Analisis Willingness to Pay Pendaki terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu, Jawa Tengah

(1)

BAYU WINDIHARTO PUTRO

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENDAKI TERHADAP

PELESTARIAN JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG

DI WANA WISATA PUNCAK LAWU, JAWA TENGAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Willingness to Pay Pendaki terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Bayu Windiharto Putro NIM H44100008


(4)

ABSTRAK

BAYU WINDIHARTO PUTRO. Analisis Willingness to Pay Pendaki terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu, Jawa Tengah. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan ASTI ISTIQOMAH.

Wana Wisata Puncak Lawu adalah objek wisata pendakian gunung yang terletak di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan memiliki jalur pendakian bernama Cemoro Kandang. Dampak negatif aktivitas pendakian seperti pembuangan sampah, penebangan pohon/ranting, dan Kelalaian pendaki dalam mematikan sisa api unggun dapat mengancam kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Upaya pelestarian harus dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. Nilai Willingness to Pay (WTP) dapat menjadi rekomendasi bagi pengelola sebagai dana pelestarian jalur pendakian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang, mengestimasi besarnya WTP maksimum terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil menunjukkan bahwa responden sangat setuju jika jalur pendakian kotor karena sampah. Responden setuju jika vegetasi di sekitar jalur pendakian mengalami kerusakan, namun responden tidak setuju jika kondisi air dan udara di jalur pendakian telah tercemar. Nilai rataan WTP maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang adalah sebesar Rp 9 354.29 untuk perhitungan dengan regresi logit dan Rp 9 125 dengan metode Turnbull. Nilai WTP juga menunjukkan non use value seperti nilai keberadaan dan nilai warisan dari Wana Wisata Puncak Lawu, serta nilai kebahagiaan pendaki. Adapun faktor yang mempengaruhi nilai WTP maksimum untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang adalah nilai penawaran, pendapatan, biaya kunjungan dan persepsi kualitas lingkungan.

Kata Kunci: jalur pendakian, pelestarian, Wana Wisata Puncak Lawu, Willingness to Pay


(5)

ABSTRACT

BAYU WINDIHARTO PUTRO. The Analysis of Willingness to Pay of Hikers towards The Preservation Cemoro Kandang Hiking Path at Lawu Forest Tourism, Central Java. Supervised by AKHMAD FAUZI and ASTI ISTIQOMAH.

Lawu forest tourism is a mountaineering tourism object located in Karanganyar, Central Java which has hiking path named Cemoro Kandang. The negative impact of hiking activities such as littering, cutting of trees/branches, and ignorance of hikers to extinguish the campfire may threaten the preservation of Cemoro Kandang hiking path. The effort of preservation should be made to preserve the environment Cemoro Kandang hiking path. The value of Willingness to Pay (WTP) could be made as recommendation to the managers for the preservation fund. The objective of this research is to assess the perception of the hikers about the environment quality of Cemoro Kandang hiking path, to estimate the value of maximum WTP towards the preservation of Cemoro Kandang hiking path and to identify the factors that influence it. The result of research is respondents strongly agree that hiking path are cause by dirty garbages. Respondents agree that the vegetations around hiking path were damaged, but the respondents disagree that the air and water condition around the hiking path has been polluted. The average value of maximum WTP for the preservation of cemoro Kandang hiking path are Rp 9 354.29 using regression logistic and Rp 9 125 using Turnbull methods. The value of WTP is also the non-use value such as existence value of Lawu Forest Tourism, bequest value of Lawu Forest Tourism, and enjoyment value of hikers. The factors affecting the value of maximum WTP for the preservation of Cemoro Kandang hiking path are the value of the bid, revenue, cost of the visit and the perception of environmental quality.

Key words: hiking path, Lawu Forest Tourism, preservation, Willingness to Pay


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

BAYU WINDIHARTO PUTRO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENDAKI TERHADAP

PELESTARIAN JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG


(8)

(9)

Judul Skripsi: Analisis Willingness to Pay Pendaki terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu, Jawa Tengah

Nama : Bayu Windiharto Putro NIM : H44100008

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Pembimbing I

Asti Istiqomah, S.P, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Analisis Willingness to Pay Pendaki terhadap pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu, Jawa Tengah”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua tercinta yaitu Bapak Un. Sugihartono dan Ibu Sri Winarni serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir, Akhmad Fauzi, M.Sc dan Ibu Asti Istiqomah, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan motivasi dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini selesai. Terima kasih kepada Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Bapak Novindra, S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

Terima kasih kepada seluruh pihak di Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Surakarta, organisasi Anak Gunung Lawu (AGL) dan pendaki Gunung Lawu yang telah bersedia membantu penulis untuk memberikan data dan informasi terkait penelitian yang dilakukan. Terima kasih kepada teman-teman Perkumpulan Pecinta Alam (PUALAM) dan SAR HIMALAWU Sragen yang membantu proses penelitian ini. Terima kasih juga kepada seluruh keluarga besar ESL 47 yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... … 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian Pariwisata dan Dampak Pariwisata ... 8

2.2 Konsep Ekowisata, Wisata Alam, dan Wisata Minat Khusus Pendakian Gunung ... 9

2.3 Pengelolaan Wana Wisata ... 10

2.4 Konsep Sustainable Tourism ... 12

2.5 Konsep Contingent Valuation Method ... 13

2.6 Willingness to Pay ... 14

2.7 Dichotomous Choice CVM ... 15

2.8 Model Regresi Logistik ... 17

2.9 Penelitian Terdahulu ... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

IV. METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 26

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 26

4.4 Metode dan Prosedur Analisis ... 27

4.4.1 Analisis Deskriptif mengenai Persepsi Pendaki terhadap Kualitas Lingkungan di Jalur Pendakian Cemoro Kandang ... 27 4.4.2 Analisis Willingness To Pay (WTP) maksimum Pendaki


(14)

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ... 28

V. GAMBARAN UMUM ... 35

5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 35

5.2 Karekteristik Pendaki di Wana Wisata Puncak Lawu ... 37

5.3 Kondisi Lingkungan dan Pola Pendakian ... 39

VI. PERSEPSI PENDAKI TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN DI JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG ... 42

VII. WILLINGNESS TO PAY MAKSIMUM PENDAKI TERHADAP PELESTARIAN JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ... 48

7.1 Perhitungan WTP dengan Model Logit ... 50

7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Maksimum Pendaki Terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang ... 51

7.3 Perhitungan WTP dengan Metode Non-Parametrik Turnbull ... 54

7.4 Mekanisme Pembayaran dan Penggunaan Dana Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang ... 57

VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 60

9.1 Simpulan ... 60

9.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 66


(15)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jumlah pendaki di jalur pendakian Cemoro

Kandang tahun 2008-2013 ... 4

2. Penelitian terdahulu ... 22

3. Matriks model analisis data ... 27

4. Karakteristik responden di jalur pendakian Cemoro Kandang ... 38

5. Jenis sampah yang dibuang di jalur pendakian Cemoro Kandang pada bulan Maret-Mei 2014 ... 40

6. Penebangan ranting/pohon di jalur pendakian Cemoro Kandang pada bulan Maret-Mei 2014 ... 40

7. Persepsi responden terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian ... 43

8. Persepsi responden terhadap dampak negatif aktivitas pendakian ... 45

9. Hasil analisis regresi logistik dengan software Minitab 15 ... 51

10. Perhitungan rataan WTP (monotonically increasing) dengan metode Turnbull ... 55

11. Besar WTP maksimum pendaki ... 56


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Gambar transformasi logit ... 18

2. Diagram alur kerangka berfirkir ... 25

3. Struktur elisitasi untuk single bounded dichotomous choice ... 31

4. Peta lokasi Wana Wisata Puncak Lawu ... 35

5. Peta jalur pendakian Cemoro Kandang ... 37

6. Skor penilaian persepsi kualitas vegetasi ... 43

7. Skor penilaian persepsi kondisi air di mata air ... 44

8. Skor penilaian persepsi kualitas udara di jalur pendakian ... 44

9. Skor penilaian persepsi jalur pendakian kotor karena sampah ... 45

10 Skor penilaian persepsi kelalaian pendaki mematikan sisa api unggun ... 46

11. Skor penilaian persepsi terhadap penebangan pohon/ranting ... 46

12. Skor penilaian persepsi perilaku membuang sampah ... 47

13. Hasil struktur elisitasi model single-bounded DC-CVM ... 49


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuisioner penelitan ... 67

2. Perhitungan Skala Likert ... 75

3. Hasil olahan Minitab ... 77

4. Perhitungan WTP model logit... 78

5. Perhitungan metode Turnbull ... 79

6. Data responden pendaki ... 80


(18)

(19)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pariwisata merupakan sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Pariwisata juga menjadi penyumbang devisa yang cukup besar bagi negara. Data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia menunjukkan nilai devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2009 sampai 2011 mengalami peningkatan sebesar 2 256.41 juta USD (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012). Pariwisata juga memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Data dari World Travel and Tourism Council (WTTC) menunjukkan bahwa pada 2013 pariwisata mampu berkontribusi secara langsung terhadap PDB Indonesia sebesar 3.10 persen. Sektor pariwisata juga menyediakan lapangan pekerjaan sebesar 3 042 500 pada tahun 2013 (WTTC 2014).

Pariwisata mampu mempercepat proses pembangunan nasional, karena pariwisata menghasilkan devisa bagi negara, memperluas lapangan kerja, mempercepat pemerataan pendapatan, meningkatkan penerimaan pajak negara, dan meningkatkan pendapatan nasional. Pariwisata juga mampu mendorong dan menggerakan sektor-sektor ekonomi lainnya (Yoeti 2008). Perum Perhutani sebagai perusahaan umum kehutanan negara yang memiliki wewenang dalam mengelola pariwisata alam juga mengoptimalkan pendapatan dari sektor pariwisata. Pendapatan usaha wisata Perum Perhutani pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 85 700 239 000,00 dengan jumlah pengunjung sebanyak 3 496 997 orang dan jumlah wisata yang dikunjungi sebanyak 162 lokasi (Perhutani 2013b).

Wisata alam merupakan salah satu bentuk pariwisata di Indonesia. Menurut Panitia Lokakarya Wana Wisata Perum Perhutani (1987), wisata alam adalah salah satu bentuk pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Wisata alam mulai mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 1960-an (Hanley et al. 2003). Perkembangan wisata alam tersebut telah mengubah pola pariwisata saat ini menjadi wisata minat khusus dan ekologis. Wisata minat khusus dan ekologis umumnya sangat mengandalkan kualitas alam sebagai atraksi pariwisata, sehingga pada pola wisata ini akan menjamin tetap


(20)

terpeliharanya keberadaan dan kelestarian alam yang merupakan obyek dan daya tarik wisata (Fandeli 2002).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak gunung api. Gunung-gunung api di Indonesia memiliki bentang alam yang indah, iklim yang sejuk, dan udara yang bersih. Banyaknya gunung api yang ada di Indonesia tersebut menjadikan gunung sebagai potensi dan daya tarik wisata alam bagi Indonesia (Fandeli 2002). Walaupun wisata gunung masih menjadi pilihan kedua setelah wisata pesisir dan pantai, potensi wisata yang dimiliki oleh pegunungan menjadikan wisata gunung patut untuk diperhitungkan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan (Kruk et al. 2007).

Salah satu wisata alam yang berbasis pegunungan di Indonesia adalah Wana Wisata Puncak Lawu. Wana Wisata Puncak Lawu berada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Wana Wisata ini terdiri dari hutan alam campuran dan terletak pada ketinggian 1 830 - 3 265 meter di atas permukaan laut (m dpl). Kondisi bentang alam pada Wana Wisata Puncak Lawu umumnya berbukit dan bergunung dengan lereng yang curam. Tingkat curah hujan di Wana Wisata ini sangat tinggi dengan suhu udara berkisar antara 50– 290 celcius. Gejala alam atau potensi visual lanskap di dalam kawasan Wana Wisata Puncak Lawu mempunyai karakteristik khas berupa kawah, ngarai dan lembah, serta hutan alam pegunungan (Tim Fakultas Kehutanan IPB 1989).

Wana Wisata Puncak Lawu merupakan objek wisata yang dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Jalur pendakian pada Wana Wisata Puncak Lawu adalah jalur pendakian Cemoro Kandang. Jalur pendakian ini memiliki panjang track sejauh 12 kilometer dengan waktu tempuh pendakian sekitar 8 sampai 9 jam. Terdapat satu pos induk pendakian, empat pos pendakian, satu pos pendakian tanpa bangunan dan satu pos bayangan pada jalur pendakian Cemoro Kandang. (Kadir 2003).

Pada Jalur Pendakian Cemoro Kandang terdapat beberapa keindahan alam seperti sumber mata air, kawah, jurang, gua dan sabana. Beberapa mata air yang terdapat di jalur pendakian ini antara lain Sumur Jolotundo, Sumur Panguripan, Sendang Drajad, Sendang Macan dan Sendang Panguripan, sedangkan kawah


(21)

yang ada di jalur pendakian Cemoro Kandang adalah Kawah Telaga Kuning dan kawah Telaga Lembung Selayur. Keindahan alam seperti jurang Pangarep-arep, Gua Sigolo-golo, dan Padang Sabana Cokro Suryo juga menjadi daya tarik wisata bagi pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang (Perhutani 2013c).

Jumlah pendaki yang melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang cukup banyak tiap tahunnya. Jumlah pendaki biasanya mengalami peningkatan pada akhir pekan dan hari libur. Jumlah pendaki mengalami peningkatan ketika hari-hari tertentu seperti hari kemerdekaan Republik Indonesia, perayaan malam tahun baru Masehi dan tahun baru Jawa1. Banyaknya pendaki di jalur pendakian ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di daerah Wana Wisata Puncak Lawu, namun kondisi tersebut juga berpotensi memiliki dampak negatif bagi kelestarian lingkungan jalur pendakian tersebut. Perilaku pendaki yang kurang peduli akan kelestarian lingkungan seringkali menjadi masalah bagi kelestarian jalur pendakian. Hal tersebut dapat mengancam kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang2.

Demi menjaga kelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang, maka diperlukan upaya-upaya pelestarian lingkungan pada jalur pendakian tersebut. Upaya pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga pendaki sebagai pengguna jasa lingkungan yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang diharapkan dapat membantu pengelola dalam upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Banyaknya jumlah pendaki yang melakukan pendakian di Wana Wisata Puncak Lawu menjadi peluang bagi Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah dalam mengumpulkan dana untuk biaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Upaya pelestarian lingkungan ini bertujuan untuk menjaga keanekaragaman hayati, kebersihan lingkungan, menjaga kenyamanan, dan keindahan alam sekitar jalur pendakian sehingga keberlanjutan wisata di Wana Wisata Puncak Lawu akan tercapai.

1

http://www.solopos.com/2011/12/30/pendaki-gunung-lawu-diprediksi-akan-meningkat-259240. Pendaki Gunung Lawu diprediksi Akan Meningkat. 17 Februari 2014.

2

http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2011/09/11/96058. Rute Pendakian Lawu Diminta Ditutup. 10 Februari 2014.


(22)

1.2Perumusan Masalah

Jalur pendakian Cemoro Kandang terletak di Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar. Di sepanjang jalur pendakian Cemoro Kandang, pendaki dapat menikmati pemandangan alam yang indah dan suasana pegunungan yang sejuk. Pendaki juga dapat melihat flora dan fauna endemik Gunung Lawu seperti anggrek lawu dan jalak lawu. Keindahan alam serta keunikan flora dan fauna Gunung Lawu menjadi daya tarik tersendiri bagi pendaki untuk melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang.

Tabel 1 menunjukkan fluktuasi jumlah pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang tahun 2008 sampai 2013. Tahun 2008 sampai 2009, jumlah pendaki mengalami peningkatan sebesar 1 761 pendaki, sedangkan tahun 2009 sampai 2010 terjadi penurunan jumlah pendaki sebesar 3 551 pendaki. Peningkatan pendaki terjadi pada tahun 2012 sampai 2013. Pada tahun tersebut jumlah pendaki di Cemoro Kandang mengalami peningkatan sebesar 2 917 pendaki. Peningkatan jumlah pendaki terjadi karena trend wisata pendakian gunung mulai berkembang pada tahun tersebut3. Fluktuasi jumlah pendaki juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah penutupan jalur pendakian. Penutupan jalur pendakian biasanya dilakukan secara insidental oleh pengelola jalur pendakian karena cuaca buruk, tanah longsor di sekitar jalur pendakian dan kebakaran hutan4.

Tabel 1Jumlah pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang tahun 2008-2013

Tahun Jumlah pendaki (orang)

2008 6 100

2009 7 861

2010 4 310

2011 4 245

2012 4 212

2013 7 129

Sumber : KBM JLPL Perhutani Unit 1 Jawa Tengah (2014)

Aktivitas pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang akan berdampak pada peningkatan pendapatan bagi pengelola dan pertumbuhan ekonomi di daerah sekitar Wana Wisata Puncak Lawu. Menurut Charters dan Saxon (2007),

3

Wawancara dengan Bapak Bambang Arisusanto, KBM JLPL Perhutani Unit 1 Jawa Tengah pada tanggal 28 Maret 2014.

4


(23)

meskipun aktivitas pendakian dapat berdampak positif bagi perekonomian, namun aktivitas pendakian juga dapat mengancam kelestarian suatu jalur pendakian.

Saat ini masalah yang terjadi di jalur pendakian Cemoro Kandang adalah penumpukan sampah sisa pendakian, penebangan pohon/ranting oleh pendaki dan potensi terjadinya kebakaran hutan akibat aktivitas pendakian5. Penumpukan sampah sisa pendakian dapat ditemui di sepanjang jalur pendakian. Perilaku pendaki yang membuang sampah di sekitar jalur pendakian menyebabkan kotornya lingkungan jalur pendakian. Selain itu, penebangan pohon yang dilakukan pendaki untuk membuat perapian juga menjadi masalah bagi kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Hal tersebut berpotensi merusak ekosistem jalur pendakian Cemoro Kandang6.

Berdasarkan permasalahan yang mengancam kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang tersebut, maka diperlukan upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang yang bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan jalur pendakian dari sampah, menjaga keindahan alam dan keanekaragaman hayati di jalur pendakian serta menjaga kelestarian vegetasi di sekitar jalur pendakian. Pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga bertujuan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan akibat kelalaian pendaki. Tercapainya kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang akan membantu tercapainya keberlanjutan Wana Wisata Puncak Lawu, sehingga upaya pelestarian juga akan berdampak positif bagi pendapatan dari sektor pariwisata, perekonomian daerah sekitar, dan kesejahteraan masyarakat sekitar Wana Wisata Puncak Lawu.

Pentingnya upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 5 menjelaskan bahwa kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip memelihara kelestarian dan lingkungan hidup. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990

5

http://www.koran-sindo.com/node/333064. Hutan Gunung Lawu Terbakar. 15 November 2013. 6

http://regional.kompas.com/read/2010/06/07/20144834/Vanaprastha.Gelar.Gerakan.di.Gunung.La


(24)

tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya Pasal 3 menjelaskan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Pada Pasal 4 juga dijelaskan bahwa masyarakat juga bertanggung jawab dan berkewajiban dalam melakukan konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesediaan membayar (Willingness to Pay) pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu. Willingness to Pay (WTP) pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang merupakan bentuk partisipasi pendaki sebagai pengguna jasa lingkungan pada jalur pendakian Cemoro Kandang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pengelola jalur pendakian Wana Wisata Puncak Lawu dalam mengambil kebijakan terkait upaya dan biaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh beberapa pertanyaan penelitian antara lain :

1. Bagaimana persepsi pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu ?

2. Berapa besarnya Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kesediaan membayar pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang yang menunjukkan nilai jasa lingkungan di Wana Wisata Puncak Lawu. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu.


(25)

2. Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.4Manfaat Penelitian

1. Memberikan khasanah keilmuan bagi akademisi dan peneliti ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan.

2. Memberikan rekomendasi bagi pengelola Wana Wisata Puncak Lawu jalur pendakian Cemoro Kandang dalam mengambil kebijakan terkait retribusi yang mencakup biaya pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. 3. Sebagai informasi bagi stakeholder-stakeholder terkait dalam mengambil

kebijakan pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu .

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian bertujuan untuk mengetahui batas penelitian. Penelitian dilakukan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Responden adalah pendaki yang melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu. Aspek yang diteliti pada penelitian ini adalah persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang, Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. WTP pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang menjadi rekomendasi bagi pengelola terkait upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.


(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Pariwisata dan Dampak Pariwisata

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab I pasal 1, definisi tentang pariwisata yaitu:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.

Pariwisata adalah perjalanan untuk bersenang-senang (Yoeti 2010). Menurut Yoeti (2008), pariwisata telah berkembang menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting dalam suatu negara. Sektor pariwisata akan melebihi sektor migas (minyak bumi dan gas alam) serta industri lainnya dalam fungsinya sebagai sumber pendapatan negara jika dikembangkan secara berencana dan terpadu. Pariwisata juga mampu mempercepat proses pembangunan nasional. Peran pariwisata dalam pembangunan nasional antara lain:

1. Meningkatkan perolehan devisa negara

2. Memperluas dan mempercepat proses kesempatan usaha 3. Memperluas kesempatan kerja

4. Mempercepat pemerataan pendapatan

5. Meningkatkan penerimaan pajak negara retribusi daerah 6. Meningkatkan pendapatan nasional


(27)

8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.

Selain memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional, pengembangan pariwisata juga memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup. Dampak-dampak negatif pariwisata bagi lingkungan hidup tersebut antara lain: 1. Pembuangan sampah sembarangan oleh wisatawan yang membuat bau tidak

sedap di kawasan wisata

2. Pembuangan limbah yang merusak ekosistem alam seperti sungai, danau atau laut

3. Kerusakan terumbu karang yang mengakibatkan hilangnya daya tarik wisata 4. Perambahan hutan yang merusak habitat fauna yang mengakibatkan hilangnya

daya tarik wisata alam

5. Perusakan sumber-sumber hayati yang tidak terkendali

2.2 Konsep Ekowisata, Wisata Alam, dan Wisata Minat Khusus Pendakian Gunung

Menurut The Ecotourism Society (1990) dalam Fandeli et al. (2000), ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan, serta melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Menurut Black (1999) dalam Fandeli et al. (2000), ekowisata adalah wisata yang berbasis pada alam dengan mengikuti aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alam serta budaya masyarakat setempat dengan pengelolaan kelestarian ekologis, sedangkan pengertian wisata alam menurut Panitia Lokakarya Wana Wisata Perum Perhutani (1987) adalah bentuk pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Perbedaan ekowisata dengan wisata alam terletak pada adanya konsep pendidikan konservasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat setempat yang melekat pada ekowisata.

Pada wisata alam, potensi sumberdaya dan ekosistemnya baik secara asli (alami) maupun perpaduan hasil kemasan dimanfaatkan untuk wisata dan menjadi daya tarik bagi wisata alam itu sendiri (Panitia Lokakarya Wana Wisata Perum Perhutani 1986). Bentuk kegiatan wisata pada wisata alam identik dengan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan (Suswantoro 1997),


(28)

sehingga wisata alam harus dibangun secara baik dan memberikan nilai tambah bagi fungsi obyek wisata tersebut (Hayati 2012).

Salah satu wisata alam yang ada di Indonesia adalah wisata minat khusus pendakian gunung. Wisata minat khusus (special interest tourism) merupakan bentuk kegiatan wisata secara individu, berkelompok atau rombongan kecil yang bertujuan untuk belajar dan berupaya mendapatkan sesuatu hal yang baru dari daerah yang dikunjungi (Fandeli 2002). Pengunjung wisata minat khusus pada umumnya merupakan wisatawan kelompok umur tertentu dan memiliki konsumen tersendiri. Wisata pendakian gunung termasuk sebagai salah satu wisata minat khusus tersebut (Nepal dan Chipeniuk 2005).

Wisata pendakian gunung termasuk dalam jenis wisata petualangan (adventure tourism) yang ditawarkan oleh wisata berbasis pegunungan (mountain tourism). Konsep dari wisata gunung yaitu wisata yang mengacu kepada kegiatan pariwisata yang dilakukan di daerah pegunungan secara berkelanjutan, mencakup kegiatan wisata seperti tracking, mendaki gunung, arung jeram, wisata budaya dan ziarah (Kruk et al. 2007).

Wisata berbasis pegunungan seperti mendaki gunung memang masih menjadi pilihan kedua setelah wisata kepulauan dan pesisir pantai, namun potensi wisata yang dimiliki oleh pegunungan menjadikan wisata berbasis pegunungan patut diperhitungkan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. (Charters dan Saxon 2007). Menurut Charters dan Saxon (2007), kegiatan berbasis gunung seperti mendaki gunung (hiking and walking) dan berkemah mempunyai dampak negatif pada kelestarian ekosistem jika tidak dikelola dan dipantau dengan baik.

2.3Pengelolaan Wana Wisata

Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mengelola, mengusahakan dan melindungi kawasan hutan di wilayahnya juga memiliki wewenang dalam pengusahaan dan pengelolaan wisata alam di dalam kawasan hutan lindung atau hutan produksi. Wisata alam yang dikelola oleh Perum Perhutani dan berlokasi di hutan lindung atau hutan produksi ini disebut sebagai wana wisata (Suryanti 1987).


(29)

Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 2641/Kpts/Dir/1997 Tentang Pedoman Pengusahaan Pariwisata Alam Perum Perhutani mendefinisikan wana wisata sebagai obyek dan daya tarik wisata alam di kawasan hutan Perum Perhutani dengan tidak mengubah fungsi kawasan hutan tersebut. Seluruh wana wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani serta seluruh kegiatan di dalamnya, yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian budaya, wisata alam dan olahraga adalah pengusahaan pariwisata alam Perum Perhutani. Dalam pembentukannya, wana wisata memiliki dasar hukum tentang pengusahaan terkait wana wisata. Dasar pengusahaan wana wisata yaitu:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1986 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani).

2. SK Menhut No. 687/Kpts-II/89 tanggal 15 November 1989 tentang Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut, pasal 22.

3. Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 861/Kpts/Dir/91 tanggal 19 Juli 1991 tentang Wilayah Wana Wisata Perum Perhutani.

Menurut Suryanti (1987), Sejak tahun 1976 Perum Perhutani merupakan instansi teknis resmi pemerintah yang mengelola dan bertanggung jawab atas program pengembangan hutan rekreasi. Berdasarkan Surat Nomor 043.7/Dir. Perihal Pedoman Pengembangan Wana Wisata 5 November 1980, dalam pengembangan wana wisata, perum perhutani juga memiliki beberapa kebijaksanaan terkait dalam pengembangan wana wisata. Kebijaksanaan tersebut yaitu, 1) Perlindungan dan pelestarian secara mutlak terhadap tipe-tipe ekosistem beserta segenap ciptaan Tuhan, dan 2) pemanfaatan secara terkendali dari sebagian sumber daya alam bagi kesejahteraan segenap lapisan masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung. Sesuai kebijaksanaan terkait pengembangan, wana wisata memiliki peran dan manfaat. Peran dan manfaat tersebut yaitu : 1. Menjaga kemantapan tata lingkungan yang utuh dan alami;

2. Untuk pendidikan, penelitian dan rekreasi;

3. Sebagai sumber plasma nutfah hewan dan tanaman budidaya; 4. Meningkatkan rasa kebanggan nasional.


(30)

Wana Wisata haruslah memperhatikan fungsi-fungsi utama kawasan hutan lainnya seperti produksi dan konservasi selain menampung kegiatan rekreasi. Kriteria perencanaan dan perancangan pedoman untuk pola pengembangan wana wisata juga harus mengandung aspek rekreasi, edukasi (pembinaan cinta alam) dan olahraga (Rachwartono 1987).

Menurut Hayati (2012), pemanfaatan hutan sebagai tempat wisata alam juga harus memperhatikan asas-asas kelestarian alam, sehingga fungsi ekologis hutan tetap terjaga dan manfaat ekonomis dapat kita peroleh. Dengan kelestarian alam dan keberlanjutan ekonomi, maka sustainable tourism (pariwisata berkelanjutan) akan tercapai.

2.4Konsep Sustainable Tourism

Konsep pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) diturunkan dari ide dasar pembangunan berkelanjutan. Ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam yang merupakan kebutuhan setiap orang saat ini agar dapat hidup dengan sejahtera, tetapi harus dipelihara dan dilestarikan agar dapat digunakan di masa yang akan datang. Ide tersebut kemudian diturunkan ke dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Dari konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka konsep pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya pariwisata (atraksi, aksesibilitas, amenitas) yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang (Damanik dan Weber 2006).

Menurut Damanik dan Weber (2006), pariwisata hanya dapat berkelanjutan apabila komponen-komponen subsistem pariwisata terutama perilaku pariwisata, mendasarkan kegiatannya pada pencarian keuntungan dan kepuasan yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian produk dan jasa wisata yang digunakan sehingga pariwisata dapat berkembang dengan baik. Untuk mencapai keberlanjutan dari wisata, maka ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Wisatawan mempunyai kemauan untuk mengkonsumsi produk dan jasa wisata secara selektif, artinya produk dan jasa wisata tidak diperoleh dengan mengeksploitasi secara eksesif sumberdaya pariwisata setempat.


(31)

2. Produk wisata didorong ke produk berbasis lingkungan (green product).

3. Kegiatan wisata diarahkan untuk melestarikan lingkungan dan peka terhadap budaya lokal.

4. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, implementasi dan monitoring pengembangan pariwisata.

5. Masyarakat harus memperoleh keuntungan secara adil dalam kegiatan wisata. 6. Meningkatkan posisi masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya

pariwisata.

Menurut Tisdell (2001), keberlanjutan suatu wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya dapat dilihat dari beberapa dimensi yaitu, 1) economics, 2) environmental conservation, 3) social acceptability, dan 4) political sustainability. Untuk mencapai pariwisata keberlanjutan, maka dibutuhkan peran pengunjung dan penilaian secara ekonomi dari jasa lingkungan yang ditawarkan dari suatu wisata.

2.5Konsep Contingent Valuation Method

Penentuan nilai suatu sumber daya alam dan lingkungan sering melibatkan jasa lingkungan yang tidak dipasarkan (non market). Untuk mengatasi masalah ini, maka digunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) yang merupakan salah satu metode valuasi non market atau yang dikenal dengan stated preference method (Fauzi 2014). CVM adalah metode untuk mengestimasi barang dan jasa lingkungan secara langsung (Fauzi 2010).

Contingent Valuation Method (CVM) menyiasati tidak adanya pasar pada barang dan jasa lingkungan dengan menganalisis tanggapan responden terhadap pertanyaan survei (Anderson 2010). Menurut Yakin (2004), CVM adalah metode teknik survei untuk menanyakan kepada masyarakat tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Menurut Pearce et al. (2006) dalam Fauzi (2014) analisis CVM melibatkan tiga tahapan utama, yaitu:


(32)

Peneliti harus memiliki konsep yang jelas tentang apa yang akan divaluasi, perubahan kualitas, dan kuantitas yang menjadi concern kebijakan, serta jenis barang atau jasa non pasar yang akan divaluasi.

2. Kontruksi skenario hipotetik

Tahap ini akan sangat bergantung dari konteks yang dianalisis (content dependent). Jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan juga sangat berpengaruh terhadap outcome yang dihasilkan pada analisis CVM. Pada tahap ini ada tiga elemen esensial, yaitu 1) deskripsi perubahan kebijakan yang akan dievaluasi, 2) deskripsi pasar yang akan dikembangkan, dan 3) deskripsi metode pembayaran.

3. Metode elitasi

Yaitu teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu. Format elitasi pada umumnya terdiri dari open ended, bidding game, kartu pembayaran, single bounded dichotomous dan double bounded dichotomous. Pada penelitian ini akan menggunakan single bounded dichotomous.

2.6Willingness to Pay

Contingent Valuation Method (CVM) mencoba mengidentifikasi nilai kesediaan membayar (Willingness to Pay = WTP) dari masyarakat (Kula 1994). WTP karena perubahan jasa lingkungan ditanyakan langsung kepada masyarakat atau responden pada pendekatan CVM (Folmer and Gabel 2010). Kegiatan menanyakan secara langsung WTP kepada masyarakat atau responden dilakukan untuk pengumpulan informasi mengenai preferensi masyarakat atau responden terkait perubahan suatu jasa lingkungan (Haab dan Mcconnel 2002).

Penelitian ini mengestimasi WTP pendaki (konsumen wana wisata) terhadap kelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan di jalur pendakian. Menurut Fauzi (2010), WTP adalah jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu. Menurut Fauzi (2014), WTP diartikan sebagai jumlah maksimum uang yang sanggup dibayarkan seseorang, sehingga ia indiferen antara opsi membayar untuk perubahan sesuatu


(33)

(misalnya perbaikan lingkungan) atau menolak terjadinya perubahan tersebut, dan membelanjakan pendapatannya untuk yang lain.

2.7Dichotoumus Choice CVM

Penelitian ini menggunakan model Dichotoumus-Choice CVM (DC-CVM) dengan elisitasi single-bounded. Menurut Fauzi (2014), model DC-CVM dengan elisitasi single bounded merupakan metode yang paling popular digunakan untuk analisis Contingent Valuation Method (CVM). Menurut Garod dan Willis (1999) dalam Fauzi (2010), Pendekatan DC-CVM merupakan alternatif terbaik untuk menjawab defisiensi pendekatan CVM yang didasarkan pada pertanyaan terbuka maupun bidding games. Pendekatan ini lebih mendekati teori dibandingkan model lain seperti open ended atau bidding game (Fauzi 2010).

Pada Dichotoumus-Choice CVM (DC-CVM) nilai ekosistem atau sumberdaya alam yang tidak dipasarkan (non market) dihitung berdasarkan nilai Willingness to Pay (WTP) dari pertanyaan yang bersifat diskrit. Responden diajukan pertanyaan untuk membayar sejumlah uang untuk perbaikan ekosistem maupun penilaian suatu jasa lingkungan yang masih utuh. Pada model DC-CVM

hanya terdapat dua kemungkinan jawaban yakni “ya” atau “tidak” atau “setuju” atau “tidak setuju”, sedangkan besarnya nilai uang yang ditawarkan kepada responden disebut “nilai penawaran” atau bid value (Fauzi 2014).

Menurut Alberini et al. (2005) dalam Fauzi (2014), pada Dichotoumus-Choice CVM (DC-CVM) responden relatif mudah menjawab pertanyaan karena hanya diberikan satu pertanyaan. Selain itu DC-CVM lebih mendekati perilaku pasar dimana konsumen biasanya mengambil keputusan untuk membeli atau tidak terhadap harga yang ditawarkan. Kelebihan lain DC-CVM yaitu sesuai dengan mekanisme insentif yang ditawarkan kepada masyarakat jika masyarakat memperoleh informasi yang memadai, serta mengurangi beban kognitif yang dihadapi oleh masyarakat jika harus memilih secara open bid maupun pilihan jamak.

2.7.1 Perhitungan Nilai Willingness to Pay (WTP) dengan Model Logit

Menurut Fauzi (2014), untuk mencari nilai WTP dapat menggunakan model logit. Pada penelitian ini, model logit digunakan untuk mencari nilai WTP


(34)

maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Menurut Fauzi (2014), Pada model logit, distribusi error term (u1) mengikuti distribusi logistic, sehingga peluang untuk menjawab “ya” ditentukan oleh fungsi berikut :

... (1) Menurut Fauzi (2014), nilai WTP dapat dicari diduga dengan koefisien yang diperoleh dari logit yakni α = β / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan variable bebas) dan δ = -1 / σ, (vektor koefisien yang berhubungan dengan

variable “bid”). Nilai harapan rataan WTP dapat diduga dari kedua koefisien tersebut, yaitu :

... (2) Sementara nilai harapan WTP yang terkait dengan salah satu variabel bebas dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

... (3) 2.7.2 Perhitungan Nilai Willingness to Pay (WTP) dengan Metode

Non-parametrik Turnbull

Menurut Fauzi (2014), perhitungan metode nilai WTP juga dapat dilakukan dengan pendekatan non-parametrik Turnbull. Metode non-parametrik Turnbull

menggunakanan pendekatan yang mengandalkan distribusi jawaban “tidak” dari

responden terhadap respon pertanyaan lelang (bid). Jika responden menjawab

“tidak” terhadap nilai lelang yang ditawarkan, maka nilai maksimum WTP dia

akan lebih rendah dari nilai lelang. Nilai lower bound WTP untuk metode Turnbull dihitung dengan formula sebagai berikut:

∑ ... (4)

Dimana:


(35)

= Distribusi jawaban “tidak”

Sementara untuk menghitung nilai nilai variance untuk kasus distribusi monotonically increasing dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

( ) ∑

( ) ... (5)

Dimana:

= Lelang bid

= Distribusi jawaban “tidak” = Total respon

2.8Model Regresi Logistik

Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen (peubah penjelas) dengan suatu variabel dependen (peubah respon) bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotoumous) seperti ya/tidak atau sukses/gagal. Menurut Firdaus et al. (2010), regresi logistik digunakan untuk menganalisis pola hubungan peubah respon yang berupa peubah kategorik. Analisis regresi logistik dapat menggunakan peubah penjelas berupa kategorik maupun numerik. Pada penelitian ini akan menggunakan peubah respon bersifat

kategorik yaitu “ya” serta dengan peubah penjelas berupa numerik. Analisis regresi logistik pada penelitian ini akan digunakan untuk menganalisis kesediaan

membayar pendaki “ya” terhadap sejumlah uang tertentu yang ditawarkan.

Menururt Firdaus et al. (2011), dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit. Formulasi logit tersebut adalah:

... (6) Pada fungsi tersebut, pi adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk orang ke-i dan loge adalah logaritma dengan basis bilangan e.. Kategori sukses secara umum merupakan kategori yang menjadi perhatian dalam penelitian. Pada penelitian ini peubah responnya adalah


(36)

keputusan “ya’’ atau “tidak” terhadap penawaran sejumlah uang tertentu untuk

kelestarian jalur pendakian, maka kejadian sukses adalah kejadian apabila

responden setuju atau “ya” terhadap penawaran sejumlah uang. Gambar 1 mengilustrasikan proses transformasi logit tersebut (Firdaus et al. 2011).

Pi Logit (Pi)

Predictor (X) Predictor (X) Sumber: Firdaus et al. (2011)

Gambar 1 Gambar transformasi logit

Menurut Gujarati (2006), fungsi logit dapat ditransformasikan menjadi bentuk linier. Berikut transformasi logitnya :

... (7) Menurut Rosadi (2011), estimasi dari model regresi logistik dapat dilakukan dengan metode maximum likelihood estimator (mle), di mana parameter optimal dapat diperoleh dengan metode numerik.

Model yang digunakan dalam analisis regresi logistik adalah sebagai berikut: ... (8) Logit (pi) adalah nilai transformasi logit untuk peluang kejadian sukses; adalah intersep model garis regresi, adalah slope model garis regresi peubah ke-j dan

adalah peubah penjelas ke-j. 2.8.1 Odds Ratio

Pada analisis regresi logistik terdapat odds ratio yang digunakan untuk memperoleh ukuran asosiasi atau ukuran keeratan hubungan antar peubah kategorik. Ukuran asosiasi ini seringkali merupakan fungsi dari penduga parameter yang didapatkan. Pada variabel respon yang berupa kategorik, odds dapat diartikan sebagai ratio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon, sedangkan odds ratio mengindikasikan seberapa lebih


(37)

mungkin, dalam kaitannya dengan nilai odds, muncul kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya (Firdaus et al. 2011). Menurut Juanda (2009), odds ratio didefinisikan sebagai rasio odds untuk terhadap odds untuk . Rumus odds ratio sebagai berikut :

... (9) Dimana:

2.71828

koefisien masing-masing variabel dari model regresi logistik

Menurut Juanda (2009), untuk peubah bebas kontinyu, odds ratio dapat diintepretasikan sebagai berapa kali kemungkinan kejadian sukses ( jika nilai peubah bebas ( naik sebesar satu satuan. Dalam peubah bebas kontinu, jika ( berbeda 1 satuan (misalnya 1→2 dan 10→11) maka nilai ∆ dapat cukup berbeda. Jadi ada dilema untuk peubah bebas kontinu dimodelkan dalam logit. Selain itu, untuk peubah bebas ( seringkali 1 (satu) satuan terlalu kecil atau besar untuk dipertimbangkan. Menurut Firdaus dan Affendi (2005) dalam Herdiani (2009), intepretasi koefisien pada regresi logistik menggunakan odds ratio, secara ringkas dapat diintepretasikan sebagai berikut:

1. Jika koefisien bertanda (+) maka odds ratio akan lebih dari 1.

2. Jika variabelnya merupakan skala nominal (dummy), maka memiliki kecenderungan untuk sebesar kali dibandingkan dengan .

3. Jika variabelnya bukan dummy, maka semakin besar maka , sehingga semakin besar nilai semakin besar pula kecenderungan untuk .

2.8.2 Uji Wald

Uji Wald merupakan uji univariat terhadap masing-masing koofisien regresi logistik (sering disebut partially test). Uji Wald digunakan untuk menguji kecocokan koefisien (Rosadi 2011).

1. H0: predictor secara univariat tidak berpengaruh signifikan terhadap respon (βi = 0;= 0,1,2,…..p).


(38)

H1: predictor secara univariat berpengaruh signifikan terhadap respons (βi ≠ 0;

= 0,1,2,…..p).

2. Tingkat signifikansi: α 3. Statistik uji:

2 ... (10)

4. Daerah kritik: H0 ditolak apabila | Wi | > | Zα/ |

2.8.3 Uji G

Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara bersaamaan.

... (11) Dimana:

Lo = Likelihood tanpa variabel bebas Li = Likelihood dengan variabel bebas Dengan hipotesis:

H0 : β1 = β2 = …. = βp = 0 H1 : minimal ada satu nilai β ≠ 0 Dimana = 1,2,3,…p

Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), statistik uji G mengikuti sebaran chi-square (χ2) dengan derajat bebas p. Kaidah keputusan yang diambil yaitu menolakk Ho jika G >

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang membahas Willingness to Pay (WTP) terhadap kualitas lingkungan di objek wisata pernah dilakukan sebelumnya, sedangkan penelitian tentang pelestarian jalur pendakian belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai contingent valuation method dan perilaku pengunjung Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada lokasi penelitian dan metode elisitasi.


(39)

Lokasi penelitian ini dilakukan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu. Wana Wisata Puncak Lawu merupakan objek wisata berbasis pegunungan dan memiliki permasalahan yang berbeda dengan objek wisata lain. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah kepada metode yang digunakan yaitu contingent valuation method, sedangkan format elisitasi yang digunakan berbeda.

Penelitan yang membahas WTP pengunjung dilakukakan oleh Syakya (2005), Majid (2008) dan Amanda (2009). Penelitian mengenai WTP dan strategi pengembangan wisata Pantai Lampuuk oleh Syakya (2005) menunjukkan nilai WTP melalui retribusi masuk dari pengunjung Pantai Lampuuk berdasarkan nilai rataan WTP adalah sebesar Rp 1 719.203. Majid (2008) melakukan penelitian mengenai WTP pengunjung terhadap upaya pelestarian kawasan Situ Babakan. Penelitian yang dilakukan Majid (2008) menunjukkan nilai WTP yang dijadikan acuan retribusi di Situ Babakan adalah sebsar Rp 2 104.25 per orang, sedangkan estimasi WTP untuk upaya pelestarian lingkungan Situ Babakan adalah sebesar Rp 23 603 603.00 per bulan. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Amanda (2009) mengenai WTP pengunjung objek wisata Danau Situgede dalam upaya pelestarian lingkungan menunjukkan besarnya nilai rata-rata WTP pengunjung terhadap kelestarian lingkungan objek wisata Danau Situgede adalah Rp 3 588.24, sedangkan nilai WTP yang diperoleh adalah Rp 2 342 000.00.

Penelitian mengenai dampak aktivitas pengunjung terhadap kelestarian wisata alam dan jalur pendakian dilakukan oleh Simbolon (2000) dan Sitepu (2003). Penelitian mengenai perilaku berkunjung dengan perilaku pengujung di Taman Nasional Gede Pangrango dilakukan oleh Simbolon (2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2000) di Taman Nasional Gede Pangrango menunjukkan perilaku pengunjung seperti membuang sampah sembarangan, melakukan vandalisme, mengganggu dan mencuri sumberdaya (tumbuh-tumbuhan), dan mengambil sembarangan kayu bakar untuk membuat api unggun. Penelitian lain mengenai perilaku pengunjung dilakukan oleh Sitepu (2003). Penelitian yang dilakukan Sitepu (2003) mengenai perencanaan program interpretasi lingkungan di jalur pendakian Gunung Sibayak juga menunjukan dampak negatif aktivitas pendakian. Perilaku pendaki seperti membuang sampah


(40)

pada sembarang tempat dan kegiatan corat-coret yang dilakukan pada batu atau batang pohon menyebabkan kerusakan di Gunung Sibayak. Tabel 2 menunjukkan penelitihan terdahulu yang relevan dalam penelitian inii.

Tabel 2 Penelitian terdahulu

No Nama Judul Alat Analisis

1 Syakya (2005) Analisis Willingness to Pay (WTP) dan

Strategi Pengembangan Objek Wisata Pantai Lampuuk di Nangroe Aceh Darussalam

Analisis Deskriptif, Analisis Willingness to Pay dengan format elisitasi Open Ended.

2 Ratri Hanindha

Majid (2008)

Analisis Willingness to Pay Pengunjung terhadap Upaya Pelestarian Kawasan Situ Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan

Analisis Deskriptif, Analisis Willingness to Pay dengan format elisitasi Open Ended.

3 Sylvia Amanda

(2009)

Analisis Willingness to Pay Pengunjung Obyek Wisata Danau Situgede dalam Upaya Pelestarian Lingkungan

Analisis Deskriptif, Analisis Willingness to Pay dengan format elisitasi Open Ended.

4 Haposan

Simbolon (2000)

Analisis Keterkaitan Peraturan Berkunjung dengan Perilaku

Pengunjung di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Analisis Deskriptif.

5 Priskayani BR.

Sitepu (2003)

Perencanaan Program Intepretasi Lingkungan pada Dua Jalur Pendakian Gunung Sibayak Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara


(41)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Wana Wisata Puncak Lawu adalah objek wisata yang dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 2641/Kpts/Dir/1997 tentang Pedoman Pengusahaan Pariwisata Alam Perum Perhutani, Wana Wisata Puncak Lawu dikategorikan sebagai objek dan daya tarik wisata alam yang dikelola oleh Perum Perhutani dengan tidak mengubah fungsi kawasan hutan di wilayahnya.

Wana Wisata Puncak Lawu memiliki jalur pendakian bernama Cemoro Kandang. Terdapat keindahan alam yang berbeda di setiap ketinggian pada jalur pendakian ini. Pendaki dapat melihat berbagai flora dan fauna Gunung Lawu di sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Pendaki dapat melihat keindahan alam seperti tebing, mata air, padang sabana, hamparan Edelweiss dan bunga Cantigi. Pendaki juga dapat melihat pemandangan matahari terbenam dan matahari terbit yang sangat indah. Keindahan alam dan keanekaragaman hayati jalur pendakian Cemoro Kandang menjadi daya tarik tersendiri bagi pendaki untuk mengunjungi Wana Wisata Puncak Lawu.

Selain memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi di daerah sekitar, banyaknya pendaki yang melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang juga berpotensi memberikan dampak negatif bagi kelestarian jalur pendakian. Kurangnya kesadaran pendaki dalam menjaga lingkungan menjadi ancaman bagi kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Kelalaian pendaki dalam mematikan sisa perapian dan perilaku pendaki yang membuang puntung rokok sembarangan berpotensi menyebabkan terjadinya kebakaran hutan di sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Sampah-sampah sisa perbekalan dari pendaki yang dibuang di sekitar jalur pendakian juga mengotori jalur pendakian Cemoro Kandang. Selain itu, pendaki juga menebang pohon/ranting di sekitar jalur pendakian untuk membuat perapian. Masalah-masalah yang terjadi akibat dari aktivitas pendakian tersebut dapat mengancam kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Ancaman bagi kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang


(42)

juga akan berdampak pada tidak tercapainya keberlanjutan dari Wana Wisata Puncak Lawu.

Upaya pelestarian harus dilakukan untuk menjaga kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, maka diperlukan upaya untuk menjaga kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Upaya pelestarian ini dimaksudkan untuk menjaga kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan lingkungannya sehingga keberlanjutan objek wisata Wana Wisata Puncak Lawu tercapai.

Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang dan Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang perlu diketahui sebagai rekomendasi bagi pengelola jalur pendakian Cemoro Kandang dalam mengambil kebijakan. Besarnya WTP maksimum pendaki terhadap kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pengelola dalam menetapkan kebijakan terkait biaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang, Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga dapat menjadi masukan bagi pengelola dalam upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.


(43)

Keterangan :

: Metode

Gambar 2 Diagram alur kerangka berfikir Dampak aktivitas pendakian:

kebakaran hutan, sampah pendaki dan penebangan pohon untuk

perapian.

Pelestarian jalur pendakian Cemoro

Kandang

Rekomendasi bagi pengambil kebijakan terkait upaya pelestarian lingkungan jalur

pendakian Cemoro Kandang

Kesatuan Bisnis Manajemen (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL)

UU RI No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan UU RI No.10 tahun 2009 tentang

Kepariwisataan

Besarnya WTP maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya Jalur pendakian

Cemoro Kandang

Perspesi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro

Kandang

Mengkaji persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro

Kandang

Mengestimasi besarnya WTP maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian

Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Analisis deskriptif dengan Skala

Likert

Analisis Willingness to Pay dengan Single Bounded DC-CVM dan metode Turnbull Keputusan Direksi

Perum Perhutani No: 2641/Kpts/Dir/1997 tentang Pedoman Pengusahaan Pariwisata

Alam Perum Perhutani


(44)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena lokasi penelitian merupakan objek wisata pendakian yang mengandalkan keindahan alam dan kelestarian lingkungan, sehingga dibutuhkan pendekatan secara ekonomi untuk membantu menjaga kelestarian objek wisata. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuisioner kepada pendaki gunung di jalur pendakian Cemoro Kandang dan wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui terkait pengelolaan objek wisata tersebut, sedangkan data sekunder diperoleh dari Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Surakarta dan berbagai pustaka dari buku, jurnal ,dan internet.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive (secara sengaja), yaitu mewawancarai pendaki yang telah melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang lebih dari satu kali. Hal ini dimaksudkan untuk mewancarai responden yang mengetahui penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di jalur pendakian Cemoro Kandang. Responden yang diambil sebanyak 80 responden. Responden dibagi dalam empat kategori yang masing-masing terdiri dari 20 orang. Hal ini sesuai dengan tingkat WTP yang ditawarkan yaitu empat kategori WTP.


(45)

4.4 Metode dan Prosedur Analisis

Data yang diperoleh dalam penelitian diolah menggunakan komputer dengan program Ms. Office Excel dan Minitab 15. Tabel 3 menyajikan antara tujuan penelitian, sumber data dan metode analisis data pada penelitian ini.

Tabel 3 Matriks model analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1 Mengkaji persepsi pendaki

terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang

Data primer Analisis deskriptif dengan

Skala Likert.

2 Mengestimasi besarnya

Willingness to Pay maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Data primer Analisis Willingness To Pay

menggunakan format elisitasi Single-Bounded Dichotomous Choice CVM dengan perhitungan menggunakan analisis regresi logistik dan Turnbull. 4.4.1 Analisis Deskriptif mengenai Persepsi Pendaki terhadap Kualitas

Lingkungan di Jalur Pendakian Cemoro Kandang

Analisis deskriptif adalah jenis analisis data yang dimaksudkan untuk mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik statistik deskriptif seperti tabel frekuensi, grafik, ukuran pemusatan atau ukuran penyebaran (Muljono 2012).

Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang dianalisis secara deskriptif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. Persepsi yang dianalisis antara lain terkait keadaan vegetasi, mata air, udara, dan kebersihan lingkungan sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Persepsi tentang kebakaran hutan karena aktivitas pendakian, pengetahuan pendaki tentang akibat penebangan pohon di sekitar jalur pendakian, serta persepsi terhadap perilaku membuang sampah di sekitar jalur pendakian juga dianalisis. Analisis deskiptif tentang persepsi pada penelitian ini menggunakan Skala Likert.

Menurut Riduwan dan Sunarto (2007), Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Pada penelitian ini digunakan Skala Likert untuk mengetahui persepsi pendaki pendaki terhadap kualitas lingkungan di sekitar jalur


(46)

pendakian seperti kualitas vegetasi, mata air, udara, dan kondisi jalur pendakian yang kotor karena sampah. Skala Likert juga digunakan untuk mengetahui persepsi pendaki terhadap aktivitas pendakian yang dapat mengancam kelestarian lingkungan.

Persepsi pendaki dengan skala Likert diketahui dengan memilih alternatif

jawaban seperti “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”, “Tidak Setuju (TS)” dan “Sangat Tidak Setuju (STS)” terhadap pernyataan yang diajukan. Alternatif

jawaban Alternatif jawaban Sangat Setuju (SS) memiliki poin 4, Setuju (S) memiliki poin 3, Tidak Setuju (TS) memiliki poin 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) memiliki poin 1. Masing-masing jumlah responden yang memilih alternatif jawaban dikalikan dengan masing-masing poin dari alternatif jawaban tersebut, kemudian hasilnya dijumlahkan untuk mengetahui kriteria interpretasi skor dari pernyataan yang ditanyakan kepada responden.

4.4.2 Analisis Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Menurut Fauzi (2014), analisis Willingness to Pay (WTP) pada Contingent Valuation Method (CVM) digunakan untuk menanyakan seberapa besar WTP seseorang dalam menerima perubahan kualitas dan kuantitas dari layanan barang dan jasa sumber daya alam dan lingkungan. Maka dari itu, pada penelitian ini analisis WTP digunakan untuk mengetahui kemampuan membayar maksimum pendaki terhadap upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Kesediaan membayar (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang menggambarkan seberapa besar pendaki menginginkankan perubahan kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang yang lebih baik, sehingga pendaki dapat menikmati keindahan alam yang ditawarkan di Wana Wisata Puncak Lawu secara nyaman.

Menurut Fauzi (2014), CVM adalah metode analisis yang mengandalkan teknik survei, sehingga pada penelitian ini dibutuhkan kontruksi skenario hipotetik yang akan sangat berpengaruh kepada nilai WTP yang diduga. Menurut Fauzi (2014), kontruksi skenario hipotetik juga akan sangat bergantung dari


(47)

konteks yang dianalisis. Jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan juga sangat berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan.

Skenario hipotetik pada penelitian ini dibentuk berdasarkan penurunan kualitas lingkungan dan ancaman terhadap kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu. Skenario hipotetik pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Wana Wisata Puncak Lawu mengandalkan kualitas lingkungan dan kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang sebagai daya tarik wisata. Saat ini kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang mengalami penurunan. Kelestarian jalur pendakian juga terancam. Banyaknya sampah yang menumpuk di sekitar jalur pendakian mengganggu kenyamanan pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh kelalaian pendaki dalam mematikan sisa api unggun dan kecerobohan dalam membuang puntung rokok berpotensi menyebabkan kebakaran hutan di sekitar jalur pendakian. Penebangan pohon untuk api unggun juga mengancam kelestarian vegetasi dan ekosistem di sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Masalah-masalah tersebut menyebabkan penurunan kualitas dan ancaman bagi kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang yang akan berdampak pada hilangnya potensi wisata di Wana Wisata Puncak Lawu. Hilangnya potensi tersebut juga berdampak kepada tidak tercapainya keberlanjutan wisata di Wana Wisata Puncak Lawu. Untuk mengatasi hal tersebut, pengelola Wana Wisata Puncak Lawu berencana melakukan upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang yang bertujuan untuk mengurangi sampah yang ada di jalur pendakian, menjaga kelestarian vegetasi dan ekosistem dari kebakaran dan penebangan pohon, serta melakukan perawatan jalur pendakian dan pengembangan sarana yang mendukung kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Pengelola Wana Wisata Puncak Lawu sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian jalur pendakian memerlukan partisipasi dari pendaki yang berperan sebagai konsumen jasa lingkungan di Wana Wisata Puncak Lawu. Diperlukan kesediaan membayar pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian.

Setelah skenario hipotetik diajukan kepada responden, tahapan beriktunya adalah metode elisitasi. Metode elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi


(48)

kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu (Fauzi 2014). Pada penelitian ini akan menggunakan format single bounded dichotomous. Menurut Fauzi (2014), format elisitasi single-bounded (referendum) adalah metode yang paling popular untuk analisis CVM. Metode dilakukan dengan menanyakan kepada responden sejumlah nilai penawaran (bid) tertentu yang diajukan sebagai nilai kesediaan membayar untuk pelestarian lingkungan jalur pendakian, sehingga akan didapatkan jawaban “ya” atau “tidak” terhadap nilai bid. Pada penelitian ini digunakan empat bid yang ditanyakan kepada responden. Tiap bid ditanyakan masing-masing kepada 20 responden. Berikut bid yang ditawarkan :

1. Bid untuk WTP sebesar Rp 2 500.00 2. Bid untuk WTP sebesar Rp 5 000.00 3. Bid untuk WTP sebesar Rp 10 000.00 4. Bid untuk WTP sebesar Rp 15 000.00

Besarnya bid diperoleh berdasarkan wawancara dan diskusi dengan pihak pengelola, pendaki, dan beberapa pakar. Menurut Fauzi (2014), penentuan tarif (pricing) terkait dengan tiket masuk suatu kawasan wisata alam, semestinya bukan hanya didasarkan pada hitungan retribusi semata, namun juga harus

mempertimbangkan “harga” dari jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan

tersebut. Berdasarkan studi literatur, wawancara dan diskusi, maka ditentukan batas bawah nilai penawaran (bid) yaitu sebesar Rp 2 500.00 dan batas atas bid sebesar Rp 15 000.00. Menurut Fauzi (2014), penentuan retribusi pada tempat wisata seringkali tidak sesuai dengan nilai objek wisata yang sebenarnya, sehingga pada penentuan bid pada penelitian ini dilakukan studi literatur, diskusi dan wawancara terlebih dahulu kepada pengelola, pendaki ,dan beberapa pakar untuk menghindari underpricing atau overpricing. Gambar 3 menunjukkan struktur elisitasi untuk single bounded dichotomous choice pada penelititan ini.


(49)

Apakah anda sanggup membayar ?

n1 n2 n3 n4

Rp 2 500.00 Rp 5 000.00 Rp 10 000.00 Rp 15 000.00

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Gambar 3 Struktur elisitasi single bounded dichotomous choice

Pada Gambar 3 tersebut n1 sampai n4 menggambarkan jumlah sampel pada setiap kelompok bid dari Rp 2 500.00 sampai Rp 15 000.00, di mana setiap kelompok sampel diambil secara purposive. Jumlah sampel pada tiap kelompok yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah sebesar 20 responden tiap kelompoknya, sehingga total sampel keseluruhan adalah 80 responden.

Perhitungan nilai Willingness to Pay (WTP) pada penelitian ini dengan menggunakan model Logit. Pengolahan model Logit dilakukan menggunakan software Minitab 15 dengan pengolahan regresi Logistik dimana variabel respon adalah keputusan responden (Ya atau Tidak) pada setiap bid yang ditawarkan kepada tiap responden. Dengan pengolahan regresi logistik tersebut, maka kemudian didapatkan model persamaan Logit. Menurut Fauzi (2014), pada model logit nilai WTP dapat diduga dengan koefisien yang diperoleh dari logit yakni α =

β / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan variabel bebas) dan δ = -1 / σ, (vektor koefisien yang berhubungan dengan variable bid). Nilai harapan rataan WTP dapat diduga dari kedua koefisien tersebut, yaitu :

... (10) Menurut Fauzi (2014), selain dengan metode ekonometrik, perhitungan nilai WTP dapat dilakukan dengan pendekatan non-parametrik Turnbull. Pendekatan metode Turnbull mengandalkan distribusi jawaban “tidak” dari responden


(50)

terhadap respon pertanyaan lelang (bid). Dengan mengetahui distribusi responden

yang menjawab “tidak”, maka batas bawah (lower bound WTP) dari WTP dan nilai rataan WTP. Nilai lower bound WTP pada metode Turnbull dihitung dengan formula sebagai berikut:

∑ ... (11)

Pada perhitungan rataan WTP dengan metode Turnbull, distribusi jawaban

“tidak” dapat dikategorikan pada monotonically increasing atau non-monotonically increasing. Jika distribusi jawaban “tidak” menunjukkan peningkatan yang monotonik, maka perhitungan WTP dapat dilakukan dengan formula untuk mencari nilai lower bound WTP pada metode Turnbull, namun jika tidak menunjukkan peningkatan yang monotonik maka dilakukan langkah-langkah untuk menggabungkan (pooled) nilai lelang sehingga nilai mean WTP dapat dihitung berdasarkan formula yang sama untuk mencari nilai lower bound WTP pada metode Turnbull (Fauzi 2104).

Menurut Fauzi (2014), dengan metode non-parametrik Turnbull terdapat perhitungan variance (keragaman) yang digunakan untuk menghitung seberapa besar tingkat kepercayaan kita terhadap pendugaan nilai rataan WTP. Menurut Haab dan McConnel (2012) dalam Fauzi (2014), untuk menghitung keragaman (variance) dari WTP dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

( ) ∑

( ) ... (12)

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga diketahui dengan analisis regresi logistik menggunakan software Minitab 15 Faktor-faktor tersebut merupakan variabel yang dimasukkan ke dalam model logit. Berikut variabel yang akan dimasukkan ke dalam model :

1. Nilai penawaran (bid)

Variabel ini dianggap penting karena besarnya nilai penawaran (bid)


(51)

terhadap bid yang ditawarkan. Semakin tinggi nilai bid maka peluang pendaki

menjawab “tidak” adalah semakin tinggi. 2. Pendapatan

Variabel pendapatan akan mempengaruhi kesediaan membayar maksimum (WTP) pendaki. Semakin tinggi pendapatan pendaki maka semakin tinggi peluang menjawab “ya” terhadap kesediaan membayar.

3. Biaya kunjungan

Variabel biaya kunjungan akan mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum pendaki. Semakin rendah biaya kunjungan yang dikeluarkan maka semakin tinggi peluang pendaki menjawab “ya” terhadap kesediaan membayar. Kesediaan membayar (WTP) maksimum akan menambah total biaya yang dikeluarkan pendaki untuk melakukan kunjungan ke tempat wisata.

4. Persepsi kualitas lingkungan

Variabel persepsi kualitas lingkungan yaitu persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang. Pendaki dengan persepsi lingkungan “baik” adalah pendaki yang menganggap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang masih baik, sedangkan pendaki dengan persepsi kualitas lingkungan “kurang baik” adalah pendaki yang menganggap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang sudah mulai tercemar. Variabel persepsi kualitas lingkungan akan mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. Pendaki yang memiliki persepsi lingkungan “baik” maka semakin besar peluang untuk

menjawab “tidak” terhadap kesediaan membayar.

Pada penelitian ini digunakan analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Variabel respon pada penelitian ini adalah peluang kejadian untuk menjawab “ya” atau “tidak” terhadap kesediaan membayar (WTP) pada nilai penawaran (bid) yang ditawarkan, sedangkan variabel penjelas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) pendaki terhadap pelestarian


(52)

jalur pendakian Cemoro Kandang. Persamaan regresi logit pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

... (13)

Keterangan :

: Peluang pendaki bersedia membayar “ya” atau “tidak” 1 = Jawaban “Ya”

0 = Jawaban “Tidak” : Intersep

: Koefisien regresi

: Nilai penawaran atau bid (rupiah/pendakian) : Pendapatan (rupiah/bulan)

: Biaya kunjungan (rupiah)

: Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan 1 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “baik”

0 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “kurang baik”

Variabel-variabel peubah diatas diduga berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar (WTP) pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Variabel BID, BKU, dan PER diduga berpengaruh negatif terhadap kesediaan membayar (WTP) pendaki, sedangkan variabel PDP diduga berpengaruh positif terhadap kesediaan membayar (WTP) pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.


(53)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Wana Wisata Puncak Lawu terletak di Kabupaten Karanganyar, Gunung Lawu, Jawa Tengah. Secara geografis, gunung Lawu terletak pada 111° 15’ BT dan 7° 30’ LS. Gunung Lawu adalah gunung vulkanik tidak aktif dengan ketinggian 3 265 m dpl dan memiliki luas sebesar 15 000 ha. Gunung ini adalah gunung ketiga tertinggi di pulau Jawa yang termasuk pegunungan vulkanik tidak aktif. Gunung Lawu terletak di dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lereng barat termasuk Provinsi Jawa Tengah, sedangkan lereng timur termasuk Provinsi Jawa Timur (US Army Map Service 1963). Gambar 4 menunjukkan lokasi Wana Wisata Puncak Lawu.

Sumber: Googlemap (2014)

Gambar 4 Peta lokasi Wana Wisata Puncak Lawu

Wana Wisata Puncak Lawu terletak di hutan lindung Gunung Lawu yang dikelola oleh Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Surakarta, sedangkan Wana Wisata Puncak Lawu dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Wana Wisata Puncak Lawu memiliki jalur pendakian bernama Cemoro Kandang. Pos induk Cemoro Kandang terletak di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jalur pendakian ini memiliki panjang track sejauh 12


(1)

Lampiran 6 Data responden pendaki

No Ya/

Tidak Bid (Rp) Pendapatan (Rp)

Biaya kunjungan (Rp)

Persepsi lingkungan

1 1 2 500 2 000 000 85 000 0

2 1 2 500 1 200 000 75 000 0

3 1 2 500 850 000 65 000 0

4 1 2 500 1 500 000 85 000 0

5 1 2 500 1 500 000 45 000 0

6 1 2 500 3 500 000 50 000 1

7 1 2 500 9 00 000 55 000 0

8 1 2 500 2 200 000 125 000 1

9 0 2 500 4 000 000 375 000 1

10 1 2 500 1 500 000 60 000 1

11 1 2 500 1 500 000 55 000 1

12 1 2 500 3 000 000 75 000 0

13 1 2 500 3 500 000 110 000 0

14 1 2 500 1 600 000 70 000 0

15 1 2 500 4 000 000 55 000 0

16 1 2 500 3 500 000 225 000 0

17 1 2 500 6 500 000 65 000 1

18 1 2 500 6 000 000 80 000 0

19 1 2 500 9 000 000 105 000 0

20 1 2 500 6 000 000 125 000 0

21 1 5 000 1 500 000 125 000 0

22 0 5 000 1 700 000 375 000 1

23 1 5 000 2 300 000 75 000 0

24 1 5 000 9 00 000 50 000 0

25 1 5 000 9 00 000 55 000 0

26 1 5 000 1 000 000 80 000 0

27 1 5 000 1 500 000 325 000 1

28 0 5 000 2 200 000 475 000 0

29 1 5 000 3 000 000 75 000 0

30 1 5 000 2 500 000 60 000 0

31 1 5 000 1 500 000 105 000 0

32 1 5 000 2 000 000 65 000 0

33 1 5 000 3 000 000 75 000 0

34 1 5 000 2 500 000 125 000 0

35 1 5 000 3 200 000 175 000 0

36 1 5 000 8 000 000 65 000 1

37 1 5 000 4 500 000 75 000 0

38 1 5 000 7 000 000 50 000 0

39 1 5 000 2 500 000 80 000 0


(2)

No Ya/

Tidak Bid (Rp) Pendapatan (Rp)

Biaya kunjungan (Rp)

Persepsi lingkungan

41 1 10 000 2 000 000 60 000 0

42 1 10 000 6 700 000 75 000 0

43 0 10 000 1 100 000 105 000 1

44 0 10 000 800 000 80 000 1

45 0 10 000 1 000 000 125 000 1

46 1 10 000 2 500 000 175 000 0

47 0 10 000 900 000 75 000 0

48 0 10 000 1 200 000 145 000 1

49 1 10 000 2 200 000 45 000 0

50 1 10 000 5 000 000 70 000 1

51 0 10 000 1 000 000 125 000 1

52 1 10 000 3 000 000 525 000 1

53 0 10 000 1 000 000 275 000 1

54 1 10 000 2 300 000 50 000 0

55 1 10 000 3 000 000 75 000 0

56 1 10 000 6 00 000 85 000 0

57 1 10 000 1 200 000 225 000 1

58 0 10 000 2 100 000 525 000 1

59 1 10 000 6 000 000 75 000 0

60 1 10 000 5 000 000 85 000 1

61 0 15 000 800 000 65 000 0

62 0 15 000 650 000 75 000 1

63 0 15 000 1 200 000 85 000 1

64 1 15 000 5 000 000 65 000 0

65 0 15 000 2 000 000 100 000 0

66 0 15 000 2 000 000 85 000 1

67 1 15 000 8 000 000 75 000 0

68 0 15 000 600 000 80 000 0

69 0 15 000 2 000 000 125 000 0

70 0 15 000 800 000 75 000 1

71 1 15 000 750 000 75 000 0

72 0 15 000 600 000 50 000 0

73 0 15 000 1 800 000 145 000 0

74 0 15 000 1 400 000 125 000 0

75 1 15 000 6 000 000 60 000 0

76 0 15 000 600 000 65 000 0

77 1 15 000 1 500 000 275 000 1

78 0 15 000 2 400 000 125 000 1

79 0 15 000 800 000 80 000 0


(3)

Lampiran 7 Dokumentasi

Tumpukan sampah di pos pendakian

Sampah di jalur pendakian


(4)

Pohon/ranting sisa api unggun pendaki

Sisa perapian pendaki


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sragen pada tanggal 23 Maret 1991 dari pasangan orang tua

Un. Sugihartono dan Sri Winarni. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK

Pertiwi 1 Sragen (1996-1998), SD Negeri 4 Sragen (1998-2004), SMP Negeri 1

Sragen (2004-2007), dan SMA Negeri 1 Sragen (2007-2010). Pada tahun 2010

penulis masuk sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa IPB

(USMI).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus di

Resources and

Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai anggota divisi

Internal Development periode 2011-2012. Selama menjadi mahasiswa IPB,

penulis aktif menjadi panitia dan mengikuti berbagai kegiatan lingkungan hidup.

Penulis pernah meraih 3 besar pada

festival band competition ACRA 2012 dan

juara 2 lomba Cipta Lagu CILAPOP pada IPB

Art Contest 2013. Penulis juga

pernah meraih juara 1 futsal Sportakuler Fakultas Ekonomi Manajemen pada

tahun 2012, juara 1 futsal Greenstation 2013 dan juara 1 futsal Olimpiade

Mahasiswa IPB (OMI) pada tahun 2013. Selama masa perkuliahan penulis

mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).


(6)