Lokasi Waduk Cirata KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Tabel 11. Hasil content analysis beberapa peraturan terkait pengelolaan dan pemanfaatan waduk cirata Kategori Parameter Peraturan Menteri PU dan PR RI No. 27PRTM 2015 tentang Bendungan Keputusan Dirjen SDA No. 21KTPSD20 14 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengoperasian Bendungan Kaskade Saguling, Cirata, dan Djuanda Jatiluhur Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian dan Kawasan Waduk Cirata Keputusan Direksi PT. Pembangkitan Jawa-Bali Nomor 023.K020DIR 2014 tentang Penyempurnaan Organisasi Badan Pengelola waduk Cirata pada PT. Pembangkitan Jawa-Bali Keterlibatan Stakeholder Siapa saja stakeholder yang terlibat Pasal 1 Tim Pengarah. Pelaksana, Teknis Pasal 1 Pasal 1 Pasal 1 Pasal 2 Peran masing- masing stakeholder Pasal 1 Tim Pengarah. Pelaksana, Teknis Pasal 7 Pasal 26 - Pasal 2 Koordinasi diantara stakeholder - - Pasal 9 Pasal 78 - Pasal 2 Manajemen Waduk Pemanfaatan eksploitasi Pasal 105 - Pasal 37 Pasal 49 Pasal 54 Pasal 61 Pasal 62 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 3 Pasal 4 asal 5 Pelestarian Pasal 101 - Pasal 10 Pasal 46 Pasal 39 Pasal 2 Pencatatan dan Pelaporan - - Pasal 47 Pasal 50 - Aksesibilitas Waduk Pihak yang Memiliki Akses - - - - - Jumlah Maksimum - - - Pasal 11, Pasal 15 - Zonasi pembatasan Pasal 106 - Pasal 67 Pasal 9 - Larangan Pasal 111 - Pasal 80 Pasal 40 - Perizinan Penggunaan Waduk Bentuk Izin Pasal 9 - Pasal 65 Pasal 25 - Pihak Pemberi Izin Pasal 10 - Pasal 65 Pasal 67 Pasal 38 - Masa Berlaku Izin - - - Pasal 25 - Pengawasan Waduk Pihak yang Mengawasi Pasal 105 Pasal 110 Pasal 160 - Pasal 35 Pasal 48 Pasal 53 Pasal 41 Pasal 43 Pasal 46 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Kegiatan yang Diawasi Pasal 105 Pasal 110 Pasal 160 - Pasal 35 Pasal 48 Pasal 52 Pasal 42 Pasal 46 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pelanggaran Mekanisme Penindakan - - Pasal 79 Pasal 44 Pasal 47 - Pihak yang Memberikan Tindakan dan Sanksi - - Pasal 83 Pasal 84 Pasal 43 - Sanksi yang Diberlakukan - - Pasal 81 Pasal 82 Pasal 44 - Waduk Cirata merupakan bagian dari rangkaian waduk kaskade di Jawa Barat yang dibendung dari Sungai Citarum, yang merupakan salah satu sungai strategis di Jawa Barat. Keberadaan waduk kaskade yang unik ini melibatkan multistakeholder dalam pengoperasian pengelolaannya, maupun pemanfaatannya. Dengan demikian terbitlah peraturan yang khusus membentuk tim koordinasi pengoperasian dan pengelolaan ketidga waduk kaskade tersebut. Peraturan tersebut adalah Keputusan Direktur Jendral Sumberdaya Air Nomor 21KTPSD2014 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengoperasian Bendungan Kaskade Saguling, Cirata, dan DjuandaJatiluhur. Dalam peraturan tersebut dibahas mengenai stakeholder yang terlibat dalam pengoperasian waduk kaskade di Jawa Barat, termasuk Waduk Cirata. Peraturan Daerah Jawa Barat mengenai pengelolaan perikanan merupakan salah satu peraturan yang penting terkait dengan pengelolaan Waduk Cirata karena Waduk Cirata merupakan waduk di Jawa Barat yang memiliki kegiatan perikanan di dalamnya. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan hingga saat ini menjadi landasan dalam melakukan pengelolaan perikanan di Jawa Barat, termasuk di Waduk Cirata. Dalam peraturan ini, berbagai hal yang menyangkut perikanan khususnya budidaya perikanan KJA sudah diatur dengan cukup jelas. Beberapa hal yang diatur dalam peraturan ini adalah stakeholder yang terlibat, peran masing-masing stakeholder, koordinasi diantara stakeholder, perizinan usaha KJA, pencatatan dan pelaporan, retribusi daerah, jumlah maksimum KJA, larangan, pengawasan, sanksi, dan penegakan hukum. Kondisi riil yang ada di Waduk Cirata yaitu masih banyak pemanfaat perikanan yang belum memiliki izin, khususnya izin untuk budidaya ikan. Berdasarkan penelusuran di lapangan, beberapa petani mengaku tidak mengetahui perlu membuat izin untuk melakukan budidaya ikan. Beberapa petani yang lain tidak mengetahui bagaimana cara mendapatkan izin untuk budidaya ikan. Selain itu pembuatan izin dinilai cukup rumit sehingga petani menjadi enggan untuk mengurusnya. Rata-rata ukuran petak KJA yang dimiliki petani sudah sesuai dengan kriteria yang ditentukan yaitu 7x7 m, namun masih banyak kepemilikan KJA yang melebihi batas maksimum 20 petak. Banyak terdapat petani ikan yang membuat KJA bukan dengan bahan dan material yang disyaratkan bahkan beberapa KJA yang tidak layak dan sudah rusak hanya dibiarkan ‘mangkrak’ di tengah- tengah waduk sehingga mengganggu KJA yang lain. Masalah-masalah yang terjadi tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi kepada pada stakeholder, khususnya para petani KJA. Selain itu minimnya pengawasan dan pemberian sanksi bagi pelanggar juga memicu berbagai pelanggaran yang terjadi. Peraturan mengenai pengembangan dan pemanfaatan Waduk Cirata secara khusus diatur dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian Umum, Lahan Pertanian dan Kawasan Waduk Cirata. Peraturan ini dikeluarkan oleh Gubernur dalam menyelenggarakan kewenangan Pemerintah Daerah. Sesuai dengan Waduk Cirata yang wilayah administratifnya berada pada lintas kabupaten, maka peraturan yang mengatur adalah peraturan dengan skala regional provinsi. Dalam peraturan ini dibahas mengenai pengembangan pemanfaatan Waduk Cirata, termasuk budidaya perikanan KJA di dalamnya. Beberapa hal yang diatur dalam peraturan ini adalah jenis kegiatan yang dapat dilakukan di perairan umum waduk, persyaratan pemanfaatan waduk ukuran petak KJA, jumlah KJA maksimum, penempatan KJA, kepemilikan KJA, perizinan KJA, dan pengolahan limbah bekas konstruksi KJA. Kondisi yang terjadi di lapangan, ukuran KJA rata-rata sudah sesuai dengan aturan namun jumlah KJA sudah sangat berlebih, sangat jauh melebihi batas maksimum. Pemilik KJA banyak yang bukan berasal dari masyarakat sekitar waduk dan tidak memiliki izin budidaya ikan. Selain itu banyak terjadi pelanggaraan lokasi pembudidayaan yang telah diatur, limbah konstruksi KJA banyak yang dibiarkan di tengah danau karena tidak memiliki biaya untuk mengangkut ke darat ataupun ke pinggir. Masalah-masalah tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi, pengawasan, dan penegakan sanksi oleh pihak terkait. Selain aturan yang berasal dari pemerintah, analisis terhadap peraturan dari instansi terkait juga dilakukan. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan Waduk Cirata yang melibatkan multistakeholder tidak hanya pemerintah semata. Waduk Cirata yang dimiliki oleh PT. PJB menjadikan PT. PJB juga memiliki otoritas dalam pengelolaannya, sehingga dibentuklah BPWC sebagai perpanjangan tangan dari PT. PJB untuk mengelola Waduk Cirata khususnya dalam menjaga pasokan listrik dan mengatasi permasalahan lingkungan. Peraturan tersebut adalah Keputusan Direksi PT. Pembangkitan Jawa-Bali Nomor 023.K020DIR2014 tentang Penyempurnaan Organisasi Badan Pengelola waduk Cirata pada PT. Pembangkitan Jawa-Bali. BPWC merupakan badan pengelola yang telah memiliki payung hukum yang jelas dan telah diakui oleh Pemerintah Daerah dan stakeholder lainnya. Dalam pelaksanaannya, BPWC melakukan koordinasi dan kerjasama dengan stakeholder lain. Fakta di lapangan, koordinasi belum berjalan dengan optimal. Para stakeholder belum memiliki visi yang seragam sehingga program- program yang menyangkut Waduk Cirata yang seharusnya terintegrasi dilakukan secara terpisah karena tidak terkoordinasi dengan baik. Selain itu komunikasi antara BPWC dengan stakeholder terkait masih sangat minim sehingga sering terjadi kesalahpahaman diantara para stakeholder. Contohnya terkait dengan Surat Penetapan Lokasi SPL. BPWC sebagai pihak penerbit SPL seharusnya saling berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Dinas Perikanan kabupaten selaku pemberi rekomendasi. Saat ini masih terjadi penangguhan SPL di BPWC sehingga Surat Izin Usaha Perikanan SIUP dan Surat Izin Pembudidayaan Ikan SIPBI pun tidak bisa diterbitkan. Padahal jika akan dilakukan penertiban terhadap jumlah KJA agar sesuai dengan peraturan yang ada, diperlukan penerbitan SPL, SIUP, dan SIPBI sesuai kuota agar jelas petani KJA mana yang akan ditertibkan.