Perbandingan dan PROFIL EMPAT KOMUNITAS PETANI KASUS

77 sekitar 50 km. Kendaraan umum terbanyak yang melewati Desa Ulee Gunong adalah kendaraan umum yang mempunyai trayek dari kota Tangse menuju kota Berenun tujuh km sebelum kota Sigli. Kendaraan tersebut sudah ada mulai jam 07 pagi dan baru berakhir jam lima sore. Ongkos trnsportasi untuk menempuh trayke tersebut dengan menggunakan L 300 hanya Rp. 10.000,-. Berenun meru- pakan kota kecamatan yang lokasinya di persimpangan antara Pidie menuju Medan dan Pidie menuju Tangse - Melaboh. Dari kota Berenun menuju kota Sigli yang berjarak tujuh km dapat menggunakan Labi-labi angkutan kota dengan ongkos Rp. 3.000,-.

4.3. Perbandingan dan

Kesimpulan Ditinjau dari segi agroekosistem, dua desa kasus di Selawesi Tengah dan satu desa kasus di Nangroe Aceh Darussalam mempunyai kesamaan, yaitu masing-masing merupakan wilayah dataran rendah yang mempunyai sumberdaya agraria lahan basah untuk usahatani padi-sawah serta lahan kering untuk usahatani perkebunan. Walaupun demikian, di ketiga desa kasus tersebut luas sumberdaya agraria lahan kering jauh lebih dominan dibanding lahan basah. Sementara itu, satu desa kasus lainnya, yaitu Desa Ulee Gunong Propinsi NAD, merupakan wilayah dataran tinggi yang hanya mempunyai lahan kering untuk usahatani per- kebunan. Di semua desa kasus, rumahtangga petani merupakan bagian terbesar dari warga komunitas. Proporsi terbesar warga komunitas yang merupakan petani muncul di Desa Jono Oge 99 , sedangkan terendah di Desa Tondo 86. Berdasarkan riwayat pembentukan komunitas, seluruh komunitas petani di desa-desa kasus merupakan komunitas yang sudah terbentuk sejak lama dalam satuan wilayah yang disebut kampung. Namun demikian, komunitas petani di Desa Tondo dan Desa Cot BarohTunong terbentuk relatif lebih awal, yaitu sejak sebelum zaman Belanda. Sementara itu, komunitas petani di desa penelitian Jono Oge dan Ulee Gunong mulai terbentuk pada akhir zaman Belanda dan kemudian berkembang pesat setelah Indonesia merdeka. Seluruh warga komunitas petani di empat desa penelitian bertempat tinggal berdekatan dan terpusat di wilayah dusun, sedangkan kebun mereka tersebar mulai dari belakang rumah sampai ke tempat yang cukup jauh terjauh sekitar 10 km dari rumah menuju arah pegunungan. 78 Berdasarkan jumlah penduduk, komunitas petani di Desa Tondo merupakan komunitas yang tergolong relatif besar jumlah rumahtangga di dua dusun lebih dari 300. Sebaliknya, komunitas petani di Desa Jono Oge Sulawesi Tengah dan di Desa Cot BarohTunong NAD merupakan komunitas yang relatif kecil jumlah rumahtangga sekitar 200. Sementara itu, komunitas di Desa Ulee Gunong NAD merupakan komunitas yang tergolong sedang jumlah rumahtangga mendekati 300. Adapun jumlah anggota rumahtangga yang besar terjadi dalam komunitas petani di Desa Jono Oge 4,7 orangrumahtangga, sedangkan di komunitas lain- nya hanya sekitar empat orangrumahtangga. Pada awalnya, komunitas petani di desa-desa kasus diketuai oleh Kepala Kampung di Sulawesi Tengah atau Keucik di NAD. Selain itu, di semua komunitas tersebut terdapat Ketua Adat yang posisinya sama atau lebih tinggi dari ketua kampung. Akan tetapi, sejak diberlakukannya Undang-Undang Pemerin- tahan Desa No. 5 tahun 1979, di semua lokasi penelitian, pimpinan komunitas terpusat pada Kepala Desa 51 . Bertolak dari latarbelakang etnis dan migrasi, keempat komunitas petani mempunyai perbedaan. Komunitas petani di Desa Tondo merupakan etnis Kaili dan komunitas petani di Desa Cot BarohTunong merupakan etnis Aceh. Kedua komunitas tersebut merupakan penduduk asli atau bukan migran dari lokasi lain. Sementara itu, komunitas petani di Desa Jono Oge merupakan etnis Bugis yang bermigrasi dari propinsi Sulawesi Selatan, dan komunitas petani di Desa Ulee Gunong merupakan etnis Aceh yang bermigrasi dari kecamatan lain di kabupaten yang sama Kabupaten Pidie. Walaupun dua komunitas petani di Desa Tondo dan Desa Cot Baroh Tunong dihuni oleh etnis yang tidak pernah bermigrasi, tetapi mereka tidak ter- masuk “masyarakat terbelakang”. Kemudian, ditinjau dari sisi ethos kerja, antara komunitas pendatang Bugis dan komunitas lokal Kaili terdapat perbedaan ethos kerja. Dalam hal ini, komunitas Bugis mempunyai kemauan dan kemampuan bekerja keras yang lebih menonjol dibanding etnis Kaili. Walaupun latar belakang 51 Fenomena tersebut sama dengan yang dikemukakan Adimiharja 1999 bawa setelah adanya UU No 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, peranan ketua adat digantikan oleh kepala desa. Keadaan tersebut menyebabkan disfungsinya pemerintahan adat dan kemudian menyebabkan split personality di kalangan masyarakat 79 etnis komunitas petani kasus berbeda, tetapi semua anggota komunitas merupakan pemeluk agama yang sama Agama Islam. Berdasarkan ketersediaan sarana transportasi, semua desa kasus di Sulawesi Tengah maupun NAD merupakan desa-desa terbuka relatif mudah dijangkau. Walaupun demikian, tidak semua desa kasus dilalui kendaraan umum roda empat, tetapi untuk mencapai desa tersebut dapat dicapai dengan kendaraan umum roda dua motor ojek. Hanya desa Tondo Dusun II di Sulawesi Tengah dan Desa Ulee Gunong di NAD yang dilalui secara terus mene-rus oleh kendaraan umum roda empat. Bahkan Desa Ulee Gunong sangat terbuka karena semua dusun dilalui jalan raya yang menghubungkan antar kota kabupaten. Para petani yang berada di semua desa kasus sudah mengembangkan usahatani menetap sejak lama sejak zaman Belanda. Di desa kasus dataran rendah, usaha pertanian menetap dimulai dengan tanaman padi sawah, sedangkan desa kasus dataran tinggi usaha pertanian menetap dimulai dengan tanaman kopi. Pada saat ini, di semua desa kasus, pengembangan usahatani dengan membuka lahan baru terus berlanjut, bahkan sudah mendekati hutan lindung. Meskipun sudah ada Undang-Undang Pemerintahan Desa, namun sampai saat ini penetapan batas wilayah sebuah desa belum menggunakan alat permanen patok, dan luas wilayah desa cenderung mengikuti wilayah pengembangan areal baru yang dilaksanakan oleh masyarakat dari masing-masing desa. Kondisi ini di kemudian hari sangat potensial menimbulkan konflik yang dipicu oleh perebutan wilayah desa. 80 Tabel 4.1. Profil Empat Komunitas Petani Kasus, 2007 Aspek Tondo Jono Oge Cot Baroh Tunong Ulee Gunong Agro-ekosistem Dataran Rendah : Lahan basah sawah + lahan kering kebun Dataran Rendah : Lahan basah sawah + lahan kering kebun Dataran Rendah : Lahan basah sawah + lahan kering kebun Dataran Tinggi: lahan kering kebun Riwayat Pembentukan Komunitas Kampung berdiri jauh sebelum akhir zaman Belanda, Tempat tinggal warga berdekatan dan terpusat di Dusun Kampung berdiri sejak akhir zaman Belanda, Tempat tinggal warga berdekatan dan terpusat di Dusun Kampung berdiri jauh sebelum akhir zaman Belanda, Tempat tinggal warga berdekatan dan terpusat di Dusun Kampung berdiri sejak akhir zaman Belanda, Tempat tinggal warga berdekatan dan terpusat di Dusun Ukuran KomunitasDesa Besar 715 KK, 3 Dusun, Dusun II dan III=318 KK Jumlah AK = 4,1 Kecil 189 KK, 2 Dusun Jumlah AK = 4,7 Kecil 205 KK, 2 Dusun Jumlah AK = 3,8 Sedang 272 KK, 3 Dusun Jumlah AK = 4,2 Etnis Kaili bukan masyarakat terasing, pendatang dari sekitar Palu pada zaman Kerajaan Tawaili, awal abad 19 Bugis, Pendatang Spontan, dalam 3 gelombang : I = sebelum Indonesia merdeka, II = masa pemberontakan DITII tahun 60 an, III = pembukaan hutan - pertanian menetap pesat akhir tahun 70 an – akhir tahun 80 an Aceh Aceh Pendatang lokal dari kecamatan sekitar kota Sigli sejak akhir zaman Belanda Mata pencaharian Utama Dusun 2 dan 3 = pertanian, dusun 1 = nelayan Petani dusun 2 dan 3 = 86 Dusun 1 dan 2 pertanian Petani = 99 Dusun 1 dan 2 pertanian Petani = 89 Dusun 1 dan 2 pertanian Petani = 92 Sarana Transportasi Sebagian Sangat Terbuka : Dusun 1 dan 2 dilalui jalan antar kabupaten, dusun 3 dilalui jalan untuk roda empat, 2 km dari jalan antar kabupaten Terbuka : Dilalui jalan untuk roda empat, 3 km dari jalan antar kabupaten Terbuka, Dilalui jalan untuk roda empat, 3 km dari jalan antar kabupaten Sangat Terbuka : Semua dusun dilalui jalan antar kabupaten Landasan Nilai dan Agama Islam Islam Islam Islam 81

BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PERTANIAN DI EMPAT