Uji Multikolinear Multicollinearity Uji Heteroskedastisitas

4.7.6 Uji Multikolinear Multicollinearity

Dalam model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multicollinearity, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel- variabel independen. Menurut Koutsoyiannis 1977, untuk mendeteksi adanya multicollinearity dalam sebuah model dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai koefisien determinasi R 2 dengan koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas r 2 . Untuk hal ini dapat dibuat suatu matriks koefisien determinasi parsial antar variabel bebas. Multicollinearity dapat dianggap bukan merupakan suatu masalah apabila koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan. Namun multicollinearity dianggap sebagai masalah serius jika koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas melebihi atau sama dengan nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan. Secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut: r 2 x j , x j R 2 x 1 , x 2 , ... , x k Masalah multicollinearity juga dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai VIF 10 maka tidak ada masalah multicollinearity.

4.7.7 Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Ghozali, 2006. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas sebagai berikut: 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Keadaan heteroskedastisitas tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain Firdaus, 2004: 1. Sifat variabel yang diikutsertakan ke dalam model Secara teoritis dapat diperkirakan semakin banyak pilihan pendapatan keluarga petani, akan mempunyai semakin banyak pilihan dalam konsumsinya, dan sebaliknya. Jika hal ini benar maka akan ada kecenderungan bahwa varian Y akan semakin besar dengan makin besarnya nilai X. Tingginya varian Y i tersebut akan berarti pula tingginya varian ε i . 2. Sifat data yang digunakan dalam analisis Pada penelitian dengan menggunakan data runtut waktu, kemungkinan asumsi itu mungkin benar. Data itu pada umumnya mengalami perubahan yang relatif sama atau proporsional, baik yang menyangkut data variabel bebas maupun data variabel tak bebas. Tetapi pada penelitian dengan menggunakan data seksi silang, kemungkinan asumsi itu benar adalah lebih kecil. Hal ini disebabkan data itu pada umumnya tidak mempunyai tingkatan yang sama atau sebanding. Keadaan heteroskedastisitas tersebut di atas akan mengakibatkan hal-hal berikut: 1. Penduga OLS yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tidak bias. 2. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang terkecil. Kecenderungan semakin membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil yang baik tidak valid. Pada uji t terhadap koefisien regresi, t hitung diduga terlalu rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin jelek jika sampel pengamatan semakin kecil jumlahnya. Dengan demikian, model perlu diperbaiki dulu agar pengaruh dari heterokedastisitasnya hilang.

4.8 Batasan Penelitian