18 centric.
Sebaliknya, akumulasi dan pengembangan kapitalisme di pinggiran tergantung dan dibatasi kapitalis pusat karena umumnya ditujukan untuk meladeni
pengembangan kapitalisme di pusat. Sebagaimana dikemukakan Wallerstein dalam Sanderson 2003, kapitalisme di wilayah pinggiran dikembangkan untuk
memproduksi bahan mentah yang dibutuhkan kapitalis pusat.
2.1.2. Perkembangan Petani
Mengikuti rumusan Shanin 1990, ternyata definisi peasant dimaknai cu- kup luas. Definisi tersebut tidak hanya dikaitkan dengan tujuan dan ukuran
produksi yang dilakukan petani dan ciri-ciri produksi pertanian yang berakar pada “ciri-ciri ekonomi peasant” tetapi juga mencakup hubungan petani dengan lahan.
Namun demikian, hubungan sosial produksi antar petani maupun antara petani dengan pihak terkait lain tidak dikupas secara jelas.
Dalam hal ini, Shanin merinci definisi peasant sebagai berikut : 1 produsen pertanian kecil atau sempit small agricultural producers yang proses produksi-
nya dibantu peralatan sederhana dan tenaga kerja keluarga, 2 produksi usahatani ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga sehingga mereka
relatif tidak tergantung pada produsen lain maupun pasar, 3 kebutuhan lahan merupakan kebutuhan untuk memasuki lapangan kerja, 4 usahatani keluarga
merupakan unit dasar pemilikan, produksi, konsumsi, dan kehidupan sosial, 5 aktivitas produksi petani dipengaruhi keseimbangan antara konsumsi, ketersedia-
an tenaga kerja keluarga; dan potensi produktivitas usahatani, 6 struk-tur sosial keluarga ditunjukkan oleh pembagian kerja dan hirarki status sosial, 7 keluarga
merupakan tim produksi usahatani dan posisi dalam keluarga menunjukkan tugas dalam usahatani sehingga irama usahatani hubungan sosial dan nilai merupakan
irama kehidupan keluarga, 8 solidaritas keluarga menyediakan kerangka dasar untuk saling membantu; saling mengontrol; dan sosialisasi, 9 motivasi akumulasi
dan keuntungan jarang muncul Sementara itu, menurut pandangan antropologi ekonomi sebagaimana dike-
mukakan Netting 1993, petani kecil dikonsepkan sebagai “smallholders” atau “householders
”. Lebih lanjut Netting merumuskan definisi “smallholders” seba- gai berikut : 1 seorang petani pedesaan rural cultivator yang memiliki lahan
19 relatif kecil dan berada di wilayah pedesaan yang penduduknya relatif padat, 2
mengerjakan pertanian secara intensif; permanen; dan berdiversifikasi, 3 memi- liki hak milik tanah secara berkelanjutan sehingga dapat mewariskannya, 4 hidup
bersama di kebun atau dekat kebun, 5 sebagian besar hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga untuk subsistensinya dan sebagi-an
kecil lainnya untuk dijual di pasar, 6 dalam pelaksanaan proses produksi ber-
langsung pilihan-pilihan rasional melalui alokasi waktu; serta melalui pilihan
usaha; alat; tanah; dan modal yang dikaitkan dengan perubahan iklim; ketersedia- an sumberdaya; dan pasar
19
. Mengacu pada rumusan Shanin 1990 tentang peasant serta Netting 1993
tentang smallholders Tabel 2.2. nampak bahwa di antara keduanya terdapat
sejumlah kesamaan dan sejumlah perbedaan pandangan. Adapun kesamaan pan- dangan antara pengertian peasant dan smallholder adalah : merupakan petani ber-
lahan relatif sempit dimana hasil produksinya terutama digunakan untuk meme- nuhi kebutuhan keluarga, walaupun dalam pengertian smallholder para petani
sudah menjual sebagian produksinya di pasar. Sementara itu, sejumlah perbedaan antara pengertian peasant dan pengertian smallholder adalah : 1 kesadaran utama
hubungan sosial produksi peasant adalah untuk mempertahankan subsistensi keluarganya sedangkan kesadaran utama hubungan sosial produksi smallholder
sudah memperhitungkan keuntungan dengan menggunakan pendekatan rasio- nalitas utilitarian kapitalis, 2 seorang smallholder mengerjakan pertaniannya
secara intensif; permanen, dan mereka melakukan diversifikasi usaha, dan 3 posisi petani sebagai sub-ordinat sangat nampak dalam pengertian peasant dimana
tujuan produksi petani selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga untuk
19
Chayanov dalam Wolf 1985 menjelaskan bahwa konsep ekonomi petani pedesaan yang
khsusus adalah sebagai berikut : karakteristik mendasar ekonomi petani adalah perekonomian keluarga. Oleh sebab itu, seluruh organisasinya ditentukan oleh ukuran dan komposisi keluarga
petani itu dan oleh kordinasi tuntutan konsumsinya dengan jumlah tangan yang bekerja. Dengan demikian, pengertian laba dalam perekonomian petani berbeda dengan pengertian ekonomi
kapitalis sehingga pengertian laba kapitalis tidak dapat diterapkan pada perekonomian petani. Laba kapitalistik merupakan laba bersih yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan
total dengan semua biaya produksi. Cara ini tidak cocok untuk perekonomian petani, karena dalam perekonomian petani unsur-unsur biaya produksi dinyatakan dalam unit-unit yang tidak
dapat diperbandingkan dengan apa yang terdapat dalam perekonomian kapitalis. Misalnya tenaga kerja keluarga yang telah dicurahkan tidak dapat diukur dengan banyaknya uangupah
karena merupakan jerih payah yang bernilai subjektif. Tujuan utama perekonomian petani adalah bagaimana memenuhi anggaran konsumsi tahunan keluarga.
20 memenuhi kewajiban pada pihak yang memiliki kekuasaan ekonomi dan atau
kekuasaan politik
20
Selain menjelaskan definisi “peasant”, Shanin 1990 juga menjelaskan bah- wa komunitas petani merepresentasikan keadaan sosial-ekonomi spesifik yang
beroperasi di dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu, ”kaum tani” peasantry selain merupakan pola dominan kehidupan sosial juga menunjukkan sebuah
tahapan dalam perkembangan umat manusia. Khususnya, perkembangan umat manusia sejak masa non-kapitalis sampai masa kontemporer kapitalis. Sejalan
dengan pemahaman itu, sebenarnya aktivitas produksi kaum tani yang hanya dibantu oleh peralatan sederhana dan tenaga kerja keluarga, sebagaimana didefi-
nisikan Shanin, merupakan perkembangan tahap awal komunitas petani. Dengan demikian, pada tahap ini usahatani keluarga family farm menjadi unit dasar
dalam pemilikan, produksi, konsumsi dan kehidupan sosial. Selain itu, pada tahap
ini motivasi akumulasi dan keuntungan atau maksimalisasi pendapatan jarang muncul
. Motivasi yang lebih mengakar adalah strategi bertahan hidup
survival strategies. Akan tetapi, dengan menguatnya orientasi pasar, Shanin pun melihat adanya
perubahan pada kaum tani. Dengan mengutip pendapat Kroeber, Shanin 1990 kemudian menjelaskan bahwa kaum tani pada tahap berikutnya menjadi bagian
dari masyarakat societies dan kebudayaan culture yang lebih besar sehingga kehidupan kaum tani atau masyarakat pedesaan rural berhubungan erat dengan
pasar kota market town dan secara umum kaum tani menjadi sub-ordinasi masyarakat kota. Dalam situasi ini, para petani menjadi tidak terisolasi tetapi
mereka tidak sepenuhnya otonom dan kemampuan mereka memenuhi kebutuhan oleh dirinya sendiri menjadi berkurang.
20
Sitorus 2002 membedakan peasant dengan smallholder berdasarkan orientasi ekonominya, dimana peasant berorientasi domestik sedangkan smallholder berorientasi pasar. Sejalan
dengan itu, Sitorus mengemukakan bahwa ekonomi desa berubah dari peasant economy menjadi smallholder economy
. Kemudian LPIS dalam Billah 1984 membedakan peasant dengan farmer
sebagai berikut : peasant merupakan petani kecil yang menghadapi kesulitan dalam menghadapi petani kaya sedangkan farmer merupakan petani kaya yang mempunyai
kecenderungan menanam kembali modalnya di dalam kegiatan usahatani capital oriented
21
Tabel 2.2. Perbedaan Ciri-ciri Peasant dan Smallholder
Peasant Antropologi Substantif Smallholder
Antropolgi Pilihan
Rasional
produsen pertanian kecil yang berlahan sempit small agricultural producers
seorang penanam pedesaan rural cultivator
pada lahan usahatani yang
relatif kecilgurem, berada di wilayah pedesaan yang penduduknya relatif
padat hasil produksi terutama untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri hasil produksi untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi sendiri untuk subsistensi dan untuk dijual di pasar
hasil produksi juga digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pemilik
kekuasaan ekonomi politik hubungan dengan tanah dan ciri
produksi pertanian terletak pada ciri khusus ekonomi “peasant”
kebutuhan akan lahan merupakan kebutuhan untuk memasuki lapangan
kerja, usahatani keluarga merupakan unit dasar
pemilik-an, produksi, konsumsi, dan kehidupan sosial,
memiliki hak milik atas tanah yang berkelanjutan sehingga dapat
mewariskannya keseimbangan antara konsumsi,
ketersediaan tenaga kerja keluarga; dan potensi produktivitas usahatani
mempengaruhi aktivitas petani, motivasi akumulasi dan keuntungan
jarang muncul
berlangsung pilihan rasional melalui pilihan waktu; usaha; alat; tanah; dan
modal berkaitan dengan peru-bahan iklim; ketersediaan sumberdaya; dan
pasar
struktur sosial keluarga ditunjukkan oleh pemba-gian kerja dan hirarki status dari
prestasi sosial, keluarga merupakan tim produksi
usahatani, posisi dalam keluarga menunjukkan tugas dalam usaha-tani
sehingga irama usaha tani merupakan irama kehidupan keluarga, yaitu
hubungan dan nilai
solidaritas keluarga menyediakan kerangka untuk saling membantu,
mengontrol, dan sosialisasi. proses produksinya dibantu peralatan
sederhana dan tenaga kerja keluarga mengerjakan pertanian intensif;
permanen, dan berdiversifikasi,
Sumber : Diadaptasi dari Shanin 1990 dan Netting 1993
22
Gambar 2.1.
Struktur Hubungan Sosial Kamunitas Petani dengan Masyarakat Supra Lokal
Sebagaimana dikutip Hashim 1988, Shanin mengemukakan secara tegas
bahwa transformasi peasant menumbuhkan integrasi peasant pada ekonomi yang lebih luas.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk hubungan pertukaran dan
produksi komoditi yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : posisi peasant menjadi tidak rata
karena menjadi tergantung pada hubungan dengan pusat pertukaran seperti jaringan pasar, pelabuhan komersial yang merupakan bagian
sistem kapitalis dunia, dan jaringan komunikasi. Akibatnya sistem kapitalis dunia akan mengatur tata ekonomi dan sosial kaum tani pedesaan sehingga sistem
Masyarakat Urban Kabupaten-Nasional
Negara, Korporasi, Swasta
Lapisan Petani Kaya
Lapisan Petani Menengah
Lapisan Petani Miskin KOMUNITAS PETANI
Negara Maju
Negara Industrialis- Kapitalis yang diwakili oleh TNCs
MASYARAKAT SUPRA LOKAL
23 produksi maupun struktur sosial kaum tani sebenarnya menjadi sub-ordinasi dari
sistem produksi dan struktur sosial kapitalis Gambar 2.1..
Lebih lanjut, Meillassoux, Terray, Rey, Godelier sebagaimana dikutip Hashim 1988 mengemukakan bahwa meskipun kaum tani berada dalam sub-
ordinasi moda produksi kapitalis tetapi mereka tetap eksis atau tetap bertahan. Akan tetapi, dalam komunitas petani tersebut kemudian tumbuh artikulasi moda
produksi dan mereka berada dalam kondisi terbelakang. Mengacu pada pendapat Frank dalam Sanderson 2003, keterbelakangan kaum tani sebenarnya bukan
keadaan asli mereka tetapi sebagai sesuatu yang tercipta dalam masyarakat pra- kapitalis yang telah mengalami hubungan ekonomi dan politik dengan masyarakat
kapitalis sehingga terjadi ketergantungan ekonomi, dimana masyarakat non- kapitalis menjadi subordinasi masyarakat kapitalis. Keadaan ini lebih lanjut
menyebabkan surplus ekonomi dalam ekonomi dunia mengalir dari masyarakat non-kapitalis satelit menuju masyarakat kapitalis pusat.
Sementara itu, Russel 1989 menjelaskan bahwa meskipun terjadi perkem- bangan kaum tani, ternyata moda produksi yang dijalankan kaum tani tersebut
bukan moda produksi kelas kapitalis penuh tetapi hanya sebuah moda produksi
semi kelas
. Dalam komunitas petani peasant dimaksud kemudian terjadi “jalinan” antara moda produksi kapitalis kelas yang datang dari luar komunitas
kaum tani dengan moda produksi non-kapitalis egaliter yang sudah berkembang dalam komunitas kaum tani yang kemudian akhirnya jalinan tersebut
menghasilkan moda produksi transisional.
Lebih lanjut Russel 1989 menjelaskan bahwa beberapa ciri moda produksi “semi-kelas” yang dijalankan kaum tani adalah : 1 kontrol terhadap lahan
dilakukan secara individu, 2 tidak ada kelas dalam tenaga kerja dan tidak ada orang yang bekerja untuk orang lain meskipun subsisten, 3 tidak ada sub-ordinat
dalam produksi, 4 alat produksi dikuasai oleh anggota masyarakat yang berbeda sehingga masyarakat terbagi menjadi lapisan kaya dan lapisan miskin, 5 kelas
sosial berlandaskan pada peranan dalam sistem ekonomi yang sudah mulai eksploitatif, 6 pemilikan peribadi mulai ada dan berperanan dalam diferensiasi
sosial tetapi belum menurunkan diferensiasi kelas ekonomi, 7 kekuasaan anggota
24 masyarakat terhadap alat produksi berbeda tetapi mereka tidak dapat mengontrol-
nya secara eksklusif.
Tentang terhambatnya perkembangan moda produksi kaum tani yang
hanya sampai moda produksi transisional sejalan dengan pemikiran Kautsky Hashim,1998. Dalam hal ini, Kautsky mengemukakan bahwa ekspansi kapitalis
pada kaum tani berjalan lambat dan bentuknya berbeda bila dibanding dengan yang terjadi dalam masyarakat industri
21
. Hal ini terjadi karena terdapat perbe- daan mendasar antara pertanian dan industri sehingga proses kerja keduanya
berbeda. Misalnya, tanah sebagai kekuatan produksi dalam usaha pertanian tidak dapat direproduksi seperti modal finansial yang merupakan kekuatan produksi
dalam usaha industri. Dengan demikian, bila seorang petani petani kaya ber- maksud menambah luas pemilikan lahan maka ia harus melakukan pencabutan
hak pemilikan petani lain petani kecil. Gambaran Russel 1989 tentang moda produksi transisional, menurut
Sitorus 2000, mirip dengan gambaran Kahn 1974 tentang moda produksi subsisten dan moda produksi komersial karena keduanya sudah menerapkan cara
produksi petani mandiri ataupun pemilikan sederhana. Lebih lanjut Sitorus 2000 merumuskan perbedaan ciri-ciri di antara ketiga moda produksi tersebut Tabel
2.3. berdasarkan : 1 kekuatan produksi, 2 unit produksi, 3 sumber tenaga kerja utama, 4 produk utama, 5 hubungan produksi, 6 hubungan sosial antar pekerja,
dan 7 orientasi usaha. Bertolak dari ciri-ciri tersebut, khusus untuk usahatani perkebunan, moda produksi komersial berlangsung di usahatani yang dijalankan
oleh para petani berlahan sempit sedangkan moda produksi kapitalis berlangsung pada usahatani yang dijalankan oleh perusahaan besar baik perusahaan negara
maupun perusahaan swasta.
21
Di Jerman Kautsky meneruskan pemikiran Marx untuk menganalisa masyarakat pertanian, khususnya tentang dampak kapitalisme terhadap pertanian. Kautsky berpandangan bahwa logika
moda produksi kapitalis Marx tidak dapat diterapkan sepenuhnya pada pertanian Ternyata transformasi pada kaum tani dapat ditunda tidak sampai pada moda produksi kapitalis. Oleh
sebab itu, Kautsky membuat sejumlah perbaikan atas analisa Marx tentang peranan moda produksi kapitalis pada pertanian
25
Tabel 2.3. Perbedaan Ciri antara Moda Produksi Subsisten, Komersial, dan
Kapitalis
Ciri-ciri Cara Produksi
Subsisten Komersial
Kapitalis
Kekuatan Produksi
Tanah Sebagai Alat Produksi
Tanah dan Non Tanah Sebagai
Alat Produksi Mencakup Modal
Sebagai Alat Produksi
Unit Produksi Keluarga
Luas Individu Keluarga
Inti Perusahaan
Sumber Tenaga Kerja
Utama Anggota
Keluarga Kerabat
IndividuAnggota Keluarga
Buruh Upahan Langka
Buruh Upahan
Produk Utama
Padi Komoditas Ekspor
Komoditas Ekspor
Hubungan produksi
Terbatas Pada Keluarga Inti
Gejala Eksploitasi Surplus Melalui
Ikatan Kerabat Dekat
Struktur Hubungan :
Majikan Pemilik Modal – Buruh
Pemilik Tenaga
Hubungan Sosial antar
Pekerja Egaliter
Eksploitasi Hanya Terjadi
Pada Pola Bagi Hasil
Hubungan Sosial Antara Pekerja
Egaliter tetapi Kompetitif
Surplus Diserap Pemilik Modal
Orientasi Usaha
Subsisten Pasar DomestikInternas
ional Perdagangan
Internasional Ekspor
Sumber : Sitorus 2000
Konsepsi tentang petani subsisten juga dikemukakan oleh Wharton 1969, namun pemahamannya dibedakan menjadi dua, yaitu : 1 produksi subsisten
subsistent production , dan 2 hidup subsisten subsistent living
22
. Dalam
konsep produksi subsisten terdapat pengertian produksi subsisten penuh pure
22
Konsep “hidup subsisten” merujuk pada pengertian tingkat hidup yang rendah. Meskipun
relatif sulit didefinisikan karena sangat relatif dan merefleksikan nilai-nilai sosial dan ekonomi, subsisten paling minimum atau garis kemiskinan dapat merujuk pada standar ilmiah kemiskinan
yang dirumuskan Zweig. Dalam hal ini, subsisten paling minimum merupakan suatu keadaan dimana tingkat hidup yang lebih rendah dari itu akan menimbulkan penyakit defisiensi nutrisi.
Dengan menggabungkan kedua pengertian tersebut, maka akan ditemukan seorang atau satu keluarga petani yang termasuk kategori “petani produsen subsisten yang bekerja untuk mencapai
tingkat hidup subisten” susbsistence producer working for subsistence living atau kombinasi- kombinasi lainnya.
26 subsistent production
yang merujuk pada proses produksi dimana seluruh pro- duk yang
dihasilkan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kelu- arga
tidak ada yang dijual. Dengan kata lain, produksi subsisten penuh mem-
punyai ciri bebas dari komersialisasi dan monetisasi. Walaupun demikian, dalam kenyataannya petani yang termasuk kategori produksi subsisten penuh jarang
ditemukan. Pada umumnya para petani memiliki ciri yang merupakan kombinasi antara subsisten dan komersial. Oleh sebab itu, meskipun secara teoritis mungkin
ada tiga tipe petani yang disebut : 1 “subsisten penuh” pure subsistence, 2 “semi subsisten” semi-subsistence atau dual farmer, dan 3 “komersial penuh”
pure comercial, namun dalam realitasnya yang lebih banyak adalah tipe petani “semi subsisten”. Pemahaman ini sejalan dengan pemahaman berlangsungnya
moda produksi transisi pada komunitas petani kontemporer.
Tabel 2.4. Keterkaitan antara Jenis Tanaman dengan Perkembangan Petani
Perkembangan Petani
Tanaman yang Diusahakan Padi-sawah Perkebunan
karet Sayuran
Subsisten Penuh V
Subsisten Maju
V
Konersial
V
Sumber : Penny 1969
Sejalan dengan pemikiran atau konsep yang dikembangkan Wharton, Penny 1969 melakukan penelitian pada delapan desa di Sumatera Utara. Dengan
menggunakan indek pikiran ekonomi index of economic mindedness
23
yang dikonstruksi untuk menunjukkan ciri dan tingkat perbedaan keinginan dan
kemampuan petani berpartisipasi dalam proses pembangunan, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah 50 tahun berjalan para petani berubah dari
23
Penny 1969 menggunakan 10 indikator untuk menyusun indek pikiran ekonomi index of economic mindedness
, yaitu : 1 luas penanaman tanaman komersial, 2 keinginan petani meninggalkan tanaman non komersial yang ditanam di masa lalu, 3 maksud petani memilih
tanaman komersial di masa mendatang, 4 peningkatan keinginan petani untuk berhubungan dengan sumber input luar, 5 penggunaan upaya pengendalian hama dan penyakit, 7
penggunaan teknologi hemat tenaga kerja, 8 penggunaan persyaratan produksi yang dibeli, 9 penggunaan uang pinjaman, dan 10 ketergantungan petani terhadap pangan yang dibeli
27 semula seluruhnya merupakan petani “subsisten penuh” pure subsistent men-
jadi 3 tiga tipologi petani yang perubahannya berbeda tergantung dari moda produksi yang dijalankan pada tanaman yang diusahakan. Dalam hal ini, ketiga
tipologi baru tersebut adalah Tabel 2.4. : 1 petani yang tetap tipikal “subsisten” atau “subsisten penuh” : fenomena ini terjadi di desa-desa yang tanaman utama-
nya padi-sawah, 2 petani yang berubah menjadi petani “subsisten maju” expand subsisten : fenomena ini terjadi di desa-desa yang tanaman utamanya perkebunan
karet, dan 3 petani yang berubah menjadi petani “komersial” : fenomena ini terjadi di desa-desa yang tanaman utamanya sayuran.
2.2. Transformasi Struktur Agraria