Contingent Valuation Method CVM

diselidiki, sedangkan kelemahan ABM yaitu membutuhkan data yang memuaskan dan rumit dan metode ini tergantung pada asumsi yang tidak dapat dijelaskan atau dianalisa dengan tepat yang berkaitan dengan spesifikasi fungsi utilitas orang yang diteliti Yakin, 1997.

2.6.5 Contingent Valuation Method CVM

Contingent Valuation Method CVM adalah metode teknik survei untuk menanyakan kepada penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti jasa lingkungan. Secara prinsip, metode ini memiliki kemampuan untuk diterapkan dalam menilai keuntungan dari penyediaan jasa lingkungan pada lingkup masalah lingkungan yang luas juga mampu menentukan pilihan estimasi harga pada kondisi ketidakmenentuan Yakin, 1997. Pendekatan CVM pertama kali dikenalkan oleh Davis 1963 dalam penelitian mengenai perilaku perburuan hunter di Miami. Pendekatan ini disebut contingent tergantung karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesa yang dibangun. Pendekatan CVM secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua, dengan teknik survei Fauzi, 2004. Pada dasarnya CVM merupakan suatu metode untuk penilaian suatu barang yang tidak mempunyai harga pasar. Nilai tersebut diestimasi dengan suatu metode yang diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pengambil keputusan yang diperlukan untuk mengetahui biaya dan manfaat dari suatu program kegiatan perbaikan kualitas lingkungan atau aktivitas yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan Yulianti dan Ansusanto, 2002. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif nilai non pemanfaatan sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui pertama, keinginan membayar willingness to pay atau WTP dari masyarakat dan kedua, keinginan menerima willingness to accept atau WTA Fauzi, 2004. Willingness to pay WTP adalah nilai responden yang menyatakan keinginan untuk membayar atau menyetujui sejumlah uang tertentu untuk melakukan perubahan lingkungan Yulianti dan Ansusanto, 2002. Kuesioner CVM dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1 pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain; 2 pertanyaan tentang WTP yang diteliti; 3 penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian benda publik, jenis kesanggupan, dan alat pembayaran. Pertanyaan dalam kuesioner mengenai WTP yang diteliti dibagi dalam beberapa jenis pertanyaan, yaitu: 1 permainan lelang bidding game, 2 pertanyaan terbuka, 3 payment card, dan 4 model referendum atau discreate choice dichotomous choice Fauzi, 2004. Penggunaan CVM dalam memperkirakan ekonomi suatu lingkungan memiliki kelebihan-kelebihan, yaitu penilaian kontingensi ini sangat fleksibel dalam memperkirakan nilai ekonomi apa pun, CVM dapat memperkirakan nilai guna, serta nilai-nilai keberadaan, nilai-nilai pilihan, dan nilai-nilai warisan, serta hasil CVM tidak sulit untuk dianalisis dan dipahami 1 . Meskipun CVM diakui sebagai pendekatan yang cukup baik untuk mengukur WTP, namun ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya. Kelemahan yang 1 http:www.ecosystemvaluation.orgcontingent_valuation.htm. Diakses tanggal 30 Januari 2012 utama adalah timbulnya bias. Bias ini terjadi jika timbul nilai yang overstate maupun understate secara sistematis dari nilai yang sebenarnya. Sumber-sumber bias terutama ditimbulkan oleh dua hal yang utama yaitu, bias yang timbul dari strategi yang keliru dan bias yang ditimbulkan oleh rancangan penelitian design bias Fauzi, 2004. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasian CVM, yaitu Hanley dan Spash, 1993: 1. Pasar hipotetik yang digunakan harus memiliki kreadibilitas dan realistik. 2. Alat pembayaran yang digunakan atau ukuran kesejahteraan WTP sebaiknya tidak kontroversial dengan etika dimasyarakat. 3. Informasi yang disajikan untuk responden sebaiknya cukup mengenai sumberdaya yang dimaksud dalam kuesioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka. 4. Responden sebaiknya mengenal sumberdaya yang dimaksud dalam kuesioner dan mempunyai pengalaman di dalamnya. 5. Jika memungkinkan ukuran WTP sebaiknya dicari karena responden sering kesulitan dengan penentuan nilai nominal yang ingin mereka berikan. 6. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah perolehan selang kepercayaan dan reabilitas. 7. Pengujian kebiasan sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi untuk memperkecil strategi bias khusus. 8. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi. 9. Sebaiknya diketahui dengan pasti apakah contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan penyesuaian dibuat jika diperlukan. 10. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali apakah mereka setuju dengan harapan sebelumnya.

2.7 Analisis Regresi Logit