No Aspek
Pilihan Skor
Baik Buruk
Keterangan 4.1 Kualitas komunikasi
dan koordinasi diantara stakeholder
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat tinggi; 1 tinggi; 2
agak tinggi; 3 cukup tinggi; 4 agak rendah; 5 rendah; 6
sangat rendah
4.2 Aksi Bersama yang Dilakukan
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat tinggi; 1 tinggi; 2
agak tinggi; 3 cukup tinggi; 4 agak rendah; 5 rendah; 6
sangat rendah
4.3 Visi, Misi, dan Tujuan
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat seragam; 1
seragam; 2 agak seragam; 3 cukup seragam; 4 agak
berbeda; 5 berbeda; 6 sangat berbeda
4.4 Pelanggaran Aturan Main
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0; tidak ada 1 sangat
rendah; 2 rendah; 3 agak rendah; 4 agak tinggi; 5
tinggi; 6 sangat tinggi
4.5 Penegakan Aturan 0; 1; 2;
3; 4; 5; 6 6
0 sangat ketat; 1 ketat; 2 agak ketat; 3 cukup ketat; 4
agak longgar; 5 longgar; 6 sangat longgar
4.6 Pemantauan Pengawasan
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat rutin; 1 rutin; 2
agak rutin; 3 cukup rutin; 4 agak tidak rutin; 5 tidak
rutin; 6 sangat tidak rutin
4.7 Peran Kelembagaan 0; 1; 2;
3; 4; 5; 6 6
0 sangat jelas; 1 jelas; 2 agak jelas; 3 cukup jelas; 4
agak tidak jelas; 5 tidak jelas; 6 sangat tidak jelas
5 Dimensi
Pemanfaatan 5.1 Fungsi Utama
Waduk sebagai PLTA
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat setuju; 1 setuju; 2
agak setuju; 3 cukup setuju; 4 agak tidak setuju 5
tidak setuju; 6 sangat tidak setuju
5.2 Peruntukan KJA untuk Masyarakat
Terdampak 0; 1; 2;
3; 4; 5; 6 6
0 sangat setuju; 1 setuju; 2 agak setuju; 3 cukup
setuju; 4 agak tidak setuju 5 tidak setuju; 6 sangat tidak
setuju
5.3 Jumlah KJA yang Ada
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat sesuai kuota; 1
sesuai kuota; 2 agak sesuai kuota; 3 cukup sesuai kuota;
4 agak tidak sesuai kuota; 5 tidak sesuai kuota; 6 sangat
tidak sesuai kuota
5.4 Jumlah KJA ilegal 0; 1; 2;
3; 4; 5; 6 6
0 sangat sedikit; 1 sedikit; 2 agak sedikit; 3 cukup
banyak; 4 agak banyak; 5 sedikit; 6 sangat banyak
5.5 Tingkat Pemanfaatan Waduk
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat terbatas; 1
terbatas; 2 agak terbatas; 3
No Aspek
Pilihan Skor
Baik Buruk
Keterangan cukup terbatas; 4 agak tidak
terbatas; 5 tidak terbatas; 6 sangat tidak terbatas
5.6 Manfaat yang Diterima Dari Waduk
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat stabil; 1 stabil; 2
agak stabil; 3 cukup stabil; 4 agak menurun; 5
menurun; 6 sangat menurun
5.7 Ancaman Terhadap Waduk
0; 1; 2; 3; 4; 5; 6
6 0 sangat aman; 1 aman; 2
agak aman; 3 cukup aman; 4 agak tidak aman; 5 tidak
aman; 6 sangat tidak aman
7.3 Hasil Analisis Persepsi Stakeholder
Berdasarkan hasil analisis persepsi responden diketahui bahwa kondisi Waduk Cirata cenderung ke arah kurang berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh
sebaran persepsi responden baik responden petani KJA maupun non-petani KJA yang memberikan skor tinggi terhadap kondisi Waduk Cirata saat ini, yang berarti
kondisi Waduk Cirata khususnya yang berkaitan dengan usaha KJA masih jauh dari kondisi keberlanjutan. Persepsi responden menyatakan bahwa kondisi Waduk
Cirata pada lima dimensi, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial, pemanfaatan, dan pengelolaan memiliki nilai yang masih jauh dari keberlanjutan. Hasil sebaran
persepsi responden masyarakat petani KJA tentang keberlanjutan Waduk Cirata disajikan dalam Gambar 7.4 sebagai berikut:
Sumber: Data Primer, diolah 2016
Gambar 7.4 Sebaran Persepsi Responden Petani KJA Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa para responden petani KJA di tiga
wilayah, Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur memiliki persepsi yang tidak berbeda jauh terhadap lima dimensi tersebut. Titik pusat 0 menunjukkan kondisi
1 2
3 4
5 6
Ekologi
Ekonomi
Sosial Pengelolaan
Pemanfaatan
Bandung Barat Purwakarta
Cianjur
yang sangat berkelanjutan bagi Waduk Cirata. Dengan demikian semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin jauh dari kondisi keberlanjutan. Skor maksimum
dalam skenario penelitian ini adalah 6 yang berarti sangat tidak berkelanjutan. Skor diperoleh dari respon responden terhadap pernyataan yang diajukan. Pernyataan-
pernyataan tersebut meliputi lima dimensi, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, pengelolaan, dan pemanfaatan dengan tujuh aspek dalam setiap dimensi.
Dimensi ekologi memiliki nilai 4,071 untuk responden Bandung Barat; 3,816 untuk responden Purwakarta; dan 4,238 untuk responden Cianjur. Nilai yang
diberikan untuk dimensi ekologi cukup tinggi yang berarti secara Waduk Cirata kurang berkelanjutan secara ekologi. Dimensi ekonomi memiliki nilai 4,051 untuk
responden Bandung Barat; 3,939 untuk responden Purwakarta; dan 4,267 untuk responden Cianjur. Dimensi sosial memiliki nilai 3,204 untuk responden Bandung
Barat; 3,388 untuk responden Purwakarta; dan 3,267 untuk responden Cianjur. Dimensi pengelolaan memiliki nilai 4,561 untuk responden Bandung Barat; 4,469
untuk responden Purwakarta; dan 4,695 untuk responden Cianjur. Dimensi pengelolaan memiliki nilai 3,959 untuk responden Bandung Barat; 3,831 untuk
responden Purwakarta; dan 3,352 untuk responden Cianjur. Secara keseluruhan nilai untuk tiap-tiap dimensi tidak berbeda jauh diantara responden yang berbeda
wilayah. Dimensi yang mendapatkan nilai tertinggi diantara dimensi lain adalah dimensi pengelolaan, yang berarti bahwa menurut persepsi responden bahwa
pengelolaan Waduk Cirata saat ini masih belum berkelanjutan sehingga membutuhkan perhatian lebih dari stakeholder yang terlibat. Pengelolaan Waduk
Cirata merupakan hal yang krusial mengingat kondisi Waduk Cirata yang terancam dan membutuhkan penanganan segera.
Selain melihat respon dari petani KJA, persepsi dari stakeholder non-petani KJA juga diidentifikasi. Stakeholder-stakeholder ini merupakan pihak yang terkait
secara langsung dan memiliki kepentingan terhadap Waduk Cirata. Stakeholder- stakeholder tersebut yaitu Badan Pengelola Waduk Cirata BPWC, Dinas
Perikanan dan Kelautan DKP Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur, Satpol PP Provinsi Jawa Barat, serta
kelompok penjual pakan, pengepul, dan pengolah ikan. Hasil sebaran persepsi responden stakeholder non petani KJA tentang keberlanjutan Waduk Cirata
disajikan dalam Gambar 7.5 sebagai berikut:
Sumber: Data Primer, diolah 2016
Gambar 7.5 Sebaran Persepsi Responden Non-Petani KJA Dimensi ekologi memiliki nilai 4,710 untuk responden BPWC; 4,516 untuk
responden DPK Provinsi Jawa Barat; 4,328 untuk responden Dinas Perikanan Kabupaten; 4,011 untuk responden Satpol PP Provinsi Jawa Barat; dan 3,423 untuk
responden kelompok penjual pakan, pengepul, dan pengolah ikan. Nilai yang diberikan untuk dimensi ekologi cukup tinggi yang berarti secara Waduk Cirata
kurang berkelanjutan secara ekologi. Dimensi ekonomi memiliki nilai 5,071 untuk responden BPWC; 4,116 untuk responden DPK Provinsi Jawa Barat; 4,388 untuk
responden Dinas Perikanan Kabupaten; 4,108 untuk responden Satpol PP Provinsi Jawa Barat; dan 3,823 untuk responden kelompok penjual pakan, pengepul, dan
pengolah ikan. Dimensi sosial memiliki nilai 5,024 untuk responden BPWC; 4,336 untuk responden DPK Provinsi Jawa Barat; 4,488 untuk responden Dinas Perikanan
Kabupaten; 5,178 untuk responden Satpol PP Provinsi Jawa Barat; dan 4,012 untuk responden kelompok penjual pakan, pengepul, dan pengolah ikan. Dimensi
pengelolaan memiliki nilai 3,324 untuk responden BPWC; 3,836 untuk responden DPK Provinsi Jawa Barat; 4,218 untuk responden Dinas Perikanan Kabupaten;
4,514 untuk responden Satpol PP Provinsi Jawa Barat; dan 3,520 untuk responden kelompok penjual pakan, pengepul, dan pengolah ikan. Dimensi pemanfaatan
memiliki nilai 4,224 untuk responden BPWC; 4,536 untuk responden DPK Provinsi Jawa Barat; 4,218 untuk responden Dinas Perikanan Kabupaten; 5,014 untuk
responden Satpol PP Provinsi Jawa Barat; dan 4,306 untuk responden kelompok penjual pakan, pengepul, dan pengolah ikan. Dimensi yang mendapatkan nilai
tertinggi diantara dimensi lain adalah dimensi sosial, yang berarti bahwa menurut persepsi responden bahwa kondisi sosial di Waduk Cirata saat ini masih belum
berkelanjutan. Hal ini dikarenakan banyaknya stakeholder yang terlibat di Waduk Cirata. Dalam usaha KJA, pembatasan dan perizinan KJA dirasakan menjadi
masalah yang harus menjadi prioritas. Meskipun batasan sudah ditetapkan namun jika masih dilanggar maka pihak stakeholder yang memiliki wewenang harus
segera mengambil tindakan. Begitu pula dengan masalah perizinan, jumlah KJA
1 2
3 4
5 6
Ekologi
Ekonomi
Sosial Pengelolaan
Pemanfaatan BPWC
DPK Prov Jawa Barat Dinas Perikanan
Kabupaten Satpol PP Prov Jawa
Barat Kelompok penjual
pakan, pengepul, dan pengolah ikan
ilegal yang tidak memiliki jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan KJA yang berizin. Dengan demikian tindakan tegas harus diambil dan pengawasan harus
terus dilakukan. Pembiaran yang terjadi akan membuat kondisi Waduk Cirata semakin memburuk. Secara umum, persepsi diantara responden petani KJA dan
non-petani KJA memiliki persamaan. Nilai yang diberikan responden untuk kelima dimensi dalam keberlanjutan Waduk Cirata memiliki rata-rata yang tinggi sehingga
menurut mereka kondisi Waduk Cirata saat ini masih belum berkelanjutan. Sebaran persepsi petani KJA dan non-petani KJA tersaji dalam Gambar 7.6 sebagai berikut.
Gambar 7.6 Sebaran persepsi responden petani KJA dan non-petani KJA Bagi responden petani KJA, dimensi pengelolaan memiliki rata-rata nilai
sebesar 4,38 dan dirasa harus menjadi prioritas bagi stakeholder lain. Koordinasi harus ditingkatkan, aksi bersama harus lebih digiatkan, visi misi harus
diseragamkan, pengawasan harus dilakukan berikut penegakan aturan yang ada. Kelembagaan saat ini dirasa belum optimal sehingga kondisi Waduk Cirata masih
belum berkelanjutan. Bagi responden non-petani KJA, dimensi sosial dengan rata- rata nilai 4,60 dirasa menjadi prioritas yang membutuhkan penanganan segera.
Potensi konflik yang terjadi harus diminimalisir, benturan kepentingan harus diselesaikan, pembatasan KJA harus ditegaskan, perizinan KJA harus diketatkan,
dan kondisi keamanan harus ditingkatkan demi terwujudnya Waduk Cirata yang berkelanjutan.
1 2
3 4
5 6
Ekologi
Ekonomi
Sosial Pengelolaan
Pemanfaatan
Petani KJA Non-petani KJA
VIII. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN WADUK CIRATA
Kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata merupakan kelembagaan yang kompleks dan multistakeholder body. Banyak stakeholder yang terlibat dengan
Waduk Cirata, baik sebagai pengelola maupun pemanfaat. Stakeholder ini terdiri dari pemerintah, kelompok masyarakat lokal, dan pihak swastapengusaha.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan maupun pemanfaatan Waduk Cirata adalah Badan Pengelola Waduk
Cirata BPWC, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung Barat, Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Purwakarta, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur, Kelompok Pembudidaya Ikan Petani Ikan, Kelompok Penjual Pakan.
Kelompok Pengolah Hasil Perikanan, Pedagang Ikan, Kelompok Nelayan, Kelompok Masyarakat Pengawas POKMASWAS, serta Asosiasi Pembudidaya
Ikan dan Nelayan Danau Cirata ASPINDAC. Stakeholder-stakeholder yang terlibat sebenarnya memiliki peran masing-masing namun faktanya masih sering
terjadi overlapping antara stakeholder satu sama lain. Adanya overlapping yang berkepanjangan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak lanjutan
yang merugikan bagi semua pihak. Kelembagaan yang sudah terbentuk berdasarkan dasar hukum yang berlaku belum dapat berjalan dengan optimal di lapangan.
Kelembagaan yang ada dengan dasar hukum yang menyertainya serta dipahami oleh semua stakeholder belum mampu mengatasi permasalahan yang ada di Waduk
Cirata. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi untuk lebih memperjelas dan mempertegas peran masing-masing stakeholder dalam kaitannya untuk
terwujudnya Waduk Cirata yang berkelanjutan. Berikut penjelasan mengenai peran stakeholder yang terlibat dengan Waduk Cirata tersaji dalam Tabel 8.1
Tabel 8.1. Peran stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Waduk Cirata
No. Stakeholder
Peranan
1. Badan Pengelola Waduk Cirata
BPWC Pemegang otoritas pengelolaan kawasan
Waduk Cirata untuk keperluan produksi energi listrik
2. Dinas Perikanan dan Kelautan DKP
Provinsi Jawa Barat Pengelola kegiatan perikanan di Waduk Cirata
3. Dinas Perikanan Kabupaten Bandung
Barat, Purwakarta, dan Cianjur Pengelola kegiatan Perikanan di Waduk Cirata
4. PT. PJB PT. PJB
Pemilik aset Waduk Cirata an Kementerian BUMN
5. Badan
Penanaman Modal
dan Perijinan Terpadu BPMPT
Pihak yang mengeluarkan perizinan untuk pemanfaatan Waduk Cirata
6. Balai Pelestarian Perikanan Perairan
Umum dan Ikan Hias BP3UIH Pelaksana
teknis lapangan
sebagai perpanjangan tangan dari DKP Provinsi
7. Satuan Polisi Pamong Praja Satpol
PP Provinsi Jawa Barat Pihak yang melakukan penindakan dan
penertiban terkait dengan penegakan peraturan daerah maupun peraturan kepala daerah
8. Gubernur Provinsi Jawa Barat
Penanggung jawab pemanfaatan kawasan Waduk Cirata terkait dengan Satuan Kerja
Pemerintahan Daerah SKPD Sumber: Data Primer, diolah 2016
8.1 Property Rights di Waduk Cirata
8.1.1 Identifikasi
Property Rights di Waduk Cirata
Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah Waduk Cirata seharusnya dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku yang dikeluarkan oleh pemilik waduk
tersebut pemilik waduk tersebut pemerintah setempat. Namun dalam pelaksanaannya masyarakat menganggap bahwa sumberdaya Waduk Cirata
bersifat terbuka, khususnya yang terkait dengan usaha KJA. Masyarakat menganggap bahwa siapa saja boleh mengusahakan KJA di Waduk Cirata asal
memiliki modal yang memadai. Berdasarkan sudut pandang masyarakat, usaha KJA di Waduk Cirata akan dapat bertahan apabila modal berjalan lancar, tak peduli
pemilik KJA tersebut merupakan masyarakat sekitar ataupun pendatang dari daerah lain. Tak heran jika keberadaan KJA di Waduk Cirata sangat berlimpah dengan
jumlah yang meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan tidak adanya sinkronisasi antara aturan yang seharusnya ditetapkan di Waduk Cirata dengan
kondisi riil saat ini. Kondisi yang terjadi menunjukkan bahwa belum ada tanggung jawab diantara para pihak yang terlibat dalam pengelolaan maupun pemanfaatan
Waduk Cirata. Berbeda kasus bila sumberdaya tersebut menjadi milik pribadi atau suatu kelompok masyarakat. Masyarakat akan merasa bertanggungjawab atas
kelestarian sumberdayanya dan akan melakukan usaha-usaha yang dapat memberikan nilai tambah pada sumberdaya yang dimilikinya, karena hal ini
menyangkut keberlangsungan hidupnya dan kelompok masyarakatnya. Biasanya dalam menjaga kelestarian sumberdaya milik sendiri atau suatu kelompok
masyarakat dibuat aturan-aturan yang mengikat anggotanya maupun orang luar sehingga tidak bisa seenaknya menggunakan dan mengeksploitasi sumberdaya
tersebut. Aturan-aturan yang menyangkut cara pengelolaan tersebut menjadi hal yang diakui dan dipatuhi oleh masyarakat. Selain kondisi yang telah disebutkan,
pengawasan terhadap Waduk Cirata masih belum dilakukan dengan maksimal. Akibatnya penindakan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi khususnya terkait dengan usaha KJA yang merupakan masalah paling mencolok di Waduk Cirata pun lemah.
Alasan ekonomi merupakan salah satu faktor pendukung yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya Waduk
Cirata untuk mengusahakan KJA. KJA dianggap sebagai usaha yang menjanjikan bagi masyarakat karena memberikan profit yang tinggi. Selain itu permintaan ikan
datang dari seluruh wilayah, bahkan hingga luar provinsi setiap harinya sehingga petani KJA tidak perlu khawatir akan pasar dari ikan-ikan hasil budidaya tersebut.
Orientasi para petani KJA di Waduk Cirata masih tertuju kepada pasar lokal karena kualitas ikan hasil KJA di Waduk Cirata belum memenuhi syarat, dilihat dari
ukuran, kualitas, maupun kontinuitas. Meskipun demikian, para bandar ikan yang merupakan tangan kedua dari petani KJA dalam menjualkan ikan hasil panen
mereka mengatakan bahwa selama ini mereka tidak pernah rugi, berapapun ikan yang mereka bawa untuk dijual pasti akan habis di pasaran tradisional. Bahkan
untuk beberapa musim, kebutuhan pasar pun masih belum bisa tercukupi. Walaupun kecenderungan permintaan ikan terus meningkat namun tidak
berkorelasi positif terhadap harga ikan. Harga jual ikan diserahkan pada mekanisme pasar dimana jika permintaan tinggi maka harga akan tinggi, dan saat stok ikan
melimpah maka harga akan turun. Kondisi ini masih emnjadi dilema bagi petani KJA di Waduk Cirata. Ketika Waduk Saguling juga mengalami panen secara
bersamaan, maka harga ikan akan jatuh. Saat bulan Juli-Agustus, biasanya terjadi over produksi sehingga harga bisa mengalami penurunan, sedangkan menjelang
bulan Desember-Maret harga bisa mengalami peningkatan karena musim angin barat yang menyebabkan banyak penyakit sehingga mengakibatkan kematian ikan.
Sementara harga ikan diserahkan kepada mekanisme pasar, tidak demikian halnya dengan harga pakan ikan. Pakan merupakan input utama dalam budidaya KJA.
Harga pakan di Waduk Cirata cenderung mengalami peningkatan sedangkan harga ikan relatif stabil sehingga mempengaruhi profit yang didapatkan oleh petani KJA.
Untuk masyarakat yang saat ini memiliki KJA dengan tingkat kepemilikan yang rendah, atau sekitar 4 unit memiliki kerentanan yang lebih tinggi untuk gulung tikar
manakala harga ikan turun atau harga pakan meningkat. Satu-satunya akses permodalan mereka adalah para agen pakan, sehingga ketika terjadi kasus kematian
ikan karena musim ataupun penyakit, dengan jumlah keramba yang sedikit, mereka rentan menghadapi pengambilalihan keramba oleh para agen pakan. Dengan tingkat
pendidikan masyarakat saat ini yang sebagian besar hanya tamat SD bahkan putus sekolah di tingkat dasar, tentu saja dalam jangka panjang mereka pun memiliki
kerentanan yang tinggi untuk tidak mencapai penghidupan yang lebih layak atau secara teknis memperluas jumlah KJA yang dimilikinya. Oleh karena itu mereka
cenderung mudah dipermainkan oleh pelaku-pelaku ekonomi dengan pengaruh yang besar. Diharapkan dengan adanya kelompok-kelompok petani, mereka bisa
diberdayakan dan mendapatkan dukungan, pengetahuan, serta perubahan paradigma untuk kelangsungan usaha dan waduk yang menjadi tempat usaha
mereka.
Selain pemanfaatan KJA yang melibatkan masyarakat, lebih jauh pemanfaatan di Waduk Cirata juga melibatkan pihak lain. Pemanfaatan di Waduk
Cirata bersifat multi-stakeholder, karena tidak hanya stakeholder masyarakat setempat saja yang terlibat namun juga stakeholder pemerintah. Konsekuensi dari
multi-stakeholder ini adalah banyaknya property rights yang ada di Waduk Cirata. Beberapa stakeholder yang terlibat dalam mungkin saja memiliki hak yang sama
namun dengan porsi yang berbeda-beda. Stakeholder yang terlibat di Waduk Cirata pemanfaatan ataupun pengelolaan antara lain adalah : 1 Dinas Perikanan Provinsi
Jawa BaratMisalnya saja yaitu Dinas Perikanan; 2 Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat; 3 Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta; 4 Dinas Perikanan
Kabupaten Cianjur; 5 Badan Pengelola Waduk Cirata BPWC sebagai perpanjangan tangan dari PT. PJB; 6 Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP
Provinsi Jawa Barat; 7 kelompok penjuan pakan; 8 kelompok pengepul ikan; 9 kelompok pengolah hasil perikanan; dan 10 petani KJA.
Identifikasi mengenai property right yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan di Waduk Cirata
tersaji dalam Tabel 8.2. Skema property rights mengacu kepada Schalnger dan Ostrom 1992, dimana hak-hak yang dimiliki adalah mencakup hak untuk
mengakses sumberdaya rights to access, hak untuk memanen sumberdaya rigths to withdrawal, hak untuk mengelola sumberdaya rights to management, hak
untuk mengecualikan pemanfaat lainnya rights to exclusion, dan hak untuk memindahtangankan sumberdaya tersebut serta hak-hak yang menyertainya rights
to alineation.
Tabel 8.2 Identifikasi mengenai property rights stakeholder yang terlibat dalam
pengelolaan dan pemanfaatan di Waduk Cirata
Hak untuk Stakeholder
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
a Access
b Withdrawal
c Management
d Exclusion
e
Alineation
Sumber: data primer, diolah 2016 Keterangan: 1 = DPK Jawa Barat; 2 = Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat; 3 = Dinas
Perikanan Kabupaten Purwakarta; 4 = Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur; 5 = BPWC sebagai perpanjangan tangan PT. PJB ; 6 = Satpol PP Jawa Barat; 7 = kelompok penjual pakan ikan; 8 =
kelompok pengepul ikan; 9 = kelompok pengolah hasil perikanan; 10 = petani KJA
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat memiliki hak untuk mengakses, memanen, dan mengelola Waduk Cirata. Hal ini karena berdasarkan
peraturan yang berlaku, sumberdaya yang lokasinya berada pada lintas kabupatenkota, kewenangan pengelolaan ada di dinas provinsi yang terkait. Begitu
pula untuk Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur. Mereka memiliki hak yang sama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Jawa Barat. Namun tentu saja hak-hak tersebut tetap dengan kontrol dari Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat sebagai pihak yang ada di atas Dinas Perikanan
kabupaten secara struktural. Badan Pengelola Waduk Cirata BPWC sebagai perpanjangan tangan dari pemilik Waduk Cirata, yaitu PT PJB memiliki hak-hak
untuk mengakses, memanen, mengelola, mengecualikan, maupun memindah- tangankan. Sebagai wakil dari PT. PJB, BPWC memiliki kewenangan penuh untuk
mengelola Waduk Cirata terutama untuk mempertahankan dan memastikan fungsi utama waduk sebagai PLTA berjalan dengan baik. Satpol PP Jawa Barat merupakan
pihak yang memiliki hak untuk mengakses dan mengelola Waduk Cirata. Satpol PP merupakan aparat pemerintah yang memiliki tugas pokok dan fungsi untuk
menegakkan peraturan daerah, termasuk juga untuk Waduk Cirata. Namun hak-hak yang dimiliki oleh Satpol PP belum dipergunakan sebagaimana mestinya di Waduk
Cirata. Kelompok penjual pakan, kelompok pengepul ikan, dan kelompok pengolah hasil perikanan merupakan stakeholder yang memiliki hak untuk mengakses
Waduk Cirata. Dalam hal ini, stakeholder tersebut diperbolehkan melakukan aktivitas di sekitar Waduk Cirata dengan memanfaatkan sumberdaya dari Waduk
Cirata secara tidak langsung. Kelompok penjual pakan diperbolehkan menjual pakan kepada petani ikan KJA, kelompok pengepul pakan diperbolehkan membeli
ikan hasil panen dari petani KJA, dan kelompok pengolah hasil perikanan diperbolehkan mengolah hasil panen dari petani KJA. Berbeda dengan petani KJA
yang memiliki hak untuk mengakses maupun memanen di Waduk Cirata secara langsung. Sebagai pemanfaat yang memiliki usaha KJA di Waduk Cirata, petani
KJA berhak memanfaatkan Waduk Cirata dengan memanen hasil usaha KJAnya kemudian dijual kepada pengepul ikan maupun dijual sendiri kepada pihak yang
membutuhkan. Secara umum, interaksi diantara para stakeholder pemanfaat sumberdaya Waduk Cirata saling memiliki ketergantungan karena memiliki