10
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kacang Bogor
Kacang  bogor  atau  Bambara  groundnut  termasuk  kedalam  famili Leguminosae,  subfamili  Papilionoideae.  Tanaman  ini  pertama  kali  disebutkan
dalam  literatur  abad  ke-17  Marcgrav  de  Liebstad  1648,  yang  disebut  sebagai mandubi  dAngola.  Pada  tahun  1763,  Linnaeus  mengelompokkan  kedalam
Spesies  Plantarum,  dan  menamakan  tanaman  ini  dengan  Glycine  subterranea, sesuai dengan sistem tata nama. Du Petit-Thouars 1806 menemukan tanaman ini
di  Madagaskar,  dengan  nama  daerah  voanjo,  kemudian  ditulis  sebagai voandzou,  dalam  bahasa  Perancis,  Voandzeia  subterranea  L.  Thouars.
Penelitian  botani  yang  lebih  rinci  dilakukan  oleh  Marechal  et  al.  1978 menemukan kesamaan besar antara Bambara groundnut dan spesies tanaman dari
genus  vigna.  Studi  tersebut  telah  dikonfirmasi  oleh  Verdcourt,  dan  pada  tahun 1980  nama  botani  tanaman  ini  berubah  menjadi  Vigna  subterranea  L.  Verdc
Goli 1997.
Kacang  bogor  Vigna  subterranea  L.  Verdc.  memiliki  jumlah  kromosom 2n=2x=22  Uguru  et  al.  2006.  Selama  beberapa  abad,  tanaman  ini  telah
dibudidayakan  sebagai  tanaman  asli  di  daerah  tropis  Afrika  bagian  selatan  dari gurun  Sahara.  Kacang  bogor  ini  termasuk  kedalam  kelompok  kacang-kacangan
yang sering ditanam sendiri atau sebagai tanaman sela dengan tanaman yang tahan kekeringan  seperti  milet.  Kacang  bogor  dapat  mentolerir  cekaman  biotik  dan
abiotik pada sistem pertanian dengan input yang rendah Zeven 1998.
2.2 Morfologi, Budidaya dan Manfaat Kacang Bogor
Tanaman  kacang  bogor  adalah  tanaman  in-determinate,  herba  tahunan dengan  tinggi  mencapai  30  cm,  bercabang  banyak,  batang  yang  berdaun  lateral
yang berada di  atas permukaan tanah. Tipe perkecambahan kacang  bogor adalah hipogeal Linneman dan Azam-Ali 1993. Morfologi umum dari tanaman kacang
bogor yaitu: tersusun atas batang, akar, daun dan polong Gambar 2.1. Batangnya pendek sehingga secara visual tanaman seperti tidak mempunyai batang, memiliki
banyak  cabang.  Tanaman  tampak  merumpun  yang  terdiri  atas  kumpulan  daun dengan  tangkai  yang  panjang.  Helaian  daun  berbentuk  lancip  dan  trifoleat.
Rangkaian  bunga  berwarna  kuning,  setelah  bunga  mengalami  penyerbukan, tangkai  dari  bunga  yang  telah  terserbuki  akan  memanjang  dan  masuk  ke  dalam
permukaan tanah Basu et al. 2007.
Bunga  kacang  bogor  bertipe  kupu-kupu  dan  muncul  dari  ketiak  daun, tumbuh  menyebar  di  atas  permukaan  tanah  dengan  tangkai  bunga  yang  tidak
terlalu panjang  1.5 cm dan berbulu, mahkota bunga berukuran kecil, berwarna kuning muda, kuning tua, kemerah-merahan atau beberapa jenis lainnya berwarna
merah  muda.  Sistem  penyerbukan  tanaman  kacang  bogor  adalah  menyerbuk sendiri.  Masa  reseptif  anter  dan  stigma  terjadi  pada  hari  yang  sama  Basu  et  al.
2007.  Setelah  penyerbukan  ginofor  memanjang  dan  mendorong  bakal  buah masuk ke dalam tanah. Buah berbentuk polong bulat atau pipih pada sisi lainnya.
11
Polong  masak  dalam  keadaan  segar  berwarna  putih  dan  halus,  sedangkan  jika polong kering berwarna coklat dan berkerut.
Kacang  bogor  termasuk  kepada  tanaman  hari  pendek  dan  dapat dibudidayakan di  daerah tropis sampai ketinggian 1600 meter di  atas permukaan
laut dpl. Tanaman ini menyukai keadaan iklim yang sama seperti kacang tanah, yaitu  curah  hujan  yang  tinggi  sekitar  900-1200  mm  tahun
-1
,  serta  sinar  matahari yang cerah dengan suhu harian berkisar antara 20 °C sampai 28 °C. Tanaman ini
dapat tumbuh pada tanah dengan kondisi hara yang rendah pada iklim yang panas, juga  mampu  tumbuh  pada  daerah  kering  dimana  lahan  tersebut  tidak  optimum
untuk tanaman kacang-kacangan lainnya Basu et al. 2007.
Tanaman  kacang-kacangan  termasuk  tanaman  kacang  bogor  sering dimanfaatkan  untuk  meningkatkan  produktivitas  tanah  karena  kemampuan
tanaman  legume  untuk  bersimbiosis  dengan  bakteri  Rhizobium  spp.  dalam mengikat  nitrogen  bebas  dari  udara  dengan  membentuk  bintil-bintil  akar  Gueye
et al. 1998. Tanaman kacang-kacangan sering dijadikan sebagai tanaman sela dan sebagai  legume  cover  crop  LCC,  yang  berfungsi  untuk  memecah  tetesan  air
hujan  supaya  percikan  air  hujan  yang  jatuh  ke  tanah  tidak  akan  menyebarkan penyakit  yang  mungkin  terkandung  di  dalam  tanah.  Umumnya  tanaman  kacang
bogor di Indonesia berbentuk menyebar sehingga sangat sesuai dijadikan sebagai tanaman penutup tanah untuk mencegah erosi, dan brangkasan tanaman ini dapat
digunakan  sebagai  pupuk  hijau  Redjeki  2007.  Linneman  dan  Azam-Ali  1993 melaporkan bahwa kacang bogor di Afrika ditanam untuk konsumsi manusia dan
diolah menjadi berbagai macam makanan.
Bagian  dari  tanaman  yang  dikonsumsi  dari  tanaman  kacang  bogor  adalah biji  dalam  keadaan  segar  atau  direbus.  Biji  kering  biasanya  diproses  terlebih
dahulu seperti tepung dan bahan utama pembuatan susu di daerah Harare, Afrika Barat  Hampson  et  al.  2000.  Biji  kacang  bogor  dapat  digunakan  untuk
memproduksi susu  nabati  yang sebanding dengan susu  kedelai. Pengujian  fungsi protein pada bubuk biji kacang bogor menunjukkan bahwa hal itu dapat bersaing
atau  menggantikan  tepung  konvensional  lainnya  dalam  berbagai  produk  olahan Brough et al. 1993.
Gambar 2.1  Morfologi tanaman kacang bogor Vigna subterranea L. Verdc.. a = daun; b = batang; c = polong; d = akar.
a b
c d
12
2.3 Kultur In vitro Kacang Bogor
Teknik  kultur  in  vitro  dan  sistem  regenerasi  yang  efisien  untuk  kacang bogor  pertama  kali  telah  dilaporkan  oleh  Lacroix  et  al.  2003.  Eksplan  yang
digunakan adalah embrio axis dari biji matang yang dikulturkan pada media dasar makro  dan  mikro  MS+vitamin  Nitsch  dan  Nitsch.  Sistem  organogenesis  secara
langsung  dan  pembentukan  tunas  adventif  secara  tidak  langsung  hanya  terjadi pada jaringan meristem yang dikulturkan pada media yang mengandung sitokinin
eksogen BAP yang tinggi Lacroix et al. 2003.
Sistem  perbanyakan  secara  in  vitro  melalui  organogenesis  langsung  juga telah dilakukan oleh Mongomake at al. 2009 dengan menggunakan eksplan dari
potongan  hipokotil  dan  epikotil  tanaman  in  vitro  kacang  bogor.  Penggunaan media dasar MS dengan modifikasi penambahan vitamin B5 memberikan respon
terbaik  73.33  sampai  97.77  dalam  induksi  tunas  secara  langsung  dengan penambahan  zat  pengatur  tumbuh  jenis  sitokinin  BAP  2  mg  L
-1
.  Penggunaan sitokinin  lainnya  Kinetin  dan  TDZ  2  mg  L
-1
selama  induksi  tunas,  tidak menunjukkan  respon  peningkatan  jumlah  tunas  yang  dihasilkan  dibandingkan
dengan  penggunaan  BAP  2  mg  L
-1
.  Penggunaan  kombinasi  BAP  dengan  NAA 0.01 sampai 0.5 mg  L
-1
tidak memberikan pengaruh yang nyata  selama induksi akar dibandingkan dengan penggunaan BAP tunggal Mongomake et al. 2009.
Sistem  perbanyakan  secara  in  vitro  melalui  induksi  kalus  baru  dilaporkan oleh  Konate  et  al.  2013,  penggunaan  2,4-D  atau  Picloram  0.5  mg  L
-1
adalah media  terbaik  dalam  induksi  kalus  98  untuk  eksplan  kotiledon  yang  berasal
dari  biji  masak,  sedangkan  penggunaan  kombinasi  2,4-D  dengan  4  sitokinin lainnya  BAP,  Kinetin,  TDZ  dan  Zeatin  menunjukkan  penurunan  kecepatan
pembentukan kalus dan proliferasi sel.
2.4 Zat Pengatur Tumbuh
Zat  pengatur  tumbuh  ZPT  adalah  senyawa  organik  yang  berfungsi merangsang pertumbuhan pada tanaman. Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman
secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi antara ZPT endogen dan  ZPT  eksogen  Pierik  1987.  Terdapat  beberapa  faktor  penting  yang
mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman antara lain: pemilihan jenis eksplan,  genotipe, jenis  dan konsentrasi  ZPT  yang diberikan pada media. Dalam
perbanyakan  in  vitro,  auksin  berperan  dalam  merangsang  pembentukan  kalus, pemanjangan sel, pembesaran jaringan dan pembentukan akar. Pengaruh sitokinin
dalam  perbanyakan  in  vitro  adalah  merangsang  pembelahan  sel  dan  multiplikasi tunas  George  dan  Sherrington,  1984.  Selanjutnya,  Gaspar  et  al.  1996
menyatakan  bahwa  auksin  sangat  diperlukan  dalam  pertumbuhan  organogenesis termasuk  dalam  pembentukan  akar.  Menurut  Riyadi  dan  Tahardi  2005,
perlakuan  kombinasi  NAA  dan  IBA  menghasilkan  pengakaran  yang  lebih  tinggi dibanding NAA secara tunggal meskipun NAA secara tunggal dapat menginduksi
pengakaran.
ZPT 2.4-D merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus embriogenik pada tanaman kacang tanah Baker et al. 1995; Chenglrayan et al. 2001; Edy dan
Pujisiswanto 2008; Joshi et al. 2008, pada tanaman kedelai Texeira et al. 2011;
13 Droste  et  al.  2010;  Loganathan  et  al.  2010.  Tahap  proliferasi  pada  embrio
somatik  yang  berasal  dari  eksplan  kotiledon  muda  membutuhkan  ZPT  jenis auksin.  Perbandingan  konsentrasi  auksin  dan  sitokinin  perlu  diperhatikan  karena
adanya  sifat  antagonis  dari  sitokinin  terhadap  auksin  dalam  inisiasi  dan perbanyakan  akar.  Tunas  akan  terbentuk  apabila  media  mengandung  sitokinin
yang  tinggi  dan  auksin  yang  rendah,  sedangkan  akar  terbentuk  apabila perbandingan  zat-zat  tersebut  di  dalam  media  adalah  sebaliknya.  Morfogenesis
eksplan tergantung kepada keseimbangan auksin dan sitokinin di dalam media dan interaksi  antara  zat  pengatur  tumbuh  endogen  pada  tanaman  serta  zat  pengatur
tumbuh eksogen yang diserap dari media tumbuh Wattimena 1992.
Komposisi auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro sangat berperan dalam  induksi  kalus  serta  regenerasi  kalus  menjadi  tunas.  Interaksi  antara
sitokinin dan auksin merupakan hal yang sangat penting dalam mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro. Walaupun auksin berperan
utama  dalam  pembelahan  sel,  namun  dalam  beberapa  tanaman  sitokinin  juga sangat dibutuhkan untuk poliferasi kalus Wattimena 1992.
2.5 Keragaman Genetik Kacang Bogor
Evaluasi keragaman genetik yang tersedia adalah prasyarat untuk perbaikan genetik  dalam  tanaman,  terutama  pada  tanaman  yang  masih  belum  intensif
dikembangkan  seperti  kacang  bogor  Olukolu  et  al.  2012.  Evaluasi  keragaman genetik yang dilakukan Kuswanto et al. 2012 berdasarkan pengamatan karakter
kualitatif  dan  kuantitatif terdapat  keragaman  karakter  kualitatif  antar  galur  lokal. Perbedaan karakter kualitatif ini menunjukkan adanya perbedaan sifat genetik.
Keragaman genetik yang ada pada spesies liar dan budidaya penting untuk diketahui. Populasi tanaman liar diketahui dapat menjadi sumber yang berpotensi
dalam penggunaan gen secara menyeluruh dan sifat-sifat  yang dapat dimasukkan ke  dalam  gen  pool,  khususnya  gen  yang  bertanggung  jawab  untuk  adaptasi
terhadap  lingkungan  stres  dan  memberikan  resistensi  tertentu  terhadap  patogen atau kondisi kering Cattan-Toupance et al. 1998.
Perbedaan  morfologi  pada  kacang  bogor  yang  paling  jelas  terletak  pada warna  biji  yaitu  krem,  coklat,  ungu,  merah  keunguan  atau  hitam,  sampai
burikberbercak  Gambar  2.2,  sedangkan  bentuk  kulitnya  ada  yang  mulus  dan
Gambar 2.2   Keragaman  morfologi  biji  kacang  bogor  Vigna  subterranea  L. Verdc. asal Sukabumi dan Sumedang
14 keriput. Jumlah biji per polong tanaman kacang bogor hanya berjumlah 1 sampai
2 butir, dengan bentuk biji bulat dan licin, dengan ukuran yang beragam diameter biji  mencapai  1.5  cm,  Menurut  Linneman  dan  Azam-Ali  1993,  warna  biji
kacang  bogor  sangat  beragam:  putih,  krem,  kuning,  merah,  ungu,  coklat,  dan hitam.  Warna  kulit  biji  ada  yang  seragam  dan  ada  pula  dengan  warna  yang  tak
beraturan atau strip. Beberapa ada yang memiliki mata dengan warna yang gelap di  antara  hilum  yang  berwarna  putih.  Biji  kacang  bogor  yang  berwarna  gelap
merah  dan  hitam  lebih  tinggi  kandungan  nutrisi  dan  mineralnya  dari  pada  biji yang  berwarna  terang  krem  dan  putih.  Namun  di  indonesia,  umumnya  galur
yang ditanam petani Bogor maupun Gresik adalah kultivar berwarna gelap yaitu: hitam, merah dan coklat Redjeki 2007.
Keragaman  genetik  spesies  tanaman  dapat  diketahui  dengan  menggunakan metode penanda yang berbeda, termasuk; morfologi, sifatagronomi, biokimia dan
molekuler.  Penanda  molekuler  memiliki  beberapa  keunggulan  dibandingkan penanda  morfologi,  karena  dapat  digunakan  secara  efisien,  terlepas  dari  tahap
perkembangan  tanaman  yang  uji  Mondini  et  al.  2009.  Berbagai  penanda molekuler  telah  diaplikasikan  pada  tanaman  kacang  bogor  untuk  mempelajari
keragaman genetik tanaman tersebut.
Penggunaan  marka  molekuler  RAPD  pertama  kalinya  diaplikasikan  oleh Amadou  et  al.  2001  dan  Massawe  et  al.  2003.  Penggunaan  penanda  RAPD
pada 25 aksesi kacang bogor asal Afrika dari koleksi di IITA Ibadan dan Nigeria menunjukkan bahwa aksesi kacang bogor asal Afrika mengelompok menjadi dua
kelompok  utama  dan  sesuai  dengan  distribusi  geografis  tanaman  kacang  bogor tersebut Amadou et al. 2001.
Keragaman genetik 100 aksesi tanaman tunggal kacang bogor dari berbagai lokasi  di  Tanzania  telah  dianalisis  menggunakan  marka  AFLP,  menghasilkan  49
pita  yang  polimorfik  dari  11  primer  AFLP  yang  informatif.  Analisis  Cluster menunjukkan  bahwa  kacang  bogor  memiliki  dua  kelompok  besar  yang  diduga
sejalan dengan asal-usul geografis tanaman tersebut Ntundu et al. 2004.
Keragaman  genetik  kacang  bogor  aksesi  liar  dan  budidaya  sangat  tinggi dengan menggunakan marka isozim yang menghasilkan 14 lokus yang polimorfik
untuk  aksesi  liar  dan  7  lokus  untuk  aksesi  budidaya.  Tingkat  keragaman  aksesi liar  lebih  tinggi  Ht=0.087  dari  pada  aksesi  budidaya  Ht=0.052.  Studi  genetik
menggunakan  isozim  ini  menunjukkan  bahwa  kacang  bogor  aksesi  liar  mungkin menjadi  nenek moyang  sejati  dari kacang  bogor  budidaya. Selain tingginya  nilai
keragaman  intra-populasi  di  kedua  populasi  liar  dan  budidaya,  studi  ini  juga menunjukkan  bahwa  penyerbukan  sendiri  adalah  cara  utama  reproduksi  seksual
untuk kedua jenis aksesi tanaman ini Pasquet et al. 1999.
Berdasarkan  penggunaan  marka  SSR,  keragaman  gen  dan  alel  yang  tinggi diperoleh  pada  daerah  Afrika  Barat  dan  Kamerun  atau  Nigeria  dari  pada  daerah
yang lain Afrika timur, Afrika tengah, dan Asia Tenggara dengan nilai 6.68 dan 6.18 alel per lokus, dan 0.601 dan 0.571 berturut-turut Somta et al. 2011. Hasil
yang sama juga didapatkan berdasarkan pengamatan deskripsi morfologi dan sifat kuantitatif  menggunakan  penanda  DArT  Diversity  Arrays  Technique  yang
mewakili  cakupan  genom  yang  luas  menunjukkan  bahwa  keragaman  genetik untuk  daerah  Kamerun atau  Nigeria relatif  tinggi  daripada daerah lain di  Afrika.
Hal ini mendukung hipotesis bahwa daerah ini merupakan pusat keanekaragaman untuk tanaman kacang bogor Olukolu et al. 2012.
15
2.6 Marka Molekuler
Analisis  keragaman  genetik  tanaman  dapat  dilakukan  secara  morfologi pengamatan  langsung  terhadap  fenotipe  maupun  dengan  menggunakan  marka
molekuler.  Analisis  dengan  karakter  morfologi  telah  lama  digunakan  untuk mengidentifikasi varietas, spesies, genus, maupun famili dari suatu jenis tanaman.
Pengamatan  langsung  terhadap  karakter  morfologi  memiliki  kelemahan  karena seringkali  dipengaruhi  oleh  faktor  lingkungan.  Marka  molekuler  memiliki
kelebihan  dibandingkan  dengan  marka  morfologi,  yaitu  diantaranya  dapat meningkatkan  efisiensi  seleksi  dalam  pemuliaan  tanaman  dengan  cara  seleksi
tidak  langsung  pada  karakter  yang  diharapkan.  Selain  itu  marka  molekuler  tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan marka molekuler dapat mendeteksi pada semua
tempat perkembangan atau bagian tanaman Mohan et al. 1997.
Marka  molekuler  bekerja  pada  tingkat  DNA,  memiliki  beberapa  kelebihan dibandingkan  dengan  marka  morfologi  antara  lain:  1  karena  genotipe  suatu
organisme  diuji  secara  langsung,  sehingga  pengaruh  lingkungan  dan perkembangan  terhadap  fenotipe  tidak  menjadi  masalah,  2  DNA  berevolusi
dengan  kecepatan  rendah,  sehingga  bagian  yang  cocok  dapat  digunakan  untuk studi  tertentu,  3  jumlah  polimorfisme  tidak  terbatas,  4  berbagai  macam  teknik
telah  dikembangkan  yang  masing-masing  dapat  menyediakan  marka  yang  sesuai dengan tujuan tertentu Weising et al. 1995.
Setelah dipublikasikannya penemuan teknologi PCR oleh Mullis  Faloona 1987, marka molekular berbasis PCR makin berkembang karena kemudahan dan
peluang  keberhasilannya  yang  tinggi.  Beragam  teknik  berbasis  PCR  telah digunakan  untuk  menganalisis  keragaman  genetik,  hubungan  kekerabatan  antara
spesies  antara  lain  Random  Amplified  Polymorphic  DNA  RAPD,  Amplified Fragment  Length  Polymorphism  AFLP,  Diversity  Arrays  Technology  DArT,
Simple Sequence Repeat  SSR, dan  Single Nucleotide Amplified Polymorphisms SNAP Gupta et al. 2001.
Berdasarkan hasil pengujian empat marka molekuler RFLP, RAPD, AFLP dan  SSR  yang  dilakukan  oleh  Powell  et  al.  1996  mendapatkan  bahwa  marka
SSR  memiliki  kandungan  informasi  kemampuan  untuk  membedakan  genotipe yang  paling  tinggi  untuk  mengevaluasi  plasma  nutfah  kedelai  dibandingkan
dengan  marka  molekuler  yang  lainnya.  SSR  sering  juga  disebut  dengan  marka mikrosatelit.  SSR  tersusun  atas  dua  sampai  enam  DNA  berulang  seperti  ATn,
AGCn,  GACTn  yang  tersebar  pada  genom  organisme  eukariotik.  Variasi  alel pada  lokus  mikrosatelit  dengan  mudah  dapat  diperoleh  dengan  teknik  PCR
menggunakan primer spesifik dan telah banyak digunakan pada berbagai tanaman. Marka SSR memiliki keuntungan seperti tingkat polimorfisme yang tinggi, lokus
yang  spesifik,  mudah  diperbanyak,  hanya  membutuhkan  sedikit  DNA,  tersebar pada  genom,  tingkat  keterulangan  yang  tinggi,  dan  yang  terpenting  bersifat  co-
dominan Kalia et al. 2011.
Perkembangan  marka  molekuler  sangat  pesat  terutama  untuk  kepentingan studi keragaman, identifikasi dan seleksi suatu karakter. Marka yang berkembang
dewasa ini adalah Single Nucleotide Amplified Polymorphism SNAP. SNP yang ditemukan di coding region dibagi menjadi 2, yaitu yang bersifat non-synonymous
yang bisa merubah asam amino, dan yang synonymous yang tidak merubah asam amino Sunyaev et al. 2001.
16
2.7 Gen Pto
Gen  yang  mengendalikan  sifat  ketahanan  terdiri  atas  dua  kelompok  yaitu: kelompok  gen  yang  terlibat  dalam  pengenalan  patogen  atau  sinyal  transduksi
disebut gen ketahanan R gene; kelompok lainnya yang terlibat dalam mekanisme ketahanan  dan  sintesis  produk  yang  dibutuhkan  untuk  pengenalan  patogen
Chinchilla et al. 2006.
Berdasarkan domain structural yang dimiliki, gen ketahanan R gene dapat dikelompokkan  menjadi  tiga  kelompok:  1  gen  yang  menyandi  protein  yang
mengandung  Nucleotide  Binding  Site  dan  Leucine-Rich  Repeat  NBS-LRR;  2 gen  yang  menyandi  protein  yang  mengandung  SerinThreonin  Kinase  STK;  3
gen  yang  menyandi  protein  yang  mengandung  extracitoplasmic  Leucine-Rich Repeat eLRR Gao et al. 2005. Berbagai gen ketahanan telah berhasil diisolasi
dari beberapa tanaman seperti kacang tanah Yuksel et al. 2005, kapas Gao et al. 2005, sorghum Totad et al. 2005, pisang Miller et al. 2008, tomat Pedley dan
Martin 2003, gandum Zhang et al. 2011 dan apel Baek dan Choi 2013.
Gen  pto  adalah  sebuah  protein  kinase  yang  hanya  mengandung  Ser-Thr Kinase tanpa  LRR Kim  et al. 2002 dan  Rpg1  yang mengkode  receptor  kinase-
like  protein  dengan  2  protein  kinase  Brueggeman  et  al.  2002.  Kedua  gen  ini merupakan  kelompok  R  gene  yang  berinteraksi  secara  langsung  dengan  masing-
masing  penyebab  serangan  penyakit  Wu  et  al.  2004.  Gen  Pto  membutuhkan protein NBARC-LRR Prf untuk berfungsi Salmeron et al. 1996.
Daftar Pustaka
Amadou  HI,  Bebeli  PJ,  Kaltsikes  PJ.  2001.  Genetic  diversity  in  Bambara groundnut  Vigna  subterranea  L.  germplasm  revealed  by  RAPD  markers.
Genome. 446:995-999. Baek DE, Choi C. 2013. Identification of resistance gene analogs in Korean wild
apple germplasm collections. Genet Mol Res. 121:483-493. Baker  CM,  Durham  RE,  Burns  JA,  Parrott  WA,  Wetzstein  HY.  1995.  High
frequency  somatic  embryogenesis  in  peanut  Arachis  hypogaea  L.  using mature, dry seed. Plant Cell Reports. 151:38-42.
Basu  S,  Roberts  JA,  Azam-Ali  SN,  Mayes  S.  2007.  Bambara  groundnut.  Di dalam: Kole C, editor. Genome Mapping and Molecular Breeding in Plants.
Volume  3:  Pulses,  Sugar  and  Tuber  Crops.  Pennsylvania  State  University US: Springer Verlag Berlin Heidelberg. hlm 159-173.
Brough SH, Taylo, AJ, Azam-Ali SN. 1993. The potential of bambara groundnut Vigna  subterranea  in  vegetable  milk  production  and  basic  protein
functionality systems. Food Chem. 473:277-283. Brueggeman  R,  Rostoks  N,  Kudrna  D,  Kilian  A,  Han  F,  Chen  J,  Druka  A,
Steffenson B, Kleinhofs A. 2002. The barley stem rust-resistance gene Rpg1 is a novel disease-resistance gene with homology to receptor kinases. Proc
Natl Acad Sci. 9914:9328-9333.
Cattan-Toupance I, Michalakis Y, Neema C. 1998. Genetic structure of wild bean populations in their South-Andean centre of origin. Theoretical and applied
genetics. 966:844-851.