan pengetahuan pada Koperasi Susu di Indonesia. Pengembangan model penciptaan pengetahuan tersebut, diawali dengan menganalisis model kontribusi aset pengetahuan terhadap proses konversi pengetahuan pada Koperasi Susu di Indonesia. Pada tahap akhir setelah dihasilkan model penciptaan pengetahuan pada Koperasi Susu, kemudian dikembangkan Sistem Pakar Knowledge Management Scorecard (KM-Scorecard) untuk mendorong terjadinya inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi:

1) Aspek Teoritis, hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah kajian Manajemen Pengetahuan, khususnya tentang pemodelan proses penciptaan pengetahuan dalam upaya mendukung proses inovasi. 2) Aspek Metodologi, penelitian pada ranah Manajemen Pengetahuan

khususnya penerapan Sistem Pakar pada desain pengukuran kinerja Manajemen Pengetahuan dengan perspektif Balanced Scorecard masih sangat terbatas di Indonesia, sehingga hasil penelitian ini diharapkan memperluas pemanfaatan Sistem Pakar dalam desain Knowledge Management Scorecard.

3) Aspek Praktis, memberikan kontribusi pada praktisi Koperasi Susu di Indonesia dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi, terutama untuk meningkatkan kinerja inovasi dalam rangka mencapai keunggulan bersaing.

4) Referensi bagi peneliti berikutnya terutama untuk pengembangan konsep penciptaan pengetahuan dalam strategi organisasi.


(30)

5

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1) Manajemen koperasi yang dimaksud adalah manajemen bisnis yang dilakukan koperasi. Manajemen kelembagaan koperasi tidak termasuk dalam ruang lingkup kajian.

2) Skala usaha adalah Koperasi Persusuan yang merupakan koperasi primer.

3) Unit analisis adalah individu responden yang berasal dari peternak dan pengurus koperasi yang menjadi peternak.

4) Data yang diambil merupakan data cross sectional.

1.5 Deskripsi Kebaruan (Novelty)

Penelitian ini memiliki signifikansi untuk dilakukan karena terdapat kebaruan yang ditawarkan, yaitu mengkonfirmasi peran penting pengetahuan sebagai landasan kinerja inovasi Koperasi Susu di Indonesia yang dalam jangka panjang menjadi sumber keunggulan bersaingnya. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat diidentifikasi perbedaannya terutama terkait dengan pendekatan yang digunakan, obyek yang diteliti dan tipe data yang dikumpulkan.

Penelitian ini mengadopsi model yang dikemukakan Nonaka dan Takeuchi (1995) tentang proses penciptaan pengetahuan perusahaan yang dinamakan model SECI (socialization, externalization, combination dan internalization). Model SECI tersebut dihasilkan dari penelitian dengan paradigma penelitian mendalam (naturalistic inquiry), sedangkan penelitian ini. Nonaka dan Takeuchi telah melakukan penelitian sejumlah perusahaan dengan cara yang intensif atau mendalam. Data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif dan bersifat longitudinal. Di sisi lain, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data skala ordinal dan bersifat cross sectional, yaitu sekali pengambilan data karena keterbatasan dana dan waktu pelaksanaan penelitian.

Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan Susatyo-Munir (2004) tentang “Model Kreasi Pengetahuan di Perusahaan: Kajian pada Perusahaan Kosmetik Modern di Indonesia”. Penelitian Susatyo-Munir (2004) dimaksudkan


(31)

6

mengkonfirmasi teori dan model yang dikembangkan Soo et al. (2002b). Selain itu, terdapat perbedaan karakteristik obyek penelitian. Obyek penelitian Susatyo-Munir (2004) merupakan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri kosmetik yang tergolong industri produk hilir dan sebagian merupakan perusahaan multinasional, sedangkan obyek penelitian ini adalah koperasi susu yang tergolong industri bahan baku dan kepemilikan sepenuhnya oleh anggota koperasi.

Kebaruan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah:

1) Desain model penciptaan pengetahuan (knowledge creation) yang dikenal sebagai model konversi pengetahuan/ model SECI (Nonaka & Takeuchi 1995) yang diintegrasikan dengan konsep aset pengetahuan (Nonaka et al. 2000) dan model penciptaan pengetahuan organisasi (Soo et al. 2002). 2) Pemodelan Sistem Pakar Knowledge Management Scorecard

(KM-Scorecard) untuk Koperasi Susu di Indonesia dengan pendekatan Balanced Scorecard (Kaplan 2004).


(32)

7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

Pemahaman proses penciptaan pengetahuan di perusahaan memerlukan telaahan kepustakaan mengenai pengertian pengetahuan. Untuk kepentingan penelitian ini, konsep pengetahuan itu sendiri disusun dalam tiga bagian. Pertama, pemahaman pengetahuan secara epistemologi, yaitu penelusuran pemikiran yang dilakukan para filsuf untuk memahami makna mengetahui sesuatu (to know something). Melalui penelusuran pemikiran para filsuf tersebut diharapkan akan diperoleh pemahaman mengenai yang mengetahui (the one who knows) dan yang diketahui (the object known) serta hubungan keduanya. Kedua, diperlukan pemahaman tentang perbedaan mendasar antara data, informasi dan pengetahuan berdasarkan cara memperoleh, menyimpan, menyebarkan dan menciptakannya. Ketiga, diperlukan pemahaman mengenai jenis-jenis pengetahuan dan komponen-komponennya.

Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995) hal penting yang juga relevan untuk memahami proses penciptaan pengetahuan pada epistemologi adalah pemahaman mengenai hubungan antara yang mengetahui (the one who knows) dan yang diketahui (the object known). Para filsuf Barat pada umumnya berpendapat bahwa pengetahuan adalah justified true belief, sebuah konsep yang pertama kali disampaikan oleh Plato. Hal ini memberikan pengertian bahwa pengetahuan adalah kebenaran sesuai dengan faktanya dan sesuai dengan alasannya. Definisi pengetahuan ini dianggap masih jauh dari sempurna sehingga mendorong para filsuf Barat untuk mencari metode yang bisa membantu mereka mendefinisikan pengetahuan tanpa ada keraguan.

Penelusuran para filsuf kemudian beralih dan difokuskan pada sumber dan cara memperoleh pengetahuan itu sendiri. Hal ini menyebabkan para filsuf terbagi atas penganut aliran rasionalisme dan aliran empirisme (Nonaka & Takeuchi 1995). Dijelaskan lebih lanjut, para filsuf penganut rasionalisme percaya bahwa pengetahuan sejati (true knowledge) bukan merupakan hasil dari pengalaman indera manusia, tetapi merupakan proses mental yang ideal. Menurut aliran ini, terdapat pengetahuan a priori yaitu pengetahuan yang sudah ada sebelumnya yang tidak memerlukan pembenaran oleh pengalaman indera manusia. Pengetahuan


(33)

8

sejati diperoleh secara deduksi dari penalaran rasional. Matematika merupakan contoh klasik pendapat ini. Di sisi lain, para filsuf penganut empirisme percaya bahwa pengetahuan a priori tidak ada dan satu-satunya sumber pengetahuan adalah pengalaman indera manusia.

Selanjutnya Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman yang hidup pada abad ke delapan belas, berusaha melakukan sintesis pendapat kedua aliran filsafat tersebut. Kant setuju bahwa dasar pengetahuan adalah pengalaman, tetapi tidak setuju dengan filsuf aliran empirisme yang mengatakan bahwa pengalaman merupakan satu-satunya sumber pengetahuan. Kant berpendapat bahwa pengetahuan dapat muncul hanya bila pemikiran logis para rasionalis dan pengalaman indera para empirisme bekerja bersama (Nonaka & Takeuchi 1995).

Berdasarkan uraian di atas, Nonaka dan Takeuchi (1995) berpendapat bahwa seorang individu meyakini kebenaran mengenai apa yang dipercayainya berdasarkan observasinya mengenai dunia atau hal-hal yang berada di luar pemikiran individu tersebut. Observasi individu tersebut dipengaruhi oleh sudut pandang unik individu tersebut, kesanggupan untuk merasakan serta pengalaman-pengalaman pribadi. Agar seorang individu dapat terus membangun pengetahuannya, maka ia tidak dapat hanya melakukan proses mental mengandalkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan individu tersebut melakukan interaksi dengan dunia luar untuk memperoleh pengalaman-pengalaman indera.

Pemahaman pengetahuan dari sudut pandang para filsuf di atas memerlukan suatu konsep yang lebih operasional bagi penelitian ini. Oleh karena itu, penting dikemukakan pandangan pengertian pengetahuan dibedakan dari informasi dan data. Menurut Davenport dan Prusak 1998, data bersifat diskrit, yaitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau obyek-obyek tertentu. Data sendiri tidak memiliki relevansi dan maksud. Data merupakan bahan baku menjadi informasi. Tiwana (2000) menggambarkan bahwa informasi adalah data yang telah memiliki nilai (Value) karena mengalami kontekstualisasi (kategorisasi, kalkulasi, koreksi atau kondensasi).

Informasi akan menjadi pengetahuan setelah melalu proses pengayaan (enrichment) dan transformasi dengan cara komparasi, konsekuensi, koneksi


(34)

9

9 ataupun perckapan (Davenpot & Prusak 1998). Dapat dikatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari sekumpulan informasi yang saling terhubungkan (terstruktur secara sistematik sehingga memiliki makna.

Pemahaman mengenai pengetahuan itu sendiri sangat diperlukan karena secara akademis terdapat berbagai pengertian pengetahuan dalam konteks sumber daya (resources), kompetensi dan kemampuan (capability), yaitu:

1. Pengertian pengetahuan dalam konteks teori aset tanwujud (intangible asset), dinyatakan bahwa sumber daya informasi adalah aset tanwujud yang sangat berharga bagi perusahaan (Itami & Roehl 1987).

2. Pengertian pengetahuan dalam konteks teori sumber daya sebagai basis keunggulan bersaing yang dikemukakan Wernerfelt (1984) dan Barney (1991) yang diacu Priem (2001). Wernerfelt yang diacu (Priem 2001) mengemukakan, bahwa keunggulan bersaing perusahaan berasal dari sumber daya yang dimilikinya, bukan dari produk-produknya. Lebih lanjut Barney yang diacu (Priem 2001) menjelaskan bahwa sumber daya yang paling strategik adalah sumber daya yang langka, berharga, sulit ditiru serta sulit digantikan. Salah satu teori dalam kelompok teori sumber daya sebagai basis keunggulan bersaing adalah teori kompetensi inti (core competence). Hamel dan Prahalad (1994) mendefinisikan kompetensi inti sebagai seperangkat keterampilan dan teknologi yang terintegrasi, yang merupakan akumulasi hasil pembelajaran individu-individu di organisasi. Kompetensi inti ini terdiri atas pengetahuan tacit dan eksplisit.

3. Pengertian pengetahuan dalam konteks teori dynamic capabilities adalah kemampuan perusahaan untuk membangun keunggulan bersaing baru melalui upaya terus-menerus memperbaharui keterampilan-keterampilan dan sumber daya perusahaan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan-perubahan (Teece et al. 1997).

4. Pengertian pengetahuan dalam konteks teori pengetahuan sebagai basis keunggulan bersaing didasari pemikiran bahwa pengetahuan merupakan sumber daya strategik yang dimiliki oleh perusahaan. Pengetahuan berbeda dengan sumber daya lain yang dimiliki oleh perusahaan, karena dengan pengetahuan perusahaan dapat memperoleh pengetahuan lain/baru dan


(35)

10

mengkombinasikan sumberdaya-sumberdaya lain untuk menghasilkan kemampuan baru (Kaplan et al. 2001).

2.2 Pengetahuan dan Kompetensi

Di atas sudah dijelaskan makna hubungan antara informasi dengan pengetahuan, di mana informasi merupakan bahan baku untuk membangun pengetahuan. Selanjutnya akan dibahas makna pengetahuan ke arah penggunaannya, khusunya dalam dunia kerja, yaitu memahami hubungan antara pengetahuan dengan kompetensi kerja. Sveiby (1997) menyatakan bahwa memahami kompetensi kerja merupakan suatu cara untuk memahami pengetahuan dan hubungannya dengan dunia kerja.

Kompetensi didefinisikan sebagai aspek penting dan menentukan kinerja karyawan. Sebagian besar karyawan akan menghasilkan kinerja efektif jika mereka memiliki pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang cukup baik dan dapat diaplikasikan secara bersamaan. Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai karakter, sikap dan perilaku atau kemampuan individual yang relatif stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi seseorang terbentuk dari lima unsur, yaitu motif, karakter, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi itu sendiri dikelompokkan menjadi dua, yaitu kompetensi teknikal dan kompetensi perilaku.

2.3 Pengetahuan dan Keunggulan Bersaing

Dua teori manajemen strategik yang memberikan sumbangan berarti pada pengembangan pemikiran pengetahuan sebagai sumber keunggulan bersaing, yaitu: (1) teori sumberdaya sebagai basis keunggulan bersaing dari Barney (1991) dan Wernerfelt (1984) yang diacu (Priem, 2001) serta (2) teori kompetensi inti sebagai basis keunggulan bersaing dari Hamel dan Prahalad (1994). Kedua teori tersebut secara bersama-sama telah berjasa mengkristalkan gagasan mengenai pengetahuan sebagai sumber keunggulan bersaing.


(36)

11

11 Merujuk pada pandangan sumberdaya sebagai basis keunggulan bersaing, para penggagas pandangan pengetahuan sebagai basis keunggulan bersaing mengawali uraiannya atas dasar pemikiran bahwa pengetahuan merupakan sumberdaya yang paling strategik yang dimiliki oleh perusahaan (Kaplan et al., 2001). Dikemukakan pula bahwa pengetahuan tidak dapat diamati dan diukur secara langsung. Oleh sebab itu pengetahuan menjadi suatu konstruk yang keberadaannya dapat disimpulkan melalui kemampuan-kemampuan perusahaan di mana kemampuan ini dapat diamati. Dengan mendefinisikan pengetahuan sebagai kapasitas untuk bertindak, maka Kaplan et al. (2001) menyatakan bahwa: (1) pengetahuan bersama-sama dengan sumberdaya memberi perusahaan kemampuan; (2) adanya kemampuan merupakan prasyarat bagi tindakan potensial apapun; (3) pengamatan atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perusahaan menunjukkan adanya kemampuan dan (4) adanya kemampuan menunjukkan adanya pengetahuan (walaupun pengetahuan itu sendiri tidak dapat diamati secara langsung).

Setelah memahami keunggulan bersaing berbasis pengetahuan, pada sub bab selanjutnya diuraikan perkembangan perspektif manajemen pengetahuan. Hal ini bertujuan memberikan latar belakang konsep dan teori yang mendukung pemahaman tentang manajemen pengetahuan.

2.4 Manajemen Pengetahuan

Sampai beberapa waktu yang lalu, secara umum organisasi belum cukup memberi perhatian terhadap pengetahuan sebagai aset atau sumberdaya yang harus dikelola. Kajian Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) telah mengubah kondisi tersebut dengan mendorong terciptanya seperangkat nilai baru dalam pengelolaan pengetahuan organisasi secara strategis. Manajemen Pengetahuan memberikan perspektif baru dari hanya mengendalikan sumber pengetahuan menjadi mengelola proses penciptaan pengetahuan melalui orang yang mengaplikasikan pengetahuannya dan menciptakan jaringan pengetahuan secara internal dan eksternal.

Manajemen Pengetahuan mulai dikenal secara luas sekitar tahun 1990-an, namun konsep yang berkaitan dengan pengetahuan sebenarnya dapat ditelusuri sejak sekitar tahun 1960-an ketika mayoritas perusahaan telah memantapkan


(37)

12

keberadaan Divisi Riset dan Pengembangan untuk mengekplorasi dan investigasi ide-ide baru dan mengembangkan prototipe produk-produk baru (Paucar-Caceres & Pagano 2009). Perkembangan Manajemen Pengetahuan dapat dikelompokkan berdasarkan isu-isu penting yang disampaikan ilmuwan dalam rentang waktu tertentu (Tabel 1).

Tabel 1 Perkembangan Manajemen Pengetahuan

Rentang Tahun

Pendapat Penting

Sebelum 1986

Arti Penting Manajemen Pengetahuan

1. Pengetahuan berbeda dari informasi maupun data, hal ini sebagai dasar untuk mendukung keputusan manajemen. Adalah penting untuk memahami teknik untuk mengumpulkan informasi, namun yang lebih penting adalah mengetahui dengan pasti informasi yang dibutuhkan (Martin 1983).

2. Teknik Manajemen Pengetahuan, seperti Sistem Pakar dan Sistem berbasis Pengetahuan, perlu diintegrasikan dengan aplikasi lain dalam organisasi, seperti sistem pengambilan keputusan dan perencanaan (Donals 1985).

1986-1990 Manajemen Pengetahuan dalam Perspektif Teknologi

1. Perusahaan diklasifikasikan berdasarkan peran teknologi dalam pengambilan keputusan perusahaan. Perusahaan dikatakan grade tinggi jika memiliki teknologi pengetahuan dan mengakomodasi manajemen pengetahuan dalam strategi dan perencanaannya (Alain 1988).

2. Manajemen Pengetahuan diwujudkan dengan teknologi, antara lain basis data, katalog khusus dan e-mail (Cronin & Davenport 1990).

3. Teknologi Manajemen Pengetahuan mempengaruhi cara pengetahuan perusahaan digunakan, menghasilkan peningkatan kepuasan konsumen, penggunaan waktu yang lebih baik dan pengkayaan pekerjaan (Cronin & Davenport 1990).

4. Pada akhir tahuan 90-an, para ahli mulai mengemukakan kesulitan perusahaan untuk mengintegrasikan perangkat teknologi yang dimilikinya dengan aplikasi lain (Strapko 1990).


(38)

13

13 Lanjutan Tabel 1

Rentang Tahun

Pendapat Penting

1991-1995 Integrasi Manajemen Pengetahuan, Teknologi dan Budaya

1. Dengan kemampuan organisasi memproduksi format data yang berbeda, seperti bitmap, ikon, teks, video untuk melengkapi alfanumerik, kebutuhan sistem manajemen pengetahuan makin meningkat untuk membedakan dengan format data dan informasi (Stonebraker & Kemnitz 1991).

2. Teknologi Manajemen Pengetahuan, sistem manajemen basis data dan teknologi komunikasi telah terintegrasi dengan berbagai model untuk tujuan yang berbeda (Ram

et al. 1992).

3. Manajemen pengetahuan merupakan proses yang terus-menerus harus dilakukan oleh perusahaan, sehingga proses tersebut akan menjadi suatu budaya organisasi yang akan membentuk organisasi berbasis pengetahuan (Nonaka & Takeuchi 1995).

1996 – 1999 Manajemen Pengetahuan dalam Perspektif Sosial Ekonomi

1. Aset intelektual diberi penghargaan yang makin luas dalam strategi Manajemen Pengetahuan, karena penghargaan yang luas terhadap aset intelektual merupakan kunci kesuksesan (Lioyd 1996; Mullin 1996). 2. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa

konsekuensi penting yang mendorong semakin dibutuhkannya Manajemen Pengetahuan bagi setiap organisasi bisnis untuk mempertahankan keunggulan bersaingnya. Perusahaan hendaknya mengelola informasi dalam tiga arena, yaitu sense making, knowledge creating

dan decision making (Choo 1998).

3. Pada era ekonomi global, pengetahuan merupakan sumber keunggulan berkelanjutan. Kapital/aset intelektual berperan penting untuk mengkonversi pengetahuan menjadi profit (Davenport & Prusak 1998).

4. Pengetahuan sebagai sistem sosial dan merupakan


(39)

14

Lanjutan Tabel 1

Rentang Tahun

Pendapat Penting

2000 - 2008 Manajemen Pengetahuan dalam Konteks Strategi Organisasi

1. Manajamen Pengetahuan dapat dipandang sebagai proses penciptaan keunggulan bersaing berkelanjutan melalui inovasi (Meso & Smith 2000).

2. Keberhasilan implementasi Manajemen Pengetahuan sangat dipengaruhi proses organisasi dan faktor manusia yang mencapai 80 persen, sedangkan faktor teknologi hanya 20 persen (Probst et al. 2000).

3. Pengukuran kinerja manajemen pengetahuan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu dengan kerangka kerja kinerja berbasis pendekatan balanced scorecard dan kerangka kerja perilaku yang mengidentifikasi level praktek individual (Gooijer 2000).

4. Ruang lingkup Manajemen Pengetahuan adalah proses mengumpulkan dan menyimpan pengetahuan individu menjadi pengetahuan organisasi dan memanfaatkannya untuk mencapai tujuan organisasi. (Weber & Kaplan 2003).

5. Strategi generik yang digunakan dalam strategi manajemen pengetahuan untuk meningkatkan kinerja organisasi, yaitu: strategi penciptaan pengetahuan (knowledge creation strategy) dan strategi kodifikasi (knowledge codification strategy). Strategi penciptaan pengetahuan fokus pada penyebaran pengetahuan tacit

untuk menghasilkan inovasi, sedangkan strategi kodifikasi pengetahuan melibatkan pengetahuan yang dapat disimpan dalam basis data sehingga dapat diakses dan digunakan dengan mudah oleh siapa saja dalam organisasi. Penggunaan strategi ini menjadikan pengetahuan dapat disimpan dan digunakan kembali (Al-Hawari 2004).

6. Penciptaan pengetahuan adalah inti dari Manajemen Pengetahuan. Pengetahuan diciptakan melalui interaksi yang dinamis antara subyektifitas dan obyektivitas, serta merupakan sintesis pemikiran dan aksi individual yang saling berinteraksi dalam lingkup organisasi (Nonaka & Toyama 2005).

7. Terdapat hubungan yang signifikan antara tacit knowledge index suatu perusahaan dan kinerja inovasinya (Harlow 2008).


(40)

15

15 Arti penting Manajemen Pengetahuan ini semakin besar ketika lingkungan industri semakin dinamis, persaingan global semakin meningkat, perubahan teknologi dan teknologi informasi semakin cepat, serta tuntutan masyarakat yang semakin beragam dan cepat berubah. Secara garis besar dapat diungkapkan bahwa Manajemen pengetahuan adalah usaha mengumpulkan, mengorganisasi, menciptakan pengetahuan baru, menyebarkannya ke organisasi dan memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam teknologi baru, produk baru dan manajemen baru. Hal ini akan mendukung pencapaian kinerja organisasi sehingga memiliki keunggulan bersaing.

Choo (1998) mengungkapkan bahwa dalam kerangka Manajemen Pengetahuan, suatu organisasi bisnis hendaknya mengelola informasi dalam tiga arena, yaitu sense making, knowledge creating dan decision making. Sense making

(pemaknaan) berkaitan dengan bagaimana organisasi menafsirkan informasi dalam rangka mengkonstruksi makna tentang apa yang terjadi dalam dan apa yang sedang dilakukan oleh organisasi. Knowledge creating (penciptaan pengetahuan) berkenaan dengan bagaimana organisasi mengembangkan pengetahuan, sedangkan decision making (pengambilan keputusan) merupakan aktivitas tentang bagaimana organisasi memproses dan menganalisis informasi guna memilih tindakan yang tepat.

Dikemukakan lebih lanjut bahwa proses penciptaan pengetahuan merupakan inti Manajemen Pengetahuan yang mampu mendukung pencapaian kinerja organisasi sehingga memiliki keunggulan bersaing. Selanjutnya akan diuraikan mengenai konsep knowledge creation (penciptaan pengetahuan).

2.5 Konsep Penciptaan Pengetahuan

Krogh et al. (2000) mengemukakan gagasan yang mendasari pengertian mengenai pengetahuan, yaitu:

Pertama, pengetahuan merupakan kebenaran atas kepercayaan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaan pengetahuan melibatkan perasaan dan


(41)

16

sistem kepercayaan (belief systems) di mana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa tidak disadari.

Kedua, pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus tacit. Beberapa pengetahuan dapat ditulis, dideskripsikan dalam bentuk kalimat-kalimat atau diekspresikan dalam bentuk gambar. Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan perasaan, ketrampilan dan bentuk bahasa tubuh, persepsi pribadi, pengalaman fisik, petunjuk-praktis (rule of thumb) dan intuisi. Pengetahuan tacit

ini sulit sekali dijelaskan kepada orang lain. Walaupun gagasan mengenai pengetahuan tacit secara intuitif masuk akal bagi banyak orang, para manajer pendapat kesulitan dalam memahaminya di tingkat praktis. Mengenali nilai dari pengetahuan tacit dan memahami bagaimana menggunakannya merupakan tantangan utama perusahaan yang ingin terus menciptakan pengetahuan. Pengetahuan tacit nampak terlalu misterius untuk dapat digunakan dalam situasi bisnis, namun kualitas yang spesifik pada suatu konteks menjadikan pengetahuan

tacit merupakan alat yang luar biasa untuk inovasi.

Ketiga, penciptaan pengetahuan secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut. Yang dimaksudkan dengan konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan pengetahuan adalah ruang bersama yang dapat memicu hubungan-hubungan yang muncul. Dalam konteks organisasional, dapat berupa fisik, maya, mental atau ketiganya. Definisi konteks ini berkaitan erat dengan dua hal yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu pengetahuan bersifat dinamis, relasional dan berdasarkan tindakan manusia. Pengetahuan bergantung pada situasi dan keterlibatan orang, dibanding kebenaran absolut atau fakta belaka.

2.5.1 Konversi Pengetahuan Nonaka-Takeuchi: Model SECI

Nonaka dan Takeuchi (1995) mendasarkan modelnya pada interaksi dinamis antara dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tacit (tacit knowledge). Pengetahuan eksplisit dapat diekspresikan dalam kata-kata dan angka, oleh sebab itu dapat disebarkan dalam berbagai bentuk data, formula ilmiah, spesifikasi produk, manual dan sejenisnya. Pengetahuan jenis ini dapat segara ditularkan dari satu individu ke individu lain secara formal dan sistematis. Di sisi lain, pengetahuan tacit bersifat sangat pribadi


(42)

17

17 dan sulit diformalkan, sehingga sulit pula untuk dikomunikasikan dari satu pihak ke pihak lain. Pengetahuan tacit ini sulit diverbalkan karena berakar jauh di dalam tindakan dan pengalaman seseorang, seperti dalam idealisme, nilai-nilai dan emosi (Berman et al. 2002).

Pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit bersifat saling melengkapi atau komplementer, juga berperan sangat penting dalam proses penciptaan pengetahuan ( Krogh et al. 2000). Kedua jenis pengetahuan ini berinteraksi satu sama lain dan berubah dari satu jenis ke jenis lainnya secara dinamis (Boland et al. 2001). Interaksi dinamis antara satu bentuk pengetahuan ke bentuk lainnya disebut konversi pengetahuan. Nonaka dan Takeuchi (1995) mengemukakan bahwa konversi pengetahuan merupakan proses sosial antar individu dan tidak dibatasi dengan proses yang terjadi di dalam individu saja. Dengan memahami hubungan timbal balik antara pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit, dapat dipahami proses penciptaan pengetahuan.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa terdapat empat cara konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination) dan internalisasi (internalization). Keempat cara konversi pengetahuan ini sering disebut sebagai siklus SECI yang diuraikan sebagai berikut:

1. Sosialisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menekankan pentingnya kegiatan bersama antara sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan tacit. Karena pengetahuan tacit

dipengaruhi oleh konteksnya dan sulit sekali diformalkan, maka untuk menyebarkan pengetahuan tacit dari satu individu ke individu lain dibutuhkan pengalaman yang terbentuk melalui kegiatan-kegiatan bersama, seperti berada bersama di satu tempat, menghabiskan waktu bersama atau hidup dalam lingkungan yang sama.

2. Eksternalisasi merujuk pada konversi pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit. Melalui cara ini pengetahuan menjadi terkristalkan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Dalam proses eksternalisasi, pengetahuan tacit diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototipe sehingga


(43)

18

dapat dipahami oleh pihak lain. Walaupun demikian, seringkali ekspresi atau penerjemahan yang dilakukan kurang sesuai, tidak konsisten dan tidak lengkap. Perbedaan dan kesenjangan antara yang dibayangkan dengan yang diekspresikan tersebut justru akan dapat membantu merangsang individu-individu untuk saling berinteraksi dan merefleksikan antara pemahamannya dengan yang sebenarnya dimaksud pihak lain.

3. Kombinasi merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit ke pengetahuan eksplisit. Dengan cara ini, pengetahuan dipertukarkan dan dikombinasikan melalui media seperti dokumen-dokumen, rapat-rapat, percakapan telepon dan komunikasi melalui jaringan komputer. Dalam prakteknya, kombinasi bergantung pada tiga proses, yaitu: (1) pengetahuan eksplisit dikumpulkan dari dalam dan dari luar perusahaan, kemudian dikombinasikan, (2) pengetahuan-pengetahuan eksplisit tersebut disebarkan keseluruh perusahaan melalui berbagai media, dan (3) pengetahuan eksplisit diproses atau diedit agar dapat lebih bermanfaat bagi perusahaan.

4. Internalisasi merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan tacit. Cara ini mirip sekali dengan kegiatan yang disebut pembelajaran sambil melakukan atau learning by doing. Melalui internalisasi, pengetahuan yang sudah tercipta didistribusikan ke seluruh perusahaan. Internalisasi pengetahuan dimaksudkan untuk memperluas, memperdalam serta mengubah pengetahuan tacit yang dimiliki oleh setiap anggota perusahaan menjadi pengetahuan yang dimiliki perusahaan. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995) pengetahuan eksplisit yang berhasil diinternalisasikan ke dalam pengetahuan tacit para individu dalam bentuk shared mental model

maka pengetahuan ini akan menjadi aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Di tingkat individu, pengetahuan tacit yang terakumulasi ini selanjutnya ditularkan ke individu lain melalui sosialisasi, sehingga spiral proses penciptaan pengetahuan pun terus berputar.

Model SECI ini mendasarkan pada interaksi dinamis antara dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan

tacit (tacit knowledge). Spiral proses penciptaan pengetahuan pun terus berputar diilustrasikan pada Gambar 1.


(44)

19

19 Gambar 1 Konversi Pengetahuan Model SECI (Nonaka & Takeuchi 1995)

2.5.2 Model Penciptaan Pengetahuan dengan Pendekatan Input-Proses-Output

Model SECI yang dikemukakan Nonaka dan Takeuchi telah menjadikan proses penciptaan pengetahuan lebih mudah dipahami dan menjadi titik tolak bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendetail. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian proses penciptaan pengetahuan di perusahaan adalah pendekatan input-proses-output yang dikembangkan Soo et al. (2002a).

Pengembangan dan pengujian model penciptaan pengetahuan yang dikemukakan Soo et al. (2002a) meliputi tiga aspek, yaitu:

1. Sumber pengetahuan sebagai input, merupakan bagian proses penciptaan pengetahuan yang meliputi proses perolehan pengetahuan dari sumber lingkungan eksternal dan internal perusahaan

2. Penggunaan pengetahuan sebagai proses, merupakan bagian penciptaan pengetahuan yang menggambarkan kegiatan penggunaan pengetahuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan

3. Hasil sebagai output merupakan bagian dari proses penciptaan pengetahuan dalam bentuk inovasi-inovasi.

Eksternalisasi

Sosialisasi

Kombinasi

Internalisasi

Tacit Tacit Eksplisit Eksplisit E k s p l i s i t E k s p l i s i t T a c i t T a c i t


(45)

20

Penciptaan pengetahuan sangat ditentukan oleh akses pada informasi dan pengetahuan-pengetahuan bermanfaat yang berada di luar perusahaan. Hanya memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada kini di perusahaan (eksploitasi), seberapa pun baiknya pengetahuan-pengetahuan tersebut, tidak akan cukup untuk memberikan keunggulan bersaing (Nonaka & Takeuchi 1995). Perusahaan perlu memperluas batas-batas pengetahuannya dengan cara memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru yang berada di luar perusahaan (eksplorasi).

Penelitian terdahulu yang dilakukan Boland et al. (2001) menunjukkan bahwa semakin besar jumlah informasi dan pengetahuan yang mengalir ke dalam perusahaan, semakin besar pula jumlah pengetahuan-pengetahuan baru yang diciptakan. Esensi dari penelitian tersebut adalah dibutuhkannya banyak kegiatan eksplorasi pengetahuan yang harus dilakukan perusahaan agar dapat meningkatkan jumlah pengetahuan-pengetahuan yang diciptakan. Lebih lanjut dikemukakan oleh Swan et al. (1999) bahwa pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit dapat diserap oleh perusahaan melalui jejaring inovasi yang terdiri atas jejaring formal dan informal. Jejaring tersebut terbentuk sebagai tanggapan atas kebutuhan perusahaan akan pengetahuan. Jejaring yang dimaksudkan oleh Swan

et al. (1999) adalah proses komunikasi sosial yang merangsang terjadinya pertukaran pengetahuan di antara komunitasnya. Jejaring formal dan informal dalam kajian Soo et al. (2002a) dijelaskan sebagai berikut:

1) Kolaborasi formal merupakan jejaring formal yang merujuk pada hubungan-hubungan antara dua atau lebih perusahaan, di mana hubungan-hubungan-hubungan-hubungan tersebut diatur oleh suatu perjanjian formal. Kolaborasi formal, antara lain kerjasama untuk mengembangkan suatu produk baru, memasarkan suatu produk baru atau melakukan proyek-proyek pengembangan lainnya. Kolaborasi formal ini dapat berbentuk, antara lain aliansi strategik, joint ventures, lisensi dan lain sebagainya.

2) Interaksi-interaksi informal merupakan jejaring informal yang merujuk pada hubungan antar orang yang tidak diatur oleh suatu perjanjian formal. Jejaring informal ini meliputi pertemuan-pertemuan informal yang berhubungan atau bisa juga tidak berhubungan dengan kegiatan perusahaan. Interaksi-interaksi


(46)

21

21 yang sering disebut sebagai jejaring sosial ini dapat terjadi di acara pertemuan sosial, konferensi, seminar, rapat di tempat kerja atau melalui media komunikasi elektronik.

2.6 Aset Pengetahuan dan Proses Penciptaan Pengetahuan

Menyadari bahwa model SECI yang dikemukakan tersebut meskipun cukup komprehensif namun dinilai terlalu umum untuk dapat dibuat desain implementasinya, maka Nonaka melengkapinya dengan konsep aset pengetahuan. Menurut Nonaka et al. (2000), aset pengetahuan adalah basis bagi proses penciptaan pengetahuan karena aset pengetahuan merupakan input dan output proses penciptaan pengetahuan. Seperti input dan output dalam ekonomi neoklasik, aset pengetahuan sering kali bersifat tanwujud, tacit dan dinamis. Aset pengetahuan didefinisikan sebagai sumber daya spesifik yang dimiliki perusahaan yang esensial untuk menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan tersebut. Dengan demikian, aset pengetahuan merupakan elemen kunci yang memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan. Untuk lebih memahami bagaimana aset pengetahuan diciptakan, diakuisisi dan dieksploitasi, Nonaka et al. (2000) mengelompokkan pengetahuan yang dimiliki perusahaan menjadi empat tipe, yaitu eksperiensial, konseptual, sistemik dan rutin dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan, pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama di antara karyawan, pelanggan, pemasok atau organisasi afiliasi. Contohnya, keahlian dan keterampilan teknis yang diakuisisi dan diakumulasi individu anggota melalui pengalaman tertentu dalam konteks pekerjaan. Terdapat empat tipe aset pengetahuan eksperiensial, yaitu: (1) pengetahuan emosional (a.l. cinta, percaya dan peduli); (2) pengetahuan fisik (a.l. ekspresi wajah dan bahasa tubuh); (3) pengetahuan energetik (a.l. antusiasme, pemahaman tentang eksistensi dan ketegangan) dan (4) pengetahuan ritmik (a.l. improvisasi dan pengelanaan gagasan).

2. Aset pengetahuan konseptual adalah pengetahuan eksplisit yang diartikulasikan melalui pencitraan, simbol dan bahasa. Aset ini didasarkan pada persepsi pelanggan dan karyawan. Contohnya: ekuitas merek merupakan


(47)

22

representasi persepsi pelanggan, konsep atau desain yang sesuai dengan anggota organisasi. Aset konseptual biasanya mempunyai bentuk tanwujud dan lebih mudah diartikulasikan dibanding aset eksperiensial, tetapi masih sulit dipahami apa yang dirasakan olah pelanggan atau anggota organisasi. 3. Aset pengetahuan sistemik adalah pengetahuan eksplisit yang tersistemisasi

dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang pelanggan dan pemasok. Termasuk juga proteksi hak intelektual secara legal, seperti lisensi atau paten. 4. Aset pengetahuan rutin adalah pengetahuan tacit yang sudah rutin menyatu

dan menjadi aturan dalam kegiatan atau praktek organisasi. Keterampilan, kegiatan rutin dan budaya organisasi yang dilakukan sehari-hari merupakan contohnya. Melalui praktek berkesinambungan, pola pikir atau tindakan tertentu dikuatkan dan dilakukan bersama oleh anggota organisasi.

Nonaka et al. (2000) juga mengemukakan kerangka berpikir untuk mengidentifikasi hubungan antara aset pengetahuan dan penciptaan pengetahuan. Namun demikian, model tersebut hanya memberikan gambaran yang sangat umum dan tidak memberikan petunjuk yang konkrit untuk desain implementasi dalam organisasi. Dalam rangka membuat penciptaan pengetahuan lebih layak implementasi dan efektif, menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi alat analisis yang memungkinkan, konteks atau proses yang mungkin mempengaruhi SECI.

2.7 Proses Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan

Kaplan et al. (2001) mengemukakan bahwa pengetahuan tidak dapat diamati dan diukur secara langsung, oleh sebab itu cara yang logis untuk mengetahui adanya pengetahuan adalah mengamati atau mengukur tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau perusahaan secara keseluruhan. Merujuk pada pendapat tersebut, Soo et al. (2002a) menggunakan proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagai suatu proses yang diamati untuk mengidentifikasi adanya penciptaan pengetahuan. Seperti dikemukakan Nonaka dan Takeuchi (1995) penciptaan pengetahuan dilakukan terutama ketika individu-individu berhadapan dengan situasi yang tidak sesuai dengan seharusnya atau situasi dimana harus dilakukan sesuatu yang tidak biasa


(48)

23

23 (rutin). Selanjutnya Krogh et al. (2000) menyampaikan bahwa penciptaan pengetahuan di perusahaan bergantung pada pengelolaan percakapan antara individu-individu dalam perusahaan yang bertujuan memecahkan suatu permasalahan. Bila percakapan atau interaksi antara individu hanya bertujuan untuk memastikan adanya pengetahuan maka yang terjadi adalah pengendalian terhadap kegiatan rutin.

2.8 Inovasi dan Proses Penciptaan Pengetahuan

Proses penciptaan pengetahuan merupakan bagian yang penting dalam inovasi (Nonaka & Takeuchi 1995). Pembaharuan pengetahuan yang dimiliki perusahaan merupakan sumber inovasi. Swan et al. (1999) mengemukakan bahwa semakin tinggi aliran pengetahuan masuk ke dalam perusahaan, semakin besar pula output inovatif dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Soo et al. (2000a) dalam modelnya menempatkan inovasi sebagai output dari proses penciptaan pengetahuan (Gambar 2).

Pada model tersebut, pengujian hubungan antara output inovatif perusahaan dengan kinerja perusahaan merujuk pada penelitian Banbury dan Mitchel (1995) yang meyimpulkan bahwa inovasi produk secara inkremental mempengaruhi pangsa pasar perusahaan yang melakukannya. Di sisi lain, Chaney dan Devinney (1992) dan Geroski et al. (1993) menyatakan bahwa output inovatif mempengaruhi kinerja perusahaan dalam bentuk harga saham di pasar modal dan laba perusahaan.


(49)

24

Gambar 2 Model Penciptaan Pengetahuan dalam Perusahaan (Soo et al. 2002a)

Kapabilitas

Pemecahan

masalah

Akuisisi

pengetahuan

Pengetahuan

baru

Inovasi

Daya serap

Sumber pengetahuan organisasi

Efek perusahaan

Efek industri

Kinerja

Finansial


(50)

25

25

2.9 Daya Serap Perusahaan

Cohen dan Levinthal (1990) yang diacu Soo et al. (2002a) mendefinisikan daya serap perusahaan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghargai nilai kebaruan dari informasi eksternal dan mengasimilasikannya serta mengaplikasikan untuk tujuan-tujuan komersialnya. Dikemukakan pula bahwa perusahaan dengan investasi riset dan pengembangan yang besar mempunyai kemampuan untuk menyerap pengetahuan dan ketrampilan baru yang lebih tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan konsep daya serap perusahaan ini dengan peran akuisisi pengetahuan dan pembelajaran. Mowery et al. (1996) diacu Soo et al. (2002a) menghubungkan tingkat daya serap perusahaan dengan kemampuan mencari dan memanfaatkan pengetahuan baru. Penelitian lain yang dilakukan Pennings dan Harianto (1992) yang diacu Soo et al. (2002a), menghubungkan daya serap perusahaan dengan kemampuan perusahaan untuk belajar dan memanfaatkan pengetahuan baru. Dikemukakan bahwa perusahaan yang mengakumulasikan pengalaman sebelumnya pada bidang teknologi tertentu akan meningkatkan kemampuan untuk mengadopsi teknologi baru di bidang tersebut. Selengkapnya model penciptaan pengetahuan yang dikemukakan Soo et al. (2002a) disajikan pada Gambar 2.

2.10 Strategi dan Penciptaan Pengetahuan

Meskipun telah menjadi aksioma dalam dunia bisnis bahwa pengetahuan merupakan sumber keunggulan kompetitif, tetapi tidak semua pengetahuan bernilai strategis. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi penentu kebijakan untuk menggunakan kerangka pikir yang realistis untuk menilai peran pengetahuan dalam kaitannya dengan strategi perusahaan (Krogh et al. 2000). Secara umum, tujuan akhir mengkaitkan pengetahuan dengan semua aktivitas perusahaan adalah untuk memastikan bahwa profitabilitas perusahaan di atas rata-rata profitabilitas industri baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Namun demikian, manajemen puncak jarang fokus pada peran strategis pengetahuan. Untuk itu diperlukan kerangka pikir peran strategis pengetahuan dikaitkan dengan proses pengetahuan (Tabel 2).


(1)

else if ((hasilPelanggan > 70 )&&(hasilPelanggan < 90))

set(findobj(gcf,'Tag','edit_puas_plg'),'BackgroundColor','yellow') ;

else

set(findobj(gcf,'Tag','edit_puas_plg'),'BackgroundColor','green'); end

end

%%%%%%% LAPORARAN KONVERSI PENGETAHUAN %%%%%%%%%%%%%%%%%

diskm = dlmread ('diskm.txt');

paper2electric = dlmread ('paper2electric.txt'); hasilKP = dlmread ('konversi_km.txt');

set(findobj(gcf,'Tag','edit_diskm_hasil'),'String',diskm);

set(findobj(gcf,'Tag','edit_paper_hasil'),'String',paper2electric) ;

set(findobj(gcf,'Tag','edit_31_hasil'),'String',hasilKP);

if hasilKP < 70

set(findobj(gcf,'Tag','edit_31_hasil'),'BackgroundColor','red');

else if ((hasilKP > 70 )&&(hasilKP < 90))

set(findobj(gcf,'Tag','edit_31_hasil'),'BackgroundColor','yellow') ;

else

set(findobj(gcf,'Tag','edit_31_hasil'),'BackgroundColor','green'); end

end

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

ide = dlmread ('ide.txt');

terampil = dlmread ('terampil.txt'); hasilPM = dlmread ('hasil_PM.txt');

set(findobj(gcf,'Tag','edit_ide_hasil'),'String',ide);

set(findobj(gcf,'Tag','edit_terampil_hasil'),'String',terampil); set(findobj(gcf,'Tag','edit_32_hasil'),'String',hasilPM);

if hasilPM < 70

set(findobj(gcf,'Tag','edit_32_hasil'),'BackgroundColor','red');

else if ((hasilPM > 70 )&&(hasilPM < 90))

set(findobj(gcf,'Tag','edit_32_hasil'),'BackgroundColor','yellow') ;

else

set(findobj(gcf,'Tag','edit_32_hasil'),'BackgroundColor','green'); end

end


(2)

produk = dlmread ('produk.txt'); inovasi = dlmread ('inovasi.txt'); hasilInov = dlmread ('hasilInov.txt');

set(findobj(gcf,'Tag','edit_produk_hasil'),'String',produk); set(findobj(gcf,'Tag','edit_inovasi_hasil'),'String',inovasi); set(findobj(gcf,'Tag','edit_33_hasil'),'String',hasilInov);

if hasilInov < 70

set(findobj(gcf,'Tag','edit_33_hasil'),'BackgroundColor','red');

else if ((hasilInov> 70 )&&(hasilInov < 90))

set(findobj(gcf,'Tag','edit_33_hasil'),'BackgroundColor','yellow') ;

else

set(findobj(gcf,'Tag','edit_33_hasil'),'BackgroundColor','green'); end

end

%%%%%%%%%%%%%%% HASIL INTERNAL %%%%%%%%%%%%%%%%%%

Internal = dlmread('Internal.txt');

set(findobj(gcf,'Tag','edit_3'),'String',Internal);

if Internal < 70

set(findobj(gcf,'Tag','edit_3'),'BackgroundColor','red');

else if ((Internal> 70 )&&(Internal < 90))

set(findobj(gcf,'Tag','edit_3'),'BackgroundColor','yellow'); else

set(findobj(gcf,'Tag','edit_3'),'BackgroundColor','green'); end

end

%%%%%%%%%%%%%%% HASIL PERTUMBUHAN DAN PEMBELAJARAN %%%%%%%%%%%%%%%

konide = dlmread('konide.txt') ks = dlmread('ks.txt')

adopsi = dlmread('adopsi.txt')

set(findobj(gcf,'Tag','edit_konide_hasil'),'String',konide); set(findobj(gcf,'Tag','edit_ks_hasil'),'String',ks);

set(findobj(gcf,'Tag','edit_adopsi_hasil'),'String',adopsi);

hasilPembelajaranPertumbuhan =

dlmread('PembelajaranPertumbuhan.txt')

set(findobj(gcf,'Tag','edit_tumbuh_hasil'),'String',hasilPembelaja ranPertumbuhan);

if hasilPembelajaranPertumbuhan < 70

set(findobj(gcf,'Tag','edit_tumbuh_hasil'),'BackgroundColor','red' );


(3)

else if ((hasilPembelajaranPertumbuhan> 70 )&&(hasilPembelajaranPertumbuhan < 90))

set(findobj(gcf,'Tag','edit_tumbuh_hasil'),'BackgroundColor','yell ow');

else

set(findobj(gcf,'Tag','edit_tumbuh_hasil'),'BackgroundColor','gree n');

end end

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% SCORE AKHIR %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

scoreAkhirBSC = dlmread('scoreakhir.txt');

set(findobj(gcf,'Tag','edit_scored'),'String',scoreAkhirBSC);

if scoreAkhirBSC < 70

set(findobj(gcf,'Tag','edit_scored'),'BackgroundColor','red');

else if ((scoreAkhirBSC> 70 )&&(scoreAkhirBSC < 90))

set(findobj(gcf,'Tag','edit_scored'),'BackgroundColor','yellow'); else

set(findobj(gcf,'Tag','edit_scored'),'BackgroundColor','green'); end

end

B.4 FisAkhir

[System]

Name='FisAkhir' Type='mamdani' Version=2.0 NumInputs=4 NumOutputs=1 NumRules=72 AndMethod='min' OrMethod='max' ImpMethod='min' AggMethod='max'

DefuzzMethod='centroid'

[Input1]

Name='finansial' Range=[0 200] NumMFs=3

MF1='rendah':'trapmf',[0 0 30 50] MF2='sedang':'trimf',[45 60 80]

MF3='tinggi':'trapmf',[70 90 200 200]

[Input2]

Name='pelanggan' Range=[0 200] NumMFs=3

MF1='rendah':'trapmf',[0 0 30 50] MF2='sedang':'trimf',[45 60 80]

MF3='tinggi':'trapmf',[70 80 200 200]


(4)

[Input3]

Name='proses_internal' Range=[0 200]

NumMFs=3

MF1='rendah':'trapmf',[0 0 30 50] MF2='sedang':'trimf',[45 60 80]

MF3='tinggi':'trapmf',[70 90 200 200]

[Input4]

Name='pembelajaran&pertumbuhan' Range=[0 200]

NumMFs=3

MF1='rendah':'trapmf',[0 0 30 50] MF2='sedang':'trimf',[45 60 80]

MF3='tinggi':'trapmf',[70 80 200 200]

[Output1]

Name='ScoreCard' Range=[0 200] NumMFs=3

MF1='rendah':'trapmf',[0 0 60 70] MF2='sedang':'trimf',[60 80 100]

MF3='tinggi':'trapmf',[90 120 200 200]

[Rules]

3 3 3 3, 3 (1) : 1 3 3 3 2, 3 (1) : 1 3 3 3 2, 1 (1) : 1 3 3 2 3, 3 (1) : 1 3 3 2 2, 2 (1) : 1 3 3 2 1, 2 (1) : 1 3 3 1 3, 3 (1) : 1 3 3 1 2, 2 (1) : 1 3 3 1 1, 1 (1) : 1 3 2 3 3, 3 (1) : 1 3 2 3 2, 3 (1) : 1 3 2 3 1, 3 (1) : 1 3 2 2 3, 3 (1) : 1 3 2 2 2, 2 (1) : 1 3 2 2 1, 2 (1) : 1 3 2 1 3, 3 (1) : 1 3 2 1 2, 2 (1) : 1 3 2 1 1, 1 (1) : 1 3 1 3 3, 3 (1) : 1 3 1 3 2, 3 (1) : 1 3 1 3 1, 2 (1) : 1 3 1 2 3, 3 (1) : 1 3 1 2 2, 2 (1) : 1 3 1 2 1, 2 (1) : 1 2 3 3 3, 3 (1) : 1 2 3 3 2, 3 (1) : 1 2 3 3 1, 2 (1) : 1 2 3 2 3, 3 (1) : 1 2 3 2 2, 2 (1) : 1 2 3 2 1, 2 (1) : 1 2 3 1 3, 2 (1) : 1 2 3 1 2, 2 (1) : 1 2 3 1 1, 1 (1) : 1


(5)

2 2 3 3, 3 (1) : 1 2 2 3 2, 2 (1) : 1 2 2 3 1, 2 (1) : 1 2 2 2 3, 2 (1) : 1 2 2 2 2, 2 (1) : 1 2 2 2 1, 2 (1) : 1 2 2 1 3, 2 (1) : 1 2 2 1 2, 2 (1) : 1 2 2 1 1, 1 (1) : 1 2 1 3 3, 3 (1) : 1 2 1 3 2, 3 (1) : 1 2 1 3 1, 2 (1) : 1 2 1 2 3, 2 (1) : 1 2 1 2 2, 2 (1) : 1 2 1 2 1, 2 (1) : 1 1 3 3 3, 3 (1) : 1 1 3 3 2, 2 (1) : 1 1 3 3 1, 1 (1) : 1 1 3 2 3, 2 (1) : 1 1 3 2 2, 2 (1) : 1 1 3 2 1, 1 (1) : 1 1 3 1 3, 2 (1) : 1 1 3 1 2, 2 (1) : 1 1 3 1 1, 1 (1) : 1 1 2 3 3, 2 (1) : 1 1 2 3 2, 2 (1) : 1 1 2 3 1, 1 (1) : 1 1 2 2 3, 2 (1) : 1 1 2 2 2, 2 (1) : 1 1 2 2 1, 1 (1) : 1 1 2 1 3, 1 (1) : 1 1 2 1 2, 1 (1) : 1 1 2 1 1, 1 (1) : 1 1 1 3 3, 2 (1) : 1 1 1 3 2, 1 (1) : 1 1 1 3 1, 1 (1) : 1 1 1 2 3, 2 (1) : 1 1 1 2 2, 1 (1) : 1 1 1 2 1, 1 (1) : 1


(6)