Tabel 8.2 Identifikasi mengenai property rights stakeholder yang terlibat dalam
pengelolaan dan pemanfaatan di Waduk Cirata
Hak untuk Stakeholder
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
a Access
b Withdrawal
c Management
d Exclusion
e
Alineation
Sumber: data primer, diolah 2016 Keterangan: 1 = DPK Jawa Barat; 2 = Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat; 3 = Dinas
Perikanan Kabupaten Purwakarta; 4 = Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur; 5 = BPWC sebagai perpanjangan tangan PT. PJB ; 6 = Satpol PP Jawa Barat; 7 = kelompok penjual pakan ikan; 8 =
kelompok pengepul ikan; 9 = kelompok pengolah hasil perikanan; 10 = petani KJA
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat memiliki hak untuk mengakses, memanen, dan mengelola Waduk Cirata. Hal ini karena berdasarkan
peraturan yang berlaku, sumberdaya yang lokasinya berada pada lintas kabupatenkota, kewenangan pengelolaan ada di dinas provinsi yang terkait. Begitu
pula untuk Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur. Mereka memiliki hak yang sama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Jawa Barat. Namun tentu saja hak-hak tersebut tetap dengan kontrol dari Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat sebagai pihak yang ada di atas Dinas Perikanan
kabupaten secara struktural. Badan Pengelola Waduk Cirata BPWC sebagai perpanjangan tangan dari pemilik Waduk Cirata, yaitu PT PJB memiliki hak-hak
untuk mengakses, memanen, mengelola, mengecualikan, maupun memindah- tangankan. Sebagai wakil dari PT. PJB, BPWC memiliki kewenangan penuh untuk
mengelola Waduk Cirata terutama untuk mempertahankan dan memastikan fungsi utama waduk sebagai PLTA berjalan dengan baik. Satpol PP Jawa Barat merupakan
pihak yang memiliki hak untuk mengakses dan mengelola Waduk Cirata. Satpol PP merupakan aparat pemerintah yang memiliki tugas pokok dan fungsi untuk
menegakkan peraturan daerah, termasuk juga untuk Waduk Cirata. Namun hak-hak yang dimiliki oleh Satpol PP belum dipergunakan sebagaimana mestinya di Waduk
Cirata. Kelompok penjual pakan, kelompok pengepul ikan, dan kelompok pengolah hasil perikanan merupakan stakeholder yang memiliki hak untuk mengakses
Waduk Cirata. Dalam hal ini, stakeholder tersebut diperbolehkan melakukan aktivitas di sekitar Waduk Cirata dengan memanfaatkan sumberdaya dari Waduk
Cirata secara tidak langsung. Kelompok penjual pakan diperbolehkan menjual pakan kepada petani ikan KJA, kelompok pengepul pakan diperbolehkan membeli
ikan hasil panen dari petani KJA, dan kelompok pengolah hasil perikanan diperbolehkan mengolah hasil panen dari petani KJA. Berbeda dengan petani KJA
yang memiliki hak untuk mengakses maupun memanen di Waduk Cirata secara langsung. Sebagai pemanfaat yang memiliki usaha KJA di Waduk Cirata, petani
KJA berhak memanfaatkan Waduk Cirata dengan memanen hasil usaha KJAnya kemudian dijual kepada pengepul ikan maupun dijual sendiri kepada pihak yang
membutuhkan. Secara umum, interaksi diantara para stakeholder pemanfaat sumberdaya Waduk Cirata saling memiliki ketergantungan karena memiliki
kepentingan yang sama, yaitu pentingnya Waduk Cirata bagi penghidupan dan berputarnya roda perekonomian masing-masing stakeholder.
8.1.2 Mekanisme Perizinan Usaha KJA di Waduk Cirata
Perizinan merupakan hal yang penting dalam melakukan usaha budidaya dengan sistem KJA di Waduk Cirata. Bagi petani KJA, izin yang diterbitkan oleh
BPMPT merupakan dokumen yang seharusnya wajib dimiliki. Jika tidak memiliki izin-izin tersebut, petani KJA sebenarnya tidak boleh melakukan usaha KJA di
Waduk Cirata karena bersifat ilegal. Namun realitanya, saat ini di Waduk banyak KJA yang tidak memiliki izin. Jumlah KJA ilegal tanpa izin di Waduk Cirata
jumlahnya jauh melebihi KJA yang memiliki izin. Mekanisme perizinan usaha KJA di Waduk Cirata dapat dilihat dalam Gambar 8.1
Sumber: DKP 2016, BPWC 2016
Gambar 8.1 Mekanisme Perizinan Usaha KJA di Waduk Cirata Dari Gambar 8.1 tersebut dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan izin
usaha KJA petani KJA mengajukan berkas permohonan Surat Penetapan Lokasi SPL ke BPWC. Berkas permohonan mecakup fotocopy KTP pemohon, surat
permohonan SPL dan Izin Usaha Perikanan IUP, surat pernyataan, surat keterangan domisili, dan rencana usaha. Jika pengajuan ditolak, berkas permohonan
akan dikembalikan lagi ke petani KJA untuk diperbaikidilengkapi dan dapat diajukan kembali ke BPWC. Jika pengajuan diterima maka petani KJA
mendapatkan SPL dari BPWC yang kemudian diajukan ke BP3UIH sebagai pelaksana teknis dari Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat untuk mendapatkan
rekomendasi teknis. Untuk mendapatkan rekomendasi teknis izin usaha perikanan harus memiliki SPL dan melengkapi persyaratan yang telah ditentukan.
Apabila pengajuan ditolak oleh BP3UIH maka SPL dan berkas akan dikembalikan lagi ke petani KJA untuk diperbaikidilengkapi dan dapat diajukan
kembali ke BP3UIH. Apabila pengajuan diterima maka petani KJA mendapat
Diterima
Ditolak Diterima
Ditolak Berkas pengajuan
Petani KJA
BPWC SPL
BP3UIH
Rekomendasi Teknis
BPMPT
SIUP dan SIPBI Ditolak
Diterima
rekomendasi teknis izin usaha perikanan yang selanjutnya dapat diajukan ke Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu BPMPT Jawa Barat untuk
mendapatkan Surat Izin Usaha Perikanan SIUP dan Surat Izin Pembudidayaan Ikan SIPBI. Jika pengajuan ditolak maka SPL, rekomendasi teknis, dan berkas
akan dikembalikan lagi ke petani untuk diperbaikidilengkapi dan dapat diajukan kembali ke BPMPT apabila sudah lengkap. Jika pengajuan diterima maka BPMPT
atas nama Gubernur menerbitkan SIUP dan SIPBI bagi petani KJA untuk menjalankan usahanya.
8.2
Stakeholder yang Terlibat dalam Pengelolaan Waduk Cirata
Uraian mengenai stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Waduk Cirata adalah sebagai berikut.
Badan Pengelola Waduk Cirata BPWC
BPWC dibentuk pada tahun 2002 oleh PT. PJB PJB berdasarkan SK Direksi PT. PJB No. 037.K023DIR1998 tentang Pembentukan BPWC pada PT.
PJB UP Cirata dan SK Direksi No. 026.K023DIR2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPWC pada PT. PJB dengan referensi SK Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Barat No. 16 Tahun 1998 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum dan Lahan Surutan di Waduk Cirata yang direvisi oleh SK
Gubernur Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Lahan Pertanian dan Kawasan Waduk Cirata. BPWC merupakan badan non-
komersial yang dibentuk dalam rangka mengelola Waduk Cirata dan aset-asetnya untuk mempertahankan kualitas dan kontinuitas air. Salah satu yang
melatarbelakangi pendirian BPWC adalah banyaknya permasalahan di sekitar lingkungan Waduk Cirata yang disebabkan oleh berbagai kegiatan masyarakat.
Untuk menangani berbagai permasalahan yang terjadi, perlu diselesaikan dari akarnya untuk meminimalisir terjadinya penurunan fungsi di Waduk Cirata.
Berdasarkan wawancara dengan pihak BPWC, terjadinya penurunan fungsi di Waduk Cirata dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Lahan pertanian yang semakin
berkurang menyebabkan masyarakat sekitar Waduk Cirata mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Untuk dapat mempertahankan hidup,
masyarakat tersebut akhirnya mengambil kayu yang ada di area tangkapan catchment area bahkan menjadikan catchment area sebagai lahan untuk bercocok
tanam. Selain itu, Waduk Cirata yang berpotensi sebagai kawasan pembudidayaan ikan menyebabkan meningkatnya jumlah KJA. Semakin meningkatnya jumlah
KJA yang tidak sesuai dengan daya dukung menimbulkan berbagai permasalahan ekologis di Waduk Cirata. Jumlah KJA yang terus-menerus meningkat akan
mempengaruhi kualitas air di Waduk Cirata dan meningkatkan laju sedimentasi. Pemakaian styrofoam untuk konstruksi KJA yang jauh di bawah standar juga
menambah kuantitas sampah di perairan Waduk Cirata.
BPWC memiliki tugas pokok untuk melaksanakan pengelolaan secara profesional mengelola, memelihara, dan mengembangkan potensi ekonomi aset
berupa waduk dan lahan-lahan di sekitarnya yang terletak di Waduk Cirata tanpa mengabaikan kepentingan Unit Pembangkitan dan masyarakat yang menggunakan
sungai dan waduk tersebut. Berbagai kegiatan yang dilakukan BPWC untuk menjalankan tugas pokok tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pemantauan dan pembersihan perairan dari gulma air, eceng gondok, sampah,
serta pemeliharaan trashboom sebagai sekat sampah di setiap Sub DAS Cirata b.
Pemantauan kualitas air dan sedimentasi serta melakukan berbagai penelitian tentang Waduk Cirata
c. Kegiatan penghijauan dan reboisasi di wilayah greenbelt dan catchment area
Waduk Cirata d.
Penyuluhan masalah ketertiban, kelestarian lingkungan, dan kegiatan masyarakat di waduk dan sekitarnya
e. Pemeliharaan aset lahan dengan perapatan patok batas tanah milik PLN, batas
perairan, dan pemasangan rambu-rambu peringatan Selain kegiatan yang dilakukan untuk menjalankan tugas pokok, BPWC juga
melakukan kegiatan pengembangan potensi ekonomi yang ada di sekitar Waduk Cirata, diantaranya yaitu: 1 Pemanfaatan lahan surutan dan non-surutan; 2
Penataan budidaya KJA; 3 Pengembangan kawasan agrowisata; 4 Pengembangan sarana pendidikan dan pelatihan, dan 5 Pembibitan tanaman keras dan buah-
buahan.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut sejalan dengan pengembangan Waduk Cirata yaitu sebagai kawasan pariwisata, penanganan aset, pusat penelitian,
pusat pendidikan dan pelatihan, dan penertiban KJA. Strategi yang dilakukan BPWC dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu:
a Perubahan orientasi Program Community Development dari kegiatan pemberian
bantuan fisikmateri menjadi kegiatan-kegiatan yang menitikberatkan peningkatan kemampuan masyarakat dalam menemukan dan mengembangkan
sumberdaya lokal, menunjang penggunaan teknologi ramah lingkungan, alih komoditi dan alih profesi, serta sebagai sumber mata pencaharian
b Menciptakan kegiatan pemeliharaan Waduk Cirata yang saling
berkesinambungan antara sumber mata pencaharian masyarakat dan peningkatan fungsi waduk
c Kegiatan pengelolaan sumberdaya Waduk Cirata dilakukan dengan sistem bagi
kontribusi-hasil dengan masyarakat sekitarnya d
Mengingat BPWC sebagai unit cost center, dana bagi hasil yang diperoleh BPWC akan digunakan untuk menunjang program Community Development
melalui mekanisme yang telah disahkan e
Membangun jejaringnetworking untuk mengatasi berbagai kendala yang disebabkan keterbatasan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki BPWC
untuk mencapai hasil yang diharapkan Dalam hal yang berkaitan dengan KJA, BPWC merupakan filtering pertama dalam
pengurusan perijinan yaitu dalam mekanisme pembuatan Surat Penetapan Lokasi SPL. SPL merupakan salah satu lampiran untuk pengurusan surat izin
pembudidaya ke tingkat provinsi. BPWC bekerjasama dengan berbagai pihak seperti dinas perikanan kabupaten, pihak pemerintah kecamatan, dan pihak
pemerintah desa dalam melakukan kegiatan pengurusan SPL dengan sistem jemput bola. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengurusan SPL ditetapkan dalam SK
Gubernur No. 14 Tahun 2002.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat
Waduk Cirata merupakan waduk yang lokasinya melintasi 3 wilayah kabupaten di Jawa Barat. Oleh karena itu pihak pemrintah yang memilki
kewenangan tertinggi terhadap Waduk Cirata adalah pemerintah provinsi melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Kewenangan yang dimiliki oleh
provinsi yaitu dalam rangka pembinaan, melakukan perencanaan pengelolaan perikanan, melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam pengelolaan perikanan,
memberikan pendanaan, evaluasi, dan penertiban aktivitas di Waduk Cirata. Dalam hal pengelolaan waduk, Dinas Perikanan dan kelautan Provinsi Jawa Barat
memiliki badan pengelola sendiri yang bernama Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum dan Ikan Hias BP3UIH. Badan ini memiliki tugas untuk
melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi secara teknis terhadap kegiatan perikanan di Waduk Cirata.
Dalam rangka pembinaan kegiatan pembudidayaan ikan dengan KJA, dinas provinsi memiliki beberapa kolam percontohan di Waduk Cirata. Kolam
percontohan tersebut diharapkan dapat memberi gambaran kepada para petani ikan dalam melakukan budidaya ikan dengan cara yang tepat. Kolam percontohan ini
juga berfungsi sebagai sarana penelitian bagi Dinas Perikanan dan Kelautan untuk dapat menemukan pemecahan bagi beberapa persoalan yang dihadapi oleh petani
ikan. Pada tahun 2013 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat mensosialisasikan bahwa penggunaan KJA dengan kerangka terbuat dari plastik
lebih ramah lingkungan. Ada 21 unit KJA yang dijadikan contoh di Waduk Cirata yang telah memakai konstruksi dengan menggunakan kerangka plastik. Konsep
penggunakan konstruksi kerangka plastik ini diperkirakan dapa bertahan hingga 100 tahun. Namun harga kontruksi kerangka plastik yang mahal menjadi kendala
bagi masyarakat petani ikan untuk memilikinya. Dengan demikian inovasi KJA dengan kerangka plastik ini pun masih sulit untuk diterapkan.
Pada kegiatan pembuatan perizinan bagi usaha budidaya dengan sistem KJA, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi bertugas sebagai pemberi
rekomendasi perizinan. Rekomendasi tersebut dibuat dengan beberapa pertimbangan yang diperoleh dari berkas yang direkomendasikan oleh Dinas
Perikanan Kabupaten setempat. Melalui Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu BPMPT Surat Izin Usaha Perikanan SIUP diterbitkan.
Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur
Dinas Perikanan tiap kabupaten bertanggung jawab terhadap teknis pembudidayaan yang dilakukan di Waduk Cirata. Dinas Perikanan juga melakukan
berbagai kegiatan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi perikanan Waduk Cirata. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah membuat kelompok lokal yang
terdiri dari kelompok pembudidaya ikan, kelompok nelayan, kelompok pengolah hasil perikanan, membuat kolam percontohan, melakukan berbagai penelitian, dan
melakukan platihan mengenai pembudidayaan ikan.
Dalam melakukan kegiatan operasionalnya, Dinas Perikanan Kabupate Cianjur memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD yaitu Badan
Pengembangan Budidaya Perikanan Umum Cirata Kabupaten Cianjur BPBPPUC yang khusus menangani kegiatan perikanan di Waduk Cirata. Daerah Kabupaten
Cianjur merupakan daerah yang paling luas terkena genangan Waduk Cirata, dimana dari keseluruhan luas Waduk Cirata 60 termasuk ke dalam wilayah
Cianjur. Melalui UPTD, penyuluhan dilakukan terhadap kelompok-kelompok lokal yang ada, yaitu kelompok pembudidaya ikan, kelompok nelayan, kelompok
kelompok pengolah hasil pertanian, dan kelompok masyarakat pengawas