74 Keterpaduan dan kerjasama tersebut sangat penting dengan satu tujuan utama
yaitu menciptakan kesehatan masyarakat Indonesia, terlebih dalam kaitannya dengan keamanan pangan dan penyakit akibat pangan foodborne disease di
masyarakat. Salah satu alternatif pendukung keterpaduan sistem tersebut adalah formulir dengan nomor identitas pelaporan kasus I.D. yang terpadu
dan berlaku secara nasional. Hal ini untuk mencegah duplikasi pelaporan kasus oleh rumah sakitpuskesmasklinikdokter dan laboratorium kesehatan.
Pengembangan sistem ini juga harus mempertimbangkan aspek sumber daya manusia serta fasilitas yang ada. Proses penginvestigasian kasus pasien
dalam sistem pelaporan ini sebagai alternatif dilakukan oleh dokter dalam proses diagnosis secara klinis, sedangkan staf laboratorium kesehatan
berwenang dalam konfirmasi agen penyebab kasus. Staf-staf tersebut bertugas dibawah kewenangan dan atas panduanpedoman kerja dari Departemen
Kesehatan RI. Bagian selanjutnya dari sistem pelaporan yaitu tahap pengolahan, analisis dan interpretasi data kasus penyakit akibat pangan yang
terlaporkan oleh staf dan epidemiolog pada Badan POM RI c.q. BalaiBalai Besar POM.
Mekanisme pelaporan di atas merupakan salah satu alternatif dalam sistem pelaporan yang dapat digunakan oleh pemerintah pusat. Alternatif
lainnya adalah pelaporan kasus penyakit akibat pangan dengan pengumpulan data yang ada pada Dinas Kesehatan tingkat KabupatenKota atau tingkat
Propinsi pada Badan POM RI c.q. BalaiBalai Besar POM yang ada pada masing-masing daerahpropinsi di Indonesia.
2. Formulir Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan
Formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan merupakan kuesioner untuk melaporkan kasus penyakit akibat pangan, berisi tentang identitas kasus,
penyakit kasus, diagnosis penyakit akibat pangan oleh dokter maupun hasil analisis laboratorium, identitas dokter dan rumah sakitpuskesmas serta
informasi lain yang berhubungan dengan kasuspasien, dokter maupun penyakit akibat pangan yang diderita oleh kasus. Formulir tersebut disusun
melalui diskusi dengan sebuah tim team work dari Badan POM dan studi banding pelaporan kasus notification dari negara lain, seperti Australia dan
75 Amerika Serikat. Formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang telah
disusun, dapat dilihat pada Gambar 27. Data kasus penyakit akibat pangan yang ada di rumah sakitpuskesmas
klinikdokter seharusnya divalidasi dengan data spesimen kasus oleh laboratorium kesehatan untuk membedakan kasus dugaan dan kasus tetap.
Investigasi pada Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa tidak ada laporan data kasus dan spesimen kasus penyakit akibat pangan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang melibatkan peran laboratorium kesehatan di
Indonesia. Pengembangan sistem selanjutnya perlu keterlibatan peran laboratorium dan sumber daya laboratoran pada Departemen Kesehatan RI
sebagai mitra yang mampu mendukung penginvestigasian kasus penyakit akibat pangan. Keterlibatan tersebut dituangkan dalam proses konfirmasi
dengan pengisian formulir kasus penyakit akibat pangan berikut hasil pengujian spesimennya secara terpadu dengan data kasus oleh dokter pada
rumah sakitpuskesmasklinikdokter praktek. Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang dikembangkan dalam
penelitian ini merupakan bahan masukan dalam membuat prosedur tetap Standard Operating ProcedureSOP pelaporan kasus penyakit akibat pangan
berdasarkan studi epidemiologi yang lebih sistematis dan terpadu serta dapat diimplementasikan di masa yang akan datang. Dengan sistem pelaporan yang
lebih baik sebagai pendukung surveilan keamanan pangan, data kasus penyakit akibat pangan dapat diolah, dianalisis dan diinterpretasikan dengan lebih baik pula
serta dapat diakses oleh masyarakat luas, regional maupun internasional yang terkait dengan masalah keamanan pangan di Indonesia dan dunia.
76
Gambar 27 . Usulan formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan
foodborne disease di Indonesia
77
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kasus penyakit akibat pangan yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kasus kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, diare dan
gastroenteritis, amubiasis, penyakit infeksi usus lain, serta hepatitis A. Data-data tersebut bersumber dari laporan kasus pada rumah sakit danatau puskesmas yang
terlapor pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik danatau Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PPPL. Berdasarkan studi
epidemiologi deskriptif yang dilakukan dalam penelitian ini, penyakit kolera dan diare potensial terjadi pada kasus dengan golongan umur 1-4 tahun, sedangkan
penyakit tifoid, hepatitis A dan disentri cenderung terjadi pada golongan umur 15- 44 tahun. Hasil analisis dan interpretasi data kasus tersebut kurang sesuai dengan
definisi populasi rentan oleh WHO untuk masing-masing jenis kasus penyakit akibat pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut dan
memperbaiki sistem surveilan kasus penyakit akibat pangan secara terus-menerus. Berdasarkan variabel waktu bulan kejadian, kasus penyakit tifoid, diare,
disentri dan hepatitis A cenderung meningkat pada musim penghujan yaitu antara bulan Januari-Maret. Sedangkan kasus kolera cenderung meningkat pada musim
kemarau. Sebagian besar kasus penyakit akibat pangan potensial berisiko pada subjek baik berjenis kelamin pria maupun wanita, kecuali penyakit hepatitis A
yang dominan terjadi pada subjek dengan jenis kelamin pria. Berdasarkan variabel tempat propinsi kasus penyakit akibat pangan terjadi, propinsi Nusa Tenggara
Timur merupakan propinsi yang potensial terhadap risiko penyakit kolera, sedangkan propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat merupakan daerah
potensial penyebaran tifoid. Propinsi Sulawesi Tenggara, Jawa Barat dan Kalimantan Tengah mempunyai angka insiden tertinggi untuk kasus diare.
Kelemahan dalam sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia tercermin pada kekurangan interpretasi data yang ada, yaitu
diantaranya: 1 kasus yang terlaporkan tidak dapat dibedakan antara kasus yang bersifat dugaan suspected case atau tetap confirmed case, 2 data kasus