29
dapat diukur melalui marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya
a. Marjin Pemasaran
Menurut Limbong dan Sitorus 1987 marjin tataniaga didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima
konsumen. Konsep marjin tataniaga terbentuk akibat dari perbedaan kegiatan dari setiap lembaga yang menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan
lembaga lainnya. Pada pengertian tataniaga yang telah dijelaskan bahwa segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik
atas produk dari produsen sampai konsumen yang didalamnya terdapat fungsi- fungsi tataniaga yang dilakukan. Pengertian tersebut memperlihatkan adanya
kegiatan-kegiatan yang membutuhkan pengeluaran biaya untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Biaya-biaya atau pengorbanan yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga dalam proses kegiatan tataniaga dinamakan sebagai biaya tataniaga.
Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga pada dasarnya memiliki motivasi dan tujuan untuk mencari atau memperoleh
keuntungan atas pengrobanan yang dilakukan dalam kegiatan tataniaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran barang, maka akan
semakin besar perbedaan harga barang di tingkat produsen dengan yang dibayarkan konsumen. Maka dapat diartikan bahwa marjin tataniaga merupakan
perbedaan harga suatu barang di tingkat produsen dengan di tingkat konsumen, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga
tataniaga yang lainnya dalam saluran tataniaga yang sama.
30
b. Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dari suatu
kegiatan tataniaga dengan membandingkan harga yang diterima petani tehadap harga yang dibayarkan konsemen akhir. Farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat
pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk, dan biaya produksi Rahim dan Hastuti, 2008. Hubungan farmer’s share dengan marjin tataniaga
bersifat negatif. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga maka semakin rendah farmer’s share
yang diterima dalam melaksanakan suatu kegiatan tataniaga Herawati, 2012.
3.2 Kerangka Operasional