Manfaat Ekonomi Analisis Biaya Transaksi dan Manfaat Kelembagaan .1 Biaya Transaksi

terpenting adalah menjaga kualitas air agar tetap bersih sehingga PLTA dapat berfungsi dengan baik, dan menjaga pasokan air tetap cukup agar PT. PJB dapat beroperasi secara optimal dalam menghasilkan energi listrik. Mengingat fungsi dan manfaat bagi masyarakat serta lokasi yang berada pada lintas kabupaten, Waduk Cirata juga berada di bawah naungan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat serta dinas terkait di Kabupaten Cianjur, Bandung Barat, dan Purwakarta. Berdasarkan laporan dari BPWC pada tahun 2014, kualitas air di Waduk Cirata secara umum masih memenuhi baku mutu air waduksungai, kecuali untuk parameter Chemical Oxygen Demand COD dan Biochemical Oxygen Demand BOD. Kedua parameter tersebut masih melebihi baku mutu karena adanya kegiatan perikanan KJA dan buangan limbah domestik maupun industri yang masuk ke waduksungai. Hasil pengukuran kualitas air di Waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Kualitas air di Waduk Cirata Parameter Satuan Baku Mutu Maksimum Minimum pH - 6-9 8,13 7 BOD mgl 6 3,42 1,99 COD mgl 10 26,4 12 TSS mgl 50 10,88 3,68 TDS mgl 1000 148 85 Minyak dan lemak mgl - 0,15 - Sumber: Badan Pengelola Waduk Cirata 2014 Limbah sisa pakan, feses, dan kegiatan domestik RTP berimplikasi terhadap efek-efek negatif. Limbah organik baik padat maupun cair dapat menyebabkan perairan semakin subur karena banyak mengandung N dan P. Influx N dan P yang tidak terkendali dapat menyebabkan perairan hipertropik. Yaitu, suatu perairan yang pertumbuhan plankton, algae, dan ganggangnya tidak terkendalimengalami blooming. Hal tersebut dapat menyebabkan perairan miskin oksigen dan kematian ikan Garno 2001. Hasil observasi yang dilakukan pada bulan April 2016, keadaan perairan Cirata sudah dipenuhi eceng gondok. Menurut responden dan pengamatan langsung yang dilakukan, eceng gondok sudah menutupi sekitar 60 wilayah Waduk Cirata. Penutupan oleh eceng gondok ini terjadi setiap hari, dengan disertai pergerakan eceng gondok sesuai arah angin. Kondisi tersebut tentu sangat mengkhawatirkan bagi petani ikan. Eceng gondok yang menutupi sebagian besar perairan akan menyebabkan perairan mengalami miskin oksigen. Selain itu, keberadaan eceng gondok yang melimpah juga menghalangi jalannya perahu sehingga transportasi di Waduk Cirata menjadi terganggu. Selain itu saat musim penghujan dimana bagian bawah air yang bersuhu rendah dan miskin oksigen serta beracun naik ke permukaan dan bercampur dengan air yang berada di bagian atas yang menyebabkan upwelling. Kejadian ini biasanya juga dapat mematikan ikan secara mendadak dan masal seperti yang terjadi sejak tahun 1990 dan berulang hingga sekarang Rahmani, 2012. Kematian ikan secara masal juga disebabkan oleh wabah penyakit koi herpes virus KHV yang biasanya menyerang saat musim kemarau. Hal ini juga terkait dengan kualitas lingkungan yang rendah. Selain itu, limbah dari sisa pakan, feses, dan limbah RTP juga dapat menyebabkan sedimentasi yang tidak kalah merugikan. Widiastuti 2013 melakukan perhitungan aktual mengenai berapa jumlah pakan ikan yang masuk ke Waduk Cirata per harinya. Berdasarkan survei terhadap RTP diperoleh data bahwa kotoran dari sisa pakan dan feses ikan yang terbuang ke perairan mencapai 742 ton per hari. Hasil perhitungan lanjutan diperoleh hasil bahwa sisa pakan dan feses tersebut menyumbang N dan P masing-masing 16 tonhari dan 0,88 tonhari untuk kondisi saat itu. Data sedimentasi Waduk Cirata menunjukkan peningkatan endapan akumulasi sedimentasi dibandingkan dengan data perkiraan sedimentasi berdasarkan design perencanaan waduk. Volume sedimentasi yang diukur dari perbedaan besarnya daya tampung waduk selama 20 tahun, antara tahun 1988 sampai dengan 2007 adalah sebesar 146 juta m 3 . Jika dirata-rata laju sedimentasi yang terjadi di Waduk Cirata adalah 4,38 juta tontahun BPWC 2007. Selain dari pemberian pakan, kegiatan KJA juga menyumbangkan limbah organik berupa limbah cair dari kegiatan domestik RTP KJA yang tinggal di perairan Waduk Cirata. Dalam penelitian Widiastuti 2013, air limbah yang terbuang ke Waduk Cirata diperkirakan sekitar 675 literhari untuk kegiatan mandi dan cuci. Air limbah yang terbuang ke perairan tersebut mengandung detergen dan limbah organik lain. Volume limbah cair tersebut memang relatif sedikit dibandingkan dengan volume air di Waduk Cirata, namun dalam jangka panjang tidak menutup kemungkinan limbah cair dari RTP KJA akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah KJA. Selain limbah padat, RTP KJA juga menghasilkan limbah padat, baik organik maupun anorganik. Sampah organik berupa sisa makanan yang langsung dibuang ke perairan Waduk Cirata. Sampah anorganik umumnya berasal dari sisa bahan kemasan yang dibakar dan abunya dibuang ke perairan Waduk Cirata. Sumber sampah potensial lain di permukaan Waduk Cirata adalah warung permanen, warung keliling, dan rumah tangga. RTP KJA secara total menghasilkan limbah padat rata-rata per tahun sebesar 4.174 ton pada kondisi saat itu. Dari semua kegiatan yang ada di perairan Waduk Cirata, kegiatan perikanan sektor KJA memberikan kontribusi limbah yang paling besar, terutama untuk indikator N dan P Hidayat 2010. Oleh karena itu KJA di Waduk Cirata harus mendapatkan perhatian khusus agar Waduk Cirata dapat berkelanjutan.

VI. AUDIT ATURAN MAIN PENGELOLAAN WADUK CIRATA

Kelembagaan sebagai aturan main dalam pengelolaan Waduk Cirata, khususnya untuk pemanfaatan budidaya perikanan air tawar dengan sistem KJA mengacu kepada peraturan yang sudah ada. Peraturan yang dimaksud adalah peraturan formal yang telah disahkan oleh pemerintah pusat maupun daerah, serta pihak lain yang terkait seperti PT. PJB sebagai pemilik waduk dan BPWC sebagai pengelola waduk. Bendungan atau waduk merupakan aset yang berkaitan dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Bendungan atau waduk merupakan CPRs yang dalam pemanfaatannya seringkali menimbulkan banyak masalah dikarenakan karakteristik yang dimilikinya. Terlebih untuk Waduk Cirata yang fungsi utamanya untuk PLTA dan lokasinya berada pada lintas kabupaten. Di Waduk Cirata, selain pemanfaatan PLTA yang utama juga ada pemanfaatan lainnya seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan pariwisata. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengeluarkan peraturan yang relatif baru yang merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya. Peraturan ini membahas stakeholder yang terlibat, peran para stakeholder, koordinasi diantara stakeholder, pemanfaatan yang diperbolehkan di bendunganwaduk, zonasi pembatasan, perizinan, larangan, serta kegiatan yang diawasi. Fakta di lapangan masih terjadi banyak pelanggaran, terutama terkait dengan limbah dan pencemaran lingkungan perairan waduk. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan serta pengawasan yang masih minim. Selain peraturan dari Kementerian Pekerjaan Umum, pengelolaan dan pemanfaatan Waduk Cirata juga terkait dengan peraturan- peraturan formal lainnya. Beberapa peraturan terkait dengan Waduk Cirata yang akan dianalisis adalah: 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 27PRTM2015 tentang Bendungan; 2 Keputusan Direktur Jenderal Sumberdaya Air Nomor 21KTPSD2014 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengoperasian Bendungan Kaskade Saguling, Cirata, dan DjuandaJatiluhur; 3 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011; 4 Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian, dan Kawasan Waduk Cirata; dan 5 Keputusan Direksi PT. Pembangkitan Jawa-Bali Nomor 023.K020DIR2014 tentang Penyempurnaan Organisasi Badan Pengelola Waduk Cirata pada PT. Pembangkitan Jawa-Bali. Hasil content analysis mengenai beberapa peraturan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan Waduk Cirata tersebut tersaji dalam Tabel 6.1 sebagai berikut. Tabel 11. Hasil content analysis beberapa peraturan terkait pengelolaan dan pemanfaatan waduk cirata Kategori Parameter Peraturan Menteri PU dan PR RI No. 27PRTM 2015 tentang Bendungan Keputusan Dirjen SDA No. 21KTPSD20 14 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengoperasian Bendungan Kaskade Saguling, Cirata, dan Djuanda Jatiluhur Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian dan Kawasan Waduk Cirata Keputusan Direksi PT. Pembangkitan Jawa-Bali Nomor 023.K020DIR 2014 tentang Penyempurnaan Organisasi Badan Pengelola waduk Cirata pada PT. Pembangkitan Jawa-Bali Keterlibatan Stakeholder Siapa saja stakeholder yang terlibat Pasal 1 Tim Pengarah. Pelaksana, Teknis Pasal 1 Pasal 1 Pasal 1 Pasal 2 Peran masing- masing stakeholder Pasal 1 Tim Pengarah. Pelaksana, Teknis Pasal 7 Pasal 26 - Pasal 2 Koordinasi diantara stakeholder - - Pasal 9 Pasal 78 - Pasal 2 Manajemen Waduk Pemanfaatan eksploitasi Pasal 105 - Pasal 37 Pasal 49 Pasal 54 Pasal 61 Pasal 62 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 3 Pasal 4 asal 5 Pelestarian Pasal 101 - Pasal 10 Pasal 46 Pasal 39 Pasal 2 Pencatatan dan Pelaporan - - Pasal 47 Pasal 50 - Aksesibilitas Waduk Pihak yang Memiliki Akses - - - - - Jumlah Maksimum - - - Pasal 11, Pasal 15 - Zonasi pembatasan Pasal 106 - Pasal 67 Pasal 9 - Larangan Pasal 111 - Pasal 80 Pasal 40 - Perizinan Penggunaan Waduk Bentuk Izin Pasal 9 - Pasal 65 Pasal 25 - Pihak Pemberi Izin Pasal 10 - Pasal 65 Pasal 67 Pasal 38 - Masa Berlaku Izin - - - Pasal 25 - Pengawasan Waduk Pihak yang Mengawasi Pasal 105 Pasal 110 Pasal 160 - Pasal 35 Pasal 48 Pasal 53 Pasal 41 Pasal 43 Pasal 46 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Kegiatan yang Diawasi Pasal 105 Pasal 110 Pasal 160 - Pasal 35 Pasal 48 Pasal 52 Pasal 42 Pasal 46 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pelanggaran Mekanisme Penindakan - - Pasal 79 Pasal 44 Pasal 47 - Pihak yang Memberikan Tindakan dan Sanksi - - Pasal 83 Pasal 84 Pasal 43 - Sanksi yang Diberlakukan - - Pasal 81 Pasal 82 Pasal 44 -