12
yang kotor, lap kering untuk mengeringkan buah manggis, dan keranjang plastik untuk menyimpan buah manggis untuk keperluan distribusi. Buah manggis yang
dipanen adalah buah yang telah berumur 104-110 hari setelah berbunga. Pemanenan buah di satu pohon dapat dipanen bisa dilakukan dua sampai tiga kali.
Adapun penanganan pascapanen dilakukan beberapa tahap diantaranya pengumpulan buah di gudang, sortasi, grading untuk memisahkan sesuai
kelasnya, pencucian, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan topik tataniaga baik yang membahas komoditas manggis maupun lainnya telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Rahmawati
1999 melakukan penelitian mengenai analisis saluran pemasaran manggis di Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian
tersebut terbentuk delapan pola saluran pemasaran. Pemasaran manggis kedelapan saluran tersebut berakhir di konsumen dalam negeri dan konsumen luar negeri.
Petani menyalurkan manggis ke bandar pengumpul kampung atau langsung melalui pengumpul yang akan disalurkan kembali ke pedagang pengecer lokal.
Melalui pengumpul ini manggis disalurkan ke pedagang grosir di Bandung, kemudian dipasarkan kembali oleh pedagang pengecer lokal maupun luar
Bandung. Manggis yang dipasarkan ke luar negeri melalui eksportir yang bekerjasama dengan pedagang pengumpul. Struktur pasar yang terbentuk di
tingkat petani dan bandar kampung merupakan struktur pasar oligopsoni. Hal ini karena jumlah pembeli lebih sedikit dibandingkan penjual. Struktur pasar pada
pengumpul dan eksportir termasuk struktur pasar persaingan monopolistik. Struktur pasar pada tingkat pedagang grosir dan pengecer pasar merupakan
13
struktur pasar oligopoli. Berdasarkan hasil analisis keragaan pasar, saluran pemasaran yang efisien terdapat pada saluran yang pendek yaitu saluran lima.
Pada saluaran lima, petani menyalurkan manggisnya ke pengumpul yang kemudian dijual kembali ke pengecer lokal. Farmer’s share yang diterima petani
di saluran lima merupakan yang terbesar dari saluran lainnya, yaitu 44,37 persen dengan total marjin terkecil diantara saluran lainnya sebesar Rp 1.201 per Kg.
Total biaya pemasaran di saluran ini merupakan paling kecil diantara saluran yang lain yaitu sebesar Rp 490 per Kg dengan total keuntunganya sebesar Rp 711 per
Kg. Pakpahan 2006 meneliti tentang analisis sistem pemasaran manggis di
dua lokasi penelitian yaitu di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta dan Desa Karacak, Kecamatan Leuwilang, Kabupaten Bogor. Sistem
pemasaran manggis di Desa Babakan dan Desa Karacak terdapat enam pola saluran. Tujuan akhir pada sistem tataniaga di kedua lokasi tersebut adalah
konsumen lokal dan konsumen luar negeri. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem pemasaran di kedua lokasi meliputi petani sebagai produsen, pedagang
pengumpul antar desa, pedagang pengumpul antar kota, pedagang pengecer, supermarket dan eksportir. Pola saluran tataniaga yang terbentuk di kedua lokasi
penelitian terdapat enam pola saluran. Adapun pola saluran yang terbentuk diantaranya, pola saluran pertama terdiri dari tiga lembaga pemasaran yaitu petani
ke pedagang pengumpul antar desa ke pedagang pengumpul antar kota lalu ke konsumen luar negeri, saluran dua terdiri dari petani ke pedagang pengumpul
antar kota ke supermarket lalu ke konsumen lokal, pola saluran tiga terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar desa ke pengumpul antar kota ke pengecer
14
lalu ke konsumen lokal, saluran empat terdiri dari petani ke pedagang pengumpul antar kota ke eksportir lalu ke konsumen luar negeri, saluran lima terdiri dari
petani ke pengumpul antar kota ke supermarket lalu ke konsumen lokal, dan saluran enam terdiri dari petani ke pedagang pegumpul antar kota ke pedagang
pengecer lalu ke konsumen lokal. Berasarkan analisis keragaan pasar, pola pemasaran yang efisien di Desa
Babakan adalah terdapat pada saluaran enam dengan memiliki total marjin yang kecil dan farmer’s share terbesar. Total marjin dan farmer’s share saluran enam
masing-masing sebesar Rp 3.500 per Kg dan 25 persen. Total marjin dan farmer’s share
terbesar di Desa Babakan terdapat pada pola saluran satu yaitu sebesar Rp 26.400 per Kg dan 4 persen. Hal ini karena pada saluran satu merupakan saluran
terpanjang diantara saluran lainnya. Rasio keuntungan biaya terbesar terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 3,21 yang artinya setiap Rp 100 per Kg biaya
pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 321 per Kg. Saluran pemasaran yang efisien di Desa Karacak terdapat pada saluran enam
dengan total marjin yang kecil sebesar Rp 3.000 per Kg dengan farmer’s share sebesar 21,73 persen. Saluran yang memiliki total marjin terbesar dan farmer’s
share terkecil terdapat pada saluran pertama yaitu sebesar Rp 26.000 per Kg dan
3,64 persen, sedangkan rasio keuntungan dan biaya yang terbesar terdapat pada pola saluran dua yaitu sebesar 5,99.
Herawati 2012 meneliti tentang analisis tataniaga nenas palembang di Desa Paya Besar, Kecamatan Payarman, Kabupaten Ogan Ilir. Pola saluran pada
sistem tataniaga nanas di lokasi penelitian terdapat tiga pola saluran yang tujuan akhirnya ke konsumen dalam negeri. Pola aluran tersebut meliputi pola saluran
15
satu: Petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang besar lokal ke pedagang pengecer lalu terakhir ke konsumen lokal, pola saluran dua: petani ke pedagang
pengumpul desa ke pedagang pengecer lokal lalu terakhir ke konsumen lokal, dan saluran tiga: petani ke pedagang pengumpul desa ke pedagang pengumpul besar
non lokal ke pedagang pengecer non lokal lalu terakhir ke konsumen non lokal. Hasil analisis keragaan pasar menunjukkan bahwa pola saluran yang efisien
terdapat pada saluran tiga. Saluran tiga memiliki farmer’s share terbesar yaitu 41,71 persen meskipun total marjinya bukan merupakan terkecil diantara saluran
lainnya. Rasio keuntungan dan biaya pada saluran tiga cukup merata diantara lembaga tataniaga yang terlibat. Pola saluran satu dan dua memiliki total marjin
sebesar Rp 3.500 per Kg dan Rp 2.090 per Kg dengan farmer’s share masing- masing sebesar 35,35 persen dan 36,36 persen.
Penelitian Hukama 2003 mengenai analisis tataniaga jambu mete di Kabupaten Buton dan Muna menggunakan pendekatan SCP Structure, Conduct,
and Performance . Sistem tataniaga jambu mete dibagi menjadi dua saluran yaitu
saluran tataniaga gelondong mete yang belum diolah dan saluran tataniaga kacang mete. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa saluran tataniaga yang
ada belum efisien. Hal ini disebabkan oleh saluran yang ada masih panjang dan banyaknya pelaku tataniaga yang terlibat. Struktur pasar yang terbentuk mengarah
kepada struktur pasar bersaing tidak sempurna. Hal ini ditinjau dari jumlah penjual dan pembeli yang cenderung mengarah kepada oligopsoni, penentuan
harga dan informasi pasar cenderung ditentukan oleh lembaga tataniaga, dan hambatan masuk pasar yang tinggi. Perilaku pasar ditunjukkan oleh fungsi-fungsi
tataniaga tiap masing-masing lembaga tataniaga. Informasi pasar mengenai harga
16
banyak dikuasai oleh lembaga pemasaran, sehingga dapat menentukan harga. Adanya praktek-praktek ketidakjujuran yang dilakukan pelaku tataniaga
diantaranya mencampurkan kacang mete kualitas super dengan bukan super. Keragaan pasar ditinjau dari besarnya marjin tataniaga dan farmer’s share. Marjin
tataniaga yang besar terdapat pada saluran tataniaga kacang mete, karena banyaknya perlakuan terhadap jambu mete dan banyaknya pihak yang terlibat
dalam penyaluran produk. Hal ini mengakibatkan biaya tataniaga menjadi lebih tinggi dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing para pelaku pasar
menjadi kecil. Keuntungan tataniaga sebagian besar lebih dinikmati oleh lembaga tataniaga. Farmer’s share yang belum adil dilihat dari perbandingan harga di
tingkat petani dan konsumen serta ditinjau dari aspek risiko. Risiko yang paling besar ditanggung oleh petani dan share yang diterima pun cenderung kecil
dibandingkan lembaga tataniaga lainnya.
2.3 Perbedaan dan Peramaan dengan Penelitian terdahulu