11. Tidak Rasial
Pengurusan pelayanan dilarang membeda–bedakan kesukuan, agama, aliran, dan politik. Dengan demikian segala urusan harus memenuhi
jangkauan yang luas dan merata. 12.
Kesederhanaan Prosedur dan tata cara pelayanan kepada masyarakat untuk diperhatikan
kemudahan, tidak terbelit–belit dalam pelaksanaan.
I.5.3 Kepuasan Masyarakat Dalam Merasakan Pelayanan Yang Diberikan
Mewujudkan pelayanan yang berkualitas sebagai ujung tombak dari keluaran yang dihasilkan dari kerangka sistem pelayanan umum dan pelayanan
prima lebih ditentukan dan tergantung dari segenap segmen yang terkait dalam pelayanan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan pelayanan yang prima dan
berkualitas, setiap masyarakat bersikap sopan dalam mengurus pendaftaran tanah dan tertib dalam menerima pelayanan pendaftaran tanah tersebut, serta bersikap
antri dalam antrian didahulukan yang memasukkan berkas permohonan terlebih dahulu sehingga yang memberikan pelayanan dapat bekerja dengan baik, sehingga
dapat menimbulkan pelyanan yang berkualitas. Kepuasan masyarakat terhadap pelayanan beraneka ragam menurut Surapto
1997:228 mngatakan Keputusan masyarakat adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapannya. Memandang
orientasi, mempengaruhi kebutuhan masyarakat maka suatu kewajaran bentuk pelayanan yang berkualitas perlu diupayakan dengan sungguh–sungguh.
Pentingnya hal ini lebih menekankan pada pemberian rasa kepuasan kepada
masyarakat yang dilayani. Kepuasan akan tercipta jika apa yang menjadi kebutuhan ataupun tuntutan terpenuhi sesuai dengan keinginan dengan begitu
engukuran kualitas ada dasarnya tidaklah terlepas dari konteks keuasan masyarakat yang dilayaninya.
Tingkat keuasan merupakan fungsi perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan
akan kecewa, akan tetapi jika kinerja sesuai dengan harapan maka masyarakat merasa sangat puas.
I.5.4 Pengurusan Sertifikat Hak Atas Tanah C.
Pendaftaran Hak Atas Tanah
Menurut Undang–Undang Pokok Agraria Hak Milik Atas Tanah erupakan hak yang terpenuh dan paling kuat serta bersifat turu temurun, yang hanya
diberikan kepada warga negara Indonesia tunggal serta dapat dialihkan kepada pihak lain. Kegiatan pengurusan sertifikan Hak Milik Atas Tanah sebenarnya
merupakan kegiatan pendaftaran tanah dimana kedua–duanya sama–sama bertujuan untuk memperoleh kepastian atau kekuatan hukum bagi pemegan Hak
MilikAtas Tanah yakni dalam bentuk sertifikat. Oleh sebab itu, teori–teori yang akan dipaparkan peneliti selanjutnya mengenai pendaftaran tanah.
Pengertian pendaftaran tanah menurutPasar 1 Peraturan Pemerintah PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalaha rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambunga dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan yudiris, dalam bentuk peta dan daftar mengenai
bidang–bidang tanah dan satuan–satuan rumah susun termasukpemberian sertifikat, sebagai surat tanda bukti hanya bidang–bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya
dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh negara pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan
keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah- wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan
rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penertiban tanda buktinya dan pemeliharaannya Harsono,
2003:73. Proses pendftaran tanah pertama kali erupakan kegiatan fisik untuk
memperoleh data mengenai letaknya, batas-batasnya, luasnya dan bangunan- bangunan yang terdapat di atasnya. Penetapan batas dan pemberian tanda-tanda
batas yang jelas, berdasarkan penunjukan oleh pemegang Hak Milik Atas Tanah dengan persetujuan pemilik tanah berbatasan. Selanjutnya diadakan pengukuran
diikuti dengan perhitungan luas dan pembuatan peta tanah yang kemudian diterbitkan menjadi surat ukur Budi Harsono, 1989:54
Seperti yang diketahui bahwapendaftaran tanah adalah bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak terhadap pemegang Hak Milik
Atas Tanah. Dengan pendaftaran tanah diharapkan bahwa seseorang merasa aman tidak ada gangguan atas hak yang dimilikinya.
Di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dalam pasal 19 ayat 1 mmerintahkan diselenggarakan
pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum yang dijamin itu, meliputi kepastian mengenai :
a. Letak, batas, dan luas tanah,
b. Status tanah dan orang yang berHak Milik Atas Tanah,
c. Pemberian surat berupa sertifikat.
Selanjutnya di dalam UUPA Pasal 19 ayat 2 menentukan endaftaran tanah yang dimaksudkan dalam ayat 1 meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan.
b. Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah dan pemelihataan Hak-Hak MilikAtas
Tanah tersebut. c.
Pemberian surat-surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sertifikat.
Adapun tujuan pendaftaran tanah diatur Pasar 19 UUPA yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di
bidang pertanahan, sebagaimana pada garis besarnya telah dikemukakan dalam pendahuluan tujuan pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 3 P
Nomor 24 tahun 1997 adalah : 1.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada phak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah, dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang terdaftar. 3.
Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan
perwujudan, tertib administrasi di bidang pertanahan untuk mencapai tertib administrasi tersebut di setiap bidang tanah dan satuan ruah susun
termasuk peralihan, pembebanan danbhapunya wajib di daftarkan.
D. Sertifikat Hak Atas Tanah
Sesuai dengan Pasal 1 butir 20 Peraturan Pemerintahan No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah bahwa Sertifikat adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk Hak Milik Atas Tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang
masin-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan Sertifikat berdasarkan Pasal 32 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997 yaitu surat
tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yudiris yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data
yudiris tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
1. Tujuan Penerbitan Sertifikat
Penerbitan sertifikat Hak Milik Atas Tanahdapat dijelaskan karena asas dimaksud tidak berlaku terhadp benda tak bergerak maka bagi yang menguasai
bendatak bergerak termaksud tanah belum dianggap sebagai pemilik, sehingga dengan kata lain membuktikan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah tertentu
tidak cukup dengan cara menguasainya secara defacto melainkan diperlukan bukti tertentu sebagai pendukungnya Abdurrahman, 1995:109.
Bukti tersebut tidak lain adalah sertifikat Hak Milik Atas Tanah. Sebagai bukti atas hak yang sah dan dimiliki kekuatan pembuktian sempurna. Dan
diterbitkannya sertifikat, keastian hukumnya akan lebih terjamin yang meliputi : a.
Kepastian hukum tentang subjeknya, maksudnya adalah dengan diterbitkannya sertifikat hak milik atas tanah secara yudiris terlah terjamin
bahwa orang yang namanya tersurat di dalam sertifikat sebagai pemilik atas tanah tertentu.
b. Kepastian tentang objeknya, maksudnya dengan diterbitkannya sertifikat
hak milik atas tanah, baik letak, luas maupun batas-batas tanah lebih terjamin karena di dalam sertifikat hal-hal yang berkenaan dengan suatu
bidang tanah termaksud gambar situasi termuat di dalamnya. Dengan terciptanya kedua kepastian hukum diatas kita mengharapkan
sengketa atau konflik di bidang pertanahan lambat laun akan semakin berkurang dan inilah sebenarnya tujuan akhir dari penerbitan sertifikat Abdurrahman,
1995:120 menyatakan bahwa : Lebih parah lagi adalah timbulnya dua atau lebih sertifikat tand bukti hak
milik atas tanah yang sama. Kondisi demikian tidak hanya menciptakan ketidakpastian hukum melainkan juga merugikan bagi pemegang bukti hak sebab
diantara sekian banyak sertifikat mungkin hanya satu yang sah, selebihnya cacat
hukum dan ini akan teruji kalau antara mereka telah terjadi sengketa di pengadilan.
2. Fungsi Sertifikat Bagi Pemegangnya
Sebagai konsekuensi dari terciptanya kepastian hukum mengenai subyek dan obyek maka dnegan diterbitkannya sertifikat tersebut dapat menimbulkan
beberapa fungsi bagi pemiliknya Effendi dan Harsono, 1997:426, yaitu : a.
Nilai ekonomisnya harga jual lebih tinggi Tanah yang telah bersertifikat memiliki harga yang jauh lebih tinggi
ketimbang tanah yang belum bersertifikat. Kenapa demikian, karena tanah yang telah bersertifikat telah memiliki jaminan kepastian hukum baik
subyek maupun obyeknya. Kepastian hukum mengenai subyek, dalam hal ini ada jaminan oleh hukum bahwa penjual adalah pemilik tanah yang
sesungguhnya. Dengan begitu telah menepis keraguan dari pembeli atas gangguan pihak ketiga. Kepastian hukum mengenai obyek, bahwa luas
dan batas-batas tanah tidak perlu diragukan lagi karena kedua hal tersebut telah tersurat di dalam sertifikat tanah Efendi, 1983:73
b. Tanah lebih mudah dijadikan sebagai jaminan utang
Barang yang menjadi obyek jaminan tersebut meliputi segala macam barang yang memiliki nilai ekonomi, termasuk tanah. Dengan adanya
barang jaminan yang dijaminkan kreditur tidak perlu ragu akan pengembalian uang pinjaman sebab sekalipin debitur wnprestasi barang
dimaksud dapat dijual lelang dan hasil penjualannya digunakan untuk pelunasan utang. Keraguan yang muncul berikutny adalah bagaimana
kalau barang yang dijaminkan tersebut bukan milik debitur, kalau ini
terjadi proses pelelangan akan terhambat oleh gangguan pihak ketiga sebagai pemilik tanah yang sesungguhnya. Konsekuensinya ialah
pelelangan tidak dapat dilakukan sehingga uang pinjaman tidak dapat dikembalikan oleh debitur apabila secara yudiris pihak ketiga itu mampu
membuktikan bahwa barang jaminan sebagai miliknya. Terbayang oleh damak terburuk itu lalu muncul pemikiran bahwa kalau
sebidang tanah yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang disyaratkan dengan sertifikat tanah dimaksudkan agar ada kepastian
hukum, bahwa debitur adalah benar-benar sebagai pemilik atas tanah yang dijaminkan Efendi, 1983:74.
c. Potensi untuk menang dalam perkara lebih terbuka
Sertifikat hak milik atas tanah dapat diklasifikasikan dalam golongan alat bukti tertulis surat. Bagi kita di Indonesia hingga kini alat bukti primer
utama lebih khusus lagi akta otentik. Apa yang dinamakan akta otentik tidak lain adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang
berwenang. Berdasarkan rumusan diatas aka sertifikat memenuhi syarat untuk digolongkan kedalam akta otentik karena dibuat oleh pejabat
tertentu. Okta otentik dinamakan alat bukti primer karena memiliki keunggulan tersendiri yang tidak dimiliki alat bukti lain. Suatu
Keunggulan bagi akta otentik dibanding dengan alat bukti lain ialah dari segikekuatan pembuktiannya Vis Probandi bahwa akta otentik memiliki
kekuatan pembuktian sempurna Volledige Bewijs Kracht artinya kekuatan pembuktian yang memberikan kepastian hukum yang cukup,
kecuali terbukti sebaliknya. Sehingga menurut hukum akta otentik
termasuk sertifikat hak milik tanah untuk sementara harus dianggap sebagai sesuati yang benar sepanjang belum terbukti kepalsuannya.
Konsekuensinya ialah barang siapa yang membantah keasliannya pihak inilah yang harus membuktikannya bahwa kata itu palsu, berarti kalau
tidak terbukti kepalsuannya maka pihak ini harus kalah dalam perkaranya Harsono, 1997:432.
d. Dapat memberi proteksi yudiris bagi pemegangnya
Seseorang yang bukan pemilik tanah menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah tersebut atas namanya tanpa seizin pemilik sesungguhnya jika kedua
terlibat sengketa dipengadilan dimana sertifikat dijadikan sebagai alat bukti hampir dapat dipastikan pemegang sertifikat ini akan memenangkan
perkara, sebab paling tidak secara yudiris ia telah membuktikan hak-haknya terhadap tanah tersebut. Kebenran hukum itu terkadng tidak mencapai
kebenaran yang sesungguhnya, dengan kata lain “pengertian yang benar” menurut hukum ialah pihak yang mampu membuktikan dalil-dalinya dan
mampu membuktikan dalil-dalil sangkalannya yang diajukan pihak lawan dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah. Sebaliknya bagi pihak
lawannya sekalipun ia sebagai pemilik tanah yang sesungguhnya tetap karena dalam perkara, para pihak mampu membuktikn haknya atas tanah
yang dipersengketakannya Harsono, 1997:428. Sertifikat sebagai salah satu buti kepemilikan hak, menjadi salah satu hal
yang sangat penting dala pembangunan kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu, penerbitan sertifikat menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah
negara hukum.
I.6 Definisi Konsep
a. Prodesur
Prosedur merupakan tata cara atau mekanisme pelayanan yang seefisien mungkin dan membentuk suatu pola dalam pelaksanaan rangkaian
kegiatan pelayanan yang dapat melahirkan suatu sistem tertentu. b.
Pelayanan Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, di daerah, dan dilingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuam peraturan perundang-undangan.
c. Waktu Pelayanan
Pelaksanaan pelayanan publuk dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d. Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Merupakan surat tanda bukti hak milik yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yudiris ynag termuat
di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yudiris tersebut sesuai data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
e. Kualitas Pelayanan Pengurusan Hak Milik Atas Tanah
Merupakan pelayanan pengurusan sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang diberikan kepada masyarakat sesuai standar pelayanan yang telah
ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan sehingga masyarakat merasa puas akan pelayanan instansi tersebut.
f. Kepuasan Masyarakat
Merupakan output dari kualitas pelayanan yang timbul dari perasaan seseorang setelah membandingkan hasil yang dirasalan dengan apa yang
diharapkannya.
I.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisi gambaran umum kota yang diteliti dan gambaran umum Kantor Pertanahan Kabupaten Karo yang diteliti.
BAB IV : PENYJIAN DATA
Memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis.
BAB V : ANALISA DATA
Memuat analisis data pada Bab IV untuk selanjutnya memberikan interpretasinya.
BAB VI : PENUTUP
Memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.
BAB II METODE PENELITIAN
II.1 Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu. Dalam penelitian ini, seorang peneliti akan mengembangkan konsep dan menghimpun data tetapi tidak
akan melakukan pengujian hipotesis Singarimbun, 1995:4-5. Dengan demikian penelitian ini akan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diteliti dan
diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat.
II.2 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian bertempat di kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karo Jalan Jamin Ginting No. 17 Kabanjahe - 22113
II.3 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi ataupun sampel seperti dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, populasi
diartikan sebagai wilaya generalisasi yang terdiri atas obyek subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dielajari dan kemudian ditarik kesimulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi itu Sugiyono, 2008:297. Oleh karena itu, peneliti akan
menggunakan informan untuk memperoleh berbagai informasi yang diperlukan
selama proses penelitian. Informan penelitian dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Purosive sampling yaitu penentuan informan tidak
didasarkan atas strata, kedudukan, kedudukan, pedoman atau wilayah, tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubungan dengan masalah
penelitian. Maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Karo. 2.
Informan utama dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menguru sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang ditemui peneliti ketika peneliti
melakukan penelitian di lapangan. Dalam hal ini banyaknya jumlah informan yang diperoleh dari informan utama sampai kepada titik jenuh.
3. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah pegawai Kantor
Pertanahan Kabupaten Karo yang terlibat dalam pengurusan sertifikat Hak Milik Atas Tanah yakni seksi Pengukuran da Pemetaan, seksi Hak Milik
Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, dan pegawai loket.
II.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang tepat untuk mendapatkan data kualitatif pada umumnya agak berbeda dengan pengumulan data melalui data kuantitatif.
Ali, 1997:198 Untuk memperoleh data informasi yang dapat dijadikan bahan dalam
penelitian ini, maka penulis mengumpulkan data dengan cara melalui Pengumpulan Data Primer dan Pengumpulan Data Sekunder.
II.4.1 Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian atau objek yang diteliti atau data yang diperoleh ini disebut data primer. Dalam
hal ini data diperoleh dengan cara-cara sebagai berikut : a.
Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data utama yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada
informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya untuk memperoleh informasi data yang diperlukan Bungin, 2007:108. Dalam penelitian ini,
peneliti mewawancarai langsung informan satu persatu secara mendalam mengenai implementasi program jaminan sosial ketenagakerjaan dengan
menggunakan pedoman wawancara yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan.
b. Observasi, yaitu teknik memperoleh informasi yang dilakukan dengan
mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukn
sebagai anduan yang berkenaan dengan topik penelitian. Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk mengalami secara langsung
bagaimana dalam objek dalam penelitian sehingga memberikan gambaran penelitian yang objektif dalam mengumpulkan fakta-fakta di lapangan
Bungin, 2007:115.
II.4.2 Pengumpulan Data Sekunder