21
ORGANOGENESIS DAN EMBRYOGENESIS OF BAMBARA GROUNDNUT Vigna subterranea L. Verdc. ORIGIN
SUKABUMI
Abstract Increased genetic diversity of bambara groundnut through mutation induction
and genetic transformation can be achieved if a reliable protocol for plant regeneration system in vitro is available. The purpose of this study was to 1
obtain information about the affect of growth regulators BAP and NAA on induction and proliferation of shoots and roots of bambara groundnut, 2 obtain
information about the medium and the best explants for the induction and proliferation of embryogenic callus and regeneration into somatic embryos of
bambara groundnut from Sukabumi region, West Java, Indonesia. The results showed that the shoot induction is influenced by the interaction between the
medium containing 1.0-2.0 mg L
-1
BAP and explants types on all of the observed variables. The best medium for induction and proliferation of shoots is a medium
containing 2.0 mg L
-1
BAP. The best medium for roots induction in vitro is combination of 2.0 mg L
-1
BAP with 0.1 mg L
-1
NAA. The highest callus induction is produced in medium containing 5 mg L
-1
2,4-D and 3 mg L
-1
picloram with young leaf the best explants. The proliferation rate of callus on media with
picloram in higher than those containing 2,4-D. Reduced auxin concentration to 0.1 mg L
-1
have not been succesfuly to induction embryogenic callus-phase into somatic embryos.
Keyword: 2,4-D and picloram, BAP and NAA, in Vitro Bambara, axis and leaflet
22
3.1 Pendahuluan
Kacang bogor Vigna subterranea L. Verdc. merupakan tanaman asli daerah Sub-Sahara Afrika yang dikembangkan secara luas oleh petani dengan
skala kecil. Tanaman ini memiliki kelebihan dari segi kandungan nutrisi dari tanaman legume lainnya dan lebih disukai untuk dijadikan komsumsi oleh
masyarakat lokal Linnemann 1990; Brough dan Azam-Ali 1992. Tanaman ini kaya akan sumber protein 16-25 terutama lysine dan methionine Collinson et
al. 2000. Dewasa ini, tanaman kacang bogor telah berkembang di daerah Asia seperti Indonesia, Malaysia, Philipina dan Thailand.
Kacang bogor sangat potensial untuk dikembangkan, namun upaya pemuliaan atau program peningkatan belum terkoordinasi dengan baik untuk
tanaman ini. Keterbatasan dalam pengembangan kacang bogor meliputi: kekurangan sumber genetik, keterbatasan pengetahuan taksonomi, biologi
reproduksi, sifat kualitas genetik dan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit Anchirina et al. 2001; Lacroix et al. 2003. Peningkatan kacang bogor
dapat dilakukan dengan cara rekombinasi genetik dan seleksi, tetapi penelitian pada bidang tersebut sekarang ini masih sedikit.
Salah satu cara lain untuk peningkatan keragaman genetik pada tanaman ini adalah melalui transformasi genetik yang dapat dicapai dengan tersedianya
protokol yang dapat diandalkan untuk sistem regenerasi secara in vitro Yadav dan Padmaja 2003. Laporan penelitian tentang sistem regenerasi yang efisien
pada tingkat seluler dan manipulasi genetik pada tanaman kacang bogor masih sedikit, sehingga protokol kultur jaringan harus dikembangkan sebelum
melakukan transformasi genetik. Penelitian di bidang kultur jaringan tanaman kacang bogor sampai saat ini masih sedikit diantaranya: Somera et al. 2003 dan
Popelka et al. 2006 telah melakukan regenerasi biji kacang bogor secara in vitro, Lacroix et al. 2003 menggunakan embrio axis dalam regenerasi tunas adventif,
Kone et al. 2007 melaporkan regenerasi tanaman dari eksplan kotiledon dan epikotil, Mongomake et al. 2009 melaporkan sistem regenerasi in vitro melalui
organogenesis langsung pada kacang bogor menggunakan potongan hipokotil dan epikotil, dan Owonubi et al. 2011 melaporkan organogenesis kacang bogor
secara in vitro menggunakan bagian mata tunas.
Mikropropagasi kacang bogor secara in vitro merupakan salah satu cara untuk menghasilkan bibit secara masal, seragam, dan dengan waktu produksi yang
relatif singkat, terutama jika melalui sistem regenerasi organogenesis langsung. Organogenesis langsung adalah proses pembentukan tunas adventif langsung dari
eksplan. Menurut George dan Debergh 2008 keberhasilan mikropropagasi ditentukan oleh empat faktor, yaitu kestabilan metode in vitro, multiplikasi tunas,
pengakaran, dan aklimatisasi.
Induksi dan multiplikasi tunas umumnya menggunakan ZPT jenis sitokinin Northmore et al. 2012. Salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan adalah
BA 6-benzyladenine untuk menginduksi pembentukan tunas selama kultur in vitro Sugiyama 1999. Penggunaan BA sangat efektif untuk induksi dan
multiplikasi tunas kacang bogor Lacroix et al. 2003; Mongomake et al. 2009; Owonubi et al. 2011.
Induksi perakaran merupakan tahapan selanjutnya setelah multiplikasi tunas. Sistem perakaran yang baik merupakan salah satu persyaratan penting bagi planlet