Perubahan Struktur Agraria: Menuju Struktur yang Semakin Tertutup

238

9.3. Perubahan Struktur Agraria: Menuju Struktur yang Semakin Tertutup

Sejalan dengan perubahan sistem pertanian dari pertanian ladang berpindah ke pertanian menetap, dalam komunitas petani terjadi perubahan pola pemilikan sumberdaya agraria : dari pemilikan kolektif ke pemilikan perorangan. Bahkan pada saat penelitian berlansgung, dalam komunitas petani sudah tidak ada lagi pemilikan kolektif atas sumberdaya agraria. Bersamaan dengan itu, akuisisi sumberdaya agraria melalui mekanisme ”jual beli” yang merupakan elemen hubungan sosial produksi kapitalis terus meningkat. Bahkan, akhir-akhir ini posisi pemilikan perorangan diperkuat dengan banyaknya anggota komunitas yang menggunakan status formal pemilikan tertulis, baik dalam bentuk akte jual beli, surat keterangan desa, bukti bayar pajak, surat keterangan camat, atau sertifikat. Dengan diterapkannya penguasaan perorangan yang disertai dengan status formal, maka sumberdaya agraria yang sudah dikuasai seorang petani tidak dapat diambil alih oleh petani lain, meskipun sumberdaya tersebut tidak diusahakan. Padahal pada masa berlakunya penguasaan kolektif, sumberdaya agraria yang tidak diusahakan seorang petani setelah batas waktu tertentu dapat diambil alih oleh petani lain. Fakta tersebut menunjukkan semakin tertutupnya akses petani tunakisma untuk memiliki sumberdaya agraria. Pada masa penguasaan perorangan ini, satu-satunya jalan yang dapat dilalui petani tunakisma untuk dapat menguasai sumberdaya agraria adalah dengan melakukan hubungan sosial produksi pemilik- an sementara “bagi hasil”. Namun demikian, mekanisme inipun semakin tertutup terutama untuk para tunakisma miskin manakala lahan garapan harus diusahakan dengan teknologi intensif. Dalam situasi ini, untuk dapat menguasai lahan garap- an petani penggarap harus menguasai modal non lahan bahan, alat, modal finan- sial. Apabila seorang calon penggarap tidak memiliki sendiri modal non lahan, maka mereka harus mempunyai hubungan sosial yang baik dengan pemilik modal non lahan agar memperoleh pinjaman umumnya melalui mekanisme yarnen. Sekalipun modal non lahan tersebut kadang-kadang juga disediakan petani pemi- lik lahan, tetapi hal tersebut berakibat pada menurunnya bagian penghasilan yang akan diperoleh petani penggarap bagi hasil. 239 Pada dasarnya pola-pola hubungan sosial produksi terus berubah mengikuti perubahan berbagai situasi kontekstual yang hadir pada aras komunitas petani, terutama : ketersediaan sumberdaya lahan, perkembangan teknologi intensif yang berimplikasi pada penyediaan modal non lahan bahan, alat dan modal finansial, serta ketersediaan tenaga kerja buruh tani. Lebih lanjut, perubahan pola-pola penguasaan sumberdaya agraria tersebut berimplikasi pada situasi semakin hilang- nya akses lapisan petani tunakisma miskin lapisan petani penggarap dan lapisan buruh tani untuk menguasai sumberdaya agraria. Mekanisme penguasaan sumberdaya agraria pola bagi tanaman pada tahap pembangunan kebun, bagi waktu panen pada saat pencetakan sawah, pola bagi hasil sumberdaya agraria sawah, sistem sewa sumberdaya agraria sawah danatau kebun terutama pada sumberdaya agraria kebun kelapa, serta sistem gadai cenderung menyebabkan struktur agraria yang semakin tertutup. Demikian halnya menguatnya mekanisme transfer sumberdaya agraria melalui transaksi jual - beli, semakin luasnya penggunaan buruh upahan mendorong perubahan struktur agraria menuju bentuk yang semakin tertutup. Dengan demikian, pada saat ini dalam komunitas lokal hampir tidak lagi tersedia jalan bagi petani tunakisma miskin untuk dapat naik kelas menjadi seorang petani pemilik yang lebih sejahtera. Gambar 9.4. dan Gambar 9.5. mendeskripsikan perubahan pola hubungan sosial penguasaan sumberdaya agraria, baik yang berlangsung pada tahap pemba- ngunan kebunsawah maupun pada tahap pengelolaan atau pemanfatan kebun sawah. Pada tahap pembangunan kebunsawah, peruabahan-perubahan hubungan penguasaan sumberdaya agraria yang terjadi secara bertahap mengurangi kesem- patan para petani tunakisma miskin untuk dapat menguasai sumberdaya agraria yang tersedia dalam komunitas. Sementara itu, pada tahap pengelolaan kebun sawah, perubahan-perubahan yang terjadi secara bertahap mengurangi bagian hasil yang diperoleh petani penggarap. 240 Gambar 9.4. Perkembangan Hubungan Sosial Produksi Sumberdaya Agraria pada Tahap Pembangunan KebunSawah, 2007 Gambar 9.5. Perkembangan Hubungan Sosial Produksi pada Tahap Pengelo- laan Sumberdaya Agraria KebunSawah, 2007 BAGI TIGA Hak Penggarap=2 BAGI TIGA Hak Penggarap = 1 PEMILIK – BURUH TANI BAGI HASIL PEMILIK – BURUH TANI UPAHAN BAGI KEBUN Bagi Tiga BAGI KEBUN Bagi Dua BAGI TANAMAN Bagi Dua PEMILIK – BURUH TANI 241 Perkembangan pola-pola hubungan sosial produksi agraria tersebut justru memberi jalan pada terbentuknya “struktur agraria yang semakin tertutup”, yaitu sebuah struktur agraria yang membatasi bahkan menutup akses para petani tak berlahan tunakisma dalam penguasaan sumberdaya agraria. Lebih lanjut keada- an tersebut berimplikasi pada meningkatnya ancaman bagi kesejahteraan atau keamanan sosial ekonomi petani terutama bagi lapisan petani miskin. Padahal sebelumnya banyak petani yang melakukan upaya perbaikan kesejahteraan keluar- ganya melewati “tangga” berikut : berawal dari status “buruh tani” tunakisma mutlak, kemudian meningkat menjadi “penggarap bagi hasil” tunakisma tidak mutlak. Melalui tangga penggarap bagi kebun mereka beruabh status dari tunakisma menjadi pemilik sempit. Setelah itu, para petani pemilik sempit yang masih muda belum mempunyai pengeluaran yang besar secara bertahap dapat melakukan akumulasi modal sehingga mereka berpeluang menjadi “pemilik luas” Gambar 9.6.. Gambar 9.6. Tangga Petani dalam Memperbaiki Status dari Buruh Tani Menjadi Pemilik Luas, 2007 BURUH TANI PENGGARAP BAGI HASIL PENGGARAP BAGI KEBUN TANAMAN PEMILIK SEMPIT PEMILIK LUAS 242 Tangga-tangga tersebut dapat dilalui seorang petani dengan lebih cepat manakala mereka mempunyai orang tua yang memiliki sumberdaya agraria cukup luas. Dalam situasi ini, untuk melakukan proses “lepas landas” mereka tidak mela- lui status buruh tani karena memperoleh pinjaman sumberdaya agraria lahan dari orang tuanya. Dalam hal pengelolaan sumberdaya agraria pinjaman ini, hasil sawahkebun tidak harus diberikan kepada orang tua mereka. Akan tetapi setelah anak tersebut dianggap mampu maka lahan pinjaman harus dikembalikan kepada orang tuanya. Biasanya sumberdaya agraria tersebut kemudian dipinjamkan lagi kepada anak yang lain agar semua anak dapat naik tangga lepas landas dengan cepat sebagaimana yang dialami anak pertama.

9.4. Potensi Munculnya Problema Kesejahteraan Petani