Gen Pto Keragaman Genetik Tanaman Kacang Bogor (Vigna Subterranea L Verdc ) In Vitro Dan In Vivo Berdasarkan Marka Ssr Dan Snap

22

3.1 Pendahuluan

Kacang bogor Vigna subterranea L. Verdc. merupakan tanaman asli daerah Sub-Sahara Afrika yang dikembangkan secara luas oleh petani dengan skala kecil. Tanaman ini memiliki kelebihan dari segi kandungan nutrisi dari tanaman legume lainnya dan lebih disukai untuk dijadikan komsumsi oleh masyarakat lokal Linnemann 1990; Brough dan Azam-Ali 1992. Tanaman ini kaya akan sumber protein 16-25 terutama lysine dan methionine Collinson et al. 2000. Dewasa ini, tanaman kacang bogor telah berkembang di daerah Asia seperti Indonesia, Malaysia, Philipina dan Thailand. Kacang bogor sangat potensial untuk dikembangkan, namun upaya pemuliaan atau program peningkatan belum terkoordinasi dengan baik untuk tanaman ini. Keterbatasan dalam pengembangan kacang bogor meliputi: kekurangan sumber genetik, keterbatasan pengetahuan taksonomi, biologi reproduksi, sifat kualitas genetik dan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit Anchirina et al. 2001; Lacroix et al. 2003. Peningkatan kacang bogor dapat dilakukan dengan cara rekombinasi genetik dan seleksi, tetapi penelitian pada bidang tersebut sekarang ini masih sedikit. Salah satu cara lain untuk peningkatan keragaman genetik pada tanaman ini adalah melalui transformasi genetik yang dapat dicapai dengan tersedianya protokol yang dapat diandalkan untuk sistem regenerasi secara in vitro Yadav dan Padmaja 2003. Laporan penelitian tentang sistem regenerasi yang efisien pada tingkat seluler dan manipulasi genetik pada tanaman kacang bogor masih sedikit, sehingga protokol kultur jaringan harus dikembangkan sebelum melakukan transformasi genetik. Penelitian di bidang kultur jaringan tanaman kacang bogor sampai saat ini masih sedikit diantaranya: Somera et al. 2003 dan Popelka et al. 2006 telah melakukan regenerasi biji kacang bogor secara in vitro, Lacroix et al. 2003 menggunakan embrio axis dalam regenerasi tunas adventif, Kone et al. 2007 melaporkan regenerasi tanaman dari eksplan kotiledon dan epikotil, Mongomake et al. 2009 melaporkan sistem regenerasi in vitro melalui organogenesis langsung pada kacang bogor menggunakan potongan hipokotil dan epikotil, dan Owonubi et al. 2011 melaporkan organogenesis kacang bogor secara in vitro menggunakan bagian mata tunas. Mikropropagasi kacang bogor secara in vitro merupakan salah satu cara untuk menghasilkan bibit secara masal, seragam, dan dengan waktu produksi yang relatif singkat, terutama jika melalui sistem regenerasi organogenesis langsung. Organogenesis langsung adalah proses pembentukan tunas adventif langsung dari eksplan. Menurut George dan Debergh 2008 keberhasilan mikropropagasi ditentukan oleh empat faktor, yaitu kestabilan metode in vitro, multiplikasi tunas, pengakaran, dan aklimatisasi. Induksi dan multiplikasi tunas umumnya menggunakan ZPT jenis sitokinin Northmore et al. 2012. Salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan adalah BA 6-benzyladenine untuk menginduksi pembentukan tunas selama kultur in vitro Sugiyama 1999. Penggunaan BA sangat efektif untuk induksi dan multiplikasi tunas kacang bogor Lacroix et al. 2003; Mongomake et al. 2009; Owonubi et al. 2011. Induksi perakaran merupakan tahapan selanjutnya setelah multiplikasi tunas. Sistem perakaran yang baik merupakan salah satu persyaratan penting bagi planlet 23 yang siap untuk diaklimatisasi. Planlet yang telah memiliki sistem perakaran yang baik akan lebih cepat tumbuh pada saat diaklimatisasi Hazarika 2003. Kelemahan pengakaran secara in vitro adalah akar yang dihasilkan biasanya lemah serta tidak terbentuk akar sekunder dan rambut akar Hazarika 2006. Faktor utama yang sangat berperan dalam induksi akar secara in vitro adalah ZPT. Induksi akar umumnya menggunakan auksin, baik secara tunggal maupun gabungan. Kombinasi jenis dan konsentrasi auksin yang tepat dapat meningkatkan persentase induksi akar secara in vitro Neto et al. 2009. Penerapan teknik rekayasa genetika melalui transformasi genetika dengan memanfaatkan metode bioteknologi modern untuk peningkatan kualitas biji kacang bogor sangat memungkinkan tetapi membutuhkan tersedianya sistem regenerasi yang efisien. Penentuan protokol sistem regenerasi yang efisien adalah prasyarat untuk mencapai keberhasilan dalam menggunakan teknik transformasi genetike. Untuk transformasi yang sukses dari teknik kultur jaringan dalam pemuliaan tanaman, perkembangan kalus dan potensi regenerasi tanaman sangat menentukan Khaleda and Al-Forkan 2006. Tersedianya metode kultur jaringan terutama embriogenesis somatik merupakan salah satu syarat untuk melakukan seleksi secara in vitro. Embriogenesis somatik merupakan suatu proses sel somatik baik haploid maupun diploid berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahap perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet. Keuntungan embriogenesis dibandingkan metode lain adalah bahwa pada proses embriogenesis dilaporkan dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lama melalui pembentukan kalus embriogenik yang berulang-ulang sehingga tidak tergantung sumber eksplan Raemakers et al. 1995. Proses induksi kalus dapat dilakukan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari embrio zigotik, kotiledon muda dan bagian tanaman seperti kotiledon, daun serta petiol Lazzeri 1985. Eksplan embrio zigotik, induksi dilakukan dengan menggunakan ZPT auksin, sedangkan untuk eksplan yang berasal dari kotiledon muda, digunakan auksin sebagai sumber ZPT dan pada eksplan yang berasal dari bagian tanaman seperti kotiledon, daun serta petiol digunakan sumber ZPT kombinasi antara auksin dan sitokinin Wiebke-Strohm et al. 2012. Induksi kalus embriogenik dan organogenik pertama kali dilaporkan oleh Kone et al. 2009 dengan menggunakan eksplan daun, petiol dan akar. Penggunaan kombinasi BAP 3 sampai 5 mg L -1 dengan NAA 0.5 mg L -1 adalah media terbaik dalam induksi kalus 75 untuk eksplan petiol. Peningkatan konsentrasi NAA sampai 1 mg L -1 dapat menghasilkan embriogenesis somatik sebesar 50 sampai 68. Konate et al. 2013 melaporkan bahwa, penggunaan 2,4-D atau Picloram 0.5 mg L -1 adalah media terbaik dalam induksi kalus 98 untuk eksplan kotiledon yang berasal dari biji matang, namun penggunaan kombinasi 2,4-D dengan 4 jenis sitokinin BAP, Kinetin, TDZ dan Zeatin menunjukkan penurunan kecepatan pembentukan kalus dan proliferasi sel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa embrio somatik dapat diperoleh secara langsung atau tidak langsung melalui kalus Ranch et al. 1985; Barwale et al. 1986. Keberhasilan dalam somatik embriogenesis sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu genotipe, jenis dan umur eksplan serta konsentrasi ZPT Jimenez 2005. 24 Beberapa penelitian kultur in vitro secara organogenesis langsung pada kacang bogor telah dilakukan sejak tahun 2003 sedangkan penelitian terkait induksi kalus dan embriogenesis somatik kacang bogor baru dilakukan pada tahun 2013. Berbagai permasalahan masih ditemukan dalam kultur in vitro kacang bogor. Pada sistem regenerasi tanaman secara organogenesis terdapat permasalahan antara lain: 1 multiplikasi tunas yang masih beragam, 2 pemanjangan tunas yang relatif lambat, 3 induksi perakaran yang belum optimal. Pada sistem regenerasi tanaman secara embriogenesis somatik antara lain: 1 media induksi kalus yang belum optimal, 2 tingkat proliferasi kalus yang rendah dan beragam, 3 sulitnya meregenerasikan kalus menjadi tunas adventif, dan 4 sulitnya meregenerasikan kalus-kalus embrio menjadi embrio somatik dewasa fase kotiledonari. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan protokol yang optimal untuk sistem regenarasi baik secara organogenesi maupun secara embriogenesisis, dengan mempelajari pengaruh jenis eksplan dan jenis ZPT dalam menginduksi dan proliferasi tunas, pengakaran secara in vitro, induksi kalus embriogenik dan pendewasaan embrio somatik.

3.2 Bahan dan Metode

3.2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013 sampai Maret 2014 di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

3.2.2 Bahan dan Alat

Bahan tanaman eksplan yang digunakan adalah embrio axis dan leaflet Gambar 3.1 dari biji matang mature seed dengan kulit biji berwarna coklat yang diperoleh dari petani di daerah sentra penanaman Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia. Media dasar yang digunakan adalah media MS Murashige and Skoog 1962 dengan modifikasi penambahan vitamin B5 Gamborg et al. 1968 dan sukrosa 30 g L -1 . pH media diatur dengan penambahan NaOH atau HCl hingga Gambar 3.1 Bagian biji kacang bogor yang dijadikan eksplan. A Biji utuh warna coklat; B Kepingan biji, embrio e dan kotiledon k; C Embrio utuh yang dipisahkan dari kotiledon, axis a dan leaflet l; D potongan leaflet yang dipisahkan dari embrio axis. Perbesaran 10x10. A B C D k e a l 25 berkisar antara 5.6 sampai 5.8. Kemudian ditambahkan agar sebanyak 7 g L -1 dan dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk dengan batang pengaduk. Larutan media dituangkan ke dalam botol kultur sebanyak ±25 ml per botol dan ditutup dengan plastik. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1 21˚C pada tekanan 1 atm selama 15 menit. Bahan lain yang digunakan adalah alkohol 96, alkohol 70, tween 20, bayclean, aquades, dan spiritus. Alat-alat yang digunakan adalah Laminar Air Flow Cabinet LAFC, autoclave, timbangan analitik, kompor gas, magnetic stirer, lampu bunsen, pH meter, alat gelas standar gelas piala, gelas ukur, petridis, pipet, botol kultur dan batang pengaduk, alat diseksi pinset, gunting, skalpel dan mata pisau, saringan, sprayer, rak kultur, mikroskop, kamera digital dan alat tulis-menulis.

3.2.3 Rancangan Percobaan

3.2.3.1 Perbanyakan Tanaman Secara Organogenesis

a. Induksi Tunas Kacang Bogor

Percobaan ini bertujuan mendapatkan media terbaik untuk induksi tunas kacang bogor. Percobaan disusun secara faktorial dengan rancangan acak lengkap RAL. Faktor pertama adalah komposisi media yang terdiri atas 5 taraf perlakuan yaitu BAP dengan konsentrasi 0, 0.5, 1, 1.5 dan 2 mg L -1 . Faktor kedua adalah jenis eksplan yang digunakan axis dan leaflet. Setiap perlakuan diulang 5 kali sehingga terdapat 50 satuan percobaan dimana dalam setiap ulangan terdapat 4 eksplan sebagai satuan amatan. Kultur diinkubasi pada suhu 25 ± 1 C dengan pencahayaan selama 16 jam dengan intensitas cahaya sekitar 1350 lux. Pengamatan dilakukan selama 8 minggu. Peubah yang diamati adalah saat munculnya tunas, persentase eksplan bertunas, jumlah tunas, jumlah daun total, dan tinggi tanaman.

b. Proliferasi Tunas dan Pengakaran secara In vitro

Proliferasi tunas menggunakan eksplan tunas dari percobaan sebelumnya. Tunas 3-4 cm yang telah terbentuk dipindahkan ke media proliferasi. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap RAL faktor tunggal yaitu komposisi media yang terdiri atas 5 taraf perlakuan yaitu BAP dengan konsentrasi 0.0; 0.5; 1.0; 1.5; dan 2.0 mg L -1 . Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 15 satuan percobaan dimana dalam setiap ulangan terdapat 4 eksplan sebagai satuan amatan. Tunas yang telah berproliferasi selama 8 minggu, dipindahkan ke media perakaran yang terdiri atas 5 taraf perlakuan yaitu MS0 tanpa ZTP; MS0 + 0.1 mg L -1 NAA; 2.0 mg L -1 BAP + 0.0 mg L -1 NAA; 2.0 mg L -1 BAP + 0.1 mg L -1 NAA dan 2.0 mg L -1 BAP + 0.5 mg L -1 NAA. Kultur diinkubasi pada suhu ruang 25 ± 1 C dengan pencahayaan selama 16 jam dengan intensitas cahaya sekitar 1350 lux. Pengamatan dilakukan selama 8 minggu. Peubah yang diamati adalah jumlah tunas total dan persentase tunas yang berakar.

3.2.3.2 Perbanyakan Tanaman Secara Embriogenesis

a. Induksi dan Proliferasi Kalus

Tujuan percobaan ini adalah mendapatkan media dan eksplan yang optimal untuk menginduksi terbentuknya kalus embriogenik serta proliferasi kalus. Percobaan induksi kalus disusun secara faktorial dengan Rancangan Acak 26 Lengkap RAL. Faktor pertama adalah jenis eksplan yang terdiri atas 3 taraf yaitu axis, daun dan petiol in vitro. Faktor kedua adalah komposisi media yang terdiri atas 12 taraf yaitu: MS0 tanpa ZPT, 2,4-D dengan konsentrasi 1, 3, dan 5 mg L - 1 , picloram dengan konsentrasi 1, 2, 3, dan 4 mg L -1 , kombinasi 2,4-D 1 mg L -1 dengan picloram 1 mg L -1 , kombinasi 2,4-D 1 mg L -1 dengan BAP 0.001 mg L -1 , kombinasi picloram 1 mg L -1 dengan BAP 0.001 mg L -1 dan kombinasi 2,4-D 1 mg L -1 dengan BAP 2 mg L -1 . Masing-masing media dilengkapi dengan penambahan asam amino glutamin 200 mg L -1 . Setiap perlakuan diulang 4 kali botol, sehingga terdapat 144 satuan percobaan. Pada setiap ulangan terdapat 4 potongan eksplan sebagai satuan amatan. Kultur diinkubasi pada ruang gelap selama 12 minggu dengan suhu 25 ± 1 C. Pengamatan dilakukan selama 8 minggu dengan peubah yang diamati untuk induksi kalus meliputi a saat munculnya kalus, b persentase eksplan berkalus, c warna kalus skor 0: warna kalus tidak diamati karena kalus yang terbentuk sedikit, skor 1: putih, skor 2: hijau muda, skor 3: putih kekuningan, skor 4: kuning kecoklatan, skor 5: coklat, dan d tesktur kalus kompak atau remah. Proliferasi kalus dilakukan dengan cara subkultur kalus ke dua media terbaik percobaan induksi kalus. Subkultur dilakukan pada media yang sama setiap 4 minggu sekali. Peubah yang diamati yaitu diameter kalus yang terbentuk setiap 2 minggu serta menghitung jumlah embrio somatik yang terbentuk selama 8 minggu setelah subkultur.

b. Pembentukan Embrio Somatik

Percobaan bertujuan mendapatkan media terbaik untuk pembentukkan embrio somatik dari fase globular hingga fase kotiledon. Kalus embriogenik hasil proliferasi disubkultur ke 5 taraf media perlakuan yaitu MS0 tanpa ZPT, 2,4-D dengan konsentrasi 0.5 mg L -1 dan 0.1 mg L -1 ; picloram dengan konsentrasi 0.5 mg L -1 dan 0.1 mg L -1 . Kultur diinkubasi pada ruang gelap dengan suhu 25 ± 1 C hingga memebentuk embrio fase kotiledon dan subkultur dilakukan setiap 2 minggu. Pengamatan yang dilakukan meliputi tahap perkembangan embrio somatik yang meliputi hati, torpedo dan kotiledon pengamatan dilakukan secara mikroskopis; persentase tiap fase embrio yang terbentuk.

3.2.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis me nggunakan uji F pada taraf nyata α 5. Jika hasil uji F menunjukkan berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test DMRT. Semua analisis data dilakukan dengan menggunakan Statistical Analysis System SAS versi 9.0 SAS Institute Inc., USA.

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.1 Perbanyakan Tanaman Secara Organogenesis

a. Induksi Tunas Kacang Bogor

Hasil pengamatan terhadap perlakuan induksi tunas kacang bogor menunjukkan bahwa tunas mulai terbentuk dua minggu setelah tanam. Hasil ini berbeda dengan penelitian Lacroix et al. 2003, bahwa tunas mulai terbentuk satu minggu setelah tanam, namun sejalan dengan penelitian Mongomake et al. 2009. 27 Hasil analisis ragam pada peubah persentase eksplan bertunas, jumlah mata tunas per eksplan, jumlah daun per tunas dan tinggi tanaman menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara media perlakuan dengan jenis eksplan Tabel 3.1. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan dengan konsentasi BAP yang berbeda menghasilkan respon yang berbeda pada pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Perlakuan media yang mengandung 1.0 –2.0 mg L -1 BAP menghasilkan respon yang berbeda nyata untuk eksplan axis dan leaflet pada semua peubah yang diamati. Berdasarkan Tabel 3.1, penurunan konsentrasi BAP menjadi 0.5 mg L -1 tidak menunjukkan interaksi antara media perlakuan dengan jenis eksplan pada peubah yang diamati kecuali pada peubah tinggi tanaman. Interaksi juga terjadi pada media MS0 tanpa penambahan BAP untuk peubah jumlah mata tunas dan jumlah daun, sedangkan pada peubah persentase eksplan bertunas dan tinggi tanaman tidak terjadi interaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan eksplan axis memberikan respon lebih baik daripada eksplan leaflet dalam menginduksi dan prolifesi tunas kacang bogor menggunakan ZPT BAP secara tunggal. Pada ekspalan axis, semakin tinggi penambahan konsentrasi BAP pada media kultur maka nilai peubah yang diamati akan semakin tinggi, sedangkan pada eksplan leaflet pertambahan nilai pada peubah yang diamati tidak signifikan Gambar 3.2. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan hormon endogen yang ada pada eksplan sehingga respon yang dihasilkan berbeda. Eksplan axis memiliki kandungan hormon endogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan eksplan leaflet, meskipun pada kedua eksplan tersebut sama-sama terdapat jaringan meristem atau jaringan yang sedang aktif melakukan proses pembelahan sel. Rendahnya tingkat keberhasilan induksi dan proliferasi tunas kacang bogor menggunakan eksplan leaflet diduga disebabkan oleh penggunaan konsentrasi ZPT yang belum tepat sehingga belum mampu untuk menginduksi dan proliferasi tunas. Adapun tunas yang terbentuk pada eksplan leaflet tidak seragam dan dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu sekitar 1 sampai 2 eksplan yang menghasilkan Tabel 3.1 Respon pertumbuhan kacang bogor secara in vitro BAP mg L -1 Persentase Eksplan Bertunas Jumlah Daun helai Tinggi Tanaman cm Axis Leaflet Axis Leaflet Axis Leaflet 0.0 15.0 cd A 0.0 d A 5.64 cd A 0.0 e B 1.50 d A 0.0 d A 0.5 25.0 cd A

30.0 c A

5.52 cd A

2.28 de A

3.28 b A 0.42 cd B 1.0 65.0 b A 0.0 d B 6.84 c A 0.0 e B 3.30 b A 0.0 d B 1.5 85.0 ab A 0.0 d B 9.96 b A 0.0 e B 4.62 ab A 0.0 d B 2.0 100.0 a A 15.0 cd B

17.4 a A

1.80 e B

5.80 a A

1.66 c B

KK 52.24 54.72 55.90 Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05 dan Angka-angka pada baris yan sama untuk masing- masing peubah yang diikuti oleh huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. 28 tunas. Tunas yang terbentuk diduga adalah tunas yang berasal dari titik tumbuh yang terbawa atau tidak terpisahkan dari eksplan leaflet saat penanaman. Proses perkembangan tunas terjadi secara langsung dan tidak melalui pembentukan kalus. Berbeda dengan eksplan lainnya, pada ulangan yang sama eksplan tidak menghasilkan tunas namun membentuk kalus sampai minggu ke-8 setelah kultur yang berwarna hitam dan mati Gambar 3.3F. Chengalrayan et al. 2001 melaporkan bahwa, eksplan leaflet kacang tanah kultivar JL-24 dapat diinduksi dengan menggunakan media kombinasi 5 mg L -1 BAP dan 4 mg L -1 NAA, sedangkan untuk perkembangan tunas digunakan media kombinasi 0.5 mg L -1 BAP dan 0.5 mg L -1 Kinetin. Selanjutnya Tiwari dan Tuli 2009 melaporkan bahwa, penggunaan media kombinasi 3 mg L -1 BAP dangan 1 mg L -1 NAA adalah media yang optimal untuk menginduksi dan proliferasi tunas eksplan leaflet kacang tanah kultivar JL-24. Morfologi tunas yang dihasilkan terlihat berbeda terutama pada warna daun dan petiol dari tunas yang terbentuk. Tunas yang dihasilkan pada media 2.0 mg L - 1 BAP lebih berwarna hijau daripada tunas yang dihasilkan pada media lain. Secara visual tunas terlihat lebih kuat, sedangkan pada media lain warna daun dan petiol terlihat agak muda sehingga secara visual terlihat agak lemah Gambar 3.3.

b. Proliferasi dan Pengakaran Mata Tunas secara in vitro

Hasil analisis ragam menunjukkan tingkat proliferasi mata tunas dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan. Media terbaik untuk proliferasi mata tunas sama dengan media induksi tunas yaitu media yang mengandung 2.0 mg L -1 BAP Gambar 3.4. Tingkat proliferasi mata tunas yang dihasilkan cukup tinggi dengan jumlah mata tunas yang terbentuk rata-rata 5.80 mata tunas. Hasil penelitian Lacroix et al. 2003 menghasilkan jumlah tunas tertinggi sebanyak 7 tunas, sedangkan hasil penelitian Mongomake et al. 2009 menghasilkan jumlah tunas tertinggi sebanyak 5.05 tunas. Penggunaan media MS tanpa pengurangan konsentrasi media menyebabkan tingkat proliferasi yang cepat namun pemanjangan tunas sangat lambat. Hal ini diduga disebabkan oleh komposisi media MS yang kaya akan unsur nitrogen dan kalium. Gambar 3.2 Pola interaksi yang terjadi antara media perlakuan 0.0-2.0 mg L -1 BAP dengan jenis eksplan axis dan leaflet pada peubah jumlah mata tunas kacang bogor