Proses Pemiskinan Petani DIFERENSIASI KESEJAHTERAAN PETANI

214 farm. Kenyataan munculnya realitas ketimpangan distribusi penerimaan dan pengeluaran warga komunitas yang lebih rendah dari ketimpangan distribusi pemilikan warga komunitas menunjukkan bahwa distribusi penguasaan sumber- daya agraria pemilikan tetap + pemilikan sementara lebih penting dibanding distribusi pemilkan tetap.

8.6. Proses Pemiskinan Petani

Berdasarkan pengalaman para petani selama ini penurunan kesejahteraan sangat mungkin dan sering terjadi, terutama bila produktivitas usahatani menurun, terjadi gagal panen, dan penurunan harga-harga hasil usahatani 120 . Oleh sebab itu, para petani menggambarkan kesejahteraan mereka bagaikan sebuah gelombang di lautan: “kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun”. Peningkatan kesejah- teraan paling dirasakan para petani adalah pada saat awal berlangsungnya krisis moneter 121 . Pada saat itu, harga-harga hasil usahatani terutama tanaman per- kebunan melambung tinggi, sedangkan kenaikan harga kebutuhan pokok dan kebutuhan sarana produksi pertanian tidak terlampau tinggi Tabel 8.7.. Tabel 8.7. Perkembangan Harga Hasil Perkebunan dan Kebutuhan Pokok, 2007. No Uraian Masa Habibi 1998-1999 Sekarang 2007 Hasil Perkebunan 1 Harga Kopi 16.000kg 13.500kg 2 Harga Kakao 15.000kg 14.000kg 3 Harga Pinang 16.000kg 2.500kg Kebutuhan Pokok 1 Harga Beras 3.750kg 5.000kg 2 Harga Minyak Goreng 3.000kg 9.000kg Sumber data : Diskusi Kelompok dengan Informan Kunci 120 Pengurangan potensi harga kakao yang cukup besar terjadi pada saat transaksi antara eksportir dengan pembeli di luar negeri. Menurut Askindo dalam Misnawi 2008, pada tahun 2005 potongan harga kakao mencapai 250 US ton karena alasan mutu rendah. Pengurangan harga tersebut lebih lanjut akan mengurangi harga kakao di tingkat petani. Sementara itu, lonjakan harga kakao yang terjadi sejak tahun 1998 lebih banyak terjadi akibat perubahan nilai tukar rupiah terhadap US . 121 Para petani mengingatnya sebagai zaman pemerintahan Presiden Habibie. 215 Pada komunitas petani yang mengusahakan tanaman kakao, penurunan kesejahteraan yang “drastis” terjadi akibat serangan hama penggerek buah kakao PBK. Serangan hama tersebut telah menurunkan produksi kakao kebun petani sampai 60, terutama di wilayah dataran rendah. Oleh sebab itu, produksi kebun kakao rakyat di desa-desa kasus hanya sekitar 400 kghatahun atau 40 dari potensinya. Secara khusus, pada saat ini para petani kakao di Propinsi NAD belum dapat memperoleh produksi yang baik karena selama konflik berlangsung kebun para petani ditinggalkan, sehingga kondisi kebun petani banyak yang tidak produktif sebagian tanaman rusak atau bahkan mati. Selain itu, roses pemis- kinan yang terjadi pada komunitas petani berkaitan dengan beberapa keja-dian berikut : ƒ Kenaikan harga kebutuhan pokok dan input produksi yang harus dibeli petani meningkat jauh lebih besar dari pada kenaikan harga hasil pertanian yang dijual petani. Ungkapan pertani sejalan dengan data Nilai Tukar Petani 122 NTP yang dikeluarkan BPS, tetapi penurunan nilai tukar menurut informasi petani lebih besar. Menurut data BPS 2007, pada tahun 2005 NTP petani di Propinsi NAD hanya sebesar 93,58 dan di Propinsi Sulawesi Tengah hanya sebesar 98,19 dibanding Tahun 2003 yang nilainya 100. ƒ Jumlah danatau ragam kebutuhan pokok sehari-hari maupun bahan dan alat produksi yang harus dibeli petani semakin banyak. Hal ini semakin terasa terutama pada periode anak petani sudah memasuki tingkat pendidikan SLA dan lokasi sekolah tersebut jauh dari rumah harus kost. ƒ Produktivitas sumberdaya agraria menurun akibat menurunnya kesuburan pada sumberdaya kebun danatau sawah serta berkurangnya ketersediaan air terutama pada sumberdaya lahan padi sawah 122 Berdasarkan definisi BPS, Nilai Tukar Petani adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani harga hasil produksi petani dengan indeks harga yang dibayar petani baik untuk membayar kebutuhan konsumsi rumahtangga maupun untuk kebutuhan proses produksi pertanian. Bila NTP 100 artinya petani memperoleh surplus karena kenaikan harga produksi lebih besar dari kenaikan harga konsumsi, sebaliknya bila NTP 100 artinya petani mengalami defisit karena kenaikan harga produksi lebih kecil dari kenaikan harga konsumsi. 216 ƒ Kurangnya akses petani terhadap penguasaan modal finansial yang murah yang diperlukan dalam mengelola usahatani sehingga mereka harus memi- njam modal kepada pemodal dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Keadaan ini menyebabkan surplus petani yang menjalankan proses produksi terkuras oleh pemilik modal. ƒ Semakin hilangnya katup pengaman penghasilan minimal yang berasal dari sumberdaya agraria komunal. Penghasilan tersebut sangat diperlukan para petani miskin untuk bertahan hidup. 8.7. Ihtisar : Meningkatnya Diferensiasi dan Rendahnya Ketimpangan Kesejahteraan dalam Komunitas Petani Sumber-sumber penghasilan yang saat ini tersedia di desa-desa kasus ham- pir seluruhnya berasal dari sumberdaya yang telah dimiliki secara perorangan, termasuk pada sumberdaya agraria. Beberapa jenis penghasilan masyarakat yang berasal dari sumberdaya agraria komunal yang saat ini masih tersedia di semua desa kasus hanya hasil hutan dan hasil sungai. Oleh sebab itu, katup pengaman penghasilan minimum dari sumberdaya milik komunal sudah tidak ada lagi. Walaupun demikian, pada sumberdaya agraria milik perorangan masih tersisa “hak komunal” untuk bertahan hidup melalui “pemberian kesempatan menggarap dan berburuh” di semua desa kasus dan “kelapa jatuh” khusus di Sulawesi Tengah. Walaupun sudah dimiliki secara individual tetapi penghasilan rumahtangga petani yang berada pada berbagai lapisan umumnya masih bertumpu pada peng- hasilan yang berasal dari sumberdaya agraria. Hal ini terjadi baik pada lapisan- lapisan petani yang direkonstruksi berdasarkan penguasaan sumberdaya agraria pemilik, pemilik + penggarap, pemilik + buruh tani, pemilik + penggarap + buruh tani, penggarap, penggarap + buruh tani, dan buruh tani maupun lapisan-lapisan petani yang direkonstruksi berdasarkan tingkat kesejahteraan kaya, sedang, dan miskin. Bersamaan dengan itu, penghasilan para petani yang berasal dari sumber- daya agraria tersebut sebagian besar masih dalam bentuk on farm, kecuali peng- hasilan petani yang berada pada lapisan buruh tani,. 217 Hasil kajian di empat komunitas petani menunjukkan bahwa meskipun sumberdaya agraria masih menjadi basis utama penghasilan para petani tetapi penghasilan tersebut belum dapat melepas landaskan sebagian besar anggota komunitas menuju tingkat hidup sejahtera. Sebagian besar petani pemilik status tunggal dan status kombinasi masih berada pada tingkat kesejahteraan sedang, bahkan sebagian kecil lainnya masih berada pada tingkat kesejahteraan miskin. Sementara itu, sebagian besar lapisan tunakisma buruh tani, petani penggarap + buruh tani, dan petani penggarap masih berada pada tingkat kesejahteraan miskin sedangkan petani lainnya dalam lapisan dimaksud hanya berada pada tingkat kesejahteraan sedang. Bahkan sebagian dari para petani miskin tersebut berada di bawah garis kemiskinan. Banyaknya petani pemilik sumberdaya agraria yang masih berada pada ting- kat kesejahteraan miskin terjadi karena luas sumberdaya agraria yang mereka miliki relatif sempit umumnya kurang dari dua hektar. Oleh sebab itu, untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, para petani pemilik sempit yang berada pada tingkat kesejahteraan “miskin” danatau “sedang” harus merangkap status sebagai buruh tani danatau sebagai penggarap dari sumberdaya agraria milik petani lain. Pada saat ini, di desa-desa kasus peluang penghasilan dari sumber non pertanian masih sangat terbatas. Berdasarkan pengalaman para petani selama ini penurunan kesejahteraan sangat mungkin dan sering terjadi, terutama bila produktivitas usahatani menurun, terjadi gagal panen, dan penurunan harga-harga hasil usahatani. Selain itu, roses pemiskinan yang terjadi pada komunitas petani berkaitan dengan beberapa kejadian berikut : ƒ Kenaikan harga kebutuhan pokok dan input produksi yang harus dibeli petani meningkat jauh lebih besar dari pada kenaikan harga-harga hasil pertanian yang dijual petani ƒ Jumlah danatau ragam kebutuhan pokok sehari-hari maupun bahan dan alat produksi yang harus dibeli petani semakin banyak. ƒ Produktivitas sumberdaya lahan menurun akibat menurunnya kesuburan lahanketersediaan air 218 ƒ Kurangnya akses petani terhadap penguasaan modal finansial yang murah yang diperlukan dalam mengelola usahatani ƒ Semakin hilangnya katup pengaman penghasilan minimal yang berasal dari sumberdaya agraria komunal. Meskipun peningkatan ragam pelapisan petani dalam penguasaan sumber- daya agraria dan peningkatan diferensiasi kesejahteraan petani sudah nampak, tetapi hasil analisa gini ratio terhadap pengeluaran dan penerimaan rumahtangga petani menunjukkan bahwa ketimpangan kesejahteraan dalam komunitas petani umumnya belum berada dalam kategori “Rendah”. Realitas tersebut juga mengin- dikasikan bahwa dalam komunitas petani di empat desa kasus sedang terjadi pro- ses stratifikasi yang diikuti proses “berbagi kemiskinan”. Hal ini diperkuat dengan adanya fakta bahwa sebagian rumahtangga dalam komunitas petani masih ter- golong miskin. 219 Tabel 8.8. Diferensiasi Kesejahteraan di Empat Komunitas Petani Kasus, 2007. Aspek Tondo Jono Oge Cot Baroh Tunong Ulee Gunong Sumber Penghasilan Utama Hak komunal dari milik perorangan Buah kelapa jatuh, Memperoleh sumber penghasilan : kerabat dekat wajib, warga se komunitas baik Buah kelapa jatuh, Memperoleh sumber penghasilan : kerabat dekat wajib, warga se komunitas baik Memperoleh sumber penghasilan : kerabat dekat wajib, warga se komunitas baik Memperoleh sumber penghasilan : kerabat dekat wajib, warga se komunitas baik Sumberdaya Agraria On farm = 59 Off farm = 12 Non Farm = 27 Hutan = 2 On farm = 85 Off farm = 7 Non Farm = 8 Hutan = 0 On farm = 55 Off farm = 17 Non Farm = 27 Hutan = 1 On farm = 50 Off farm = 21 Non Farm = 26 Hutan = 4 Diferensiasi Kesejahteraan PenerimaanKapita 2,89 juta 6,43 juta 3,98 juta 4,18 juta PengeluaranKapita 2,40 juta 2,41 juta 3,17 juta 2,82 juta Lapisan Kesejahteraan Kaya = 6 Sedang = 52 Miskin = 42 Kaya = 12 Sedang = 43 Miskin = 45 Kaya = 4 Sedang = 20 Miskin = 76 Kaya = 3 Sedang = 25 Miskin = 72 Ketimpangan Gini Ratio Penerimaan = 0,37R Pengeluaran= 0,28R Penerimaan = 0,69T Pengeluaran= 0,30R Penerimaan = 0,30R Pengeluaran= 0,22R Penerimaan = 0,41M Pengeluaran= 0,25R Dibawah Garis Kemiskinan 17 20 7 3 Penguasaan sumberdaya agraria dan kesejahteraan Pemilik : K, S, M Pemilik+penggarap: K, S, M Pemilik+penggarap+BT: S, M Pemilik+BT : S, M Penggarap : S, M Penggarap+BT : M BT : S, M Pemilik : K, S, M Pemilik+penggarap : K, S, M Pemilik+penggarap+BT : S, M Pemilik+BT : S, M Penggarap : S, M Penggarap+BT : M BT : M Pemilik : K, S, M Pemilik+penggarap : K, S, M Pemilik+penggarap+BT : S, M Pemilik+BT : S, M Penggarap : M Penggarap+BT : M BT : M Pemilik : K, S, M Pemilik+penggarap : K, S, M Pemilik+penggarap+BT : S, M Pemilik+BT : S, M Penggarap+BT : M BT : M Harga Beras 4.375kg 4.375kg 5.000kg 5.00kg Upah Buruh 25.000,-hari 25.000,-hari 50.000,-hari 50.000,-hari Garis Kemiskinan Rp. 1.363.380 Kapitatahun Rp. 1.363.380 Kapitatahun Rp. 1.581.744 kapitatahun Rp. 1.581.744 kapitatahun 220

BAB IX STRATEGI