Waduk Cirata sebagai Pembangkit Tenaga Listrik
konstruksi KJA. Kondisi yang terjadi di lapangan, ukuran KJA rata-rata sudah sesuai dengan aturan namun jumlah KJA sudah sangat berlebih, sangat jauh
melebihi batas maksimum. Pemilik KJA banyak yang bukan berasal dari masyarakat sekitar waduk dan tidak memiliki izin budidaya ikan. Selain itu banyak
terjadi pelanggaraan lokasi pembudidayaan yang telah diatur, limbah konstruksi KJA banyak yang dibiarkan di tengah danau karena tidak memiliki biaya untuk
mengangkut ke darat ataupun ke pinggir. Masalah-masalah tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi, pengawasan, dan penegakan sanksi oleh pihak terkait.
Selain aturan yang berasal dari pemerintah, analisis terhadap peraturan dari instansi terkait juga dilakukan. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan
Waduk Cirata yang melibatkan multistakeholder tidak hanya pemerintah semata. Waduk Cirata yang dimiliki oleh PT. PJB menjadikan PT. PJB juga memiliki
otoritas dalam pengelolaannya, sehingga dibentuklah BPWC sebagai perpanjangan tangan dari PT. PJB untuk mengelola Waduk Cirata khususnya dalam menjaga
pasokan listrik dan mengatasi permasalahan lingkungan. Peraturan tersebut adalah Keputusan Direksi PT. Pembangkitan Jawa-Bali Nomor 023.K020DIR2014
tentang Penyempurnaan Organisasi Badan Pengelola waduk Cirata pada PT. Pembangkitan Jawa-Bali. BPWC merupakan badan pengelola yang telah memiliki
payung hukum yang jelas dan telah diakui oleh Pemerintah Daerah dan stakeholder lainnya. Dalam pelaksanaannya, BPWC melakukan koordinasi dan kerjasama
dengan stakeholder lain. Fakta di lapangan, koordinasi belum berjalan dengan optimal. Para stakeholder belum memiliki visi yang seragam sehingga program-
program yang menyangkut Waduk Cirata yang seharusnya terintegrasi dilakukan secara terpisah karena tidak terkoordinasi dengan baik. Selain itu komunikasi antara
BPWC dengan stakeholder terkait masih sangat minim sehingga sering terjadi kesalahpahaman diantara para stakeholder. Contohnya terkait dengan Surat
Penetapan Lokasi SPL. BPWC sebagai pihak penerbit SPL seharusnya saling berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Dinas Perikanan kabupaten selaku
pemberi rekomendasi. Saat ini masih terjadi penangguhan SPL di BPWC sehingga Surat Izin Usaha Perikanan SIUP dan Surat Izin Pembudidayaan Ikan SIPBI pun
tidak bisa diterbitkan. Padahal jika akan dilakukan penertiban terhadap jumlah KJA agar sesuai dengan peraturan yang ada, diperlukan penerbitan SPL, SIUP, dan
SIPBI sesuai kuota agar jelas petani KJA mana yang akan ditertibkan.