Perumusan Masalah Analisis Willingness to Pay Pendaki terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu, Jawa Tengah

sehingga wisata alam harus dibangun secara baik dan memberikan nilai tambah bagi fungsi obyek wisata tersebut Hayati 2012. Salah satu wisata alam yang ada di Indonesia adalah wisata minat khusus pendakian gunung. Wisata minat khusus special interest tourism merupakan bentuk kegiatan wisata secara individu, berkelompok atau rombongan kecil yang bertujuan untuk belajar dan berupaya mendapatkan sesuatu hal yang baru dari daerah yang dikunjungi Fandeli 2002. Pengunjung wisata minat khusus pada umumnya merupakan wisatawan kelompok umur tertentu dan memiliki konsumen tersendiri. Wisata pendakian gunung termasuk sebagai salah satu wisata minat khusus tersebut Nepal dan Chipeniuk 2005. Wisata pendakian gunung termasuk dalam jenis wisata petualangan adventure tourism yang ditawarkan oleh wisata berbasis pegunungan mountain tourism. Konsep dari wisata gunung yaitu wisata yang mengacu kepada kegiatan pariwisata yang dilakukan di daerah pegunungan secara berkelanjutan, mencakup kegiatan wisata seperti tracking, mendaki gunung, arung jeram, wisata budaya dan ziarah Kruk et al. 2007. Wisata berbasis pegunungan seperti mendaki gunung memang masih menjadi pilihan kedua setelah wisata kepulauan dan pesisir pantai, namun potensi wisata yang dimiliki oleh pegunungan menjadikan wisata berbasis pegunungan patut diperhitungkan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. Charters dan Saxon 2007. Menurut Charters dan Saxon 2007, kegiatan berbasis gunung seperti mendaki gunung hiking and walking dan berkemah mempunyai dampak negatif pada kelestarian ekosistem jika tidak dikelola dan dipantau dengan baik.

2.3 Pengelolaan Wana Wisata

Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mengelola, mengusahakan dan melindungi kawasan hutan di wilayahnya juga memiliki wewenang dalam pengusahaan dan pengelolaan wisata alam di dalam kawasan hutan lindung atau hutan produksi. Wisata alam yang dikelola oleh Perum Perhutani dan berlokasi di hutan lindung atau hutan produksi ini disebut sebagai wana wisata Suryanti 1987. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 2641KptsDir1997 Tentang Pedoman Pengusahaan Pariwisata Alam Perum Perhutani mendefinisikan wana wisata sebagai obyek dan daya tarik wisata alam di kawasan hutan Perum Perhutani dengan tidak mengubah fungsi kawasan hutan tersebut. Seluruh wana wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani serta seluruh kegiatan di dalamnya, yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian budaya, wisata alam dan olahraga adalah pengusahaan pariwisata alam Perum Perhutani. Dalam pembentukannya, wana wisata memiliki dasar hukum tentang pengusahaan terkait wana wisata. Dasar pengusahaan wana wisata yaitu: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1986 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara Perum Perhutani. 2. SK Menhut No. 687Kpts-II89 tanggal 15 November 1989 tentang Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut, pasal 22. 3. Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 861KptsDir91 tanggal 19 Juli 1991 tentang Wilayah Wana Wisata Perum Perhutani. Menurut Suryanti 1987, Sejak tahun 1976 Perum Perhutani merupakan instansi teknis resmi pemerintah yang mengelola dan bertanggung jawab atas program pengembangan hutan rekreasi. Berdasarkan Surat Nomor 043.7Dir. Perihal Pedoman Pengembangan Wana Wisata 5 November 1980, dalam pengembangan wana wisata, perum perhutani juga memiliki beberapa kebijaksanaan terkait dalam pengembangan wana wisata. Kebijaksanaan tersebut yaitu, 1 Perlindungan dan pelestarian secara mutlak terhadap tipe-tipe ekosistem beserta segenap ciptaan Tuhan, dan 2 pemanfaatan secara terkendali dari sebagian sumber daya alam bagi kesejahteraan segenap lapisan masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung. Sesuai kebijaksanaan terkait pengembangan, wana wisata memiliki peran dan manfaat. Peran dan manfaat tersebut yaitu : 1. Menjaga kemantapan tata lingkungan yang utuh dan alami; 2. Untuk pendidikan, penelitian dan rekreasi; 3. Sebagai sumber plasma nutfah hewan dan tanaman budidaya; 4. Meningkatkan rasa kebanggan nasional. Wana Wisata haruslah memperhatikan fungsi-fungsi utama kawasan hutan lainnya seperti produksi dan konservasi selain menampung kegiatan rekreasi. Kriteria perencanaan dan perancangan pedoman untuk pola pengembangan wana wisata juga harus mengandung aspek rekreasi, edukasi pembinaan cinta alam dan olahraga Rachwartono 1987. Menurut Hayati 2012, pemanfaatan hutan sebagai tempat wisata alam juga harus memperhatikan asas-asas kelestarian alam, sehingga fungsi ekologis hutan tetap terjaga dan manfaat ekonomis dapat kita peroleh. Dengan kelestarian alam dan keberlanjutan ekonomi, maka sustainable tourism pariwisata berkelanjutan akan tercapai.

2.4 Konsep Sustainable Tourism

Konsep pariwisata berkelanjutan sustainable tourism diturunkan dari ide dasar pembangunan berkelanjutan. Ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam yang merupakan kebutuhan setiap orang saat ini agar dapat hidup dengan sejahtera, tetapi harus dipelihara dan dilestarikan agar dapat digunakan di masa yang akan datang. Ide tersebut kemudian diturunkan ke dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Dari konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka konsep pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya pariwisata atraksi, aksesibilitas, amenitas yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan stakeholders dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang Damanik dan Weber 2006. Menurut Damanik dan Weber 2006, pariwisata hanya dapat berkelanjutan apabila komponen-komponen subsistem pariwisata terutama perilaku pariwisata, mendasarkan kegiatannya pada pencarian keuntungan dan kepuasan yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian produk dan jasa wisata yang digunakan sehingga pariwisata dapat berkembang dengan baik. Untuk mencapai keberlanjutan dari wisata, maka ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Wisatawan mempunyai kemauan untuk mengkonsumsi produk dan jasa wisata secara selektif, artinya produk dan jasa wisata tidak diperoleh dengan mengeksploitasi secara eksesif sumberdaya pariwisata setempat.