43
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI KELEMAHAN DALAM INTERPRETASI DATA KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA
Tahap awal identifikasi masalah dilaksanakan dengan melihat performa data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul, dianalisis dan
diinterpretasikan. Performa data tersebut dapat menggambarkan keadaan sistem pelaporan yang ada di Indonesia. Data kasus penyakit akibat pangan dalam
penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, sehingga interpretasi data yang ada tidak dapat menggambarkan profil penyakit akibat pangan dalam masyarakat
Indonesia secara utuh. Beberapa kelemahan dalam interpretasi data yang terkumpul tersebut diantaranya: 1 Beberapa kasus penyakit akibat pangan tidak
terdefinisi secara jelas; 2 Cakupan jenis penyakit yang termasuk dalam penyakit akibat pangan foodborne disease di Indonesia kurang jelas; 3 Representasi data
belum mencerminkan kecenderungan penyebaran penyakit akibat pangan pada keseluruhan populasi penduduk di Indonesia; 4 Kontradiksi data antara kasus
berbasis rumah sakit dan puskesmas pada Ditjen PPPL dan data kasus berbasis rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik; 5 Pelaporan kasus dari rumah
sakitpuskesmas kepada unit surveilan kabupatenkota dan seterusnya kepada unit surveilan diatasnya kurang konsisten, baik dalam ketepatan waktu maupun
kelengkapan laporan; 6 Pembagian range golongan umur kasus dalam sistem pelaporan yaitu pada golongan umur 15-44 tahun, kurang menjelaskan status
kasus apakah termasuk golongan remaja atau dewasa; 7 Pelaporan kasus dugaan dan kasus terkonfirmasi yang tidak jelas. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana
mengatasi kekurangan sistem pelaporan yang sudah ada, sehingga data kasus penyakit akibat pangan yang representatif dapat digunakan sebagai landasan
ilmiah bagi penentu kebijakan. Interpretasi data kasus penyakit akibat pangan berdasarkan dua sumber
data yaitu Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan komponen pelaporan data
kasus penyakit akibat pangan yang ada pada masing-masing instansi tersebut Komponen data tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
44
Tabel 7. Ketersediaan komponen pelaporan data kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL
Komponen Data Ditjen
Pelayanan Medik Ditjen
PPPL
1. Golongan umur
x √
2. Jenis kelamin
√ x 3. Penyakit
√
a
√
b
4. Definisi kasus
x √
5. Waktu kejadianpelaporan
x √
6. Karakteristik tempatpropinsi
x √
7. Data kasus meninggal CFR √ x
8. Diagnosis penyakit kasus SC
SC 9. Sumber data kasus
rumah sakit rumah sakit,
puskesmas
Sumber : Data diolah dan diadaptasikan
dari Departemen Kesehatan 2005
Keterangan : SC = Data kasus yang terkumpul tidak dapat dibedakan antara kasus dugaan
suspected case atau kasus terkonfirmasi confirmed case x = Tidak tersedia data
√ = Data tersedia a kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, amubiasis, hepatitis A, diare dan
gastroenteritis, penyakit infeksi usus lainnya b kolera, tifoid, hepatitis A, disentri, diare
Dalam interpretasi data kasus penyakit akibat pangan ini digunakan beberapa asumsi, yaitu : 1 Data penduduk selama setahun dalam periode
bulanan bersifat tetap; 2 Interpretasi data kasus berdasarkan karakteristik jenis kelamin, angka CFR, IR dan AR dalam penelitian ini tidak menggambarkan
keadaan sebenarnya di Indonesia karena analisis hanya berdasarkan data kasus pada rumah sakit yang terlapor pada Ditjen Pelayanan Medik.
B. PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA 1. Pelaporan Data Kasus Penyakit Akibat Pangan pada Rumah Sakit dan
Pusat Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1410MENKESSKX2003 tentang Penetapan Penggunaan Sistem
Informasi Rumah Sakit di Indonesia Sistem Pelaporan Rumah Sakit Revisi Kelima, setiap rumah sakit di Indonesia wajib melaporkan data kasus penyakit
yang ada, pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI. Termasuk di dalamnya kasus penyakit akibat pangan. Sedangkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1116MENKESSKVIII2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
45 Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 1479MENKESSKX2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu, setiap puskesmas maupun rumah sakit yang ada di Indonesia wajib melaporkan data kasus penyakit termasuk kasus
penyakit akibat pangan pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PPPL melalui Dinas Kesehatan tingkat
kabupatenkota dan propinsi. Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen Pelayanan
Medik merupakan kasus penyakit berdasarkan panduan dari ICD X International Classification of Disease WHO. Jenis-jenis penyakit akibat
pangan menurut ICD X WHO dapat dilihat pada Lampiran 12. Sedangkan kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen PPPL adalah kasus
penyakit yang secara epidemiologi cenderung terjadi di Indonesia. Pelaporan tersebut wajib dilakukan sebagai upaya pengawasan monitoring dan sistem
kewaspadaan dini early warning system akan adanya kejadian luar biasa KLB. Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen Pelayanan
Medik dan Ditjen PPPL dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL
Kasus penyakit akibat pangan Ditjen Pelayanan Medik
Kasus penyakit akibat pangan Ditjen PPPL
Jenis kasus : 1. kolera
2. demam tifoid dan paratifoid 3. sigelosis
4. diare dan gastroenteritis 5. amubiasis
6. penyakit infeksi usus lainnya 7. hepatitis A
Sumber : Rumah sakit di Indonesia, mencakup
: rumah sakit swasta, rumah sakit dibawah Departemen Kesehatan dan
Pemerintah daerah Depkes-Pemda, rumah sakit TNI POLRI maupun
rumah sakit dibawah Departemen lain.
Jenis kasus : 1. diare
2. kolera 3. tifoid
4. disentri 5. hepatitis A
Sumber : Data kasus pada rumah sakit dan
puskesmas yang terlapor di Dinas Kesehatan tingkat propinsi di
Indonesia.
Sumber :
Data diolah dan diadaptasikan dari Departemen Kesehatan 2005
46
2. Persentase Rumah Sakit yang Melaporkan Kasus Penyakit Akibat Pangan ke Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Data kasus penyakit akibat pangan pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data nasional dari
tahun 1998-2003, dimana data tersebut bersumber dari laporan kasus penyakit akibat pangan pada rumah sakit di seluruh Indonesia. Rumah sakit tersebut
mencakup rumah sakit swasta, rumah sakit Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah Depkes Pemda, rumah sakit TNI POLRI, serta rumah
sakit departemen lainnya. Meskipun pelaporan wajib dilakukan, namun secara faktual tidak
semua rumah sakit melakukan pelaporan tersebut. Hal ini disebabkan banyak kendala, diantaranya letak geografis rumah sakit di daerah yang jauh dan
sosialisasi sistem pelaporan data kasus penyakit yang masih rendah Nur Khoirimah, personal communication, Juni 2005. Tabel 9 menunjukkan
persentase rumah sakit yang melakukan pelaporan data kasus penyakit, termasuk kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen Pelayanan Medik selama
tahun 2003 dan 2004.
Tabel 9 .
Pelaporan data kasus oleh rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik
Tahun Jenis
rumah sakit Jumlah
rumah sakit
Rumah sakit yang melapor
Persentase pelaporan
a b
a b
2003 swasta
Depkes-Pemda 622
424 311
173 209
169 50,0
40,8 33,6
39,9
Jumlah
1046 484 378 46,3 36,1
2004
swasta Depkes-Pemda
TNI POLRI Departemen lain
618 431
112 78
229 194
19 24
217 187
17 21
37,1 45,0
17,0 30,8
35,1 43,4
15,2 26,9
Jumlah
1239 466 442 37,6 35,7
Sumber : Data diolah dan diadaptasikan dari Departemen Kesehatan 2005
Keterangan :
a = rawat inap; b = rawat jalan
47 Berdasarkan Tabel 9, kelengkapan pelaporan kasus penyakit di rumah
sakit, termasuk kasus penyakit akibat pangan pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik selama tahun 2004, baik untuk pelaporan kasus dengan
rawat inap maupun rawat jalan kurang dari 40.
3. Persentase Rumah Sakit dan Puskesmas yang Melaporkan Kasus Penyakit Akibat Pangan ke Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Kasus penyakit akibat pangan yang terdapat pada rumah sakit maupun
puskesmas wajib dilaporkan pada Dinas Kesehatan kabupaten dan Dinas Kesehatan Propinsi sebagai tembusan. Selanjutnya setiap Dinas Kesehatan
propinsi wajib melaporkan data kasus penyakit yang terkumpul dari rumah sakit dan puskesmas tersebut pada Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PPPL. Berbeda dengan pelaporan data kasus penyakit akibat pangan pada
Ditjen Pelayanan Medik yang berasal dari laporan langsung rumah sakit, data kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen PPPL bersumber dari Dinas
Kesehatan tingkat propinsi di seluruh Indonesia, bukan merupakan data laporan langsung dari puskesmas ataupun rumah sakit yang ada di Indonesia.
Pada pelaporan data kasus penyakit akibat pangan dari Ditjen PPPL tidak dilakukan perhitungan persentase Dinas Kesehatan yang melapor, akan tetapi
data persentase pelaporan merupakan data sekunder yang telah terolah direkapitulasi dan dibukukan dipublikasikan dari Ditjen PPPL. Data
persentase pelaporan tersebut menunjukkan kelengkapan pelaporan rumah sakit dan puskesmas pada setiap Dinas Kesehatan tingkat propinsi dan
terlaporkan pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Lampiran 1.
Berdasarkan Lampiran 1, persentase pelaporan data kasus bersumber dari puskesmas sebesar 12.3 870 dari 7071 puskesmas pada tahun 2001,
13 919 puskesmas pada tahun 2002 dan 38.9 2751 puskesmas untuk tahun 2003. Sedangkan persentase pelaporan data kasus bersumber dari rumah
sakit lebih rendah dari pada pelaporan oleh puskesmas yaitu sebesar 10.5 118 dari 1128 rumah sakit pada tahun 2001, 7.6 86 rumah sakit pada
tahun 2002 dan 24.7 279 rumah sakit selama tahun 2003. Perhitungan
48 persentase tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa selama tahun 2001-2003
tersebut tidak terjadi perubahan jumlah rumah sakit dan puskesmas di Indonesia. Artinya, secara umum terjadi peningkatan persentase kelengkapan
pelaporan oleh Dinas Kesehatan pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PPPL. Berdasarkan Lampiran 1
tersebut, empat Dinas Kesehatan tingkat propinsi di Indonesia yang secara rutin melakukan pelaporan dengan persentase kelengkapan pelaporan yang
relatif tinggi yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung. Pelaporan data kasus penyakit akibat pangan oleh Dinas Kesehatan Propinsi
ke tingkat pusat pada Ditjen PPPL tidak konsisten. Maksudnya pada periode tahun tertentu persentase pelaporan untuk setiap daerah tinggi, akan tetapi
pada periode tertentu nol tidak ada pelaporan.
C. KECENDERUNGAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA