Uji Kecocokan Model Pengukuran Measurement Model Fit Validitas dan Reliabilitas

121 kritisnya dengan taraf nyata p 0,05 maka hipotesis alternatif ditolak. Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan bahwa semua koefisien pada model struktural adalah signifikan nilai t- hitung 1,96, kecuali pengaruh konversi pengetahuan terhadap inovasi nilai t- hitung -1,70 1,96, sehingga hipotesis 7 ditolak. Secara lengkap hasil evaluasi koefisien model struktural dan kaitannya dengan hipotesis penelitian ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Analisis Model Persamaan Struktural Path Coeficient antar Variabel Seluruh Responden n= 105 Nilai Koefisien t- hitung Hipotesis Pengaruh Aset Pengetahuan terhadap Konversi Pengetahuan 0,99 5,36 Terima H1 Pengaruh Akuisisi Pengetahuan terhadap Daya Serap 0,51 3,46 Terima H2 Pengaruh Akuisisi Pengetahuan terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan 0,34 2,55 Terima H3 Pengaruh Daya Serap terhadap Konversi Pengetahuan 0,15 1,97 Terima H4 Pengaruh Daya Serap terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan 0,37 2,98 Terima H5 Pengaruh Konversi Pengetahuan terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan 0,34 3,18 Terima H6 Pengaruh Konversi Pengetahuan terhadap Inovasi -0,25 -1,70 Tolak H7 Pengaruh Kemampuan Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan terhadap Inovasi 0,51 3,47 Terima H8 Keterangan: : nyata pada p 0,05 : sangat nyata pada p 0,01 Persamaan Model Struktural selengkapnya adalah: DSERAP = 0, 51AKUISISI KONVERSI = 0,15DSERAP + 0,99ASET KPMPK = 0,37DSERAP + 0,34KONVERSI + 0,34AKUISISI INOVASI = -0,25KONVERSI + 0,51KPMPK 122 Akuisisi Pengetahuan Pengukuran akuisisi pengetahuan dilakukan dengan menanyakan kepada responden tingkat keseringan frekuensi mereka berinteraksi dengan pelanggan, pemasok, kompetitor, institusi pemerintah, universitas dan organisasi lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pengetahuan baru bagi koperasi dan anggotanya serta mendapat gambaran networking jejaring yang komprehensif. Akuisisi pengetahuan merupakan aktivitas awal perusahaan yang ingin membangun sistem pengelolaan pengetahuan Tiwana 2000. Oleh sebab itu, akuisisi pengetahuan ditempatkan sebagai variabel eksogen. Kegiatan akuisisi pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara formal maupun informal Probst et al. 2000. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada koperasi susu, pengaruh antara kegiatan kolaborasi formal dengan akuisisi pengetahuan 1,00 lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh terhadap kegiatan interaksi informal pada akuisisi Pengetahuan 0,71. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 32. Perbedaan kekuatan tersebut dapat dijelaskan melalui studi Szulanski 1996 yang menyatakan bahwa agar terjadi alih informasi atau pengetahuan, diperlukan suatu konteks yang membuat manusia atau perusahaan dapat secara efektif melakukan akuisisi. Hal yang sama disampaikan Von Krogh et al. 2000 bahwa mobilisasi aset-aset tanwujud intangible assets seperti informasi dan pengetahuan membutuhkan konteks. Selanjutnya Mowery et al 1996 menyampaikan bahwa akuisisi pengetahuan dipengaruhi oleh seberapa formal hubungan antara organisasi-organisasi yang melakukan aliansi. Aliansi yang didasarkan oleh suatu perjanjian formal dengan derajat mengikat akan memberikan peluang besar bagi terjadinya alih pengetahuan. Selain konteks, alih pengetahuan juga ditentukan oleh motivasi dari pihak yang mengakuisisi pengetahuan Szulanski 1996. Akuisisi pengetahuan dapat terhambat bila penerima kurang termotivasi untuk menerima pengetahuan baru. Dalam hal ini, motivasi penerima rendah karena tidak melihat adanya keuntungan dalam menerima pengetahuan, enggan melalui proses akuisisi pengetahuan yang 123 membutuhkan banyak waktu dan upaya, atau justru merasa terancam dengan masuknya pengetahuan baru. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada Koperasi Susu di Indonesia, kegiatan kolaborasi formal lebih berperan dalam aktivitas akuisisi pengetahuan dibandingkan kegiatan interaksi informal. Dalam hal ini, ada faktor- faktor organisasi yang bekerja lintas struktur yang dapat membuat akuisisi pengetahuan dilakukan secara efektif, misalnya kebijakan-kebijakan dan sistem komunikasi. Hal ini akan lebih memberikan konteks dan lebih memotivasi. Gambar 32 Hubungan Variabel Akuisisi Pengetahuan dan Daya Serap Peran Variabel Daya Serap Beberapa studi menunjukkan bahwa daya serap berperan penting dalam proses akuisisi pengetahuan dan pembelajaran organisasi. Konsisten dengan beberapa studi sebelumnya, penelitian ini membuktikan bahwa daya serap memiliki hubungan yang positif dengan akuisisi pengetahuan. Akuisisi pengetahuan dipengaruhi oleh daya serap yang dibedakan menjadi daya serap individu dan daya serap organisasi Cohen Levinthal 1990. Daya serap koperasi susu terhadap hasil akuisisi pengetahuan lebih dipengaruhi oleh daya serap organisasi 1,00 dibandingkan dengan daya serap individu 0,62. Daya serap individu mempengaruhi akuisisi pengetahuan, karena akuisisi pengetahuan dilakukan langsung oleh individu-individu dalam organisasi Cohen Levinthal 1990. Daya serap individu mempengaruhi alih pengetahuan di dalam organisasi, maupun dari lingkungan eksternal ke internal organisasi. Mowery et al yang dikutip Soo et al. 2000 menyatakan bahwa daya serap pada level organisasi menunjukkan kemampuan organisasi tersebut dalam menerima pengetahuan dari sumber eksternal. Namun, daya serap organisasi bukanlah 0,51 1,00 0,71 AKUISISI PENGETAHUAN Interaksi Informal Kolaborasi Formal 1,00 0,62 DAYA SERAP Daya Serap Individu Daya Serap Organisasi 124 merupakan penjumlahan daya serap individu yang bekerja pada organisasi bersangkutan Cohen Levinthal 1990. Untuk meningkatkan daya serap koperasi terhadap hasil-hasil akuisisi pengetahuan, maka koperasi susu perlu memanfaatkan semaksimal mungkin daya serap organisasi. Dari model struktural Gambar 32 diketahui bahwa ada dua variabel laten yang mempengaruhi model penciptaan pengetahuan, yaitu aset pengetahuan 0,99 dan daya serap 0,15. Temuan ini menguatkan pendapat Nonaka et al. 2000 yang menyatakan bahwa kepemilikan aset pengetahuan sangat menentukan keberhasilan konversi pengetahuan pada suatu entitas bisnis dalam hal kecepatan proses dan biaya atas proses konversi pengetahuan tersebut. Aset Pengetahuan Aset Pengetahuan merupakan elemen kunci dalam memfasilitasi proses konversi pengetahuan, karena aset pengetahuan merupakan input sekaligus output bagi proses konversi pengetahuan Nonaka 2000. Pada model penciptaan pengetahuan ini, variabel Aset Pengetahuan ditempatkan sebagai variabel laten eksogen, dengan pertimbangan bahwa aset pengetahuan dalam konteks ini lebih sebagai input bagi proses konversi pengetahuan. Pembentukan aset pengetahuan ini didasarkan pada persepsi pelanggan dan karyawan pada organisasi. Keberadaan aset pengetahuan yang paling berpengaruh tampak pada pengetahuan konseptual 1,00, dibandingkan pengetahuan eksperiensial 0,87, pengetahuan rutin 0,82 dan sistemik 0,35. Hal ini menunjukkan bahwa aset pengetahuan terbesar yang dimiliki koperasi susu adalah pengetahuan konseptual Gambar 33. Aset pengetahuan konseptual dibentuk dari pengetahuan eksplisit, sehingga lebih mudah diartikulasikan melalui simbol, pencitraan dan gaya berbahasa. Aset pengetahuan konseptual memberikan mekanisme dan kemampuan untuk memfasilitasi interaksi dan pembelajaran dari bagiandepartemen yang berbeda dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Aset pengetahuan konseptual ini mendukung kemampuan penciptaan pengetahuan yang bersifat statis, seperti artikulasi simbol, juga kemampuan yang bersifat dinamis, seperti memfasilitasi interaksi Chou He 2004. Temuan penelitian ini juga menunjukkan rendahnya kepemilikan aset pengetahuan sistemik oleh Koperasi Susu. Aset pengetahuan sistemik dibutuhkan 125 untuk mensistemkan dan mengemas pengetahuan eksplisit. Yang lebih penting lagi, aset ini bermanfaat untuk melindungi kekayaan intelektual secara efektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Koperasi Susu belum mendayagunakan secara efektif kekayaan intelektualnya. Gambar 33 Variabel Laten yang Mempengaruhi Variabel Konversi Pengetahuan Variabel yang Langsung Mempengaruhi Variabel Konversi Pengetahuan Variabel laten konversi pengetahuan dipengaruhi dua variabel laten lainnya, yaitu aset pengetahuan dan daya serap Gambar 33. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa proses konversi pengetahuan sangat dipengaruhi adanya aset pengetahuan 0,99. Temuan ini menguatkan pendapat Nonaka et al. 2000 yang menyatakan bahwa kepemilikan aset pengetahuan sangat menentukan keberhasilan konversi pengetahuan pada suatu organisasi. Kepemilikan aset pengetahuan ini mempengaruhi dalam hal kecepatan proses dan biaya atas proses konversi pengetahuan tersebut. Indikator terkuat adanya konversi pengetahuan pada koperasi susu adalah proses eksternalisasi 1,00. Eksternalisasi merupakan proses mengartikulasikan pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit Nonaka et al. 2000. 0,15 0,99 0,72 0,97 0,79 1,00 Internalisasi Eksternalisasi Sosialisasi Kombinasi ASET PENGETAHUAN KONVERSI PENGETAHUAN DAYA SERAP 0,87 1,00 0,35 0,82 Eksperiensial Rutin Konseptual Sistemik 126 Seperti dikemukakan Von Krogh et al. 2000, bahwa dalam kegiatan- kegia tan yang mengarah pada penciptaan pengetahuan, ‘care’ yang dicirikan dengan keterbukaan, rasa saling percaya, kebiasaan tolong-menolong, tidak berorientasi pada kepentingan pribadi dan tanpa pamrih, merupakan hal-hal yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran dan lebih lanjut dari penciptaan pengetahuan. Penelitian kali ini tidak mengeksplorasi peran dari konsep ‘care’, namun mengingat bahwa sering dikatakan bahwa orang Indonesia senang bekerja pada situasi yang gotong royong, maka hal ini merupakan topik menarik untuk diteliti lebih lanjut. Variabel Laten yang Langsung Mempengaruhi Aktivitas Kapabilitas Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan Kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga variabel laten, yaitu akuisisi pengetahuan, daya serap dan konversi pengetahuan Gambar 34. Akuisisi pengetahuan dan konversi pengetahuan mempengaruhi KPMPK yang sama besar, yaitu 34 persen, tetapi konversi pengetahuan mempunyai taraf nyata yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan pada koperasi susu dipengaruhi oleh akuisisi dan konversi dengan sama besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Soo et al. 2000b yang menyimpulkan bahwa efektivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan tergantung kepada efektivitas pemanfaatan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan organisasi adalah akuisisi Soo et al. 2000a dan konversi pengetahuan Nonaka et al. 2000; Irsan 2005; Muthusamy Palanisamy 2006. Faktor konsensus 1,00 merupakan faktor paling berpengaruh dalam kegiatan pemecahan permasalahan dan pengambilan keputusan pada koperasi susu bila dibandingkan dengan kreativitas 0,98 dan faktor kelengkapan 0,85. Faktor konsensus merupakan faktor yang merujuk pada kemampuan mengatasi hambatan sosial, karena merupakan refleksi keharmonisan dan komitmen bersama untuk mencapai sasaran. Seperti dikemukakan Von Krogh et al. 2000, bahwa dalam kegiatan- kegiatan yang mengarah pada penciptaan pengetahuan, ‘care’ yang dicirikan dengan keterbukaan, rasa saling percaya, kebiasaan tolong-menolong, tidak