Wana Wisata haruslah memperhatikan fungsi-fungsi utama kawasan hutan lainnya seperti produksi dan konservasi selain menampung kegiatan rekreasi.
Kriteria perencanaan dan perancangan pedoman untuk pola pengembangan wana wisata juga harus mengandung aspek rekreasi, edukasi pembinaan cinta alam
dan olahraga Rachwartono 1987. Menurut Hayati 2012, pemanfaatan hutan sebagai tempat wisata alam juga
harus memperhatikan asas-asas kelestarian alam, sehingga fungsi ekologis hutan tetap terjaga dan manfaat ekonomis dapat kita peroleh. Dengan kelestarian alam
dan keberlanjutan ekonomi, maka sustainable tourism pariwisata berkelanjutan akan tercapai.
2.4 Konsep Sustainable Tourism
Konsep pariwisata berkelanjutan sustainable tourism diturunkan dari ide dasar pembangunan berkelanjutan. Ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah
kelestarian sumberdaya alam yang merupakan kebutuhan setiap orang saat ini agar dapat hidup dengan sejahtera, tetapi harus dipelihara dan dilestarikan agar
dapat digunakan di masa yang akan datang. Ide tersebut kemudian diturunkan ke dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Dari konsep pembangunan berkelanjutan
tersebut, maka konsep pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya pariwisata atraksi, aksesibilitas, amenitas yang bertujuan untuk memberikan
keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan stakeholders dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang Damanik dan Weber
2006. Menurut Damanik dan Weber 2006, pariwisata hanya dapat berkelanjutan
apabila komponen-komponen subsistem pariwisata terutama perilaku pariwisata, mendasarkan kegiatannya pada pencarian keuntungan dan kepuasan yang optimal
dengan tetap menjaga kelestarian produk dan jasa wisata yang digunakan sehingga pariwisata dapat berkembang dengan baik. Untuk mencapai
keberlanjutan dari wisata, maka ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Wisatawan mempunyai kemauan untuk mengkonsumsi produk dan jasa wisata
secara selektif, artinya produk dan jasa wisata tidak diperoleh dengan mengeksploitasi secara eksesif sumberdaya pariwisata setempat.
2. Produk wisata didorong ke produk berbasis lingkungan green product.
3. Kegiatan wisata diarahkan untuk melestarikan lingkungan dan peka terhadap
budaya lokal. 4.
Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, implementasi dan monitoring pengembangan pariwisata.
5. Masyarakat harus memperoleh keuntungan secara adil dalam kegiatan wisata.
6. Meningkatkan posisi masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya
pariwisata. Menurut Tisdell 2001, keberlanjutan suatu wisata yang memanfaatkan
potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya dapat dilihat dari beberapa dimensi yaitu, 1 economics, 2 environmental conservation, 3 social acceptability, dan 4
political sustainability. Untuk mencapai pariwisata keberlanjutan, maka dibutuhkan peran pengunjung dan penilaian secara ekonomi dari jasa lingkungan
yang ditawarkan dari suatu wisata.
2.5 Konsep Contingent Valuation Method
Penentuan nilai suatu sumber daya alam dan lingkungan sering melibatkan jasa lingkungan yang tidak dipasarkan non market. Untuk mengatasi masalah
ini, maka digunakan pendekatan Contingent Valuation Method CVM yang merupakan salah satu metode valuasi non market atau yang dikenal dengan stated
preference method Fauzi 2014. CVM adalah metode untuk mengestimasi barang dan jasa lingkungan secara langsung Fauzi 2010.
Contingent Valuation Method CVM menyiasati tidak adanya pasar pada barang dan jasa lingkungan dengan menganalisis tanggapan responden terhadap
pertanyaan survei Anderson 2010. Menurut Yakin 2004, CVM adalah metode teknik survei untuk menanyakan kepada masyarakat tentang nilai atau harga yang
mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Menurut Pearce et al. 2006 dalam Fauzi 2014 analisis CVM
melibatkan tiga tahapan utama, yaitu: 1.
Identifikasi barang dan jasa yang akan dievaluasi.