208 Bila penerimaan petani kapitatahun antar komunitas petani kasus diban-
dingkan nampak bahwa para petani di Desa Jono Oge mempunyai tingkat pene- rimaan paling tinggi. Walaupun beada di propinsi dan keadaan ekologis yang
sama, keadaan tersebut sangat kontras dengan penerimaan rumahtangga petani di Desa Tondo. Bahkan penerimaan rumahtangga di desa Tondao bearada pada ting-
kat penerimaan paling rendah di antara empat desa kasus. Sementara itu, tingkat penerimaan rumahtangga petani di kedua komunitas petani kasus di NAD relatif
sama, meskipun keadaan ekologisnya berbeda. Sejalan dengan itu, hasil uji beda nyata LSD, dengan tingkat kepercayaan 80 menunjukkan bahwa penerimaan
rumah tangga petani yang berbeda hanya terjadi antara rumahtangga petani di Desa Jono Oge dengan rumahtangga petani di Desa Tondo.
2.89 2.40
6.43
2.41 4.18
2.82 3.98
3.17
- 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
Tondo Jono Oge
Ulee Gunong Cot
BarohTunong
YCapita CCapita
Keterangan : Y = penerimaan, C = pengeluaran
Gambar 8.7.
Rata-Rata Penerimaan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani di Empat Komunitas Petani Kasus Rp Juta, 2007
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
Secara kualitatif, munculnya realitas perbedaang penghasilan antara rumah tangga petani di desa Jono Oge dan desa Tondo sejalan dengan ungkapan yang
seringkali dikemukakan oleh masyarakat Tondo maupun masyarakat Jono Oge bahwa para pendatang Bugis yang bertempat tinggal di Desa Jono Oge lebih
209 sejahtera dibanding penduduk lokal yang bertempat tinggal di Desa Tondo. Lebih
lanjut mereka menjelaskan bahwa fenomena tersebut terjadi karena orang Bugis lebih rajin dalam bekerjaberusaha dari pada orang Kaili. Fenomena lebih rajinnya
orang Bugis juga ditunjukkan oleh prestasi penggarapan sawah. Dalam hal ini, seluruh sumber-daya lahan sawah di desa Jono Oge diusahakan para petani,
sedangkan di desa Tondo banyak sumberdaya lahan sawah yang tidak diusahakan dengan alasan tidak ada tersedia traktor.
Sementara itu, dalam hal pengeluaran pengeluarankapitatahun, rumah- tangga petani di desa-desa kasus di NAD mempunyai pengeluaran yang lebih
tinggi dibanding rumahtangga petani di desa-desa kasus di Sulawesi Tengah. Dengan menggunakan uji beda nyata LSD, dengan tingkat kepercayaan 80
menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga petani yang berbeda terjadi antara rumahtangga petani di Desa Cot BarohTunong dengan rumahtangga petani di
Desa Tondo dan Desa Jono Oge. Fenomena tersebut sejalan dengan data garis kemiskinan BPS, dimana angka garis kemiskinan di Kabupaten Pidie - NAD
sekitar 15 lebih tinggi dibanding angka garis kemiskinan di Kabupaten Donggala – Sulawesi Tengah.
8.4. Distribusi Rumahtangga Petani Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
Berdasarkan tingkat kesejahteraan yang direkonstruksikan oleh masyarakat
Gambar 8.8., ternyata hampir di semua komunitas petani kasus rumahtangga
petani yang termasuk dalam “lapisan miskin” masih menjadi bagian terbesar, kecuali di desa Tondo dimana rumahtangga “lapisan miskin” dan “lapisan
sedang” relatif sama. Bahkan di desa-desa kasus di NAD rumahtangga petani “lapisan miskin” sangat tinggi di atas 70 . Di desa-desa kasus di Sulawesi
Tengah rumahtangga petani yang termasuk “lapisan sedang” kelas menengah desa mendekati 50 . Sementara itu, proporsi rumahtangga petani yang masuk
dalam “lapisan kaya” umumnya masih dibawah 10 , kecuali di Desa Jono Oge –
Sulawesi Tengah dimana lapisan tersebut telah mencapai 12 .
210
- 20
40 60
80 Tondo
Jono Oge Cot
BarohTunong Ulee Gunong
Kaya Sedang
Miskin
Gambar 8.8.
Distribusi Rumahtangga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan di Empat Komunitas Petani Kasus, 2007
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
Berdasarkan pola pengusaan sumberdaya agraria, proporsi lapisan petani pemilik tetap status tunggal maupun status kombinasi masih merupakan bagian
terbesar dari komunitas petani. Namun demikian, sebagian besar dari mereka berada pada tingkat kesejahteraan sedang, bahkan sebagian kecil lainnya masih
berada pada tingkat kesejahteraan miskin Gambar 8.9.. Secara keseluruhan,
proporsi lapisan petani pemilik dan lapisan petani pemilik + penggarap yang ber- ada dalam tingkat kesejahteraan kaya masing-masing hanya 20 dan 5 . Hal
ini terjadi karena luas lahan produktif yang mereka miliki umumnya masih sempit kurang dari satu hektar. Kemudian, adanya lapisan petani + penggarap yang
mempunyai tingkat kesejahteraan kaya terjadi karena di desa-desa kasus di Sulawesi Tengah terdapat penggarap penyewa kebun kelapa yang berasal dari
lapisan petani dengan tingkat kesejahteraan kaya. Para petani pemilik sempit yang berada pada tingkat kesejahteraan miskin danatau sedang harus berburuh danatau
menjadi penggarap sumberdaya agraria milik petani lain agar mereka dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Sementara itu, sebagian besar lapisan
buruh tani, lapisan petani pemilik + buruh tani, dan lapisan petani penggarap berada pada tingkat kesejahteraan miskin proporsi masing-masing 100 , 63 ,
dan 50 , sedangkan petani lain dalam kategori dimaksud hanya berada pada
211 tingkat kesejahteraan sedang. Gambaran tentang tingkat kesejahteraan berbagai
lapisan petani sebagaimana diuraikan di atas relatif sama di semua komunitas
petani kasus Lampiran 8.4. – 8.7..
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
pe mi
lik pe
mi lik+
pe ng
ga rap
pe mi
lik+ pe
ng ga
rap +B
T pe
mi lik+
BT pe
ng ga
rap pe
ng ga
rap +B
T BT
kaya sedang
miskin
Gambar 8.9. Distribusi Rumahtangga Petani Berdasarkan Pola Penguasaan
Sumberdaya Agraria dan Tingkat Kesejahteraan di Empat Komu- nitas Petani Kasus, 2007
Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden
Tidak adanya lapisan petani penggarap yang masuk dalam tingkat kesejah- teraan kaya sejalan dengan berbagai ungkapan yang dikemukakan para petani.
Menurut para petani, selama ini tidak pernah ada penggarap sawah yang kaya, apalagi manakala alat dan bahan produksi diperoleh dengan cara meminjam dari
para pemodal orang yang memberikan pinjaman modal yang dibayar pada saat panen sistem yarnen. Bahkan banyak petani penggarap yang waktu panen tidak
membawa hasil ke rumah karena diambil langsung di tempat penggilingan padi oleh para pemodal untuk melunasi hutang. Untuk menggambarkan situasi tersebut
para petani mempunyai ungkapan berikut ”belum kering jerami sudah kering di rumah”.
Kemudian, bila tingkat kesejahteraan petani tersebut dikaitkan dengan luas pemilikan sumberdaya agraria, nampak bahwa mereka yang tergolong petani de-
ngan tingkat kesejahteraan kaya umumnya adalah petani yang memiliki sumber-
daya agraria produktif lebih dari empat hektar Gambar 8.10. Adanya sejumlah
212 petani yang pemilikan sumberdaya agrarianya kurang dari empat hektar tetapi
berada dalam lapisan kesejahteraan kaya terjadi karena selain mereka memperoleh penghasilan dari sumberdaya agraria juga memperoleh penghasilan dari sumber
non pertanian, misalnya dari usaha dagang dan gajih pegawai.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
0 - 0,5 O,5 - 1
1 - 2 2 - 3
3 - 4 4
kaya sedang
miskin
Gambar 8.10.
Dsitribusi Rumahtangga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan dan Luas Pemilikan Sumberdaya Agraria Produktif di Empat Komu-
nitas Petani Kasus, 2007
Sumber Data : Sensus Rumahtangga Petani Melalui Informan Kunci
8.5. Ketimpangan dalam Penerimaan dan Pengeluaran