194
BAB VIII DIFERENSIASI KESEJAHTERAAN PETANI
8.1. Sumber-sumber Penghasilan
Agraria 8.1.1.
Menghilangnya Penghasilan dari Sumberdaya Agraria Milik Komunal
Sumber-sumber penghasilan yang saat ini tersedia di desa-desa kasus ham- pir seluruhnya berasal dari sumberdaya yang telah dimiliki secara individual,
termasuk pada sumberdaya agraria. Beberapa jenis penghasilan masyarakat yang berasal dari sumberdaya agraria komunal yang sampai saat ini masih tersedia di
semua desa kasus hanya hasil hutan dan hasil sungai. Bersamaan dengan itu, penghasilan dari sumberdaya komunal tersebut sudah sangat sedikit dan cara
memperolehnya sudah sangat sulit karena lokasinya relatif jauh terutama untuk hasil hutan. Oleh sebab itu, penghasilan dari sumberdaya agraria komunal tidak
lagi menjadi sumber penghasilan utama masyarakat desa lokasi penelitian, tetapi hanya sebagai sumber penghasilan alternatif manakala sumber penghasilan utama
mengalami penurunan tajam atau bahkan sedang tidak tersedia. Walaupun demikian, di desa-desa kasus di Nangroe Aceh Darussalam
NAD penghasilan dari sumberdaya hutan relatif lebih tersedia dibanding di desa-desa kasus di Sulawesi Tengah. Bagi warga Desa Tondo di Sulawesi Te-
ngah, penghasilan dari sumberdaya hutan yang masih tersedia hanya mengumpul- kan rotan dan menjadi buruh angkut kayu. Bahkan saat ini warga Desa Jono Oge
di Sulawesi Tengah tidak lagi mencari penghasilan dari hasil sumberdaya hutan. Sementara itu, di desa-desa kasus di Nangroe Aceh Darussalam, jenis penghasilan
dari sumberdaya hutan masih relatif banyak, yaitu selain mengumpulkan rotan dan mengangkut kayu juga mengumpulkan ijuk. Walaupun demikian, penghasilan
sebagai buruh angkut kayu sangat tergantung seberapa banyak warga desa danatau luar desa yang melakukan penebangan hutan secara liar illegal logging.
Dengan semakin giatnya pnertiban illegal logging maka peluang menjadi buruh angkut kayu dari hutan semakin menghilang.
Khusus di Sulawesi Tengah, terdapat sumber penghasilan “milik komunal” yang sebenarnya berasal dari sumberdaya agraria “milik individual”, yaitu
mencari kelapa jatuh di kebun milik petani lain. Nampaknya realitas sosial ini
195 merupan bentuk trnasisi dari perubahan milik komunal ke milik perorangan yang
masih dapat digunakan lapisan petani miskin sebagai katup pengaman dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, terutama manakala tidak ada
sumber penghasilan lain. Aktivitas pengumpulan kelapa jatuh sudah berlangsung sejak lama, namun
jumlahnya semakin sedikit seiring dengan terus berkurangnya luasan dan produk- tivitas kebun kelapa. Walaupun demikian, pada saat ini, di Desa Jono Oge dan
Desa Tondo warga desa yang masih mencari penghasilan dari kelapa jatuh, masing-masing sekitar 20 dan 35 . Untuk memperoleh 10 butir kelapa
116
jatuh bukanlah pekerjaan yang sulit. Aktivitas tersebut umumnya dilakukan pagi hari pada saat masih agak gelap sampai dengan sekitar jam tujuh pagi.
Setelah hilangnya penghasilan dari sumberdaya agraria milik komunal yang memberikan kesempatan kepada semua anggota komunitas untuk memperoleh
penghasilan minimum, nampaknya pekerjaan sebagai buruh tani berperan sebagai “katup pengaman” penghasilan minimum di pedesaan. Berperannya pekerjaan
buruh sebagai katup pengamanan berlangsung melalui mekanisme berikut : 1 Para pemilik lahan luas secara moral dituntut memberikan kesempatan berburuh
bagi warga se komunitas dalam rangka menolong mereka memperoleh pengha- silan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, walaupun dala kenyataan-
nya kadangkala para pemilik lahan luas tidak sepenuhnya memerlukan jasa para buruh. Desakan moral memberikan kesempatan kerja buruh semakin kuat
manakala buruh yang mencari pekrjaan merupakan kerabat danatau tetangga, 2 Bilamana terjadi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, penyesuaian kenaikan
nilai upah buruh di wilayah pedesaan berjalan relatif cepat dan mudah. Adanya tolerasisolidaritas pemberi pekerjaan petani luas terhadap para buruh tani untuk
dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidup keluarganya turut memudahkan berlangsungnya proses persetujuan atas usulan para buruh tani
untuk mendapatkan kenaikan upah. Data pada Tabel 8.1. merupakan contoh
berlangsungnya perubahan nilai upah buruh yang terjadi sekitar dua tahun lalu
akibat tingginya kenaikan harga kebutuhan pokok.
116
Dari 10 butir kelapa yang diperoleh kemudian diolah menjadi minyak goreng akan dihasilkan 2 botol minyak goreng. Kemudian bila minyak goreng tersebut dijual akan diperoleh uang
sebesar Rp. 15.000,- Rp. 7.500,-botol.
196
Tabel 8.1.
Perkembangan Upah Buruh di Desa Kasus di Sulawesi Tengah, 2007.
Jenis Pekerjaan Nilai Sekarang
Rp Nilai Sebelumnya
Rp
Menyiang Kebun 25.000
20.000 Memanjat Pohon Kelapa
1.500 1.000
Mengumpulkan hasil panen 15.000
7.500 Kupas-Cincang-Jemur Kopra
60.000 35.000
Mengarungi kopra 1.000
500 Angkut Hasil Kebun
50.000 35.000
Sumber data : Diskusi Kelompok dengan Informan Kunci
8.1.2. Peranan Sumberdaya Agraria dalam Struktur Penghasilan Petani
Pada saat penelitian berlangsung, penghasilan dari sumberdaya agraria milik komunal sudah menghilang. Walaupun demikian, sumber penghasilan anggota
komunitas petani di desa-desa kasus masih mengandalkan sumberdaya agraria tetapi sumberdaya agraria tersebut sudah dimiliki secara individual. Struktur
penghasilan petani di desa-desa kasus umumnya masih didominasi oleh peng- hasilan sumberdaya agraria dari on-farm dalam bentuk hasil usahatani padi
sawah, perkebunan, dan ternak. Bahakan di Desa Jono Oge proporsi peng- hasilan dari sumberdaya agraria on farm mencapai 85 Gambar 8.1.. Peng-
hasilan sumberdaya agraria dari off farm dalam bentuk hasil agro-industri, per- dagangan hasil pertanian, dan buruh tani serta penghasilan dari sumber non farm
umumnya masih relatif kecil. Penghasilan non farm umumnya berasal dari gaji pegawai, tukang, pedagang non hasil tani warungkeliling.
197
20 40
60 80
100
Tondo Jono Oge
Ulee Gunong Cot BarohTunong
hutan non farm
off farm on farm
Gambar 8.1. Struktur Penghasilan Petani di Empat Komunitas Petani Kasus,
2007
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
Mengacu pada data dari responden Tabel 8.2., meskipun luas sumberdaya
agraria yang digunakan untuk usahatani kakao paling dominan, ternyata di desa- desa kasus di Sulawesi Tengah peranan penghasilan on farm dari usahatani kakao
tidak dominan. Hal ini terjadi akibat serangan hama Penggerek Buah Kakao PBK yang telah menurunkan produksi kakao sebanyak sekitar 60 . Sebaliknya,
di desa-desa kasus di NAD peranan penghasilan on farm dari usahatani kakao masih cukup dominan karena serangan PBK di wilayah ini masih relatif lebih
rendah. Kemudian di Desa Jono Oge, meskipun luas kebun kelapa di desa tersebut relatif kecil tetapi penghasilan dari on farm kebun kelapa cukup besar.
Hal ini terjadi karena di desa tersebut banyak petani yang menguasai kebun kelapa melalui sistem sewa bapajak. Bahkan banyak kasus penyewaan kebun kelapa
yang mereka lakukan tidak terbatas hanya di dalam wilayah desa tetapi juga berlangsung sampai ke wilayah desa lain.
Sebagian besar penghasilan off farm di desa-desa kasus masih relatif kecil dan umumnya tidak bersal dari agroindustri tetapi masih bertumpu pada peng-
hasilan sebagai upah buruh tani Tabel 8.2. Agroindustri yang ada di desa-desa
kasus masih terbatas pada usaha penyewaan traktor dan alat pasca panen padi penggilingan padi. Sampai saat ini, produk usahatani perkebunan yang dihasil-
kan para petani masih dijual dalam bentuk bahan mentah hasil panen dari kebun.
198 Pengolahan hasil yang dilakukan para petani masih sangat sederhana dan umum-
nya hanya penjemuran. Sementara itu, peluang sumber penghasilan non-farm yang tersedia bagi keluarga petani, baik yang ada di dalam desa maupun di luar
desa termasuk kiriman anak jumlahnya masih sedikit. Pada umumnya sumber penghasilan non-farm yang ada di desa-desa kasus adalah upah tukang, hasil
perdagangan kecil-kecilan dalam bentuk warung atau pedagang keliling yang menjual kebutuhan pokok, dan gaji pegawai terutama pegawai guru dan pegawai
di lingkungan kantor kecamatan.
Tabel 8.2. Sumber Penghasilan Petani di Empat Komunitas Petani Kasus,
2007
Jenis Penerimaan Tondo
Jono Oge Ulee Gunong
Cot Baroh Tunong
On Farm
• Kakao 62.995.000
74.213.000 221.485.000
139.950.000 • Kopi
81.527.500 3.500.000
• Pinang 10.575.000
8.832.000
• Cengkeh 67.658.000
197.115.000
• Kelapa 58.392.500
282.389.800 • Buah
480.000 50.000.000
2.400.000 4.100.000
• Padi 50.435.500
189.235.000 123.978.742
• Sayuran 2.750.000
8.137.500 6.620.000
• Ternak 8.825.000
32.700.000 4.725.000
51.510.000
• Ustan Lain 2.000.000
200.000
Off Farm • Agroindustri
5.200.000 36.180.000
27.000.000 750.000
• Buruh Tani
43.316.000 30.435.000
108.960.000 103.230.000
Non Farm • PegawaiTukang
42.000.000 43.620.000
111.800.000 67.600.000
• Kiriman Anak 12.800.000
1.200.000 1.250.000
• Lainnya 57.800.000
35.500.000 58.950.000
98.320.000
Hutan
9.624.000 21.660.000
3.840.000
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
Pekerjaan sebagai buruh tani di desa-desa kasus lebih dikenal dengan istilah “mencari upahan” atau “makan gaji”. Peluang pekerjaan berburuh tani di desa-
desa penelitian terutama terdapat pada berbagai kegiatan usahatani padi sawah,
199 baik pada kegiatan penanaman, pemeliharaan maupun pemanenan. Sementara itu,
peluang pekerjaan berburuh pada usahatani perkebunan relatif lebih sedikit, karena kegiatan penanaman berlangsung sekali dalam kurun waktu sekitar 30
tahun. Dalam tahap pengelolaan usahatani perkebunan, peluang berburuh hanya berlangsung pada kegiatan pemeliharaan seluruh tanaman perkebunan dan pada
kegiatan pemanenan terutama pada tanaman kelapa dan cengkeh. Pekerjaan sebagai buruh tani seringkali dilakukan para petani bukan hanya di lingkungan
desa sendiri tetapi sampai ke lingkungan luar desa. Hal ini terutama banyak dilakukan para petani di Desa Ulee Gunong Propinsi NAD dimana di desa
tersebut tidak ada usahatni padi sawah. Umumnya masyarakat desa “mencari upahan” pada berbagai lapangan ker-
ja, baik di sektor pertanian di desa, non pertanian di desa dan di kota, atau kehutanan di desa. Oleh sebab itu, pekerjaan berburuh sering disebut masyarakat
sebagai pekerjaan ”mocok-mocok”. Mencari hasil hutan dianggap berburuh kare- na mereka seringkali dibiayai penampung dan kemudian diperhitungkan setelah
memperoleh hasil hutan. Di desa-desa kasus di NAD, mencari upahan berkem- bang pesat setelah banyak kucuran dana bantuan Tsunami. Oleh sebab itu, men-
cari upahan berburuh menjadi pilihan pekerjaan baru bagi para petani karena nilai upahnya meningkat tajam, yaitu menjadi Rp. 50.000hari kerja mulai jam
08,000 – 16.00. Padahal sebelumnya nilai upah buruh hanya Rp. 30.000hari. Bila struktur penghasilan petani dikaitkan dengan pelapisan petani dalam
penguasaan sumberdaya agraria, nampak bahwa peranan sumberdaya agraria da- lam bentuk pengelolaan usahatani on farm sangat menonjol pada lapisan petani
pemilik 72 , petani “pemilik + penggarap” 78 , dan petani penggarap 75 . Namun demikian, peranan sumberdaya agraria dimaksud relatif rendah pada
lapisan petani “pemilik + penggarap + buruh tani” dan lapisan petani “pemilik +
buruh tani, yaitu masing-masing sebesar 52 dan 43 Gambar 8.2.. Pada
struktur penghasilan kedua lapisan tersebut peranan sumber penghasilan dari off- farm
terutama dari upah buruh tani cukup besar, yaitu masing-masing mencapai 41 dan 42 . Dalam hal ini penghasilan dari off-farm telah berperan meng-
gantikan kekurangan penghasilan petani dari sumberdaya agraria on-farm.
200
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Hutan Non-Farm
Off-Farm On-Farm
Gambar 8.2.
Struktur Penghasilan Petani Berdasarkan Lapisan dalam Penguasaan Sumberdaya Agraria, 2007
Sumber Data : Rumah tangga Petani Responden
Kemudian bila struktur penghasilan petani dikaitkan dengan tingkat kese- jahteraan petani hasil rekonstruksi masyarakat kaya, sedang, dan miskin,
nampak bahwa peranan sumberdaya agraria sebagai sumber penghasilan petani dalam bentuk on farm menurun sejalan dengan menurunnya tingkat kesejahteraan
para petani. Pada kelompok petani dengan tingkat kesejahteraan kaya, peranan penghasilan dari sumberdaya agraria mencapai 80,2 , sedangkan pada petani
dengan tingkat kesejahteraan sedang peranan penghasilan dimaksud hanya 61,4 . Bahkan pada kelompok petani dengan tingkat kesejahteraan miskin peranan
penghasilan dari sumberdaya agraria terhadap struktur penghasilan mereka hanya
sebesar 40,4 Gambar 8.3..
201
80.2 4.6
15.2 -
61.4 12.5
24.8 1.3
40.4 37.7
17.1 4.8
20 40
60 80
100
Kaya Sedang
Miskin hutan
non farm off farm
on farm
Gambar 8.3. Struktur Penghasilan Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan, 2007
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
8.2. Peta Lapisan Masyarakat Agraris Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan