15 b.
Perorangan pengerajinindustri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa dan
lain-lain 3.
Definisi usaha menengah bedasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang memiliki kriteria kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan usaha kecil. Biasanya memiliki aset Rp.10.000.000.000,- sepuluh miliar rupiah, tidak termasuk tanah, bangunan
tempat usaha dan omset tahunan Rp. 5.000.000.000,- lima miliar rupiah. 4.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.250KMK041995 perusahaan menengah adalah perusahaan yang memiliki penjualan bersih dalam setahun
tidak melebihi Rp. 5.000.000.000,- lima miliar rupiah. Selain ketentuan diatas. Usaha kecil dan menengah dapat pula dibedakan
berdasarkan jumlah tenagakerja yang dipekerjakaan. Oleh Badan Pusat Statistik BPS.1994 dikatakan usaha kecil jika jumlah tenagakerja yang dimiliki antara 5
sampai 19 orang, sedangkan usaha menengah mempekerjakan antara 15 sampai 99 orang. Dan lebih dari itu dikategorikan sebagai usaha besar.
2.1.2 Definisi Informasi dan Faktor yang Memengaruhinya
Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna untuk membuat keputusan. Informasi berguna untuk pembuat keputusan karena
informasi menurunkan ketidakpastian atau meningkatkan pengetahuan. Informasi menjadi penting, karena berdasarkan informasi itu para pengelola dapat
mengetahui kondisi obyektif perusahaannya. Informasi tersebut merupakan hasil pengolahan data atau fakta yang dikumpulkan dengan metode ataupun cara
– cara tertentu. Informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam
suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian yang nyata yang digunakan untuk
pengambilan keputusan. Sumber dari informasi adalah data, data adalah kenyataan yang
menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata. Kejadian-kejadian adalah sesuatu yang terjadi pada saat tertentu. Di dalam dunia bisnis, kejadian-
kejadian yang sering terjadi adalah transaksi perubahan dari suatu nilai yang disebut transaksi. Kesatuan nyata adalah berupa suatu obyek nyata seperti tempat,
16 benda dan orang yang betul-betul ada dan terjadi.
Pengertian informasi menurut Jogiyanto HM 1999, informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih
berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian – kejadian event yang nyata fact yang digunakan untuk pengambilan
keputusan. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi informasi dalam sebuah perusahaan yaitu pengalaman usaha, relasi antara industri hulu dan industri hilir,
pengaruh dari faktor eksternal seperti persaingan dan faktor internal seperti manajemen dan sumber daya manusia yang digunakan.
2.1.3 Aglomerasi
Aglomerasi Industri yaitu pemusatan industri di suatu kawasan tertentu dengan tujuan agar pengelolanya dapat optimal. Proses aglomerasi pemusatan
industri keberhasilannya banyak ditentukan oleh faktor teknologi lingkungan, produktivitas, modal, SDM, manajemen dan lain-lain. Transportasi merupakan
salah satu faktor penting dalam mendirikan industri maupun pemekaran wilayah industri yang erat kaitannya dengan aglomerasi.
Aglomerasi dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Aglomerasi primer adalah perusahaan yang baru muncul tidak ada hubungannya dengan perusahaan lama yang sudah terdapat di wilayah
aglomerasi,
2.
Aglomerasi sekunder jika perusahaan yang baru beroperasi adalah perusahaan yang memiliki tujuan untuk memberi pelayanan pada
perusahaan yang lama. Terdapat 3 jenis aglomerasi, yaitu :
1.
Internal return to scale, timbul karena perusahaan memiliki skala ekonomi yang besar.
2.
Lokalisasi ekonomi, terjadi pada satu kelompok perusahaan dalam satu industri yang sejenis yang terletak pada lokasi yang sama,
3.
Urbanisasi Ekonomi, timbul pada perusahaan-perusahaan dari sektor industri yang berbeda-beda yang mengelompok di lokasi yang sama.
Porter 1990 mendefinisikan klaster sebagai suatu kelompok perusahaan-perusahaan yang terkait dalam aktifitas yang hampir sama dan
17 berhubungan dalam perekonomian nasional. Porter selanjutnya mendefinisikan
klaster sebagai konsentrasi secara geografis dari perusahaan-perusahaan dan instituisi yang saling terkait pada sektor tertentu. Keterkaitan yang terjadi antara
perusahaan-perusahaan tersebut sangat penting dalam menghadapi kompetisi. Menurut Marshall 1920 dalam Priyarsono, et al 2007, perusahaan
cenderung berkelompok di lokasi tertentu. Hal ini menandakan bahwa skala pengembalian yang meningkat increasing return to scale dapat dicapai oleh
perusahaan-perusahaan dalam kelompok tersebut. Jika hal tersebut tidak terjadi, maka pengelompokan dari perusahaan-perusahaan tersebut hanya bersifat
sementara. Penentuan lokasi suatu perusahaan individual merupakan keputusan yang
didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang memengaruhi seperti biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan subtitasi, struktur
pasar, kompetisi dan informasi. Suatu perusahaan akan memutuskan apakan menguntungkan untuk berdiri sendiri atau memutuskan untuk berlokasi dekat
dengan perusahaan-perusahaan sejenis. Aglomerasi disini dikaitkan dengan konsep “penghematan aglomerasi”
malalui konsep eksternalitas yang terdiri dari 2 pembedaan Scott Storper, 1992 yaitu:
1. Penghematan internal dan eksternal internal eonomies dan ekseternal
economiers. Penghematan internal merupakan pengurangan biaya secara internal dalam suatu perusahaan atau pabrik seperti pembagian kerja yang
baik, mengganti tenaga manusia dengan mesin, melakukan sub kontrak beberapa aktifitas proses produksi ke perusahaan lain dan menjaga titik
optimal operasi yang meminimalkan biaya. Toyne. 1974. Sedangkan penghematan eksternal merupakan pengurangan biaya yang terjadi akibat
aktifitas di luar lingkup perusahaan atau pabrik seperti adanya tenaga terampil, bahan baku yang berasal dari daerah itu sendiri dan adanya persaingan antara
jenis perusahaan yang sama dalam memperoleh pasar atau konsumen. 2.
Penghematan akibat sekala ekonomis dan cakupan economies of scale dan economies of scope. Penghematan ini muncul apabila perusahaan menambah
produksi dengan cara memperbesar pabrik skala ekonomi sehingga biaya
18 produksi per-unit dapat ditekan. Sedangkan penghematan cakupan dapat
terjadi karena sejumlah aktifitas atau sub unit usaha secara internal maupun eksternal dapat dilakukan pada saat yang bersamaan.
Teori klasik disempurnakan oleh tiga jalur paradigma, yaitu: 1.
Melalui eksternalitas dinamis yang menekan peranan transfer informasi dan inovasi, dipercaya bahwa akumulasi informasi pada suatu lokasi tertentu akan
meningkatkan produktifitas dan kesempatan kerja Glaeser, et al, 1992. Dalam eksternalitas dinamis versi marshall-Arror-Romer ditekankan
pentingnya transfer pengetahuan knowledge spillovers antar perusahaan dalam suatu jenis industri yang diperoleh lewat komunikasi yang terus
berlangsng antar perusahaan lokal dalam industri yang sama sehingga teori ini penting dalam mempertahankan industri yang telah ada. Porter 1990,
membuat argumen bahwa pertumbuhan industri didorong oleh transfer pengetahuan pada industri yang berspesialisasi pada produk tertentu dan
terkonsentrasi secara spasial. Di lain pihak, Jacobs 1969, percaya sumber transfer pengetahuan yang paling penting berasal dari luar industri inti.
Sebagai contoh, industri pakaian dalam wanita tumbuh dari inovasi para desainer pakaian yang bukan berasal dari industri pakaian. Jadi inovasi dan
pertumbuhan mengalir dari keanekaragaman industri-industri yang saling berekatan lokasinya sehingga teori ini merupakan hal yang penting dalam
menarik industri baru. 2.
Analisis biaya transaksi menurut Coase 1995, biaya transaksi mempengaruhi barang dan jasa yang diproduksi yang tentunya mempengaruhi atau
mendorong munculnya perusahaan disamping mendorong terjadinya keterkaitan antara hukum, ilmu ekonomi, kelembagaan. Williamson 1996,
mengatakan bahwa biaya transaksi ada 2 macam, yaitu biaya tak langsung yang terdiri dari biaya menyusun konsep kesepakatan, negosiasi dan
penjagaan dan biaya transaksi yang telah terjadi meliputi biaya salah adaptasi yang terjadi ketika transaksi melenceng, biaya tawar menawar, biaya
penyusunan dan pengelolaan, dan biaya pengikatan. Semua biaya itu sangat terpengaruh terhadap proses aglomerasi.
19 Weber 1929 menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada
biaya transportasi dan tenagakerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenagakerja yang minimum
adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Biaya transportasi dan biaya upah tenagakerja merupakan faktor umum yang secara fundmental
menentukan pola lokasi Priyarsono, et al 2007. Biaya transportasi bertambah secara proposional dengan jarak, jadi titik
terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi dipengaruhi
oleh berat lokasional. Berat lokasional adalah berat total semua barang berupa input yang harus diangkut ke tempatt produksi untuk menghasilkan satuan output
dimana berat output akan dibawa ke pasar. Konsep ini dinyatakan sebagai segitiga lokasi atau locational triangle.
Pada Gambar 2.1 dimisalkan ada dua sumber bahhan baku yang lokasinya berbeda, yaitu M1 dan M2 dengan pasar berada pada arah yang lain. Dengan
demikian, terdapat 3 arah lokasi sehingga biaya angkut termurah adalah pada pertemuan ketiga arah. Gambar tersebut terlihat bahwa lokasi optimum adalah
titik T. untuk menunjukan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material IM sebagai berikut.
Jika IM 1, perusahaan akan berlokasi dekat bahan baku, dan apabila IM 1, perusahaan akan berlokasi dekat dengan pasar.
�� = ℎ
�� ℎ��
Gambar 2.1 Segitiga Lokasional locational Triangel dari Weber Dimana :
T = Lokasi Optimum
I1, I2 = Lokasi Input P
= Pasar a,b,c = Jarak lokasi input dan output
X,Y,Z = Bobot input dan output
20 Biaya tenagakerja adalah faktor kedua yang dapat mempengaruhi lokasi
industri. Hal ini dapat terjadi apabila penghematan biaya tenagakerja perunit produksi lebih besar dari pada tambahan biaya transportasi per unit produksi
karena berpindahnya lokasi ke dekat sumber tenagakerja. Penggabungan kedua jenis biaya tersebut melahirkan pendekatan biaya terendah seperti Gambar 2.2
Gambar 2.2 Kurva Isodapan dari Weber
Gambar 2.2 mengambarkan tentang isodapan, maka isodapan isodapane adalah kurva yang menggambarkan berbagai lokasi industri yang
memberikan tingkap biaya transportasi yang sama untuk sebuah lokasi biaya tenagakerja. Dalam Gambar tersebut diluar titik T, terdapat isodapan 1,2 dan titik
L adalah lokasi pasar tenagakerja di dalam isodapan 2 dan perusahaan akan melihat apakah tetap berada di titik T atau berpindah ke lokasi dimana terdapat
pasar buruh dengan upah yang rendah. Terjadinya aglomerasi menurut Weber adalah sebagai berikut. Jika titik T
merupakan tempat dengan biaya transportasi minimum, maka diluar T dapat dibuat isodapan. Isodapan bisa menggambarkan deviasi biaya transportasi yang
sama besarnya dari titik T. Jika selisih biaya salah satu kurva tersebut dari titik T adalah sama dengan keuntungan non-transporasi yang dapat diperoleh pada satu
tempat alternatif, maka kurva ini dinamakan isodapan kritis. Keuntungan non transportasi antara lain, upah buruh yang lebih murahlebih mudah diperoleh,
lebih tersedianya fasilitas pendukung seperti perbengkelan, pasar untuk kebutuhan sehari-hari, fasilitas sosial. Artinya, apabila industri memilih lokasi di tempat
tersebut, tambahan biaya transportasi akan diimbangi oleh penghematan di luar biaya transportasi. Jika tempat ini berada lebih ke dalam dari kurva isodapan kritis
maka lokasi tersebut adalah tempat produksi yang lebih efisien dari T. Weber Keterangan :
T = Lokasi biaya transportasi minimum
L = Lokasi biaya tenagakerja minimum
21 menggambarkan dalam diagram yang menjelaskan terjadinya aglomerasi dapat
dilihat pada Gambar 2.3 Dalam diagram pada Gambar 2.3 digambarkan ada 3 industri yang
masing-masing memiliki lokasi biaya transportasi minimum pada titik T1, T2, dan T3. Masing-masing industri memiliki isodapan kritis yang saling berpotongan di
lokasi A.
Gambar 2.3 Isodapan Kritis dan Lokasi Agloberasi
Dengan demikian, aglomerasi akan terjadi pada titik A karena lokasi itu lebih efisien dibandingkan dengan titik T masing-masing. Akan tetapi, apabila
isodapan kritis dari masing-masing industri tidak berpotongan maka aglomerasi tidak akan terjadi. Weber juga menyadari bahwa hal ini jarang terjadi karena
industri-industri yang baru cenderung tidak mampu bernegosiasi terlebih dahulu untuk menentukan lokasi mereka. Umumnya yang terjadi adalah industri baru
memilih lokasi dekat dengan industri yang sudah ada atau memilih berlokasi pada titik T-nya.
2.1.4 Teori Daya Saing dan Keunggulan Kompetitif