Kejadian ketiga dan selanjutnya menjelaskan bahwa air tersebut jatuh ke bumi dan dapat dimanfaatkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebelum kembali ke
atmosfir atau mengalir ke laut. Air yang jatuh ke bumi sebagian akan tetap berada di daratan, sedangkan
sebagian lagi akan mengalir ke laut. Air yang berada di daratan nantinya akan tampak berada di permukaan tanah yaitu danau, mata air, dan sungai dan sebagian
akan meresap ke dalam tanah yang membentuk air tanah. Proses atau terjadinya siklus hidrologi itu sendiri yang menyebabkan air
akan selalu tersedia untuk manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Air yang jatuh ke bumi sebelum kembali ke atmosfir atau ke laut diharapkan dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kepentingan manusia. Hal ini akan terlaksana apabila siklus hidrologi berjalan stabil, maksudnya jika air jatuh ke bumi terlebih dahulu
kemudian meresap ke dalam tanah atau tersimpan di kolam, danau, dan sungai- sungai dalam yang kemudian dimanfaatkan oleh manusia. Selanjutnya air
buangan setelah penggunaan akan kembali ke atmosfir atau mengalir ke laut. Apabila proses hidrologi terganggu seperti adanya kerusakan pada jaringan
penyimpan air di bumi yaitu kerusakan hutan, pemukiman yang padat dan sebagainya, maka air yang jatuh ke bumi sebagian besar akan menguap kembali
ke atmosfir atau mengalir langsung run-off ke laut sehingga yang tersedia bagi manusia hanya sebagian kecil saja.
2.2.2 Air sebagai Kebutuhan Dasar Manusia
Menurut Sanim 2010, air merupakan kebutuhan dasar manusia yang keberadaannya dijamin konstitusi, yaitu Pasal 33 UUD 1945 ayat 3, bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Konstitusi ini jelas menunjukkan dan merupakan kontrak sosial antara pemerintah dan warga
negaranya. Penjaminan konstitusi lebih dipertegas lagi pada Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Sumberdaya Air, yang menyatakan negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi
kebutuhan pokok produktif. Secara eksplisit isi ayat tersebut menunjukkan bahwa untuk dapat memperoleh air bersih adalah hak setiap orang, warga negara dari
suatu negara, tak terkecuali warga Negara Indonesia. Jaminan tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
termasuk di dalamnya menjamin akses setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air.
Air selain merupakan kebutuhan dasar manusia juga sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikkan bersama
global common atau sebagai common resources. Sumberdaya alam yang dikelola secara kolektif, bukan untuk dijual atau diperdagangkan guna
memperoleh keuntungan. Dengan adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan Konvensi Internasional,
pandangan tradisional tersebut sudah berubah dan ditinggalkan karena air tidak sekedar hanya barang publik tetapi sudah menjadi komoditas ekonomi. Paradigma
ekonomi ini bertentangan dengan paradigma pengelolaan air modern yang berdasarkan pada nilai ekonomi intrinstik intrinstic value dari air, yang
didasarkan pada asumsi adanya keterbatasan dan kelangkaan air limited and
scarcity water serta dibutuhkannya investasi atau penyediaan air bersih, sebagai pemenuhan hak atas setiap warga negara.
2.3 Nilai Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan