Peta Lapisan Masyarakat Agraris Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

201 80.2 4.6 15.2 - 61.4 12.5 24.8 1.3 40.4 37.7 17.1 4.8 20 40 60 80 100 Kaya Sedang Miskin hutan non farm off farm on farm Gambar 8.3. Struktur Penghasilan Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan, 2007 Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden

8.2. Peta Lapisan Masyarakat Agraris Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

Masyarakat di empat desa kasus sangat memahmi adanya perbedaan lapisan masyarakat diferensiasi sosial masyarakatkomunitas bila dikaitkan dengan ting- kat kesejahteraan di antara mereka. Berdasarkan rekonstruksi yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri 117 diperoleh gambaran bahwa berdasarkan tingkat kese- jahteraan rumah tangga masyarakat desa di lokasi penelitian terbagi menjadi 3 tiga lapisan utama, yaitu : 1 Lapisan Miskin, 2 Lapisan Sedang, dan 3 Lapisan Kaya 118 . Di dalam lapisan masyarakat miskin, sebenarnya para informan di desa- desa kasus menunjukkan adanya kategori yang lebih miskin dari pada orang yang termasuk dalam kategori miskin paling miskin, yaitu mereka yang disebut masyarakat desa dengan istilah “fakir”. Dalam pemahaman masyarakat desa seseorang dimasukkan dalam kategori “fakir” bilamana orang tersebut sama sekali tidak memiliki penghasilan karena tidak bisa bekerja, mislanya orang tua jompo atau orang sakit. Namun demikian, jumlah warga komunitas petani yang tergolong “fakir” umumnya sangat sedikit. 117 Dilakukan melalui dua tahap diskusi kelompok yang diwakili para informan kunci. Diskusi kelompok tahap pertama berlangsung pada tingkat desa dan diskusi kelompok pada tahap ke dua berlangsung pada tingkat dusun 118 Koentjaraningrat dalam Billah 1984 mengemukakan bahwa masyarakat Jawa mengenal sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada pemilikan kekayaan, dan berdasarkan sistem tersebut muncul kelompok “wong sugih” dan “wong cilik” 202 Dalam melakukan rekonstruksi keberadaan seorang warga komunitas dalam suatu lapisan kesejahteraan, masyarakat desa di empat lokasi penelitian menggu- nakan indikator-indikator berikut : a rata-rata penghasilanhari, b penghasilan dari hasil sumberdaya agraria, c kondisi rumah, d kemampuan dalam pemenuh- an kebutuhan sehari-hari, e pemilikan alat transportasi, f dan tingkat pendidikan anak. Berdasarkan indikator – indikator tersebut, maka masing-masing pelapisan dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Lapisan Miskin. Lapisan ini merupakan warga desa yang mempunyai ciri utama berikut : a rata-rata penghasilanhari sekitar Rp. 15.000,-, b sumber penghasilan utama berasal dari hasil sumberdaya agraria produktif milik sendiri kebun danatau sawah tetapi luasnya sangat terbatas kurang dari 1 ha, hasil dari sistem bagi hasil kebunsawah milik petani lain, danatau hasil bekerja sebagai buruh tani, c kondisi rumah gubuk berdinding kayu, d untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sangat sering berutang, e tidak memiliki alat transportasi sendiri, f pendidikan anak maksimal SD. 2. Lapisan Sederhana SedangCukup. Lapisan ini merupakan warga desa yang mempunyai ciri utama berikut : a rata-rata penghasilanhari sekitar Rp. 30.000,-, b sumber penghasilan utama dari sumberdaya agraria produktif milik sendiri dengan luas 1 – 2 ha, perdagangan warung, danatau pegawai umumnya PNS, c kondisi rumah semi permanen sebagian berdinding tembok, d untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kadang- kadang berutang, e memiliki alat transportasi motor, e pendidikan anak minimal SMP 3. Lapisan Mampu Kaya. Lapisan ini merupakan warga desa yang mem- punyai ciri utama berikut : a rata-rata penghasilanhari minimal Rp. 50.000,-, b sumber penghasilan utama dari sumberdaya agraria produktif milik sendiri dengan luas sekitar 5 ha, pedagangan besar, danatau pegawai, c kondisi rumah permanen berdinding dan berlantai tembok seluruhnya, d untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak perlu berutang, e mempu- nyai alat transportasi mobil, f sekolah anak sudah sampai perguruan tinggi minimal Sekolah Menengah Atas, g sudah menunaikan ibadah haji. 203 Bila dibandingkan dengan ukuran kesejahteraan yang dirumuskan Sajogyo, nampak bahwa tingkat kesejahteraan hasil rekonstruksi masyarakat desa yang diwakili para informan desa relatif bersesuaian. Data pada Tabel 8.3. dan Gambar 8.4. menunjukkan bahwa para petani yang barada pada lapisan kesejah- teraan “miskin” hasil rekonstruksi masyarakat sebagian besar berada pada lapisan “nyaris miskin” menurut ukuran kesejahteraan yang dirumuskan Sajogyo. Kemudian, para petani yang barada pada lapisan kesejahteraan “miskin” hasil rekonstruksi masyarakat sebagian besar berada pada lapisan cukup menurut ukuran kesejahteraan yang dirumuskan Sajogyo. Sementara itu, para petani yang barada pada lapisan kesejahteraan “kaya” hasil rekonstruksi masyarakat ternyata seluruhnya berada pada lapisan cukup menurut ukuran kesejahteraan yang dirumuskan Sajogyo. Tabel 8.3. Kaitan antara Lapisan Kesejahteraan Hasil Rekonstruksi Masyarakat dan Ukuran Sajogyo, 2007 Tingkat Kesejahteraan Cukup 480 kg beras Nyaris Miskin 320 -479 kg beras Miskin 240 -319 kg beras Miskin Sekali 180 – 239 kg beras Paling Miskin 180 kg beras Total • Miskin 2 28 7 6 1 44 • Sedang 47 16 2 0 0 65 • Kaya 10 0 0 0 0 10 Total 59 44 9 6 1 119 Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden 204 5 10 15 20 25 30 35 40 Pe mi lik Pe mi lik+ Pe ng ga rap Pe mi lik+ Pe ng ga rap +B T Pe mi lik+ BT Pe ng ga rap BT Cukup Nyaris Miskin Miskin Miskin Sekali Paling Miskin Gambar 8.4. Kaitan antara Tingkat Kesejahteraan Hasil Rekonstruksi Masyarakat dan Ukuran Sajogyo, 2007. Sumber Data : Rumahtangga Petani Responden Selain dapat merekonstruksi tingkat kesejahteraan anggota komunitas, masyarakat juga dapat menggambarkan kebutuhan minimal untuk dapat bertahan hidup atau agar tidak kelaparan. Berdasarkan hasil rekonstruksi masyarakat di lokasi penelitian, kebutuhan minimal tersebut adalah Rp. 16.000,-keluargahari dengan asumsi jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang atau Rp. 4.000,- oranghari. Uang tersebut mereka perlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok berikut : beras 1,5 kg = Rp. 8.500,- + ikan = Rp. 5.000,- + minyak dan bumbu = Rp. 3.500,-. Jumlah tersebut hanya sedikit lebih rendah dari garis kemiskinan yang ditetapkan Biro Pusat Statistik BPS 119 . 119 Menurut data Biro Pusat Statistik 2005, Garis Kemiskinan di Kabupaten Pidie Propinsi NAD adalah Rp. 1.581.744,- kapitatahun, sedangkan Garis Kemiskinan di Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah relatif lebih rendah, yaitu hanya Rp. 1.363.380,-. 205

8.3. Penerimaan dan Pengeluaran Rumahtangga Berbagai Lapisan Petani