4. Variabel independen adalah non stokastik, yaitu tetap dalam penyampelan berulang. Jika stokastik didistribusikan secara independen dari gangguan ε.
5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel independen satu dengan yang lainnya.
6. ε didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang diberikan
oleh asumsi 1 dan 2. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka
suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linear terbaik Best
Linear Unbiased Estimator-BLUE. Sebaliknya, jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran
pendugaan dapat diragukan. Penyimpangan asumsi 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak.
2.9 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil studi pustaka diperoleh beberapa hasil kajian mengenai nilai pemanfaatan sumberdaya air, diantaranya penelitian Setiawan 2000,
mengenai nilai ekonomi Tahura Wan Abdul Rachman, Provinsi Lampung. Metode yang dilakukan adalah dengan mewawancarai penduduk sekitar yang
memanfaatkan jasa lingkungan dari Tahura Wan Abdul Rachman. Hasil dari penelitian adalah berdasarkan surplus konsumen yang diperoleh masyarakat nilai
Tahura Wan Abdul Rachman untuk nilai hijauan pakan ternak sebesar Rp 3.581.529.620; nilai kayu bakar sebesar Rp 10.329.411.216; nilai perladangan
tanaman semusim sebesar Rp 381.235.682; nilai perladangan tanaman tahunan sebesar Rp 1.389.565.000; nilai air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp
487.530.594; nilai air sawah sebesar Rp 149.083.495; dan nilai wisata sebesar Rp 9.367.513. Total surplus konsumen yang diperoleh masyarakat untuk komponen-
komponen tersebut di atas adalah Rp 16.327.713.120 atau rata-rata Rp 734.028Hatahun.
Yumarni 2002, meneliti tentang manfaat Tahura Dr. Mohammad Hatta, dalam penelitian menjelaskan nilai Tahura Dr. Mohammad Hatta secara ekonomi
atas pemanfaatan jasa yang dihasilkan. Metode yang dilakukan adalah dengan mewawancarai penduduk sekitar yang memanfaatkan jasa lingkungan dari Tahura
Dr. Mohammad Hatta. Hasilnya adalah total surplus konsumen yang diperoleh masyarakat yang berbatasan langsung dengan Tahura Dr. Mohammad Hatta
adalah Rp 8.978.666.190 setiap tahunnya, dengan surplus konsumen masing- masing kegiatan setiap tahunnya adalah kayu bakar sebesar Rp 7.781.952.966;
hijauan makanan ternak sebesar Rp 158.856.589; air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 346.199.528; air untuk sawah sebesar Rp 10.099.219;
perladangan tanaman semusim sebesar Rp 1.996.975; perladangan tanaman tahunan sebesar Rp 6.218.947; dan wisata sebesar Rp 673.341.966.
Widada dan Darusman 2004, melakukan penelitian tentang nilai ekonomi domestik dan irigasi pertanian yang dilakukan di sekitar kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun TNGH, dimana penelitian mencari tahu besarnya manfaat hidrologi TNGH khususnya untuk memenuhi kebutuhan domestik dan
pertanian masyarakat desa penyangga TNGH. Contoh desa yang dijadikan suatu sampel sebanyak 13 desa dengan pengumpulan data menggunakan metode survei
yang dilaksanakan selama enam bulan. Hasilnya adalah bahwa nilai ekonomi air sebagai manfaat hidrologi TNGH untuk kebutuhan domestik masyarakat desa
penyangga TNGH sebesar Rp 5.223.870.380 terdiri dari nilai yang dibayarkan Rp 1.163.367.368 dan surplus konsumen Rp 4.060.502.012. Nilai ekonomi air
sebagai manfaat hidrologi TNGH untuk kebutuhan pertanian masyarakat desa penyangga TNGH sebesar Rp 1.417.546.684 terdiri dari atas nilai yang
dibayarkan Rp 958.967.038 dan surplus konsumen Rp 460.387.400. Penelitian yang dilakukan oleh Mihardja 2009, mengenai inventarisasi
jasa lingkungan air di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Nantu bertujuan mengumpulkan informasi dan data tentang potensi jasa air di kawasan Konservasi
Suaka Margasatwa Nantu dan hubungannya dengan aktivitas ekonomi di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Nantu. Metode pengambilan data yang dilakukan
oleh peneliti adalah dengan mengumpulkan beberapa studi pustaka, observasi partisipasi dan pencatatan serta wawancara. Hasilnya adalah nilai total ekonomi
air per tahun untuk penggunaan air oleh penduduk sekitar Suaka Margasatwa Nantu berjumlah Rp 10.616.126,98 dan dalam 25 tahun diskonto 10 persen
mencapai nilai Rp 96.363.009 sedangkan jika dibandingkan harga riil air berdasarkan PDAM Paguyaman, maka dihasilkan nilai total ekonomi air per tahun
sebesar Rp 118.269.850 dan dalam 25 tahun diskonto 10 persen mencapai nilai Rp 1.073.540.158.
Penelitian yang dilakukan oleh Merryna 2009, mengenai WTP masyarakat terhadap PJL yang dilakukan di Desa Curug Goong, Kecamatan
Padarincang, Kabupaten Serang, Banten. Tujuannya ialah mencari nilai WTP masyarakat terhadap instrumen ekonomi yaitu PJL, faktor-faktor yang
mempengaruhi kesediaan responden untuk melakukan PJL, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan tersebut. Tentu saja metode yang digunakan adalah
CVM. Hasil penelitian yaitu nilai WTP yang diperoleh untuk nilai rataan WTP responden adalah Rp 101literKK sedangkan nilai total WTP adalah Rp
83.835liter. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP responden dipengaruhi oleh penilaian kualitas air, jumlah kebutuhan air, jarak rumah ke sumber air, dan
rata-rata pendapatan rumah tangga. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan mata air Cirahab oleh masyarakat sebanyak 51.887.305litertahun yang dapat dihasilkan
oleh 4,94 Ha lahan melalui metode transfer benefit. Nilai potensial pemanfaatan mata air Cirahab adalah sebesar Rp 5.240.617.805tahun yang nilainya jauh lebih
besar dibandingkan dengan biaya pemulihan ekologi hutan sebesar Rp 544.758.500Hatahun.
Sutopo 2011, melakukan penelitian mengenai pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum studi kasus DAS
Cisadane hulu. Metode yang digunakan yaitu mewawancarai masyarakat hulu dan hilir daerah DAS Cisadane. Hasil penelitian memberikan gambaran perlunya
dikembangkan pengembangan kebijakan insentif yang lebih adil dan merata. Hal ini disebabkan karena adanya kontribusi peran tertinggi dari pihak swasta dalam
mengelola air minum dibandingkan dengan aktor lainnya dengan memberikan manfaat ekonomi tetap mempertahankan kriteria terbaiknya dengan melakukan
diversifikasi usaha tani guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan konsisten untuk melaksanakan dan mencanangkan strategi agar tetap melakukan kegiatan
konservasi terutama pada kawasan resapan air. Hal ini sesuai pula dengan respon yang signifikan terhadap kemauan masyarakat untuk melakukan konservasi
dengan cara melakukan menanam pohon dan adanya persepsi terhadap PJL bahwa masyarakat setuju pentingnya pembayaran jasa lingkungan yang didukung
masyarakat pada saat merespon tingkat kesediaan masyarakat menerima pembayaran jasa lingkungan WTA karena akan berpengaruh terhadap
peningkatan pendapatan mereka sendiri dan adanya respon positif dari pemanfaat air minum pengusaha untuk bersedia membayar jasa lingkungan WTP sebagai
pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat karena dipengaruhi oleh keberadaan dan kondisi pemanfaat yang secara linear signifikan dengan level
pendidikannya. Implikasi kebijakan atas hasil penelitian ini, menetapkan nilai rataan WTP-WTA sebesar Rp 1.563,97m
3
sebagai basis perhitungan dasar tentang nilai PJL yang dapat diterapkan secara bertahap di DAS Cisadane hulu
oleh pemerintah terhadap para pengelola air users pay principle untuk masyarakat di hulu sebagai keniscayaan penerapan kebijakan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah kawasan pelestarian alam yang berada di Kampung Pakar, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan. Selain
sebagai kawasan pelestarian alam, Tahura Ir. H. Djuanda juga menyimpan potensi sebagai daerah resapan air. Sebagaimana yang diketahui bahwa luas daerah
resapan air di kawasan Bandung Utara semakin menyempit dan parah kondisinya, sehingga Tahura Ir. H. Djuanda sangat berperan dalam pasokan air di kawasan
Bandung Utara. Parahnya kondisi resapan air dapat dilihat pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Disaat musim kemarau pasokan air yang diterima
oleh masyarakat sangat kecil sekali, sedangkan pada saat musim hujan terjadi bencana banjir. Potensi resapan air dapat dilihat dari mata air dan mengalirnya
Sungai Cikapundung. Sungai Cikapundung dimanfaatkan oleh PDAM Tirtawening Kota Bandung dan PLTA Dago Bengkok, sedangkan mata air
dimanfaatkan oleh masyarakat melalui BPAB-DC. Kondisi mata air yang berada di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda mulai
mengalami penurunan baik secara kuantitas maupun kualitas dimana pasokan debit mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sudah mulai mengalami
penurunan, hal ini terlihat dari air bersih yang berasal dari mata air yang diterima oleh masyarakat hanya lebih kurang 2-3 hari sekali. Masyarakat serta beberapa
instansi yang memanfaatkan air yang berasal dari Tahura Ir. H. Djuanda berkewajiban membayar pemanfaatan jasa sumberdaya air dari Tahura Ir. H.
Djuanda, karena Tahura merupakan kawasan konservasi dan penetapan nominalnya sudah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda,