41 Gambar 4.1 Peta Aglomerasi Alas Kaki di Kecamatan Ciomas, Kabupaten
Bogor. Dengan keterangan Tabel sebagai berikut
Tabel 4.2 Jarak Antara Kantor Desa di Kecamatan Ciomas dengan Pasar
Anyar Bogor.
No Nama Desa
Jarak Dengan Pasar Anyar Selisih Jarak dengan
Mekarjaya A
Sukaluyu 12,3 km
8,5 km B
Sukaresmi 7,6 km
3,8 km C
Taman Sari 9,3 km
5,5 km D
Pasir Eurih 6,6 km
2,8 km E
Sukamantri 8,4 km
4,6 km F
Simagalih 6,9 km
3,1 km G
Kota Batu 5,8 km
2,0 km H
Parakan 5,5 km
1,7 km I
MekarJaya 3,8 km
0 km J
Ciomas 4,6 km
0,8 km K
Pagelaran 5,0 km
1,2 km L
Ciomas Rahayu 4,4 km
0,6 km M
Ciapus 7,8 km
4,0 km N
Padasuka 4,8 km
1,0 km
4.4 Karakteristik Responden Penelitian Perusahaan Alas Kaki di Desa
Mekarjaya Karakteristik responden penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3,
42 pembagian karakteristik unit usaha alas kaki berdasarkan tenagakerja yang
digunakan oleh perusahaan alas kaki tersebut. Tenagakerja yang digunakan 1-4 orang tergolong usaha mikro, 5-19 orang tergolong usaha kecil dan 20-99 orang
tergolong usaha menengah. Data-data yang dilampirkan meliputi tenagakerja yang digunakan, lama usaha responden dari semenjak berdiri, pendidikan terakhir yang
ditamattkan oleh responden, input bahan baku alas kaki yang digunakan dan omset yang diperoleh perusahaan alas kaki.
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Alas Kaki di Desa Mekarjaya.
Keadaan Responden Klasifikasi Unit Usaha Responden
Klasifikasi Mikro
Kecil Menengah
Tenaga Kerja Orang 1-5
15 6-19
17 20-99
3 Lama Usaha Tahun
1-5 4
1 1
5-10 2
5 11-15
5 2
2 Lebih dari 15
4 9
Pendidikan terakhir SD
9 14
2 SMP
3 3
SMA 3
Perguruan Tinggi 0 1
Input Bahan Baku Rp. Ribu
100-250 12
7 251-300
3 3
Lebih dari 300 7
3 Omset Pertahun
Rp. Juta Dibawah 400
15 16
401-1.000 1
2 1.001-5.000
1 Terlihat bahwa perusahaan ini masih banyak yang terklasifikasi dalam
UMKM mikro dan kecil menurut BPS, yaitu lebih dari 90 persen responden masih dalam kelompok kecil dan menengah. Unit mikro hanya terdiri dari 1-5 orang
pekerja dan unit kecil hanya sebesar 5-19 orang pekerja saja, dengan rata-rata 8
43 orang tenagakerja per perusahaan. Karakteristik responden berdasarkan
tenagakerja yang digunakan oleh responden menandakan bahwa usaha alas kaki ini menggunakan faktor produksi padat karya.
Dapat dilihat pada Tabel 4.4 hubungan banyaknya tenagakerja yang digunakan dengan perolehan informasi yag menentukan kebijakan suatu
perusahaan. Hubungan antara tenaga kerja dan informasi yaitu tenagakerja yang digunakan dapat memperoleh informasi dari perusahaan pesaing, industri hulu
atau hilir dan sesama tenagakerja dalam satu industri alas kaki. Kesimpulannya adalah semakin banyak tenagakerja yang digunakan maka perolehan informasi
semakin mudah. Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tenagakerja
Tenagakerja yang digunakan
Perolehan Informasi Tidak memperoleh
Memperoleh 1 - 5 Orang
11 4
6 – 19 Orang
12 5
20 – 45 Orang
1 2
Karakteristik responden berdasarkan lama usaha yang dibangun dari awal usaha sampai tahun wawancara berjalan. Ada 2 unit usaha yang memulai
usahanya saat musim ramai tiba selebihnya merupakan perusahaan yang apabila musim ramai telah berlalu akan menutup usahanya untuk sementara waktu,
sehingga usaha alas kaki tidak terus menerus berproduksi. Disaat pesanan banyak, perusahaan akan membuka usahanya dan bahkan sampai lembut untuk memenuhi
targetnya. Dilihat pada Tabel 4.5 bahwa semakin lama usaha maka kemungkinan memperoleh informasi untuk kebijakan perusahaan semakin besar. Lama usaha
merupakan sebuah pengalaman dalam menjalankan usaha, sehingga pengalaman tersebut memberikan arahan bagaimana memperoleh informasi yang baik dan
cepat. Disimpulkan bahwa semakin lama sebuah perusahaan berdiri, maka informasi yang didapatkan cenderung lebih mudah.
Dilihat dari Tabel 4.3, Desa Mekarjaya sudah memiliki unit usaha alas kaki dengan rata-rata responden lama usaha 15 tahun. Sebesar 37 persen
responden memulai usahanya lebih dari 16 tahun bahkan sudah ada yang 42 tahun
44 memulai usaha alas kaki ini, sedangkan 2 responden yang baru memulai usaha
produksi alas kaki dikarenakan infrastruktur, input dan tenagakerja yang melimpah. Unit usaha pengerajin alas kaki diwariskan secara turun-temurun baik
dari lapangan pekerjaan, mesin, tehnik pembuatan serta pangsa pasar yang telah diperoleh.
Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Lama Usaha
Perolehan Informasi Tidak memperoleh
Memperoleh – 5 Tahun
6 6
– 10 Tahun 5
2 11
– 15 Tahun 6
3 Lebih dari 15 Tahun
7 6
Sebanyak 71 persen responden merupakan pemilik usaha alas kaki dengan berlatar belakang pendidikan Sekolah Dasar SD. Tidak memiliki kecukupan
biaya untuk menikmati pendidikan yang lebih tinggi dan mereka memilih untuk memulai usaha alas kaki yang menyebabkan mereka tidak melanjutkan
pendidikannya. Pendidikan merupakan faktor yang tidak mempengaruhi secara signifikan dalam mengembangkan usaha alas kaki ini. Pendidikan responden
dapat di lihat dari Gambar 4.4
Gambar 4.2 Persentase Pendidikan Terakhir dari Responden Perusahaan Alas
kaki di Desa Mekarjaya Berdasarkan Gambar 4.3 bahwa lebih dari 74 persen responden alas kaki
ini beromset per bulan paling besar Rp. 30.000.000 atau pertahun Rp. 360.000 Menurut Keputusan Menteri Keuangan, data pada Tabel 4.3, 31 responden
71 17
9 3
Pendidikan Terakhir Responden
SD SMP
SMA Perguruan Tinggi
45 industri ini berukuran mikro dan termasuk industri rumah tangga dimana omset
pertahun dari sebuah unit usaha alas kaki dibawah Rp. 400.000.000. empat ratus juta rupiah. Oleh karena itu, peneliti mengklarifikasikan responden penelitian
sesuai dengan tenagakerja seperti klasifikasi BPS.
Gambar 4.3 Persentase Omset Per Bulan dari Responden Perusahaan Alas Kaki
di Desa Mekarjaya Per Ribu Rupiah Berdasarkan Gambar 4.4 data pengupahan tengakerja yang diberikan
oleh responden alas kaki. Rata-rata upah yang diberikan yaitu sebesar Rp. 170.000 per minggu atau Rp. 680.000 per bulan. Nilai upah ini masih dibawah upah
minimum Kabupaten Bogor sebesar Rp. 1.200.000. Sistem upah yang berlaku didasarkan pada sistem borongan, dimana buruh dibayar berdasarkan jumlah
sepatu yang dihasilkan per kodi sepatu. Upah buruh bervariasi berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan sepatu dan produktifitas yang dihasilkan oleh
tenagakerja untuk memenuhi target.
Gambar 4.4 Persentase Pemberian Upah Tenagakerja oleh Responden Alas kaki
di Desa Mekarjaya Per Ribu Rupiah Pada Gambar 4.5 dapat dilihat klarifikasi penggunaan input bahan baku
yang digunakan responden. Peneliti melakukan pembagian berdasarkan jenis alas kaki yang diproduksi berdasarkan biaya yang digunakan. Pertama responden yang
berbiaya dari seratus sampai seratus delapan puluh ribu rupiah merupakan
82 8
10
Omset Per Tahun Juta Rupah
Dibawah 400 400 sampai 1.000
1.000 sampai 5.000
40 37
20 3
Upah Per Minggu Ribu Rupiah
150-200 14 201-300 13
301-400 7 lebih dari 400 1
46 perusahaan alas kaki yang memproduksi alas kaki jenis sandal hotel dan alas kaki
sponsbusa warna-warni. Kedua responden dengan input yang berbiaya dari seratus delapan puluh ribuan sampai dua ratus lima puluh ribuan merupakan
perusahaan alas kaki yang memproduksi alas kaki berbahan baku kulit imitasi ukuran kecil. Ketiga responden dengan input berbiaya dari dua ratus lima puluh
ribu sampai tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah merupakan perusahaan alas kaki yang memproduksi alas kaki berbahan baku imitasi ukuran dewasa dan sandal
sepatu gunung. Terakhir responden dengan input yang berbiaya lebih dari tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah merupakan perusahaan alas kaki yang
memproduksi alas kaki jenis sendal wanita yang memiliki hak dan selalu mengikuti perkembangan model atau berbahan kulit asli.
Gambar 4.5 Persentase Penggunaan Input Bahan Baku Perusahaan Alas kaki di
Desa Mekarjaya Per Ribu Rupiah Sepatu yang dihasilkan industri ini bermacam-macam ukurannya, mulai
dari ukuan kecil anak-anak sampai yang besar baik untuk pria maupun wanita. Sejak dekade terakhir ini, sepatu dan sandal wanita merupakan produk yang
paling banyak diminati dan paling banyak permintaan karena selalu menyesuaikan dengan perkembangan mode.
Gambar 4.6 Persentase Penggunaan Modal Produksi oleh Responden
Perusahaan Alas kaki Di Desa Mekarjaya Per Juta Rupiah
54 17
29
Input Bahan Baku Rp. .000
100-250 19 251-300 6
lebih dari 300 7
49 31
11 9
Modal Produksi
1-5 17 6-10 11
11-30 4 lebih dari 313
47 Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat hampir 50 persen atau 17
responden hanya bermodal satu sampai lima juta rupiah dan mengeluhkan kekurangan modal. Kekurangan modal produksi dikarenakan tidak ada sumber
pendanaan lain selain berganung kepada grosir. Sistem permodalan yang berlaku pada UMKM sepatu di daerah Desa Mekarjaya sebagian besar adalah sistem bon
putih. Bon putih merupakan sistem kejasama produksi antara pihak pengusaha sepatu sebagai produsen dan pihak pemberi ordergrosir sebagai konsumen.
Sistem bon putih ini mampu memenuhi modal pengusaha industri sepatu di daerah ciomas dalam hal permodalan dan bahan baku.
Klarisifikasi biaya yang digunakan untuk mesin dan teknologi dapat dilihat pada Gambar 4.7 mesin yang digunakan sebagian besar mesin jahit tidak
bermesin yang sederhana. Mesin jahit ada beberapa responden yang hanya sekejar menyewa disaat musim ramai tiba. Jika mesin cukup, maka teknologi yang
selanjutnya digunakan oleh perusahaan alas kaki adalah mesin stampel atau cetak merek sandal. Mesin yang biasanya dimiliki untuk produksi alas kaki gunung,
industri memiliki mesin cetak alas dari sandal. Mesin ini sangat mahal sehingga hanya perusahaan menengah yang memilikinya.
Gambar 4.7 Persentase Biaya Yang Digunakan Untuk Mesin Dan Teknologi
Per Ribu Rupiah Dapat di lihat pada Gambar 4.8, data pangsa pasar dari masing-masing
peruahaan alas kaki di Desa Mekarjaya. Pangsa pasar untuk Bogor dan sekitarnya dimayoritaskan untuk para gorsir yang berada di Pasar Anyar Bogor, sedangkan
untuk pangsa pasar Jawa dan seluruh Indonesia pengiriman produk melalui jasa ekspedisi.
29 31
17 23
Biaya Mesin dan Teknologi Ribu Rupiah
500-1.500 10 1.600-2.500 11
2.600-4.000 6 lebih dari 4.000
48 Gambar 4.8
Persentase Pangsa Pasar Produk Responden Alas kaki di Desa Mekarjaya Per Ribu Rupiah
Pada saat musim ramai yaitu tiga bulan menjelang lebaran, seluruh bengkel sibuk menerima pesanan sepatu dari konsumengrosir bahkan ada
konsumen prantara yang biasanya membeli ke grosir, langsung membeli ke bengkel yang berada di Kecamatan Ciomas terutama di Desa Mekarjaya.
Pekerjaan dapat berlangsung dari pagi sampai larut malam demi mengejar target. Jika sedang tidak musim ramai, maka pekerjaan berlangsung dari pukul 08.00
– 16.00 petang. Saat musim-musim sepi, perusahaan alas kaki mengurangi
tenagakerjanya dan bahkan ada yang tutup untuk sementara waktu dikarenakan tidak adanya order dari grosir. Dampak dari musim sepi bagi tenaga kerja dengan
mencari pekerjaan lain atau unit usaha alas kaki lain di sekitar daerah Ciomas. Para pengusaha UMKM alas kaki di Desa Mekarjaya sebagian besar tidak
memiliki system pencatatan dan pembukuan yang jelas, mereka hanya mencatat pengupahan untuk para pekerjanya saja. Pencatatan yang buruk ini membuat
responen tidak tahu secara pasti keuntungan atau kerugian yang mereka peroleh dari proses produksi pada periode tertentu.
Faktor tenagakerja terampil menurut data primer diperoleh dari perbandungan antara tenagakerja yang diperoleh dari Kecamatan Ciomas dengan
total tenagakerja yang digunakan. Data dapat dilihat pada Gambar 4.9 bahwa sebanyak 18 unit usaha alas kaki memakai 81 sampai 100 persen tenagakerja
terampil yang diperoleh dari Kecamatan Ciomas terutama Desa Mekarjaya. Data ini menandakan bahwa faktor tenagakerja terampil merupakan salah satu faktor
yang mengakibatkan perusahaan alas kaki beraglomerasi pada Desa Mekarjaya. Kelimpahan tenaga kerja trampil merupakan salah satu alasan dikarenakan dapat
menekan biaya pelatihan dan transportasi bagi tenagakerja yang akan digunakan.
34 20
40 6
Pangsa Pasar Produk
Bogor dan Sekitarnya 12 Pulau Jawa 7
Seluruh Indonesia 14 Indonesia dan Ekspor 2
49 Gambar 4.9
Karakteristik Responden Menurut Persentase Tenagakerja Trampil yang Digunakan
Unit usaha yang diteliti memiliki bermacam-macam bentuk persaingan, persaingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persaingan antar
perusahaan alas kaki terkait model dan harga produk yang dihasilkan. Responden memiliki persaingan yang baik lebih banyak dibandingkan dengan persiangan
yang lain. Hubungan antara persaingan dengan perolehan informasi dapat dilihat pada Tabel 4.6 dimana responden yang memiliki persaingan yang sangat baik
memiliki persentase perolehan informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan persaingan lainnya. Persaingan antar usaha alas kaki ini memungkinkan
antar perusahaan membagi informasi kepada pesaingnya. Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Persaingan
Persaingan Perolehan Informasi
Tidak memperolehj Memperoleh
1 Sangat Buruk 6
1 2 Buruk
3 2
3 Baik 11
4 4 Sangat Baik
4 4
4.5 Kondisi Perkembangan Responden Penelitian Industri Alas Kaki Di