Paradigma dan Strategi Penelitian

57 non farm serta pengeluaran rumahtangga petani pangan dan non pangan. Selain itu, dalam penerimaan petani juga dicermati sejauhmana sumberdaya agraria ma- sih menjadi sumber nafkah utama petani, baik on farm dalam bentuk hasil usaha- tani padi sawah, perkebunan, dan ternak maupun off farm dalam bentuk hasil agroindustri, perdagangan hasil pertanian, dan upah buruh tani. Mengacu White 43 dalam Sajogyo 2002, White dalam Li 2002, serta Wiradi 2004, untuk menganalisa realitas lingkungan sosial spesifik yang secara konstektual terkait dengan transformasi struktur agraria dalam komunitas petani, beragam aspek yang dicermati adalah : 1 kesejarahan historically : tekanan transisional dalam penguasaan lahan, 2 ekonomi economically : strategi mata pencaharian penduduk dan tujuan yang ingin mereka capai, peranan pasar hasil dan pasar input, 3 politik politically : kebijakan pemerintah, serta 4 budaya culturally : pendirian tentang bagaimana dan mengapa para aktor melakukan hubungan sosial.

3.2. Paradigma dan Strategi Penelitian

Mengikuti jalan pikiran Ritzer 1996 paradigma penelitian diartikan seba- gai pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan subject matter disiplin tertentu. Sementara itu, menurut Guba sebagaimana dikutip Denzin dan Lincoln 2000 paradigma penelitian adalah suatu set kepercayaan yang membimbing tindakan, berkaitan dengan prinsip utama, dan merupakan konstruksi umat manusia. Lebih lanjut Denzin dan Lincoln 2000 menjelaskan bahwa paradigma penelitian dibangun oleh : 1 ontology, 2 epistemology, dan 3 methodology . Melalui ontology dapat diajukan pertanyaan mendasar tentang bentuk dan sifat realitas serta tentang hal apa yang dapat diketahui mengenai realitas tersebut. Kemudian melalui epistemology dapat diajukan pertanyaan apa 43 White sebagaimana dikutip Sajogyo 2002, mengingatkan bahwa dalam melakukan penelitian “transformasi agraria” perlu juga mencermati konteks dimana diferensiasi itu terjadi, yaitu : konteks politik, budaya, aras daerah dan nasional. Kemudian White dalam Li 2002 mengemukakan bahwa pengamatan meluasnya diferensiasi agraria dapat diukur dengan indikator berikut : pemilikan lahan land ownership serta penguasaan atas modal, tenaga kerja, dan sumberdaya lain. Akan tetapi, analisa terhadap proses munculnya gejala tersebut memerlukan perhatian yang mendalam dan komprehensif, sehingga analisanya mencakup : hubungan sosial social relations, makna meaning, praktek practies serta stimulus dari luar seperti meningkatnya permintaan pasar atau tidak meratanya persyaratan modal dari elit melalui hubungan ”patronege” atau jaringan lokal yang sangat khusus 58 yang harus dilakukan untuk mengetahui realitas dan bagimana hubungan sosial antara peneliti dengan yang diteliti sebaiknya dibangun. Sementara itu, melalui methodology dapat dipilih peralatan dan cara terbaik untuk memperoleh pengeta- huan tentang realitas. Bertolak dari pemahaman tentang paradigma penelitian tersebut, maka penelitian ini akan dilaksanakan dengan mengacu terutama pada paradigma “post- positivisme” yang memandang realitas secara kritis dan memandang realitas sebagai sesuatu yang memiliki kemungkinan untuk dapat diamati meskipun tidak sempurna. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan kombinasi analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Dalam hal ini, analisa kualitatif digunakan untuk mempelajari bagaimana dan mengapa perubahan suatu realitas sosial dapat terjadi sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk mempelajari sejauhmana suatu realitas sosial terjadi. Melalui analisa kualitatif, realitas sosial yang dijadikan lapangan studi dipahami sebagai realitas historis. Dalam hal ini realitas sosial dibentuk oleh nilai -nilai sosial, politik, budaya, ekonomi yang terkristalisasi dalam waktu lama. Selain itu, realitas sosial yang dijadikan lapangan studi mencakup “dimensi luar” manusia atau dimensi struktural seperti bentuk hubungan sosial produksi dan struktur sosial serta dimensi kesadaran atau “dimensi dalam” manusia seperti kesadaran aktor dalam melakukan hubungan sosial produksi. Melalui penero- pongan dari luar akan dilakukan upaya membandingkan, mencari kaitan, mencari sebab, menelusuri sejarah, dan hal-hal lahiriah lainnya, dan menganalisisnya dengan analisis empiris. Sementara itu, melalui pemahaman dari dalam dapat dilakukan penemuan kompleks perasaan, keinginan, atau pikiran yang merupakan realitas “batin” yang diteliti. Untuk memperoleh gambaran perubahan suatu realitas sosial dan bagaimana perubahan tersebut terjadi pada empat komunitas yang memiliki latarbelakang berbeda, maka penelitian ini menerapkan strategi “studi kasus historis” dan “studi kasus majemuk”. Sejalan dengan pendapat Newman 1997 dan Yin 2002, studi kasus menjadi pilihan strategi agar dapat memahami realitas sosial yang kompleks melalui pengumpulan data dan informasi yang lebih rinci, lebih bervariasi, lebih luas, dan lebih mendalam. Sebagai studi kasus majemuk, penelitian ini merupakan 59 gabungan dua studi kasus pada empat komunitas petani kakao yang dilaksanakan secara bersamaan dengan persoalan; tujuan; dan metoda penelitian yang sama, sehingga dapat dilakukan analisis perbandingan antar kasus-kasus tersebut. Data dan informasi yang diperoleh melalui studi kasus majemuk ini diharapkan dapat digunakan untuk merumuskan tipologi atas beragamnya realitas sosial yang berkembang di lapangan. Metoda kasus historis 44 dipilih sebagai salah satu strategi penelitian ini karena : 1 pokok kajian dalam penelitian ini bukan suatu kejadian sosial pada suatu waktu tertentu melainkan merupakan gejala sosial atau proses sosial dalam rentang waktu tertentu, dan 2 proses sosial yang dikaji dibatasi dalam cakupan kontemporer yang sebagian pelakunya masih hidup. Selain itu, gambaran sejarah merupakan suatu titik pembanding dalam dimensi waktu Tjondronegoro, 1999. Sumbangan pendekatan sejarah juga akan memberikan arti dalam menunjukkan kecenderungan gejala perubahan sosial karena mencakup jangka waktu yang relatif lebih lama. Sementara itu, menurut Abdullah 1996, melalui pendekatan sejarah dapat digambarkan struktur dan proses dari interaksi para petani, termasuk kesesuaian danatau ketidaksesuaian antara peranan yang didefinisikan dengan yang direalisasikan. Oleh sebab itu, rekonstruksi peristiwa sejarah harus memper- hitungkan dan mempertimbangkan dengan baik ikatan struktural, yaitu jaringan peranan sosial yang saling bergantungan terhadap aktor sejarah. Rekonstruksi peristiwa juga harus berlangsung secara kritis ilmiah, sehingga untaian peristiwa kini dan sebelumnya terangkai dalam mata rantai sebab akibat. Sejalan dengan pemikiran Sitorus 1999, metoda kasus historis dalam penelitian ini akan memadukan dua aras, yaitu aras individu dan aras masyarakat lokal komunitas. Secara teknis, metoda kasus historis akan dilakukan melalui : 1 studi riwayat hidup individu petani dan keluarganya, dan 2 studi sejarah komunitas. Menurut Denzin dalam Sitorus 2002, dengan studi riwayat hidup individu pemahaman dan pengalaman individu digunakan untuk memahami hubungan sosial produksi. Riwayat hidup individu tersebut mencakup 3 aspek, 44 John Hicks sebagaimana dikutip oleh Wiradi 2000:26, mengemukakan betapa pentingnya pendekatan sejarah bagi ilmu-ilmu sosial-ekonomi : “…..Bagi pakar-pakar ilmu alam, sejarah itu tidak ada artinya, Gagasan lama dan kontroversi kuno sudah mati dan terkubur, namun tidaklah demikian bagi ilmu-ilmu ekonomi dan ilmu ilmu sosial lainnya. Kita tidak dapat menghindarkan diri dari masa-masa lalu kita” 60 yaitu : 1 cerita individu tersebut tentang kehidupannya, 2 situasi sosial dan kultural yang menjadi ajang hubungan sosialnya, 3 rentetan pengalaman dan situasi masa lalu dalam kehidupannya. Studi riwayat hidup individu yang akan dilaksanakan merupakan tipe riwayat hidup topikal yang hanya meliput suatu aspek kehidupan 45 , yaitu tentang perubahan pemilikan dan penguasaan sumber- daya agraria serta upaya pemeliharaan kesejahteraan para petani yang dilakukan keluarga petani atau komunitas petani dimana para petani tinggal menetap.

3.3. Lokasi Penelitian