Kerjasama DAMPAK SOSIO-EKONOMI EKOWISATA

kawasan mereka tidak kedatangan wisatawan dan obyek wisata jauh dari kampung mereka. Kehidupan sehari-hari masyarakat Citalahab Kampung bekerja sebagai buruh pemetik teh, bertani, pergi ke tambang. “Di Citalahab Kampung penduduknya sehari hari bekerja di sawah atau jadi buruh pemetik teh di perkebunan NM. Kesibukannya sehari-hari jika tidak bekerja maka diam di rumah saja ataupun berkunjung ke tetangga sekitar ”. Ibu ANH, 44 tahun, warga Citalahab Kampung Jam kerja penduduk kedua kampung berbeda, pada Citalahab Central penduduknya ada yang bekerja di sektor ekowisata sehingga terdapat jam kerja di sektor ekowisata dan perubahan alokasi waktu serta adanya perubahan pada kesibukan sehari-hari. Sebaliknya, pada Citalahab Kampung yang tidak memiliki perubahan pada jam kerja, karena rutinitas kegiatan penduduk sehari-hari sama yaitu bekerja di sektor pertanian ataupun non pertanian. Maka, tidak terdapat perubahan alokasi waktu ataupun adanya pertambahan kesibukan akibat adanya ekowisata

5.6 Kerjasama

Soekanto 1990 mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan- hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan orang- orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial ini ada yang bersifat mempersatukan atau mendekatkan dan ada yang menjauhkan atau mempertentangkan. Salah satu proses siosial yang mendekatkan yaitu kerjasama. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation co: bersama; operate: bekerja. Kerjasama tidak hanya terlihat pada gotong royong namun juga keikutsertaan atau keterlibatan pada pengajian, musyawarah, siskamling, dan upacara adat. Kerjasama di kedua kampung berupa gotong royong yang dilakukan pada hari minggu. Kerjasama berupa gotong royong ini dilakukan oleh laki-laki sedangkan untuk perempuan ataupun istri-istri berdiam diri di rumah. Namun, ada pula perempuan yang membantu menyiapkan makanan dan minuman untuk laki- laki yang bekerja. Gotong royong dilakukan meliputi perbaikan jalan, membantu tetangga yang sedang mengalami kesulitan, ataupun memperbaiki mushola di kampung tersebut. Selain itu, ada pula kerjasama yang dilakukan dengan kampung lainnya apabila ada kegiatan dari kantor desa. Kerjasama atau gotong royong memang terlebih dahulu ada di Citalahab Central dan hadirnya ekowisata mendorong semakin sering dilakukan walaupun tidak rutin. Gotong royong dilakukan yaitu perbaikan jalan, menambah batu-batu, membersihkan lingkungan sekitar, dan saling tolong menolong antar tetangga. Kegiatan gotong royong dapat dilakukan kapan saja dan semakin sering seiring dengan peningkatan wisatawan. “ Setelah adanya ekowisata di Citalahab Central maka lebih sering dilakukan kerjasama. Biasanya kerjasama yang dilakukan berupa gotong royong perbaikan jalan. Hal ini karena banyak wisatawan yang datang dan menyebabkan jalanan yang tadinya berbatu-batu harus ditambahkan batu lagi sehingga wisatawan dan warga dapat nyaman melaluin jalan tersebut. Maka, gotong royong ini sering dilakukan oleh warga ”. Bpk SYN, 40 tahun, ketua KSM “Gotong royong di Citalahab Kampung rutin dilakukan dan sudah adaa sejak dulu. Biasanya warga diberitahu dengan menggunakan kentongan bahwa akan diadakan gotong royong. Selain itu juga pemberitahuan dilakukan dengan lisan. Adanya ekowisata tidak mempengaruhi kerjasama yang ada ”. Bpk EGS, 29 tahun, ketua RT Kerjasama yang dilakukan di Citalahab Kampung sudah lama ada dan adanya ekowisata tidak berpengaruh penting terhadap proses sosial di masyarakat lokal. Kerjasama yang dilakukan berupa gotong royong untuk mencapai tujuan bersama. Adanya ekowisata mengakibatkan kegiatan gotong royong meningkat di Citalahab Central walaupun tidak rutin dilakukan. Dana yang digunakan dalam gotong royong ini berasal dari iuran warga. Warga saling membantu jika ada warga yang membutuhkan pertolongan. Misalnya, ada warga yang sedang membangun rumah atau mendirikan antena TV maka warga yang lainnya dapat membantu. Keikutsertaan penduduk pada kegiatan gotong royong di Citalahab Central dan Citalahan Kampung terlihat pada tabel 8. Tabel 8. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Gotong Royong di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Nama Kampung Lapisan Sosial Responden Persentase Intensitas Gotong Royong n sampel Tidak Pernah Jarang Sering Selalu Citalahab Central Lapisan Bawah 320 427 320 533 15100 Lapisan Menengah 00 250 125 125 4100 Lapisan Atas 00 873 327 00 11100 Citalahab Kampung Lapisan Bawah 655 00 545 00 1155 Lapisan Menengah 880 00 110 110 1080 Lapisan Atas 556 111 111 222 956 Sumber: Diolah dari Data Primer Tabel 8, memperlihatkan keikutsertaan responden pada kegiatan gotong royong. Penduduk lapisan bawah persentase keikutsertaan pada kegiatan gotong royong sebesar 33 persen selalu mengikuti gotong royong, pada lapisan menengah sebesar 50 persen, dan sebesar 73 persen pada lapisan atas jarang mengikuti kegiatan gotong royong. Adanya ekowisata mengakibatkan penduduk pada lapisan atas jarang mengikuti kegiatan gotong royong karena sibuk menangani wisatawan. Terdapat penduduk lapisan atas yang bekerja sebagai karyawan taman nasional sehingga sibuk menangani wisatawan dan kelestarian hutan sehingga jarang mengikuti kegiatan gotong royong. Adapun penduduk yang jarang atau tidak pernah mengikuti kegiatan gotong royong dikarenakan penduduk Citalahab Central biasanya sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak mengikuti kegiatan gotong royong yang ada. Ada warga yang pada hari minggu menjadi pemandu sehingga tidak mengetahui adanya kegiatan gotong royong dan tidak mengikutinya. Ada pula warga yang memilih berdiam diri di rumah karena lelah bekerja dari hari senin sampai sabtu di perkebunan sehingga hari minggu digunakan untuk istirahat di rumah. Semua lapisan Citalahab Kampung mengemukakan bahwa penduduk lokal tidak mengikuti gotong royong. Meskipun demikian, ada pula warga yang mengikuti kegiatan gotong royong. Adanya masyarakat yang tidak mengikuti kegiatan gotong royong tidak berbeda jauh dengan alasan di Citalahab Central yaitu karena aktifitas yang dilakukan setiap hari, maka sebagian warga ingin waktu kosong digunakan untuk beristirahat. Ketidakikutsertaan penduduk Citalahab Kampung pada kegitan gotong royong tidak berhubungan dengan kehadiran ekowisata. Gotong royong di Citalahab Kampung telah ada sejak dahulu namun tidak pernah diikuti warga karena warga ingin beristirahat dan malas mengikutinya. Kerjasama yang dilakukan penduduk tidak hanya pada kegiatan gotong royong tapi juga pengajian. Tabel 9. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Pengajian di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Nama Kampung Lapisan Sosial Responden Persentase Intensitas Pengajian n sampel Tidak Pernah Jarang Sering Selalu Citalahab Central Lapisan Bawah 17 533 640 320 15100 Lapisan Menengah 00 250 250 00 4100 Lapisan Atas 545 19 218 327 11100 Citalahab Kampung Lapisan Bawah 11100 00 00 00 1155 Lapisan Menengah 10100 00 00 00 1080 Lapisan Atas 6 67 222 111 00 956 Sumber: Diolah dari Data Primer Pengajian untuk laki- laki dilakukan pada hari Jum’at malam dan untuk perempuan dilakukan pada hari minggu sore. Berdasarkan Tabel 9, penduduk Citalahab Central pada lapisan bawah sebesar 33 persen jarang mengikuti kegitan pengajian. Lapisan atas penduduk Citalahab Central sebesar 45 persen tidak pernah mengikuti kegiatan pengajian dan lapisan menengah penduduk jarang dan sering mengikuti pengajian. Ekowisata menyebabkan lapisan atas tidak pernah mengikuti kegiatan pengajian. Penduduk lapisan atas sibuk bekerja di sektor ekowisata seperti menjadi pemandu atau pergi ke berbagai tempat untuk mempromosikan ekowisata Citalahab Central sehingga penduduk tidak mengikuti pengajian. Penduduk yang bekerja di taman nasional berjaga-jaga apabila terdapat wisatawan yang datang atau orang tersesat di malam hari maka harus berada di stasiun penelitian. Penduduk lapisan bawah sering mengikuti kegiatan pengajian walaupun tidak setiap minggu diikuti. Walaupun demikian, terdapat penduduk yang selalu mengikuti kegiatan pengajian dikarenakan penduduk merasa bahwa mereka seharusnya mengikuti kegiatan pengajian selain untuk menambah ilmu, silaturahmi, dan memperoleh ketenangan hati. Lapisan menengah memperoleh persentase yang sama yaitu 50 persen untuk penduduk yang jarang dan sering mengikuti kegiatan pengajian. Adanya penduduk yang jarang mengikuti karena penduduk lebih memilih istirahat di rumah setelah pulang kerja. Rata-rata penduduk memiliki anak yang masih kecil-kecil sehingga mereka tidak berniat untuk meninggalkan mereka dan jarak yang lumayan jauh sekitar 40-50 menit dengan jalan kaki membuat masyarakat memilih lebih baik berdiam diri di rumah. Keikutsertaan penduduk pada kegiatan pengajian tidak disebabkan oleh kegiatan ekowisata. “ Jika ingin mengikuti pengajian maka harus ke atas Citalahab Bedeng. Untuk perempuan pengajian dilakukan pada hari minggu sore pukul 16.00. Meskipun jaraknya sekitar satu jam ke Bedeng tapi ada saja yan pergi ke sana untuk mengaji. Hal ini karena di Citalahab Central tidak ada masjid yang ada hanya mushola untuk tempat mengaji anak-anak di malam hari ”. Ibu ELH, 50 tahun, tokoh agama Penduduk di Citalahab Kampung pada semua lapisan mengemukakan tidak pernah mengikuti pengajian karena jarak yang di tempuh jauh dari kampung. Ketidakikutsertaan penduduk pada kegiatan pengajian di Citalahab Kampung tidak berhubungan dengan adanya ekowisata. Penduduk Citalahab Kampung mengaku malas mengikuti pengajian dan aksesnya yang lumayan jauh membuat penduduk tidak datang. Kedua kampung tidak memiliki masjid atau tempat pengajian untuk penduduknya, sehingga apabila ingin mengikuti pengajian harus keluar kampung. Namun, ada pula warga yang mengikuti pengajian walaupun jaraknya yang lumayan jauh. “Di Citalahab Kampung sebanyak 90 persen penduduknya tidak pernah mengikuti pengajian. Hal ini karena tempat pengajian yang lumayan jauh dan penduduk lebih memilih untuk istirahat di rumah ”. Ibu HTI, 20 tahun, warga Citalahab Kampung Musyawarah yang terlihat dalam penelitian ini adalah musyawarah yang dilakukan di desa untuk pembangunan kampung dan desa. Musyawarah jarang dilakukan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung. Ekowisata tentunya mengakibatkan terjadinya musyawarah yang berkaitan dengan keberlangsungan ekowisata. Musyawarah yang berkaitan dengan ekowisata maka ketua KSM akan mengundang dua sampai tiga orang untuk mendiskusikan hal yang berkaitan dengan ekowisata. Penduduk yang diikutsertakan untuk berdiskusi adalah penduduk yang tahu lebih jelas tentang ekowisata di Citalahab Central. Namun, untuk musyawarah dengan pihak lain seperti pemerintah desa, TNGHS, LSM, travel, ataupun perusahaan perjalanan ekowisata biasanya ketua KSM mengikutinya seorang diri dan terlibat secara langsung dalam diskusi tersebut. Musyawarah yang diadakan di desa tidak dihadiri oleh semua penduduk. Ketidakhadiran ini tidak disebabkan oleh ekowisata. Warga yang diundang saja yang dapat datang dan berpendapat. Masyarakat yang tidak datang biasanya terwakili oleh masing-masing wakil kampungnya seperti ketua RT, ketua RW, tokoh agama, ataupun pihak lain yang pada waktu musyawarah mendapat undangan. Musyawarah yang diadakan membahas berbagai hal salah satunya pemasangan listrik yang pada awalnya tidak semua kampung di Desa Malasari teraliri listrik. Masyarakat kawasan menggunakan turbin untuk membantu kehidupan sehari-hari khusunya aliran listrik. Maka, saat ini listrik telah ada di setiap kampung dan masyarakat terbantu. Selain itu, musyawarah yang dulu pernah dilakukan terkait aspal jalan. Desa Malasari merupakan salah satu desa dengan akses yang sulit karena berbatu dan menanjak. Ketika jalan telah diberi aspal dan sangat membantu masyarakat dalam mempermudah akses jalan meskipun tidak seluruh jalan di dalam kawasan di aspal. Tabel 10. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Musyawarah di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Nama Kampung Lapisan Sosial Responden Persentase Intensitas Musyawarah n sampel Tidak Pernah Jarang Sering Selalu Citalahab Central Lapisan Bawah 960 320 213 17 15100 Lapisan Menengah 250 250 00 00 4100 Lapisan Atas 873 218 19 00 11100 Citalahab Kampung Lapisan Bawah 11100 00 00 00 11100 Lapisan Menengah 10100 00 00 00 10100 Lapisan Atas 667 111 322 00 9100 Sumber: Diolah dari Data Primer Tabel 10, memperlihatkan bahwa penduduk di kedua kampung tidak pernah mengikuti musyawarah. Adapun masyarakat yang mengikuti musyawarah tergolong selalu, jarang, sering, ataupun tidak pernah. Namun, pada lapisan menengah Citalahab Central persentase keikutsertaan responden sebesar 50 persen tidak pernah, dan jarang mengikuti musyawarah. Apabila penduduk selalu mengikuti musyawarah desa biasanya penduduk yang bekerja sebagai karyawan taman nasional. Hal ini karena, ada musyawarah terkait dengan masyarakat lokal khususnya yang berada di dalam kawasan dan kaitannya dengan taman nasional. Terdapat pula penduduk yang merangkap sebagai perangkat kampung seperti ketua RT ataupun RW yang seharusnya datang pada setiap musyawarah yang ada. Namun, terkadang ada beberapa alasan seperti ada keperluan lain yang mendesak, ataupun hal lain yang menyebabkan penduduk tidak dapat mengikuti kegiatan musyarah. Ekowisata bukan penyebab penduduk tidak ikut kegiatan musyawarah. Ketidakikutsertaan penduduk dikarenakan jarak dan tidak adanya undangan kepada masyarakat. Ekowisata yang ada selain menikmati keindahan alam juga menikmati tradisi ataupun upacara adat yang ada. Upacara adat Desa Malasari dinamakan seren taun yang merupakan rasa syukur atas hasil pertanian. Upacara adat ini biasanya dilakukan setiap tahun di Desa Malasari ataupun Kasepuhan pada bulan Desember ataupun bulan Januari. Masyarakat ikut terlibat dengan membawa hasil panen ke kantor desa tempat pelaksanaan upacara adat. Tabel 11. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Upacara Adat di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Nama Kampung Lapisan Sosial Responden Persentase Intensitas Upacara Adat n sampel Tidak Pernah Jarang Sering Selalu Citalahab Central Lapisan Bawah 747 427 320 17 15100 Lapisan Menengah 375 125 00 00 4100 Lapisan Atas 764 436 00 00 11100 Citalahab Kampung Lapisan Bawah 764 327 19 00 11100 Lapisan Menengah 550 220 330 00 10100 Lapisan Atas 444 111 333 111 9100 Sumber: Diolah dari Data Primer Tabel 11, menunjukkan penduduk di kedua kampung tidak pernah mengikuti kegiatan upacara adat. Adanya ekowisata menarik wisatawan untuk menikmati budaya lokal yang ada di masyarakat setempat. Namun, keikutsertaan penduduk pada kegiatan upacara adat bukan akibat dari hadirnya ekowisata. Penduduk yang terlibat secara langsung pada kegiatan upacara adat biasanya merupakan penduduk di sekitar kantor desa atau yang memiliki keluarga di sekitar kantor desa. Sementara penduduk Citalahab Kampung dan Citalahab Central jarang mengikutinya. Jarak antara kedua kampung dengan kantor desa sangat jauh sekitar dua sampai tiga jam mengendarai sepeda motor sehingga penduduk jarang atau tidak pernah mengikuti kegiatan upacara adat. Selain itu, ada pula warga yang selalu mengikuti upacara seren taun ini ditempat asalnya. Maka, penduduk akan pergi ke daerah asalnya atau keluarganya berada untuk melakukan upacara adat.. Misalnya penduduk berasal dari Kasepuhan, maka penduduk akan mengikuti upacara seren taun ditempat asalnya dan masyarakat tidak mengikuti upacara adat di Desa Malasari. “Jarak antara Citalahab Central dan kantor desa sangat jauh, maka jarang ada warga di sini yang pergi ke seren taun. Ada pula masyarakat yang kembali ke daerah asalnya atau Kasepuhan dan merayakan seren taun di tempat asalnya ”. Ibu NNI, 37 tahun, warga Citalahab Central Selain gotong royong, pengajian, musyawarah desa, dan upacara adat, kerjasama yang dilakukan berupa siskamling. Siskamling sistem keamanan lingkungan di sini adalah berjaga di malam hari secara bergantian antar penduduk. Tabel 12 menerangkan persentase keikutsertaan penduduk pada kegiatan siskamling di kedua kampung. Penduduk lokal di kedua kampung tidak pernah mengikuti kegiatan siskamling untuk menjaga lingkungan. Namun, walaupun persentase tertinggi responden tidak pernah mengikuti siskamling tetap ada penduduk yang melakukan siskamling di kedua kampung seperti terlihat pada Tabel 12 yaitu sebesar 33 persen penduduknya lapisan menengah jarang mengikuti siskamling dan sebesar 13 persen responden selalu melakukan siskamling. Penduduk pada lapisan menengah Citalahab Central sebesar 25 persen jarang mengikuti siskamling dan sebanyak satu responden 11 persen pada lapisan atas Citalahab Kampung juga jarang mengikuti kegiatan siskamling. Tabel 12. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Siskamling di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Nama Kampung Lapisan Sosial Responden Persentase Intensitas Siskamling n sampel Tidak Pernah Jarang Sering Selalu Citalahab Central Lapisan Bawah 853 533 00 213 15100 Lapisan Menengah 250 125 00 125 4100 Lapisan Atas 873 218 19 00 11100 Citalahab Kampung Lapisan Bawah 11100 00 00 00 11100 Lapisan Menengah 10100 00 00 00 10100 Lapisan Atas 889 111 00 00 9100 Sumber: Diolah dari Data Primer Hadirnya ekowisata mengakibatkan penduduk tidak pernah mengikuti siskamling. Sejak awal di kedua kampung memang tidak terdapat siskamling atau berkeliling kampung untuk menjaga keamanan di sekitar kampung. Ekowisata mengakibatkan kesibukan di masyarakat Citalahab Central khususnya dalam bidang jasa sehingga penduduk merasa lelah setelah bekerja di kebun teh ataupun di sektor ekowisata. Walaupun mayoritas semua lapisan tidak pernah mengikuti siskamling, namun ada pula penduduk yang berkeliling kampus. Siskamling yang dilakukan di Citalahab Central dilakukan apabila sedang banyak wisatawan yang datang. Sekitar empat sampai dengan lima orang akan berjaga-jaga di luar dan kemudian berkeliling di sekitar kampung. Selain itu antar warga juga berkomunikasi dengan menggunakan handphone HP untuk memberikan kabar mengenai kondisi di sekitar rumahnya. Pak SYN selaku ketua RT selalu berkomunikasi dengan tetangga lainnya untuk mengetahui kondisi sekitar Citalahab Central. Kegiatan siskamling tidak dilakukan di Citalahab Kampung karena setelah kerja seharian masyarakat merasa lelah dan beristirahat di rumah. Ketua RT selalu berkomunikasi dengan masyarakat terkait dengan keamanan lingkungan dan terkadang melakukan siskamling jika hal tersebut diperlukan. Namun, walaupun demikian kondisi di lingkungan kedua kampung dirasa aman. Berdasarkan data sebagaimana pada lampiran 17, maka pada Citalahab Central dan Citalahab Kampung tingkat kerjasama tergolong rendah. Hal ini karena masyarakat jarang atau tidak pernah mengikuti kerjasama yang ada meliputi gotong royong, musyawarah, siskamling, pengajian, dan upacara adat. Uji statistik chi-square sebagaimana pada lampiran 10 diperoleh Chi-Square hitung sebesar 39.900, DF sebesar dua, dan P-Value sebesar 0.000. Uji statistik P-value sebesar 0.000 10 persen artinya terdapat beda nyata tingkat kerjasama antar penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Perbedaan ini terlihat pada gambar 10, 11, 12, 13, dan 14 yaitu keterlibatan penduduk pada kegiatan gotong royong, pengajian, musyawarah desa, upacara adat, dan siskamling. Persentase keterlibatan penduduk Citalahab Central pada kegiatan gotong royong tergolong selalu dan jarang, sedangkan pada Citalahab Kampung tergolong tidak pernah mengikuti kegiatan gotong royong. Kegiatan pengajian diikuti penduduk Citalahab Central secara sering dan jarang bahkan ada penduduk yang tidak pernah mengikutinya. Persentase terbesar keterlibatan penduduk Citalahab Kampung pada kegiatan pengajian yaitu tidak pernah mengikutinya. Hal ini sama dengan keterlibatan penduduk pada kegiatan upacara adat dan siskamling kedua kampung. Penduduk Citalahab Central jarang mengikuti kegiatan musyawarah, ada pula yang tidak pernah mengikutinya. Walaupun persentase terbesar kedua kampung terlihat pada keterlibatan penduduk yang rendah yaitu jarang ataupun tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di kampung, namun penduduk di Citalahab Central ada juga yang sering ataupun selalu mengikuti kegiatan yang diadakan di kampung. Persentase keterlibatan penduduk di Citalahab Central lebih rendah dibandingkan Citalahab Kampung karena persentase penduduk tidak pernah mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian, musyawarah desa, upacara adat, dan siskamling. Kerjasama, pengajian, upacara adat, musyawarah, dan siskamling memang telah ada sebelum adanya ekowisata. Ekowisata tidak menimbulkan adanya kegiatan tersebut. Namun, ketika ekowisata hadir kerjasama yang ada di Citalahab Central menjadi meningkat walaupun tidak rutin. Hal ini dikarenakan penduduk melakukan kerjasama atau gotong royong untuk menjaga lingkungan dan wisatawan dapat datang kembali ke Citalahab Central. Penduduk jarang mengikuti kegiatan pengajian karena jarak yang jauh dan rasa lelah setelah bekerja mengakibatkan penduduk lebih memilih untuk tinggal di rumah. Ekowisata tidak menyebabkan adanya upacara adat dan siskamling karena keduanya telah ada sebelumnya. Namun, dengan adanya ekowisata upacara adat yang dilakukan menjadi lebih dikenal oleh orang luarwisatawan karena dengan adanya ekowisata memperkenalkan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh penduduk lokal ke wisatawan. Siskamling yang diadakan di Citalahab Central akan berubah menjadi rutin apabila terdapat wisatawan yang datang. Musyawarah yang dilakukan lebih kepada musyawarah desa untuk pembangunan kampung dan desa. Citalahab Central jika melakukan musyawarah untuk ekowisata maka ketua KSM akan mengumpulkan beberapa orang dan mendiskusikannya. Ekowisata memang mengakibatkan terjadinya konflik khususnya di Citalahab Central yang merupakan pusat dari kegiatan wisatawan dan kampung yang aksesnya dekat dengan ekowisata. Konflik yang terjadi relatif tinggi khususnya pada pembagian penginapan wisatawan dan ketidakikutsertaan penduduk pada kegiatan gotong royong. Konflik yang terjadi di Citalahab Central ini relatif tinggi sedangkan tingkat kerjasama juga relatif tinggi meskipun tidak rutin. Kerjasama yang relatif tinggi ini dikarenakan adanya ketua KSM dan tokoh agama Pak AKG yang selalu mengingatkan akan adanya kerjasama khususnya gotong royong. Ketua KSM akan memberitahukan kepada tokoh agama tentang gotong royong yang akan dilakukan kemudian memberitahukan kepada penduduk lain dengan menggunakan kentongan ataupun lisan. Kegiatan ini di perlukan untuk menjaga lingkungan tetap bersih, rapi, dan indah. Walaupun terjadi konflik, namun ketika tokoh agama telah mengatakan bahwa akan ada kegiatan gotong royong maka penduduk di Citalahab Central akan mengikuti kegiatan ini kecuali penduduk yang sibuk dengan pekerjaannya ataupun penduduk yang merasa lelah karena setiap hari bekerja. Pemberitahuan ini akan dilakukan satu atau dua hari sebelum kegiatan gotong royong. Adanya keterlibatan ketua KSM dan tokoh agama ini yang mengakibatkan konflik tetap meningkatkan kerjasama walaupun tidak rutin. Konflik tidak mengakibatkan terganggunya gotong royong jika tokoh agama telah berbicara agar penduduk melakukan kerjasama maka penduduk akan mengikutinya.

5.7 Konflik

Dokumen yang terkait

Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan di Taman Nasional Gunung Halimun, Desa Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

0 6 72

Rancangan Jalan Obyek Wisata dan Rekreasi Alam Daerah Cikaniki dan Citalahab di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

0 8 84

Implikasi Perubahan Struktur Agraria Terhadap Potensi Konflik Agraria (Studi Kasus Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di Kampung Parigi, Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).

0 10 291

Perencanaan Jalur Interpretasi Desa Malasari Taman Nasional Gunung Halimun Salak

0 13 32

Implementasi manajemen kolaboratif dalam pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat: studi kasus kampung citalahab Sentral-Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 28 83

Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism/ CBT) di Desa Malasari, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

0 3 13

Dampak aktivitas pertambangan bahan galian golongan c terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa (analisis sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 14 120

Analisis Stakeholders dan Ekonomi Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH) Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) (Studi Kasus: Desa Puraseda dan Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 28 109

Dampak Penetapan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terhadap Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya

0 8 100

Wisata alam taman nasional gunung halimun salak: solusi kepentingan ekologi dan ekonomi

0 4 10