70
konsumen adalah risiko berjualan tidak habisnya manggis yang dijual. Fungsi informasi pasar yang diterima petani di semua saluran berupa harga dari pedagang
pengumpul.
6.5 Analisis Keragaan Pasar
Analisis keragaan pasar terdiri dari analisis marjin tataniaga, farmer’s share
dan rasio keuntungan dan biaya. Ketiga komponen analisis tersebut merupakan indikator untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga. Analisis marjin
tataniaga dilakukan untuk melihat perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Nilai marjin tataniaga akan menentukan besarnya bagian
harga yang diterima petani di setiap saluran tataniaga dari harga yang didapat pada tingkat konsumen akhir. Analisis farmer’s share menunjukkan perbandingan
harga di tingkat petani dengan konsumen akhir. Selain sebaran marjin dan farmer’s share
, analisis efisiensi tataniaga dilakukan berdasarkan pembagian yang adil bagi produsen dan lembaga tataniaga dari keseluruhan harga yang dibayarkan
konsumen. Pembagian adil dan merata tersebut dilakukan melalui pendekatan rasio keuntungan dan biaya pada setiap lembaga tataniaga termasuk petani.
Analisis efisensi tataniaga pada penelitian ini dilakukan secara terpisah yaitu tujuan ekspor dan tujuan tataniaga dalam negeri.
6.4.1 Tataniaga Manggis Tujuan Luar Negeri ekspor
Tataniaga manggis dengan tujuan luar negeri yaitu China terdapat tiga saluran tataniaga. Saluran tataniaga tersebut adalah saluran satu, saluran dua, dan
saluran tiga. Harga yang terbentuk di tingkat petani umumnya cenderung rendah untuk pasar luar negeri. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar petani yang lemah.
Posisi tawar yang lemah disebabkan oleh ketergantungan petani terhadap
71
pedagang pengumpul dalam hal peminjaman dana atau modal. Petani dapat meminjam sejumlah dana kepada pedagang pengumpul dengan syarat harus
menjual manggisnya kepada pedagang pengumpul tersebut. Pinjaman petani yang besar kepada pedagang pengumpul seringkali membuat harga jual petani menjadi
rendah, karena pedagang pengumpul dapat menekan harga jual petani. Tidak adanya lembaga keuangan atau lembaga peminjaman yang dapat digunakan oleh
petani dalam mengatasi kekurangan dana dan modal. Tidak sedikit lembaga keuangan yang tidak bersedia memberikan pinjaman kepada petani, karena risiko
pertanian jauh lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Kondisi ini membuat petani cenderung memilih untuk meminjam kepada pedagang pengumpul yang menjadi
langganannya. Harga manggis di tingkat petani yang rendah akan mempengaruhi
besarnya farmer’s share dan total marjin di semua saluran tujuan ekspor. Harga jual petani pada saluran satu sampai tiga sebesar Rp 3.000-4.000 per Kg,
sedangkan harga yang diterima konsumen luar sebesar Rp 30.841 per Kg. Perbedaan dan selisih harga di tingkat petani dengan tingkat konsumen luar negeri
yang sangat besar membuat farmer’s share kecil dan total marjin tinggi. Farmer’s share
dan tota marjin tataniaga yang diperoleh pada saluran satu masing-masing sebesar 9,84 persen dan Rp 27.481 per Kg, serta saluran dua dan
tiga masing-masing sebesar 13,12 persen dan Rp 26.481 per Kg. Farmer’s share terkecil terdapat pada saluran satu, karena petani saluran satu mendapatkan harga
manggis lebih kecil dibandingkan saluran lainnya, yaitu Rp 3.000 per Kg. Petani saluran satu terpaksa menjual manggisnya kepada pedagang
pengumpul kampung untuk menutupi kerugian yang terlalu besar dibandingkan
72
dijual langsung kepada pedagang pengumpu desa. Jika dijual kepada pedagang pengumpul kampung, petani di saluran satu tidak lagi mengeluarkan biaya
pengangkutan dan panen. Hal ini akan mengurangi komponen biaya yang dikeluarkan petani karena biaya tersebut sudah ditanggung oleh pedagang
pengumpul kampung. Pohon yang dimiliki petani saluran satu sedikit, sehingga hasil panen sedikit. Selain itu, jarak kebun patani dengan tempat pengumpulan
pedagang pengumpul desa jauh. Hal ini menjadikan pertimbangan petani dalam menjual hasil panennya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih.
Total marjin terbesar untuk tataniaga tujuan ekspor terdapat pada saluran satu. Hal ini karena saluran tataniaga satu merupakan saluran terpanjang diantara
saluran lainnya. Total marjin pada saluran satu sebesar Rp 27.481 per Kg. Sebagian besar total marjin yang tinggi disebabkan sebaran marjin yang tinggi
pada tingkat eksportir. Pada tingkat eksportir penanganan manggis lebih banyak dan kompleks, sehingga biaya yang dikeluarkan sangat besar dibandingkan
lembaga tataniaga lainnya. Biaya tataniaga yang dikeluarkan eksportir meliputi pembersihan manggis, grading, pengemasan, perizinan ekspor, pengkarantinaan
barang, biaya pengiriman barang melalui jalur laut dan udara Lampiran 3. Biaya dan keuntungan merupakan faktor penentu harga jual manggis pada setiap
lembaga tataniaga. Semakin tinggi biaya dan keuntungan atau keduanya, maka harga jual pun menjadi tinggi. Harga jual yang tinggi akan mempengaruhi marjin
tataniaga pada tiap lembaga tataniaga. Sebaran marjin tataniaga pada sistem tataniaga tujuan ekspor dapat dilihat pada Tabel 16.
73
Tabel 16. Sebaran Marjin Tataniaga dan Farmer’s Share Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor
Uraian Saluran Tataniaga
1 2 3 Nilai RpKg
Nilai RpKg Nilai RpKg
Petani Harga
Jual 3.000 4.000 4.000
Pedagang Pengumpul Kampung Harga Beli
3.000 Biaya Tataniaga
206 Keuntungan 794
Harga Jual 4.000
Marjin 1.000
Pedagang Pengumpul Desa Harga Beli
4.000 4.000
Biaya Tataniaga 679
679 Keuntungan 4.321
4.321 Harga Jual
9.000 9.000
Marjin 5.000 5.000
Koperasi Harga Beli
4.000 Biaya Tataniaga
389 Keuntungan
7.611 Harga Jual
12.000 Marjin
8.000 Broker
Harga Beli 9.000
9.000 Biaya Tataniaga
228 228
Keuntungan 2.772 2.772
Harga Jual 12.000
12.000 Marjin
3.000 3.000 Eksportir
Harga Beli
12.000 12.000 12.000 Biaya
Tataniaga 11.449 11.449 12.020
Keuntungan 7.032 7.032 6.461
Harga Jual
30.481 30.481 30.481 Marjin
18.481 18..481 18.481 Total
Marjin 27.481 26,481 26.481
Farmer’s Share 9,84 13,12 13,12
Sumber : Data Primer, Diolah 2013 Saluran satu dan saluran dua merupakan satu alur tataniaga yang sama,
akan tetapi memiliki perbedaan alur tataniaga awalnya. Pada saluran dua petani langsung menjual manggis kepada pedagang pengumpul desa tanpa melalui
pedagang pengumpul kampung seperti saluran pertama. Total marjin yang diperoleh saluran dua menjadi lebih kecil dibandingkan saluran satu. Total marjin
saluran dua menjadi sebesar Rp 26.481 per Kg. Farmer’s share yang diperoleh saluran dua pun lebih besar dibandingkan saluran satu yaitu sebesar 13,12 persen.
74
Hal ini karena petani mendapatkan harga jual lebih tinggi dibandingkan saluran satu yaitu sebesar Rp 4.000 per Kg.
Total marjin terkecil diantara ketiga saluran tersebut terdapat pada saluran dua dan tiga. Saluran dua dan tiga memiliki total marjin yang sama yaitu sebesar
Rp 26.481 per Kg. Alur tataniaga saluran tiga lebih pendek dibandingkan saluran dua, tetapi total marjin yang diperoleh kedua saluran tersebut adalah sama. Hal ini
karena harga di tingkat petani dan harga yang diterima konsumen kedua saluran sama yaitu masing-masing Rp 4.000 per Kg dan Rp 30.841 per Kg. Kondisi
tersebut menyebabkan selisih harga yang diterima konsumen akhir dengan harga yang diterima petani menjadi sama dengan saluran dua. Faktor lain yang
menyebabkan besarnya total marjin pada saluran tiga adalah besarnya marjin yang diterima lembaga koperasi. Tingginya marjin koperasi disebabkan oleh
keuntungan yang diperoleh tinggi dibandingkan biaya penanganan manggis dalam kegiatan tataniaganya. Marjin tataniaga koperasi sebesar Rp 8.000 per Kg dengan
keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 7.611 per Kg serta biaya tataniaga sebesar Rp 389 per Kg.
Selain total marjin dan farmer’s share, untuk menentukan saluran tataniaga yang efisien juga perlu dilihat sebaran rasio keuntungan dan biaya tiap
saluran. Sebaran rasio keuntungan dan biaya untuk melihat pembagian keuntungan yang adil dan merata sesuai dengan pengorbanan biaya yang
dikeluarkan tiap lembaga dalam kegiatan tataniaga. Sebaran rasio keuntungan dan biaya tiap saluran tujuan ekspor dapat dilihat pada Tabel 17.
75
Tabel 17. Sebaran Rasio Keuntungan dan Biaya Tiap Saluran Tataniaga Tujuan Ekspor
Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga
Saluran 1 Saluran 2
Saluran 3
Petani
Biaya 1.678 2.044 2.044
Keuntungan 1.322 1.956 1.956
Rasio BC 0,79 0,96 0,96
Pedagang Pengumpul Kampung
Biaya 206 - -
Keuntungan 794 - -
Rasio BC 3,85
- -
Pedagang Pengumpul Desa
Biaya 679 679
- Keuntungan 4.321
4.321 -
Rasio BC 6,36 6,36
-
Koperasi
Biaya - -
389 Keuntungan -
- 7.611
Rasio BC -
- 19,54
Broker
Biaya 228 228
- Keuntungan 2.772
2.772 -
Rasio BC 12,14 12,14
-
Eksportir
Biaya 11.449 11.449 12.020
Keuntungan 7.032 7.032 6.461
Rasio BC 0,61 0,61 0,54
Sumber : Data Primer, Diolah 2013 Tabel 17 menunjukkan bahwa ketiga saluran tujuan eksportir memiliki
sebaran rasio keuntungan dan biaya yang tidak menyebar rata dan tidak adanya pembagian keuntungan yang adil antar pelaku tataniaga. Rasio keuntungan dan
biaya saluran satu dan dua terpusat di broker dan pedagang pegumpul desa. Hal ini karena keuntungan yang diperoleh lembaga tersebut sangat besar dibandingkan
pengeluaran biaya tataniaga dalam penanganan manggisnya. Masing-masing nilai rasio keuntungan dan biaya broker dan pedagang pengumpul desa adalah 12,14
dan 6,36. Nilai 12,14 dan 6,36 artinya setiap pengorbanan biaya untuk kegiatan tataniaga manggis Rp 100 per Kg, maka broker akan mendapat keuntungan
sebesar Rp 1.214 per Kg dan pedagang pengumpul sebesar Rp 636 per Kg. Tingginya keuntungan yang diperoleh broker dan pedagang pengumpul
desa tidak diimbangi oleh pengorbanan biaya dan kegiatan penanganan manggis
76
yang besar. Hal ini tercermin dari fungsi tataniaga yang dilakukan broker dan pedagang pengumpul hanya melakukan fungsi pengangkutan, sortasi sementara,
pengeluaran biaya tataniaga yang relatif kecil Lampiran 3, penanggungan risiko yang kecil, dan informasi pasar yang mudah. Jika dibandingkan eksportir yang
melakukan penanganan manggis cukup banyak dalam fungsi tataniaga hanya mendapatkan rasio keuntungan dan biaya sebesar 0,61. Nilai rasio tersebut artinya
bahwa setiap korbanan biaya yang dikeluarkan eksportir sebesar Rp 100 per Kg hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 61 per Kg. Biaya tataniaga yang
dikeluarkan eksportir cukup besar Rp 11.449 per Kg dibandingkan dengan keuntunganya Rp 7.032 per Kg. Biaya yang tinggi disebabkan adanya
komponen biaya transportasi, handling dan pengapalan yang besar ke luar negeri dan pengemasan Lampiran 3. Selain itu, penanggungan risiko yang ditanggung
eksportir cukup besar, mulai dari kerugian akibat kehilangan dan rusaknya barang saat pengiriman, hambatan perdagangan yang dilewati eksportir baik dalam negeri
maupun negara pengimpor manggis, serta penangguhan hutang atas pinjaman dari pelanggan eksportir yang tidak terbayarkan saat panen tiba. Kondisi ini
menjadikan tidak meratanya sebaran keuntungan pada saluran satu dan dua. Saluran tiga rasio keuntungan dan biaya terpusat di lembaga koperasi.
Rasio keuntungan dan biaya koperasi sebesar 19,54, artinya bahwa setiap seratus rupiah yang dikeluarkan koperasi untuk tataniaga maka koperasi mendapat
keuntungan sebesar Rp 1.954. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, koperasi memiliki keuntungan terbesar di saluran tiga. Keuntungan yang diterima koperasi
sebesar Rp 7.611 per Kg, sedangkan biaya tataniaga yang dikeluarkan sebesar Rp 389 per Kg. Hal ini tidak sebanding dengan keuntungan eksportir yang melakukan
77
penanganan manggis yang lebih kompleks. Keuntungan yang diterima eksportir PT AMS sebesar Rp 6.461 per Kg dan biaya tataniaga yang dikeluarkan sebesar
Rp 12.020 per Kg. Rasio keuntungan dan biaya yang kecil selain eksportir adalah petani.
Petani merupakan produsen penghasil manggis yang mendapatkan rasio kecil dibandingkan lembaga tataniaga lainnya selain eksportir. Petani di saluran
tataniaga memiliki rasio keuntungan dan biaya yang relatif kecil, yaitu pada saluran satu sebesar 0,79 serta saluran dua dan tiga sebesar 0,96. Petani hanya
mendapatkan keuntungan Rp 79-96 per Kg, ketika mengeluarkan korbanan biaya sebesar Rp 100 per Kg. Seharusnya petani mendapatkan prioritas keuntungan
besar, karena petani yang menghasilkan manggis dengan risiko cukup besar. Risiko yang dihadapi petani adalah gagalnya panen akibat penyakit dan hama
tanaman serta cuaca, ruginya biaya pemeliharaan dan fluktuasi harga manggis yang cenderug rendah. Kondisi di lapangan terlihat bahwa harga manggis di
tingkat petani merupakan harga terendah dalam skema sistem tataniaga. Hal ini yang menyebabkan tingkat farmer’s share petani cenderung kecil pada sistem
tataniaga manggis. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan melalui pendekatan marjin,
farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya untuk saluran tujuan ekspor yang
ada masih belum efisien. Jika dibandingkan antara ketiga saluran tersebut berdasarkan pendekatan efisiensi tataniaga dan keadaan di lapang, maka saluran
yang efisien untuk tujuan ekspor terdapat pada saluran tiga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa saluran tiga kurang efisien dalam rasio keuntungan
dan biaya, karena keuntungan terpusat pada lembaga koperasi. Akan tetapi,
78
manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya memberikan share tambahan bagi petani yang tergabung dalam koperasi melalui SHU Sisa Hasil Usaha di
akhir pembukuan tiap tahunnya. Selain itu, petani dapat meminjam sejumlah uang tanpa harus menekan harga jual manggis kepada koperasi. Kondisi di lapangan
menunjukkan bahwa koperasi masih belum berjalan optimal karena manajemen koperasi yang masih lemah. Hal tersebut menjadikan peran koperasi hampir sama
dengan pedagang pengumpul, tetapi prinsip-prinsip koperasi masih tetap berjalan meskipun tidak optimal.
Saluran tiga yang pendek membuat koperasi yang memiliki akses langsung dengan eksportir. Hal ini seharusnya memberikan peluang besar untuk dapat
memberikan kesejahteraan anggota dan petani lainnya melalui peningkatan penerimaan dan harga jual manggis. Jika potensi dan manajemen koperasi dapat
dapat ditingkatkan dan dimaksimalkan, maka saluran tiga menjadi saluran yang lebih efisien dibandingkan saluran satu dan saluran dua.
6.4.2 Tataniaga Manggis Tujuan Dalam Negeri