19 dengan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan dari rumah sakit,
puskesmas, klinik maupun pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat secara terpadu.
Blok putih pada Gambar 2 diatas menunjukkan bahwa data kasus penyakit akibat pangan foodborne disease di Indonesia belum tersedia,
sehingga belum dapat diakses oleh masyarakat luas, baik masyarakat internasional maupun regional ASEAN. Bila dibandingkan dengan negara-
negara asia lainnya, surveilan kasus penyakit akibat pangan foodborne disease case surveillance
di Indonesia masih lemah, sama halnya dengan negara-negara dunia ketiga yang ada di benua Afrika dengan blok putih.
Untuk itu diperlukan usaha yang sangat besar dari pemerintah untuk terus meningkatkan surveilan penyakit akibat pangan di Indonesia.
4. Penyakit Akibat Pangan yang Wajib Dilaporkan
Setiap wilayahnegara mewajibkan pelaporan kasus beberapa jenis penyakit akibat pangan yang berbeda-beda, tergantung jenis kasus penyakit
akibat pangan yang paling sering dan paling potensial terjadi di suatu wilayah tertentu berdasarkan studi epidemiologi yang telah dilakukan. Pada
Tabel 4 dapat dilihat beberapa jenis penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan notifiable foodborne disease di beberapa negara.
Berdasarkan Tabel 4 di bawah, pada negara-negara yang telah
maju semakin banyak jenis penyakit akibat pangan foodborne disease yang wajib dilaporkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada negara maju,
perhatian pemerintahnya terhadap masalah kesehatan sangat besar. Dapat dilihat pada Tabel 4 tersebut, terdapat beberapa jenis penyakit akibat pangan
yang wajib dilaporkan pada hampir semua negara, diantaranya: kolera, shigellosis kecuali Malaysia, typhoid,
dan hepatitis A kecuali Canada. Hal itu menunjukkan bahwa penyakit-penyakit tersebut merupakan masalah
kesehatan masyarakat secara global.
20
Tabel 4. Penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di beberapa negara Jenis
syndrome penyakit akibat
pangan penyebab penyakit
Negara Amerika
Serikat
1
Canada
2
Indonesia
3
Australia
4
Malaysia
5
Botulisme C. botulinum
x x
Kolera Vibrio cholerae
x x x x x Shigellosis
x x x x Listeriosis
x x x
Infeksi E. coli termasuk E. coli
O157:H7 x
x HUS
x Salmonellosis x
x x Typhoid
x x x x x Paratyphoid
x x
Yersiniasis Yersinia
enterocolitica x
Campylobacteriosis x x
Brucellosis x
Anthrax x
Cryptosporidiosis Cryptosporidium
parvum x
x Cyclosporiosis
Cyclospora sp. x
x Giardiasis
Giardia x
x Trichinosis
Trichinella spiralis
x x
Chlamydia x x
Amubiasis x
x Hepatitis
A x x x x
Dysentery x x
Keracunan pangan food poisoning
x Diare
x
Sumber :
1. CDC 2003
2. PHAC 2000 3. Departemen Kesehatan 2004
4. OzFoodnet 2003 5. FAOWHO 2004
21
5. Angka Insiden Incident Rate, Angka Kematian Case Fatality Rate dan
Angka Kunjungan Admission Rate Kasus Penyakit Akibat Pangan
Untuk mengetahui dan menentukan tingkat keseringan prevalensi maupun tingkat keparahan penyakit akibat pangan pada suatu tempat atau
propinsi dapat dilakukan dengan penghitungan angka insiden incident rate. Incident rate
adalah nilai perbandingan antara jumlah korban kasus per 100.000 penduduk Imari, 2004. Dengan angka insiden, dapat diketahui
juga tingkat keparahan severity suatu penyakit akibat pangan dibandingkan dengan penyakit akibat pangan lainnya, ataupun tingkat keparahan penyakit
akibat pangan pada suatu tempatdaerahpropinsi dibandingkan pada tempat propinsi lainnya. Hal ini berguna untuk menentukan prioritas program
keamanan pangan pada wilayah di Indonesia sehingga hasil yang diharapkan akan lebih efektif dan efisien.
Selain incident rate
IR, tingkat keparahan penyakit akibat pangan pada suatu daerah dalam suatu waktu tertentu dapat diketahui dengan
menghitung nilai case fatality rate CFR. Case fatality rate adalah nilai perbandingan antara jumlah korban meninggal kasus meninggal dengan
total jumlah korban jumlah kasus yang terjadi selama kurun waktu tertentu. Propinsi dengan CFR tertinggi berarti kejadian kasus penyakit
akibat pangan di wilayah tersebut mengakibatkan korban meninggal terbanyak dibanding daerah propinsi yang lain. Apabila CFR pada suatu
waktu tertentu tahun atau bulan mempunyai nilai tertinggi berarti kejadian kasus penyakit akibat pangan pada waktu tersebut mengakibatkan korban
meninggal terbanyak dibandingkan pada waktu-waktu yang lain.
Admission rate
dihitung berdasarkan jumlah kunjungan per jumlah kasus baru pasien rawat jalan pada rumah sakit. Admission rate hanya
berlaku untuk kasus pada rawat jalan. Kasus baru pada pengobatan dengan rawat jalan adalah pasien kasus yang berkunjung untuk kali pertama pada
suatu rumah sakit atau puskesmas dengan gejala atau penyakit tertentu. Apabila kasus tersebut berkunjung pada rumah sakitklinikpuskesmas
dengan jenis penyakit yang sama, maka pasien tersebut bukan disebut
sebagai kasus baru. Admission rate ini dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat kunjungan kasus dengan jenis penyakit akibat pangan tertentu dan
22 menentukan jenis penyakit akibat pangan yang paling umum common
terjadi di suatu wilayahnegara tertentu Erfandi; Djauzi, personal communication.
2005.
6. Definisi Kejadian Luar Biasa KLB Keracunan Pangan