10
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kacang Bogor
Kacang bogor atau Bambara groundnut termasuk kedalam famili Leguminosae, subfamili Papilionoideae. Tanaman ini pertama kali disebutkan
dalam literatur abad ke-17 Marcgrav de Liebstad 1648, yang disebut sebagai mandubi dAngola. Pada tahun 1763, Linnaeus mengelompokkan kedalam
Spesies Plantarum, dan menamakan tanaman ini dengan Glycine subterranea, sesuai dengan sistem tata nama. Du Petit-Thouars 1806 menemukan tanaman ini
di Madagaskar, dengan nama daerah voanjo, kemudian ditulis sebagai voandzou, dalam bahasa Perancis, Voandzeia subterranea L. Thouars.
Penelitian botani yang lebih rinci dilakukan oleh Marechal et al. 1978 menemukan kesamaan besar antara Bambara groundnut dan spesies tanaman dari
genus vigna. Studi tersebut telah dikonfirmasi oleh Verdcourt, dan pada tahun 1980 nama botani tanaman ini berubah menjadi Vigna subterranea L. Verdc
Goli 1997.
Kacang bogor Vigna subterranea L. Verdc. memiliki jumlah kromosom 2n=2x=22 Uguru et al. 2006. Selama beberapa abad, tanaman ini telah
dibudidayakan sebagai tanaman asli di daerah tropis Afrika bagian selatan dari gurun Sahara. Kacang bogor ini termasuk kedalam kelompok kacang-kacangan
yang sering ditanam sendiri atau sebagai tanaman sela dengan tanaman yang tahan kekeringan seperti milet. Kacang bogor dapat mentolerir cekaman biotik dan
abiotik pada sistem pertanian dengan input yang rendah Zeven 1998.
2.2 Morfologi, Budidaya dan Manfaat Kacang Bogor
Tanaman kacang bogor adalah tanaman in-determinate, herba tahunan dengan tinggi mencapai 30 cm, bercabang banyak, batang yang berdaun lateral
yang berada di atas permukaan tanah. Tipe perkecambahan kacang bogor adalah hipogeal Linneman dan Azam-Ali 1993. Morfologi umum dari tanaman kacang
bogor yaitu: tersusun atas batang, akar, daun dan polong Gambar 2.1. Batangnya pendek sehingga secara visual tanaman seperti tidak mempunyai batang, memiliki
banyak cabang. Tanaman tampak merumpun yang terdiri atas kumpulan daun dengan tangkai yang panjang. Helaian daun berbentuk lancip dan trifoleat.
Rangkaian bunga berwarna kuning, setelah bunga mengalami penyerbukan, tangkai dari bunga yang telah terserbuki akan memanjang dan masuk ke dalam
permukaan tanah Basu et al. 2007.
Bunga kacang bogor bertipe kupu-kupu dan muncul dari ketiak daun, tumbuh menyebar di atas permukaan tanah dengan tangkai bunga yang tidak
terlalu panjang 1.5 cm dan berbulu, mahkota bunga berukuran kecil, berwarna kuning muda, kuning tua, kemerah-merahan atau beberapa jenis lainnya berwarna
merah muda. Sistem penyerbukan tanaman kacang bogor adalah menyerbuk sendiri. Masa reseptif anter dan stigma terjadi pada hari yang sama Basu et al.
2007. Setelah penyerbukan ginofor memanjang dan mendorong bakal buah masuk ke dalam tanah. Buah berbentuk polong bulat atau pipih pada sisi lainnya.
11
Polong masak dalam keadaan segar berwarna putih dan halus, sedangkan jika polong kering berwarna coklat dan berkerut.
Kacang bogor termasuk kepada tanaman hari pendek dan dapat dibudidayakan di daerah tropis sampai ketinggian 1600 meter di atas permukaan
laut dpl. Tanaman ini menyukai keadaan iklim yang sama seperti kacang tanah, yaitu curah hujan yang tinggi sekitar 900-1200 mm tahun
-1
, serta sinar matahari yang cerah dengan suhu harian berkisar antara 20 °C sampai 28 °C. Tanaman ini
dapat tumbuh pada tanah dengan kondisi hara yang rendah pada iklim yang panas, juga mampu tumbuh pada daerah kering dimana lahan tersebut tidak optimum
untuk tanaman kacang-kacangan lainnya Basu et al. 2007.
Tanaman kacang-kacangan termasuk tanaman kacang bogor sering dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas tanah karena kemampuan
tanaman legume untuk bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium spp. dalam mengikat nitrogen bebas dari udara dengan membentuk bintil-bintil akar Gueye
et al. 1998. Tanaman kacang-kacangan sering dijadikan sebagai tanaman sela dan sebagai legume cover crop LCC, yang berfungsi untuk memecah tetesan air
hujan supaya percikan air hujan yang jatuh ke tanah tidak akan menyebarkan penyakit yang mungkin terkandung di dalam tanah. Umumnya tanaman kacang
bogor di Indonesia berbentuk menyebar sehingga sangat sesuai dijadikan sebagai tanaman penutup tanah untuk mencegah erosi, dan brangkasan tanaman ini dapat
digunakan sebagai pupuk hijau Redjeki 2007. Linneman dan Azam-Ali 1993 melaporkan bahwa kacang bogor di Afrika ditanam untuk konsumsi manusia dan
diolah menjadi berbagai macam makanan.
Bagian dari tanaman yang dikonsumsi dari tanaman kacang bogor adalah biji dalam keadaan segar atau direbus. Biji kering biasanya diproses terlebih
dahulu seperti tepung dan bahan utama pembuatan susu di daerah Harare, Afrika Barat Hampson et al. 2000. Biji kacang bogor dapat digunakan untuk
memproduksi susu nabati yang sebanding dengan susu kedelai. Pengujian fungsi protein pada bubuk biji kacang bogor menunjukkan bahwa hal itu dapat bersaing
atau menggantikan tepung konvensional lainnya dalam berbagai produk olahan Brough et al. 1993.
Gambar 2.1 Morfologi tanaman kacang bogor Vigna subterranea L. Verdc.. a = daun; b = batang; c = polong; d = akar.
a b
c d
12
2.3 Kultur In vitro Kacang Bogor
Teknik kultur in vitro dan sistem regenerasi yang efisien untuk kacang bogor pertama kali telah dilaporkan oleh Lacroix et al. 2003. Eksplan yang
digunakan adalah embrio axis dari biji matang yang dikulturkan pada media dasar makro dan mikro MS+vitamin Nitsch dan Nitsch. Sistem organogenesis secara
langsung dan pembentukan tunas adventif secara tidak langsung hanya terjadi pada jaringan meristem yang dikulturkan pada media yang mengandung sitokinin
eksogen BAP yang tinggi Lacroix et al. 2003.
Sistem perbanyakan secara in vitro melalui organogenesis langsung juga telah dilakukan oleh Mongomake at al. 2009 dengan menggunakan eksplan dari
potongan hipokotil dan epikotil tanaman in vitro kacang bogor. Penggunaan media dasar MS dengan modifikasi penambahan vitamin B5 memberikan respon
terbaik 73.33 sampai 97.77 dalam induksi tunas secara langsung dengan penambahan zat pengatur tumbuh jenis sitokinin BAP 2 mg L
-1
. Penggunaan sitokinin lainnya Kinetin dan TDZ 2 mg L
-1
selama induksi tunas, tidak menunjukkan respon peningkatan jumlah tunas yang dihasilkan dibandingkan
dengan penggunaan BAP 2 mg L
-1
. Penggunaan kombinasi BAP dengan NAA 0.01 sampai 0.5 mg L
-1
tidak memberikan pengaruh yang nyata selama induksi akar dibandingkan dengan penggunaan BAP tunggal Mongomake et al. 2009.
Sistem perbanyakan secara in vitro melalui induksi kalus baru dilaporkan oleh Konate et al. 2013, penggunaan 2,4-D atau Picloram 0.5 mg L
-1
adalah media terbaik dalam induksi kalus 98 untuk eksplan kotiledon yang berasal
dari biji masak, sedangkan penggunaan kombinasi 2,4-D dengan 4 sitokinin lainnya BAP, Kinetin, TDZ dan Zeatin menunjukkan penurunan kecepatan
pembentukan kalus dan proliferasi sel.
2.4 Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh ZPT adalah senyawa organik yang berfungsi merangsang pertumbuhan pada tanaman. Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman
secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi antara ZPT endogen dan ZPT eksogen Pierik 1987. Terdapat beberapa faktor penting yang
mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman antara lain: pemilihan jenis eksplan, genotipe, jenis dan konsentrasi ZPT yang diberikan pada media. Dalam
perbanyakan in vitro, auksin berperan dalam merangsang pembentukan kalus, pemanjangan sel, pembesaran jaringan dan pembentukan akar. Pengaruh sitokinin
dalam perbanyakan in vitro adalah merangsang pembelahan sel dan multiplikasi tunas George dan Sherrington, 1984. Selanjutnya, Gaspar et al. 1996
menyatakan bahwa auksin sangat diperlukan dalam pertumbuhan organogenesis termasuk dalam pembentukan akar. Menurut Riyadi dan Tahardi 2005,
perlakuan kombinasi NAA dan IBA menghasilkan pengakaran yang lebih tinggi dibanding NAA secara tunggal meskipun NAA secara tunggal dapat menginduksi
pengakaran.
ZPT 2.4-D merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus embriogenik pada tanaman kacang tanah Baker et al. 1995; Chenglrayan et al. 2001; Edy dan
Pujisiswanto 2008; Joshi et al. 2008, pada tanaman kedelai Texeira et al. 2011;
13 Droste et al. 2010; Loganathan et al. 2010. Tahap proliferasi pada embrio
somatik yang berasal dari eksplan kotiledon muda membutuhkan ZPT jenis auksin. Perbandingan konsentrasi auksin dan sitokinin perlu diperhatikan karena
adanya sifat antagonis dari sitokinin terhadap auksin dalam inisiasi dan perbanyakan akar. Tunas akan terbentuk apabila media mengandung sitokinin
yang tinggi dan auksin yang rendah, sedangkan akar terbentuk apabila perbandingan zat-zat tersebut di dalam media adalah sebaliknya. Morfogenesis
eksplan tergantung kepada keseimbangan auksin dan sitokinin di dalam media dan interaksi antara zat pengatur tumbuh endogen pada tanaman serta zat pengatur
tumbuh eksogen yang diserap dari media tumbuh Wattimena 1992.
Komposisi auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro sangat berperan dalam induksi kalus serta regenerasi kalus menjadi tunas. Interaksi antara
sitokinin dan auksin merupakan hal yang sangat penting dalam mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro. Walaupun auksin berperan
utama dalam pembelahan sel, namun dalam beberapa tanaman sitokinin juga sangat dibutuhkan untuk poliferasi kalus Wattimena 1992.
2.5 Keragaman Genetik Kacang Bogor
Evaluasi keragaman genetik yang tersedia adalah prasyarat untuk perbaikan genetik dalam tanaman, terutama pada tanaman yang masih belum intensif
dikembangkan seperti kacang bogor Olukolu et al. 2012. Evaluasi keragaman genetik yang dilakukan Kuswanto et al. 2012 berdasarkan pengamatan karakter
kualitatif dan kuantitatif terdapat keragaman karakter kualitatif antar galur lokal. Perbedaan karakter kualitatif ini menunjukkan adanya perbedaan sifat genetik.
Keragaman genetik yang ada pada spesies liar dan budidaya penting untuk diketahui. Populasi tanaman liar diketahui dapat menjadi sumber yang berpotensi
dalam penggunaan gen secara menyeluruh dan sifat-sifat yang dapat dimasukkan ke dalam gen pool, khususnya gen yang bertanggung jawab untuk adaptasi
terhadap lingkungan stres dan memberikan resistensi tertentu terhadap patogen atau kondisi kering Cattan-Toupance et al. 1998.
Perbedaan morfologi pada kacang bogor yang paling jelas terletak pada warna biji yaitu krem, coklat, ungu, merah keunguan atau hitam, sampai
burikberbercak Gambar 2.2, sedangkan bentuk kulitnya ada yang mulus dan
Gambar 2.2 Keragaman morfologi biji kacang bogor Vigna subterranea L. Verdc. asal Sukabumi dan Sumedang
14 keriput. Jumlah biji per polong tanaman kacang bogor hanya berjumlah 1 sampai
2 butir, dengan bentuk biji bulat dan licin, dengan ukuran yang beragam diameter biji mencapai 1.5 cm, Menurut Linneman dan Azam-Ali 1993, warna biji
kacang bogor sangat beragam: putih, krem, kuning, merah, ungu, coklat, dan hitam. Warna kulit biji ada yang seragam dan ada pula dengan warna yang tak
beraturan atau strip. Beberapa ada yang memiliki mata dengan warna yang gelap di antara hilum yang berwarna putih. Biji kacang bogor yang berwarna gelap
merah dan hitam lebih tinggi kandungan nutrisi dan mineralnya dari pada biji yang berwarna terang krem dan putih. Namun di indonesia, umumnya galur
yang ditanam petani Bogor maupun Gresik adalah kultivar berwarna gelap yaitu: hitam, merah dan coklat Redjeki 2007.
Keragaman genetik spesies tanaman dapat diketahui dengan menggunakan metode penanda yang berbeda, termasuk; morfologi, sifatagronomi, biokimia dan
molekuler. Penanda molekuler memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penanda morfologi, karena dapat digunakan secara efisien, terlepas dari tahap
perkembangan tanaman yang uji Mondini et al. 2009. Berbagai penanda molekuler telah diaplikasikan pada tanaman kacang bogor untuk mempelajari
keragaman genetik tanaman tersebut.
Penggunaan marka molekuler RAPD pertama kalinya diaplikasikan oleh Amadou et al. 2001 dan Massawe et al. 2003. Penggunaan penanda RAPD
pada 25 aksesi kacang bogor asal Afrika dari koleksi di IITA Ibadan dan Nigeria menunjukkan bahwa aksesi kacang bogor asal Afrika mengelompok menjadi dua
kelompok utama dan sesuai dengan distribusi geografis tanaman kacang bogor tersebut Amadou et al. 2001.
Keragaman genetik 100 aksesi tanaman tunggal kacang bogor dari berbagai lokasi di Tanzania telah dianalisis menggunakan marka AFLP, menghasilkan 49
pita yang polimorfik dari 11 primer AFLP yang informatif. Analisis Cluster menunjukkan bahwa kacang bogor memiliki dua kelompok besar yang diduga
sejalan dengan asal-usul geografis tanaman tersebut Ntundu et al. 2004.
Keragaman genetik kacang bogor aksesi liar dan budidaya sangat tinggi dengan menggunakan marka isozim yang menghasilkan 14 lokus yang polimorfik
untuk aksesi liar dan 7 lokus untuk aksesi budidaya. Tingkat keragaman aksesi liar lebih tinggi Ht=0.087 dari pada aksesi budidaya Ht=0.052. Studi genetik
menggunakan isozim ini menunjukkan bahwa kacang bogor aksesi liar mungkin menjadi nenek moyang sejati dari kacang bogor budidaya. Selain tingginya nilai
keragaman intra-populasi di kedua populasi liar dan budidaya, studi ini juga menunjukkan bahwa penyerbukan sendiri adalah cara utama reproduksi seksual
untuk kedua jenis aksesi tanaman ini Pasquet et al. 1999.
Berdasarkan penggunaan marka SSR, keragaman gen dan alel yang tinggi diperoleh pada daerah Afrika Barat dan Kamerun atau Nigeria dari pada daerah
yang lain Afrika timur, Afrika tengah, dan Asia Tenggara dengan nilai 6.68 dan 6.18 alel per lokus, dan 0.601 dan 0.571 berturut-turut Somta et al. 2011. Hasil
yang sama juga didapatkan berdasarkan pengamatan deskripsi morfologi dan sifat kuantitatif menggunakan penanda DArT Diversity Arrays Technique yang
mewakili cakupan genom yang luas menunjukkan bahwa keragaman genetik untuk daerah Kamerun atau Nigeria relatif tinggi daripada daerah lain di Afrika.
Hal ini mendukung hipotesis bahwa daerah ini merupakan pusat keanekaragaman untuk tanaman kacang bogor Olukolu et al. 2012.
15
2.6 Marka Molekuler
Analisis keragaman genetik tanaman dapat dilakukan secara morfologi pengamatan langsung terhadap fenotipe maupun dengan menggunakan marka
molekuler. Analisis dengan karakter morfologi telah lama digunakan untuk mengidentifikasi varietas, spesies, genus, maupun famili dari suatu jenis tanaman.
Pengamatan langsung terhadap karakter morfologi memiliki kelemahan karena seringkali dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Marka molekuler memiliki
kelebihan dibandingkan dengan marka morfologi, yaitu diantaranya dapat meningkatkan efisiensi seleksi dalam pemuliaan tanaman dengan cara seleksi
tidak langsung pada karakter yang diharapkan. Selain itu marka molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan marka molekuler dapat mendeteksi pada semua
tempat perkembangan atau bagian tanaman Mohan et al. 1997.
Marka molekuler bekerja pada tingkat DNA, memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan marka morfologi antara lain: 1 karena genotipe suatu
organisme diuji secara langsung, sehingga pengaruh lingkungan dan perkembangan terhadap fenotipe tidak menjadi masalah, 2 DNA berevolusi
dengan kecepatan rendah, sehingga bagian yang cocok dapat digunakan untuk studi tertentu, 3 jumlah polimorfisme tidak terbatas, 4 berbagai macam teknik
telah dikembangkan yang masing-masing dapat menyediakan marka yang sesuai dengan tujuan tertentu Weising et al. 1995.
Setelah dipublikasikannya penemuan teknologi PCR oleh Mullis Faloona 1987, marka molekular berbasis PCR makin berkembang karena kemudahan dan
peluang keberhasilannya yang tinggi. Beragam teknik berbasis PCR telah digunakan untuk menganalisis keragaman genetik, hubungan kekerabatan antara
spesies antara lain Random Amplified Polymorphic DNA RAPD, Amplified Fragment Length Polymorphism AFLP, Diversity Arrays Technology DArT,
Simple Sequence Repeat SSR, dan Single Nucleotide Amplified Polymorphisms SNAP Gupta et al. 2001.
Berdasarkan hasil pengujian empat marka molekuler RFLP, RAPD, AFLP dan SSR yang dilakukan oleh Powell et al. 1996 mendapatkan bahwa marka
SSR memiliki kandungan informasi kemampuan untuk membedakan genotipe yang paling tinggi untuk mengevaluasi plasma nutfah kedelai dibandingkan
dengan marka molekuler yang lainnya. SSR sering juga disebut dengan marka mikrosatelit. SSR tersusun atas dua sampai enam DNA berulang seperti ATn,
AGCn, GACTn yang tersebar pada genom organisme eukariotik. Variasi alel pada lokus mikrosatelit dengan mudah dapat diperoleh dengan teknik PCR
menggunakan primer spesifik dan telah banyak digunakan pada berbagai tanaman. Marka SSR memiliki keuntungan seperti tingkat polimorfisme yang tinggi, lokus
yang spesifik, mudah diperbanyak, hanya membutuhkan sedikit DNA, tersebar pada genom, tingkat keterulangan yang tinggi, dan yang terpenting bersifat co-
dominan Kalia et al. 2011.
Perkembangan marka molekuler sangat pesat terutama untuk kepentingan studi keragaman, identifikasi dan seleksi suatu karakter. Marka yang berkembang
dewasa ini adalah Single Nucleotide Amplified Polymorphism SNAP. SNP yang ditemukan di coding region dibagi menjadi 2, yaitu yang bersifat non-synonymous
yang bisa merubah asam amino, dan yang synonymous yang tidak merubah asam amino Sunyaev et al. 2001.
16
2.7 Gen Pto
Gen yang mengendalikan sifat ketahanan terdiri atas dua kelompok yaitu: kelompok gen yang terlibat dalam pengenalan patogen atau sinyal transduksi
disebut gen ketahanan R gene; kelompok lainnya yang terlibat dalam mekanisme ketahanan dan sintesis produk yang dibutuhkan untuk pengenalan patogen
Chinchilla et al. 2006.
Berdasarkan domain structural yang dimiliki, gen ketahanan R gene dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: 1 gen yang menyandi protein yang
mengandung Nucleotide Binding Site dan Leucine-Rich Repeat NBS-LRR; 2 gen yang menyandi protein yang mengandung SerinThreonin Kinase STK; 3
gen yang menyandi protein yang mengandung extracitoplasmic Leucine-Rich Repeat eLRR Gao et al. 2005. Berbagai gen ketahanan telah berhasil diisolasi
dari beberapa tanaman seperti kacang tanah Yuksel et al. 2005, kapas Gao et al. 2005, sorghum Totad et al. 2005, pisang Miller et al. 2008, tomat Pedley dan
Martin 2003, gandum Zhang et al. 2011 dan apel Baek dan Choi 2013.
Gen pto adalah sebuah protein kinase yang hanya mengandung Ser-Thr Kinase tanpa LRR Kim et al. 2002 dan Rpg1 yang mengkode receptor kinase-
like protein dengan 2 protein kinase Brueggeman et al. 2002. Kedua gen ini merupakan kelompok R gene yang berinteraksi secara langsung dengan masing-
masing penyebab serangan penyakit Wu et al. 2004. Gen Pto membutuhkan protein NBARC-LRR Prf untuk berfungsi Salmeron et al. 1996.
Daftar Pustaka
Amadou HI, Bebeli PJ, Kaltsikes PJ. 2001. Genetic diversity in Bambara groundnut Vigna subterranea L. germplasm revealed by RAPD markers.
Genome. 446:995-999. Baek DE, Choi C. 2013. Identification of resistance gene analogs in Korean wild
apple germplasm collections. Genet Mol Res. 121:483-493. Baker CM, Durham RE, Burns JA, Parrott WA, Wetzstein HY. 1995. High
frequency somatic embryogenesis in peanut Arachis hypogaea L. using mature, dry seed. Plant Cell Reports. 151:38-42.
Basu S, Roberts JA, Azam-Ali SN, Mayes S. 2007. Bambara groundnut. Di dalam: Kole C, editor. Genome Mapping and Molecular Breeding in Plants.
Volume 3: Pulses, Sugar and Tuber Crops. Pennsylvania State University US: Springer Verlag Berlin Heidelberg. hlm 159-173.
Brough SH, Taylo, AJ, Azam-Ali SN. 1993. The potential of bambara groundnut Vigna subterranea in vegetable milk production and basic protein
functionality systems. Food Chem. 473:277-283. Brueggeman R, Rostoks N, Kudrna D, Kilian A, Han F, Chen J, Druka A,
Steffenson B, Kleinhofs A. 2002. The barley stem rust-resistance gene Rpg1 is a novel disease-resistance gene with homology to receptor kinases. Proc
Natl Acad Sci. 9914:9328-9333.
Cattan-Toupance I, Michalakis Y, Neema C. 1998. Genetic structure of wild bean populations in their South-Andean centre of origin. Theoretical and applied
genetics. 966:844-851.