Status Pemukiman DAMPAK SOSIO-EKOLOGI EKOWISATA

pada gambar 13, 14, 15, dan tabel 15. Terjadinya penurunan tingkat komunikasi dikarenakan adanya penurunan intensitas komunikasi.

6.4 Status Pemukiman

Status pemukiman adalah kualitas pemukiman akibat adanya kegiatan ekowisata. Status pemukiman memiputi perubahan kebisingan, adanya sampah, kualitas air, dan kualitas udara. Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu Gambar 16. Persentase Responden Terhadap Perubahan Lingkungan Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Berdasarkan Gambar 16, pada lapisan bawah 53 persen, lapisan menengah 50 persen, dan lapisan atas 36 persen penduduk Citalahab Central mengemukakan adanya perubahan lingkungan sebagai akibat adanya ekowisata. Penduduk pada lapisan bawah 47 persen, lapisan menengah 50 persen, dan lapisan atas 64 persen Citalahab Central mengemukakan adanya ekowisata tidak terjadi perubahan lingkungan. Seluruh lapisan pada Citalahab Kampung mengemukakan tidak terjadi perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan menjadi lebih rapi atau menjadi rusak karena adanya ekowisata. Apabila dibandingkan dengan Citalahab Kampung, maka pengaruh terhadap lingkungan hidup tampak nyata di Citalahab Central. Hal ini masuk akal, karena akses terhadap ekowisata lebih besar dimiliki oleh Citalahab Central sehingga kawasan ini lebih banyak terlintas kunjungan wisatawan. Adanya ekowisata mengakibatkan wisatawan berkunjung untuk menikmati keindahan alam dan kebudayaan yang ada. Wisatawan yang datang kadang meningkat pada bulan-bulan tertentu ataupun pada peristiwa tertentu misalnya awal tahun, libur hari raya, ataupun liburan sekolah. Pengunjung yang datang ada yang individu, ataupun berkelompok, mulai dengan menggunakan sepeda motor sampai dengan kendaraan beroda empat atau mobil. Adanya aktivitas kendaraan ini mengakibatkan suara di sekitar kawasan ini menjadi sedikit bising. Ekowisata berdampak terhadap lingkungan terutama di Citalahab Central sedangkan di Citalahab Kampung tidak terlihat perubahan lingkungan hidup akibat ekowisata. Perubahan lingkungan yang terjadi di Citalahab Central mencakup kebisingan akibat adanya kendaraan wisatawan yang datang, kualitas air, kualitas udara, dan sampah. Perubahan yang terlihat jelas yaitu adanya kebisingan dan sampah akibat ekowisata. Namun, walaupun terdapat sampah penduduk tidak merasa terganggu karena penduduk lokal dan wisatawan telah mengetahui membuang sampah pada tempatnya dan tetap menjaga kebersihan di area kampung dan sekitarnya. Kualitas air dan kualitas udara dirasakan penduduk tidak mengalami perubahan. Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu Gambar 17. Persentase Responden terhadap Kebisingan Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Gambar 17 menerangkan bahwa pada lapisan bawah 20 persen, lapisan menengah 25 persen, dan lapisan atas 45 persen pada Citalahab Central mengatakan setelah adanya ekowisata tidak terjadi kebisingan. Sedangkan pada lapisan bawah 80 persen, lapisan menengah 75 persen, dan lapisan atas 55 persen mengemukakan adanya ekowisata mengakibatkan kebisingan. Sebaliknya, semua lapisan pada Citalahab Kampung mengemukakan adanya ekowisata tidak mengakibatkan kebisingan. Obyek wisata yang di Citalahab Central mengundang wisatawan untuk datang dan menikmatinya. Wisatawan yang datang seringkali menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat sehingga mengakibatkan suara yang berasal dari kendaraan. Kebisingan yang terjadi akibat kendaraan yang datang karena letak rumah lapisan atas lebih dekat dengan jalan dan wisatawan biasanya menginap di rumah dekat ketua KSM. Lapisan bawah dan lapisan menengah pun merasa adanya kebisingan akibat kendaraan yang datang. Penduduk Citalahab Kampung tidak mengalami kebisingan karena wisatawan tidak datang ke kampung tersebut sehingga tidak terjadi kebisingan. Kebisingan ini tidak menganggu penduduk lokal karena hanya terjadi dua atau tiga hari setiap minggu jika memang ada wisatawan yang datang. Salah satu dampak ekologi dari ekowisata yaitu adanya sampah. Adanya ekowisata yang mengakibatkan wisatawan datang seringkali membawa makanan dan minuman sehingga meninggalkan sampah. Wisatawan yang datang membawa makanan dan minuman untuk persediaan dan mengakibatkan sampah. Sampah dari wisatawan ini ada yang dibawa kembali ke tempat asal wisatawan dan ada yang dibuang di tempat sampah rumah penduduk. Warga setempat terlebih dahulu memberi informasi wisatawan bahwa sampah yang berasal dari wisatawan sebaiknya dibuang ke tempat sampah. Wisatawan yang mengunjungi obyek wisata biasanya membawa kantong plastik sendiri untuk menyimpan sampah lalu membuangnya di tempat sampah atau jika wisatawan yang datang tidak untuk menginap biasanya mereka membawa pulang sampah yang ada. Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu Gambar 18. Persentase Responden terhadap Sampah Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Gambar 18 menunjukkan bahwa pada lapisan menengah dan atas Citalahab Central sebesar 100 persen dan sebesar 93 persen pada lapisan bawah mengatakaan bahwa adanya ekowisata menyebabkan sampah. Penduduk lapisan bawah sebanyak satu responden 7 persen tidak mengakibatkan sampah. Seluruh lapisan penduduk pada Citalahab Kampung mengemukakan adanya ekowisata tidak mengakibatkan sampah. Hal ini karena tidak ada wisatawan yang datang ke Citalahab Kampung. Sampah yang dihasilkan oleh penduduk di kumpulkan di rumah kemudian sampah tersebut di bakar. Penduduk telah membuat lubang khusus untuk menampung sampah. Ketika sampah telah menumpuk maka penduduk akan membakarnya. Sampah wisatawan dikategorikan meningkat seiring dengan meningkattnya wisatawan. Namun, peningkatan sampah ini tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. “Adanya pengunjung mengakibatkan peningkatan sampah. Namun, sampah yang ada biasanya di bawa kembali oleh wisatawan atau dibuang ke tempat sampah. Sedangkan sampah dari penduduk akan di bakar ”. Bapak SYN, 40 tahun, ketua KSM Air yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari diperoleh dari mata air di pegunungan. Air dialiri menggunakan selang untuk mencapai rumah-rumah penduduk. Hadirnya ekowisata ternyata tidak mengakibatkan perubahan air. Air yang ada tetap jernih, tidak berbau, dan tidak beraroma. Hal ini terlihat pada Tabel 16 dibawah ini. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Kualitas Air Sebagai Akibat Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011. Sumber: Diolah dari Data Primer Tabel 16 mengemukakan hampir semua lapisan di kedua kampung tidak mengakibatkan perubahan kualitas air. Penduduk lapisan atas Citalahab Central Nama Kampung Status Golongan Kualitas Air Jumlah Tidak Mengakibatkan Perubahan Kualitas Air Mengakibatkan Perubahan Kualitas Air Citalahab Central Lapisan Bawah 1493 17 15100 Lapisan Menengah 4100 00 4100 Lapisan Atas 11100 00 11100 Citalahab Kampung Lapisan Bawah 11100 00 11100 Lapisan Menengah 10100 00 10100 Lapisan Atas 9100 00 9100 sebanyak satu responden 9 persen mengemukakan ekowisata mengakibatkan perubahan kualitas air. Penduduk beranggapan kualitas air saat ini lebih bagus karena penduduk selalu memeriksa kondisi air dan selang agar selalu baik. Ekowisata membuat penduduk lokal lebih menjaga lingkungan agar tetap bersih dan nyaman sehingga kualitas lingkungan air dan udara menjadi lebih baik. Status pemukiman juga terlihat dari kualitas udara di sekitar kawasan pemukiman. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa pada kedua kampung setelah adanya ekowisata tidak mengakibatkan kualitas udara. Udara di kedua kampung masih segar, sejuk, dan bersih. Hal ini karena kedua kampung berada di kawasan pegunungan dan tidak ada kegiatan penduduk dan wisatawan yang mengurangi kualitas udara. Sumber: Diolah dari Data Primer Walaupun terjadi kebisingan di Citalahab Kampung, penduduk merasa tidak terjadi perubahan kualitas udara. Status pemukiman yang terdiri dari tingkat kebisingan, sampah, kualitas air, dan kualitas udara tergolong kategori rendah di Citalahab Kampung. Sedangkan pada Citalahab Central tergolong sedang sebagaimana pada lampiran 20. Artinya, status pemukiman di Citalahab Kampung jauh lebih baik dibandingkan dengan status pemukiman di Citalahab Central. Terdapat perubahan kebisingan, kualitas air, dan sampah di Citalahab Central. Hasil ini sesuai dengan uji statistik chi square. Berdasarkan uji statistik diperoleh Chi-Square hitung sebesar 4.267, DF sebesar satu, dan P-Value sebesar 0.039 sebagaimana pada lampiran 14. Uji statistik P-Value sebesar 0.039 10 persen artinya terdapat beda nyata status pemukiman penduduk di kedua Tabel 17. Jumlah dan Persentase Kualitas Udara sebagai Akibat Adanya Ekowisata Tahun 2011. Nama Kampung Status golongan Ekowisata mengakibatkan perubahan kualitas udara Total Tidak mengakibatkan perubahan kualitas udara Mengakibatkan perubahan kualitas udara Citalahab Central Bawah 15100 0 0 15100 Menengah 4 100 0 0 4100 Atas 11 100 0 0 11100 Citalahab Kampung Bawah 11 100 0 0 11100 Menengah 10 100 0 0 10100 Atas 9 100 0 0 90 kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Terdapat perbedaan antara kedua kampung, kampung yang memiliki akses dekat dengan ekowisata mengalami perubahan status pemukiman yaitu adanya perubahan kebisingan, kualitas air, dan sampah. Sebaliknya, pada Citalahab Kampung tidak terdapat perubahan lingkungan.

6.5 Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi Sumberdaya Alam Lokal

Dokumen yang terkait

Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan di Taman Nasional Gunung Halimun, Desa Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

0 6 72

Rancangan Jalan Obyek Wisata dan Rekreasi Alam Daerah Cikaniki dan Citalahab di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

0 8 84

Implikasi Perubahan Struktur Agraria Terhadap Potensi Konflik Agraria (Studi Kasus Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di Kampung Parigi, Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).

0 10 291

Perencanaan Jalur Interpretasi Desa Malasari Taman Nasional Gunung Halimun Salak

0 13 32

Implementasi manajemen kolaboratif dalam pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat: studi kasus kampung citalahab Sentral-Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 28 83

Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism/ CBT) di Desa Malasari, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

0 3 13

Dampak aktivitas pertambangan bahan galian golongan c terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa (analisis sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 14 120

Analisis Stakeholders dan Ekonomi Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH) Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) (Studi Kasus: Desa Puraseda dan Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 28 109

Dampak Penetapan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terhadap Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya

0 8 100

Wisata alam taman nasional gunung halimun salak: solusi kepentingan ekologi dan ekonomi

0 4 10