28
tunas. Tunas yang terbentuk diduga adalah tunas yang berasal dari titik tumbuh yang terbawa atau tidak terpisahkan dari eksplan leaflet saat penanaman. Proses
perkembangan tunas terjadi secara langsung dan tidak melalui pembentukan kalus. Berbeda dengan eksplan lainnya, pada ulangan yang sama eksplan tidak
menghasilkan tunas namun membentuk kalus sampai minggu ke-8 setelah kultur yang berwarna hitam dan mati Gambar 3.3F.
Chengalrayan et al. 2001 melaporkan bahwa, eksplan leaflet kacang tanah kultivar JL-24 dapat diinduksi dengan menggunakan media kombinasi 5 mg L
-1
BAP dan 4 mg L
-1
NAA, sedangkan untuk perkembangan tunas digunakan media kombinasi 0.5 mg L
-1
BAP dan 0.5 mg L
-1
Kinetin. Selanjutnya Tiwari dan Tuli 2009 melaporkan bahwa, penggunaan media kombinasi 3 mg L
-1
BAP dangan 1 mg L
-1
NAA adalah media yang optimal untuk menginduksi dan proliferasi tunas eksplan leaflet kacang tanah kultivar JL-24.
Morfologi tunas yang dihasilkan terlihat berbeda terutama pada warna daun dan petiol dari tunas yang terbentuk. Tunas yang dihasilkan pada media 2.0 mg L
- 1
BAP lebih berwarna hijau daripada tunas yang dihasilkan pada media lain. Secara visual tunas terlihat lebih kuat, sedangkan pada media lain warna daun dan
petiol terlihat agak muda sehingga secara visual terlihat agak lemah Gambar 3.3.
b. Proliferasi dan Pengakaran Mata Tunas secara in vitro
Hasil analisis ragam menunjukkan tingkat proliferasi mata tunas dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan. Media terbaik untuk
proliferasi mata tunas sama dengan media induksi tunas yaitu media yang mengandung 2.0 mg L
-1
BAP Gambar 3.4. Tingkat proliferasi mata tunas yang dihasilkan cukup tinggi dengan jumlah mata tunas yang terbentuk rata-rata 5.80
mata tunas. Hasil penelitian Lacroix et al. 2003 menghasilkan jumlah tunas tertinggi
sebanyak 7 tunas, sedangkan hasil penelitian Mongomake et al. 2009 menghasilkan jumlah tunas tertinggi sebanyak 5.05 tunas. Penggunaan media MS
tanpa pengurangan konsentrasi media menyebabkan tingkat proliferasi yang cepat namun pemanjangan tunas sangat lambat. Hal ini diduga disebabkan oleh
komposisi media MS yang kaya akan unsur nitrogen dan kalium. Gambar 3.2 Pola interaksi yang terjadi antara media perlakuan 0.0-2.0 mg L
-1
BAP dengan jenis eksplan axis dan leaflet pada peubah jumlah mata tunas kacang bogor
29
Nitrogen dan kalium pada konsentrasi tertentu akan menghambat pertumbuhan dan pemanjangan tunas, seperti yang terjadi pada tanaman Vitis
thunbergii Lu 2005 dan Citrus sinensis Kobayashi et al. 2003. Menurut Lu 2005, terhambatnya pemanjangan tunas pada media MS disebabkan oleh
tingginya kandung nitrogen dan kalium sehingga menginduksi pembentukan hormon sitokinin. Sitokinin akan memacu pembelahan sel dan menghambat
pemanjangan sel, sehingga tunas yang dihasilkan akan banyak tetapi pendek.
Induksi perakaran secara in vitro sangat dipengaruhi oleh media perlakuan. Pemberian auksin eksogen NAA pada media perlakuan bertujuan merangsang
terbentuknya akar. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase tertinggi dari tunas yang berakar diamati pada media perlakuan kombinasi 2.0 mg L
-1
BAP dan 0.1 mg L
-1
NAA yaitu sebesar 83.33, sedangkan persentase tunas yang berakar terendah terdapat pada media tanpa penambahan ZPT MS0 yaitu sebesar
8.33 Tabel 3.2. Gambar 3.3 Keragaan tunas kacang bogor pada berbagai media induksi. A-E =
eksplan axis. F = eksplan leaflet. A MS0; B 0.5 mg L
-1
BAP; C 1.0 mg L
-1
BAP; D 1.5 mg L
-1
BAP; E 2.0 mg L
-1
BAP; F 2.0 mg L
-1
BAP; k = eksplan berkalus mati.
Gambar 3.4 Jumlah mata tunas total kacang bogor pada perlakuan BAP 8 MST pada media dasar MS0+VitB5
A C
B
D E
F
k
30
Penambahan ZPT NAA konsentrasi 0.5 mg L
-1
menyebabkan penurunan persentase eksplan berakar. Persentase akar yang terbentuk sebesar 33.33. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Mongomake et al. 2009. Auksin sangat diperlukan pada periode pertumbuhan awal dari akar, ini biasa disebut sebagai
inisiasi akar. Pada keadaan ini diperlukan auksin dalam konsentrasi tertentu sampai batas maksimal. Auksin yang melewati batas maksimal akan menghambat
pertumbuhan dan pembentukan akar. Selain pembentukan akar, satu eksplan mata tunas yang dikulturkan menghasilkan kalus Gambar 3.5B. Kalus yang dihasilkan
muncul dari bagian bekas potongan eksplan. Kalus yang terbentuk berwarna putih kekuningan dengan struktur kalus yang kompak. Namun, kalus tersebut tidak
mampu diregenerasikan menjadi tunas.
NAA sangat mempengaruhi bentuk akar yang dihasilkan. Pemberian ZPT NAA sebanyak 0.1 mg L
-1
menghasilkan bentuk akar yang lebih besar dan terlihat keras dengan warna kuning kecoklatan Gambar 3.5C, sedangkan pada media
induksi perakaran tanpa pemberian NAA menghasilkan akar dengan bentuk yang lebih halus dan berwarna putih kekuningan Gambar 3.5A dan 3.5B.
3.3.2 Perbanyakan Tanaman Secara Embriogenesis
a. Induksi dan Proliferasi Kalus
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa induksi kalus kacang bogor dipengaruhi oleh interaksi antara jenis ekspla n dengan media perlakuan terhadap
persentase ekplan berkalus. Kalus mulai terbentuk pada minggu ke 1-2 setelah tanam. Hal tersebut ditandai dengan pembengkakan jaringan pada bagian eksplan
yang ditanam. Persentase eksplan berkalus berkisar antara 47.93 –96.67. Media
terbaik untuk induk kalus kacang bogor adalah media yang mengandung 5 mg L
-1
Gambar 3.5 Keragaan perakaran kacang bogor pada media induksi perakaran. A MS0, B BAP 2 mg L
-1
, C BAP 2 mg L
-1
+ NAA 0.1 mg L
-1
. k = kalus; t = tunas; a = akar.
Tabel 3.2 Pengaruh BAP dan NAA terhadap persentase tunas berakar pada kultur in vitro kacang bogor 8 MST
BAP mg L
-1
NAA mg L
-1
Jumlah Sampel
0.0 0.1
0.5 0.0
8.33 b 16.67 b
- 12
2.0 25.00 b
83.33 a 33.33 b
12
Ket: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
α = 0.05
A C
B
t a
k