Diversifikasi Tanaman yang Diusahakan Komunitas Petani

95 cari hasil hutan seperti : rotan, ijuk, damar. Oleh sebab itu, pekerjaan berburuh disebut juga ”mocok-mocok”. Mencari hasil hutan dianggap berburuh karena mereka seringkali dibiayai penampung dan kemudian diperhitungkan setelah memperoleh hasil hutan. Akan tetapi, hasil hutan pun sudah semakin sulit diper- oleh dan adanya pnertiban ilegal logging menyebabkan peluang berburuh angkut kayu dari hutan tidak ada lagi.

5.2. Diversifikasi Tanaman yang Diusahakan Komunitas Petani

Dalam mengembangkan sistem pertanian menetap, hasil penelitian di empat komunitas petani menunjukkan bahwa seorang petani umumnya tidak hanya mengusahakan satu jenis tanaman. Para petani beranggapan bahwa usahatani de- ngan “kombinasi tanaman” dapat memberikan penghasilan yang lebih aman atau dapat mengurangi resiko kegagalan serta dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup keluarganya. Nampaknya para petani mempunyai pengalaman tentang peran masing-masing usahatani dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, yaitu : 1. Padi Sawah : waktu panen relatif cepat dalam waktu 3 - 4 bulan sudah panen, hasilnya berperan dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga untuk menjalankan strategi bertahan hidupsurvival strategy. Pada saat ini, setelah lahan kering hampir seluruhnya ditanami kakao, sawah menjadi satu-satunya tempat petani menghasilkan padi. Kalaupun petani menanm padi ladang tidak dilakukan terus menerus tetapi hanya ditanam sebagai tanaman sela kakao muda 59 . 2. Kakao : panen sering panen setiap minggu, selama 6 bulan dalam setahun, bagi petani lapisan bawah dan menengah hasilnya berfungsi untuk menam- bah kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan pokok, terutama untuk mem- beli lauk pauk strategi perbaikan kesejahteraan keluargaconcolidation strategy dan bagi petani lapisan atas hasil kakao digunakan untuk menam- bah usaha acumulation strategy 59 Padi ladang ditanam bulan sepuluh dan dipanen bulan tiga tahun berikutnya, kakao ditanam bulan sebelas. Setelah padi dipanen kemudian para petani menanam kedelai ditanam bulan tiga dan dipanen bulan enam. Kegiatan penanam padi dan kedelai dilakukan hanya dua kali karena setelah itu pohon kakao sudah besar. 96 3. Kelapa : panen periodik panen satu kali setiap 4 bulan, hasilnya berperan dalam pemenuhan kebutuhan sehari hari strategi perbaikan kesejahteraan keluargaconcolidation strategy 4. Cengkeh panen 1 kali setiap 2 tahun, hasilnya memberikan “kejutan” penghasilan sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi pengeluar- an tidak rutin bukan kebutuhan sehari-hari dan untuk pengembangan usaha acumulation strategy Oleh sebab itu, meskipun terdapat salah satu tanaman yang secara ekonomi sangat prospektif misalnya kakao tetapi sangat jarang petani mengganti tanaman perkebunan yang satu dengan tanaman perkebunan lainnya, kecuali bila secara teknis di lahan tersebut tidak mungkin lagi diusahakan tanaman tersebut sudah tua danatau rusak karena serangan hamapenyakit misalnya tanaman kopi di Desa Ule Gunong diganti dengan tanaman kakao. Bahkan untuk lahan padi sawah, di semua desa kasus tidak ada petani yang mengganti tanaman padi sawah dengan tanaman kakao, kecuali bila di lahan padi sawah tersebut sudah tidak tersedia air yang memadai debit air irigasi berkurang. Walaupun para petani melakukan diversifikasi tanaman yang diusahakan, tetapi tanaman kakao masih menjadi tanaman perkebunan pilihan utama sebagian besar petani. Realitas tersebut ditunjukkan oleh tingginya proporsi rumahtangga petani pemilik lahan yang mengusahakan kakao Gambar 5.8.. Hal ini terjadi karena selain tanaman kakao memberikan harapan ekonomi sumber penghasilan yang lebih baik, praktek usahatani kakao juga mudah dilaksanakan dan sumber- daya lahan yang diperlukan untuk mengusahakan tanaman kakao lebih tersedia dibanding untuk mengusahakan tanaman lainnya 60 . Dalam hal ini, kakao dapat ditanam mulai dari wilayah dataran rendah; menengah; sam-pai dataran tinggi, sedangkan tanaman kelapa hanya tumbuh di wilayah dataran rendah dan tanaman cengkeh hanya tumbuh di wilayah dataran menengah. 60 Menurut Ruf dan Yoddang 2004, tanaman kakao menjadi harapan baru para petani terutama karena hal-hal berikut: 1 penghasilan dari usahatani kakao relatif besar dibanding penghasilan dari usaha pangan, 2 dalam mengusahakan tanaman kakao petani tidak perlu menghabiskan tenaga terlalu banyak seperti yang terjadi pada swidden farming, 3 ketersediaan bahan konsumsi pangan dapat dibeli di pasar, dan 4 penghasilan dari usaha tani kakao memberikan harapan pensiun terutama untuk para petani yang tidak dapat bekerja berat karena berusia lanjut atau sakit. 97 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Tondo Jono Cot Ule Kakao Kelapa Cengkeh Kopi Padi Tan. Lain Gambar 5.8. Proporsi Rumahtangga Berdasarkan Jenis Tanaman yang Diusahakan, 2007 Sumber data : Sensus Rumahtangga Melalui Informan Kunci Usahatani kakao menjadi harapan ekonomi yang lebih baik bagi para petani terutama berkaitan dengan hal-hal berikut : 1 penghasilan dari usahatani kakao relatif besar dibanding dengan penghasilan dari usahatani pangan, 2 dalam meng- usahakan tanaman kakao petani tidak perlu menghabiskan tenaga terlalu banyak seperti yang terjadi pada swidden farming, 3 ketersediaan bahan konsumsi pangan keluarga dapat dibeli di pasar, dan 4 penghasilan dari usahatani kakao memberikan harapan “pensiun” terutama untuk petani yang tidak dapat bekerja berat karena telah berusia lanjut danatau sedang sakit. Selain itu, tanaman kakao cepat berbuah 24 bulan sejak tanam sudah panen dan buah kakao mudah diolah petik - peram - kupas – jemur. Selama ini, para petani sudah mengusahakan tanaman kakao dalam sistem pertanian menetap. Akan tetapi mereka belum menggunakan teknologi intensif, sehingga teknis budidaya yang mereka lakukan masih relatif sederhana. Selain itu, sebagian besar petani masih menggunakan bahan tanam “tidak unggul” yang diambil dari kebun kakao milik petani lain tetangga tanpa harus membeli. Oleh sebab itu, biaya input produksi dan peralatan yang mereka perlukan dalam meng- usahakan tanaman kakao juga relatif murah. Selama ini, modal utama yang mere- ka perlukan, selain sumberdaya lahan adalah tenaga kerja keluarga. 98 Fenomena munculnya kombinasi tanaman terjadi pada semua desa kasus, baik di Sulawesi Tengah maupun di Nangroe Aceh Darussalam NAD. Nampak- nya kemunculan fenomena usahatani dengan “kombinasi tanaman” tidak dibatasi oleh kondisi ekologis, sehingga fenomena ini tetap muncul baik pada ekologi “dataran rendah” maupun pada ekologi “dataran tinggi”. Walaupun demikian, “jenis” tanaman yang dipasangkan dalam usahatani kombinasi tersebut berbeda bila kondisi ekologi nya berbeda. Di Desa Ulee Gunong, meskipun pada saat penelitian berlangsung proporsi petani yang memiliki tanaman kakao masih sebesar 54 tetapi dalam waktu dekat proporsi tersebut akan terus meningkat secara cepat. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar petani di Desa Ulee Gunong mempunyai rencana untuk mengganti tanaman kopi dengan tanaman kakao danatau membangun usahatani kombinasi “kakao + kopi”. Sementara itu, di ketiga desa kasus lainnya tanaman kakao sudah diusahakan oleh minimal 70 rumahtangga petani. Di Desa Jono Oge dan Tondo di Sulawesi Tengah, yang keduanya merupa- kan wilayah dataran rendah, tanaman komersial perkebunan lain yang diusahakan petani adalah tanaman cengkeh dan kelapa. Sementara itu, di Desa Cot Baroh Tunong NAD yang merupakan dataran rendah, tanaman komersial lain yang diusahakan para petani adalah tanaman pinang. Kemudian di Desa Ulee Gunong NAD yang merupakan wilayah dataran tinggi, tanaman komersial perkebunan lain yang diusahakan para petani adalah tanaman kopi. Di semua desa kasus yang berada di wilayah dataran rendah, baik di Sulawesi Tengah maupun di NAD, sebagian besar petaninya mengusahakan tanaman padi sawah, baik di lahan milik sendiri maupun di lahan milik orang lain. Sejalan dengan jenis tanaman yang diusahakan petani, data pada Tabel 5.1. dan Gambar 5.9. juga menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di desa-desa kasus digunakan untuk mengusahakan tanaman kakao, baik tanaman kakao yang sudah menghasilkan TM maupun tanaman kakao yang belum menghasilkan TBM. Kecuali di desa Ulee Gunong Propinsi NAD, luas sumberdaya agraria yang digunakan untuk tanaman kakao sudah menyalip luas lahan yang digunakan untuk tanaman-tanaman yang sudah ada sebelumnya. Di desa Jono Oge dan Desa Tondo Sulawesi Tengah luas lahan yang digunakan untuk tanaman kakao sudah 99 menyalip luas lahan yang digunakan untuk tanaman padi sawah, kelapa, dan cengkeh. Demikian halnya, di Desa Cot BarohTunong NAD luas sumberdaya agraria yang digunakan untuk tanaman kakao juga sudah menyalip luas sumber- daya agraria yang digunakan tanaman padi-sawah. Tabel 5.1. Luas Sumberdaya Agraria Berdasarkan Pemanfaatannya ha, 2007 Tanaman Tondo Jono Oge Cot BarohTunong Ulee Gunong ha ha ha Ha Kakao - TM 132 32.8 107 27.0 108 31.1 83 22.3 Kakao - TBM 3 0.7 3 0.8 73 21.0 32 8.6 Kelapa 61 15.2 57 14.4 - - Cengkeh 103 25.6 97 24.4 - - Kopi - - - 125 33.6 Padi sawah 36 9.0 69 17.4 51 14.7 - Lahan kosong 67 16.7 64 16.1 115 33.1 132 35.5 Total 402 100.0 397 100.0 347 100.0 372 100.0 Sumber data : Sensus Rumahtangga Melalui Informan Kunci Keterangan : TM = Tanaman Menghasilkan, TBM = Tanaman Belum Menghasilkan Di masa yang akan datang, nampaknya tanaman kakao masih menjadi pilih- an petani sehingga tanah kosong yang sudah dimiliki para petani umumnya diren- canakan untuk ditanami kakao. Data pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.13. menun- jukkan bahwa tanah kosong yang dimiliki petani masih cukup luas, terutama di desa-desa kasus di NAD jumlahnya mencapai sekitar dua kali lipat dibanding di desa-desa kasus di Sulawesi Tengah. Di desa-desa kasus di Sulawesi Tengah lahan kosong tersebut umumnya merupakan lahan hutan yang sudah dibuka sekitar tiga tahun lalu tetapi belum ditanami. Sementara itu, di desa-desa kasus di NAD, lahan kosong tersebut terdiri dari : 1 lahan hutan yang sudah dibuka sekitar tiga tahun lalu tetapi belum ditanami, dan 2 kebun yang tanamannya sudah mati karena selama konflik kebun tersebut tidak terawat. 100 Walaupun kakao menjadi pilihan utama petani dan telah menggusur ta- naman padi ladang, namun di semua desa kasus tidak nampak upaya besar- besaran para petani merubah lahan padi sawah menjadi kebun kakao. Hal ini hanya dilakukan petani bila di lahan padi sawah tersebut sudah tidak cukup tersedia air sehingga secara teknis lahan tersebut tidak mungkin lagi ditanami padi sawah. Akan tetapi, di masa yang akan datang dengan semakin kecilnya debet air sungai akibat semakin luasnya hutan yang gundul, maka perubahan lahan padi sawah menjadi kebun kakao diperkirakan masyarakat akan terus meningkat. 33 1 17 27 1 16 31 21 33 22 9 36 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tondo Jono Cot Ule lahankosong padisaw ah kopi cengkeh kelapa kakao-tbm kakao-tm Gambar 5.9. Proporsi Sumberdaya Agraria Berdasarkan Pemanfaatan, 2007 Sumber data : Sensus Rumahtangga Melalui Informan Kunci Dalam upaya memiliki usahatani yang memiliki beragam jenis tanaman, para petani di ke empat desa kasus menempuh dua cara. Pertama, para petani mererapkan “pola tanam campuran”, yaitu dalam sebuah plot lahan ditanam beberapa jenis tanaman dan jumlah pohon masing-masing tanaman tersebut relatif sama. Kedua, jika para petani sudah menerapkan “pola tanam monokultur” dalam sebuah plot lahan hanya ditanami satu jenis tanaman, maka keragaman jenis tanaman dalam usahatani petani dilakukan dengan cara menanam jenis tanaman berbeda pada plot lahan yang berbeda. 101 Data dan informasi yang diperoleh dari para responden Tabel 5.2. menun- jukkan bahwa meskipun pola tanam campuran masih ada tetapi secara umum sudah berkurang, yakni tinggal 26,71 . Para petani sudah banyak menggantikan pola tanam campuran dengan oleh pola tanam monokultur. Bahkan di desa “pen- datang” Jono Oge dan desa “dekat kota” Cot BarohTunong pola tanam campuran sudah sangat berkurang, masing-masing hanya tinggal 9,09 dan 21,11 . Pe- nerapan pola tanam campuran yang masih cukup menonjol berada di desa “lokal” Tondo 39, 34 . Penerapan pola ini masih sangat menonjol di desa “jauh dari kota” Ulee Gunong 50,94 . Walaupun demikian, dalam pola tanam monokul- tur yang diterapkan petani seringkali masih ada tanaman lain terutama buah- buahan, namun jumlah tanam tersebut sangat sedikit. Tabel 5.2. Pola Tanam dalam Usahatani di Empat Komunitas Petani Kasus, 2007 Pola Tanam Tondo Jono Oge Ulee Gunong Cot BarohTunong N N N N

A. Monokultur 37

60.7 80 90.9 26 49.1 71 78.9 • Kakao 12 19.7 20 22.7 12 22.6 34 37.8 • Kopi - - 14 26.4 - • Cengkeh 7 11.5 20 22.7 0 - - • Kelapa 9 14.8 7 8.0 - - • Padi 9 14.8 33 37.5 0 - 37 41.1

B. Campuran

24 39.3 8 9.1 27 50.9 19 21.1 Total 61 100.0 88 100.0 53 100.0 90 100.0 Sumber data : Wawancara Terhadap Responden 102 Tabel 5.3. Jenis Pola Tanam Campuran yang Diushakan Petani, 2007. Jenis Pola Tanam Campuran Tondo Jono Oge Cot Baroh Ulee Gunong N N N N • kakao + cengkeh 7 30.4 - - - • kakao + kelapa 12 52.2 5 100.0 - - • kakao + kopi - - 1 5.3 20 74.1 • kakao + pinang - - 15 78.9 2 7.4 • kakao + buah - - 2 10.5 - • kakao+cengkeh+kelapa 2 8.7 - - - • kakao + kopi + buah - - - 3 11.1 • kopi + pinang - - - 1 3.7 • cengkeh + kelapa 2 8.7 - - - • pinang + buah - - 1 5.3 1 3.7 Total 23 100.0 5 100.0 19 100.0 27 100.0 Sumber data : Wawancara Terhadap Responden Dalam pola tanam campuran yang diusahakan petani, nampaknya tanaman kakao masih menjadi tanaman utama yang dipasangkan dengan tanaman lain Tabel 5.3.. Di desa-desa kasus di Sulawesi Tengah, pola tanam campuran yang menonjol adalah pola pasangan antara “kakao + kelapa”. Di Desa Tondo, pola tanam campuran “kakao + kelapa” mencapai 52,17 . Bahkan di Desa Jono Oge pola tanam campuran “kakao + kelapa” mencapai 100 . Sementara itu, di Desa Ule Gunong NAD pola tanam campuran yang menonjol adalah pola pasangan antara “kakao + kopi” yang proporsinya mencapai 74,07 , sedangkan di Desa Cot BarohTunong NAD pola tanam campuran yang menonjol adalah pola pasangan antara “kakao + pinang” yang proporsinya mencapai 78,95 . Pada umumnya, pola tanam campuran yang diterapkan petani tidak beraturan dan jarak antar tanaman sangat dekat, sehingga antara tanaman yang satu dengan lainnya sangat potensial saling berebut bahan makanan. 103 5.3. Ragam Kekuatan Produksi dalam Komunitas Petani : Teknologi Intensif di Padi Sawah dan Tidak Intensif di Kebun Kakao Meskipun produk yang dihasilkan sistem pertanian menetap yang meng- usahakan “padi sawah” merupakan “produk subsisten” atau produk untuk dima- kan, ternyata pada sistem tersebut penerapan “kekuatan produksi” teknologi inten- sif lebih menonjol dibanding dalam sistem pertanian menetap yang mengusahakan “tanaman perkebunan” kakao, cengkeh, kelapa, maupun kopi yang hasil produk- sinya untuk dijualdiekspor atau “produk komersial” Tabel 5.4. Walaupun tidak seintensif pada sistem pertanian menetap padi sawah, pengusahaan tanaman palawija juga mulai dilakukan para petani dengan teknologi yang intensif, ter- utama dalam hal penggunaan bibit unggul, pupuk urea, serta obat pengendali hama dan penyakit. Pada sistem pertanian menetap yang mengusahakan tanaman “subsisten” padi sawah, hasil pengamatan di tiga desa kasus menunjukkan bahwa penggunaan kekuatan produksi teknologi intensif sudah dilaksanakan sebagian besar petani, baik oleh para petani pemilik maupun oleh para petani penggarap. Penggunaan teknologi intensif tersebut dilakukan para petani khsusnya dalam bentuk peng- gunaan input produksi bibit unggul, pupuk dan obat-obatan untuk pengendalian hamapenyakit serta penggunaan alat bajak traktor 61 . Para petani menggunakan input produksi dimaksud karena berdasarkan pengalaman mereka selama ini menunjukkan bahwa : 1 bila tanaman padi-sawah tidak dipupuk maka tanaman tersebut akan tumbuh kerdil, 2 produktivitas usahatani padi-sawah yang dipupuk dan dikendalikan hama penyakitnya mampu mencapai dua kali lipat dari 1.500 liter berasha menjadi 3.000 liter berasha. Sementara itu, para petani memilih menggunakan traktor karena menganggap penggunaan traktor telah meringankan pekerjaan mereka dan proses pembajakan sawah berlangsung lebih cepat. Selain itu, biaya penggunaan traktor dirasakan petani tidak lebih mahal dibanding peng- gunaan kerbau. Apalagi, setelah lahan kering penuh dengan tanaman coklat, para petani sulit memelihara kerbau “pembajak” karena sulit mendapatkan rumput. Di desa-desa kasus di Sulawesi Tengah maupun NAD traktor pembajak sudah 61 Sebagaimana dikutip Sajogyo 2002, hasil survey di sejumlah desa kasus di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa petani padi sawah sebagai “petani rasional” yang menerapkan teknologi baru di sawah dengan hasil yang meyakinkan. 104 dikenal sejak awal tahun 90 an tetapi penggunaan pembajak kerbau baru berakhir sekitar akhir tahun 90 an. Tabel 5.4. Penerapan Teknologi Intensif pada Sistem Pertanian Menetap di Empat Desa Kasus di Sulawesi Tengah dan Nangroe Aceh Darussalam NAD, 2007 Jenis Teknologi Intensif Jenis Tanaman Padi Sawah Palawija Kakao Cengkeh Kelapa Kopi Bibit unggul V V Pupuk Urea V V Pupuk KCL V Pupuk SP 36 V Obat-obatan V V Traktor V Perontok V Pembersihan rumput V Pemangkasan X X X X Keterangan : Bibit unggul hanya digunakan pada kebun proyek pemerintah, selebihnya menggunakan bibit dari kebun produksi petani lain Di Donggala waktu harga kakao dan cengkeh tinggi awal krisis sebagian petani memupuk kakao dan cengkeh, tetapi hanya pupuk urea Umumnya hanya dilakukan karena untuk memudahkan panen Hanya dilakukan oleh sebagian kecil petani V Dilakukan terus menerus X Tidak dilakukan karena tidak perlu dilakukan 105 Meskipun tanaman kakao termasuk tanaman “komersial”, tetapi pada ta- naman kakao para petani di empat desa kasus hanya menerapkan kekuatan pro- duksi teknologi “kurang” intensif jauh kurang intensif dibanding pengusahaan tanaman padi sawah. Selain itu, teknologi “kurang” intensif tersebut hanya dite- rapkan oleh sedikit petani. Pada tanaman kakao, teknologi “kurang” intensif ter- utama dilakukan dalam bentuk pemangkasan; pemarasan; dan pemupukan urea. Akan tetapi, teknologi ”kurang” intensif pun pada akhirnya ditinggalkan para pe- tani sejak tanaman kakao terserang Hama Penggerek Buah Kakao PBK sehingga produksi kakao turun menjadi hanya 40 . Dalam hal ini, para petani mempunyai pandangan bahwa perawatan intensif pada kebun yang terserang hamapenyakit tidak ada untungnya. Selain itu, tanaman kakao yang diusahakan petani umumnya tidak menggunakan bibit unggul. Mereka hanya menggunakan bibit kakao asalan yang dibuat sendiri dengan cara mengambil sumber bibit dari kebun produksi yang dimiliki para tetangganya. Sementara itu, pada sistem pertanian menetap yang mengusahakan tanaman cengkeh dan kelapa teknologi “kurang” intensif pun hampir tidak dilakukan. Da- lam hal ini, para petani hampir tidak pernah membersihkan dan memupuk kedua tanaman tersebut. Pemeliharaan yang kadang-kadang dilakukan para petani pada tanaman kelapa dan cengkeh hanya kegiatan ”pemarasan” pembersihan rumput. Itu pun hanya dilakukan para petani pada saat mereka akan melakukan panen dengan tujuan agar kegiatan panen mudah dilakukan. Pada tanaman kakao, akibat penerapan teknologi yang kurang intensif tercermin pada rendahnya jumlah populasi tanaman dan jumlah produksi tanaman per satuan luas lahan kebun. Sebagaimana tertera pada Tabel 5.5., populasi tanaman kakao yang tumbuh di kebun milik petani umumnya antara 400 - 800 pohonhektar. Bahkan masih banyak kebun kakao petani yang jumlah tanaman- nya kurang dari 400 pohonhektar. Padahal lahan-lahan tersebut sebenarnya dapat ditanami kakao dengan jumlah 1.000 pohonhektar. Selain itu, sebagian tanaman kakao yang tumbuh tersebut dalam keadaan tidak sehat atau meranggas. Kondisi rendahnya jumlahnya populasi tanaman per ha juga terjadi pada kebun kopi, kelapa, dan cengkeh. 106 Tabel 5.5. Populasi Beragam Jenis Tanaman yang Diusahakan Petani, 2007. Tanam- an Populasi phnha Tondo Jono Oge Ulee Gunong Cot Baroh N N N N Kakao 400 3 27.3 3 15.8 3 25.0 7 25.0 400 – 800 4 36.4 9 47.4 3 25.0 19 67.9 800 4 36.4 7 36.8 6 50.0 2 7.1 Total 11 100.0 19 100.0 12 100.0 28 100.0 Kopi 400 3 21.4 400 – 800 4 28.6 800 7 50.0 Total 14 100.0 Kelapa 50 1 14.3 1 14.3 50 - 100 1 14.3 2 28.6 100 5 71.4 4 57.1 Total 7 100.0 7 100.0 Cengkeh 50 0 - 1 5.3 50 - 100 2 33.3 9 47.4 100 4 66.7 9 47.4 Total 6 100.0 19 100.0 Sumber data : Wawancara Terhadap Responden Bersamaan dengan itu, produktivitas kebun kakao petani masih banyak yang dibawah 400 kghektar Tabel 5.6.. Kondisi produktivitas yang rendah juga terjadi pada tanaman kopi, kelapa dan cengkeh. Umumnya produktivitas tanaman- tanaman tersebut berada dibawah potensi. Bila kondisi produktivitas tanaman- tanaman dimaksud dibandingkan di antara komunitas petani kasus, nampak bahwa keadaan di Desa Jono Oge yang sebagian besar petaninya pendatang beretnis Bugis relatif lebih baik dibandingkan dengan keadaan di komunitas petani kasus lainnya. 107 Tabel 5.6. Produktivitas Beragam Jenis Tanaman yang Diusahakan Petani, 2007. Tanaman Kriteria Tondo Jono Oge Ulee Gun Cot N N N N Kakao 400 11 78.6 5 31.3 4 44.4 12 52.2 400 - 800 3 21.4 11

68.8 4 44.4 5 21.7