Kasus Kolera KECENDERUNGAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA

48 persentase tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa selama tahun 2001-2003 tersebut tidak terjadi perubahan jumlah rumah sakit dan puskesmas di Indonesia. Artinya, secara umum terjadi peningkatan persentase kelengkapan pelaporan oleh Dinas Kesehatan pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PPPL. Berdasarkan Lampiran 1 tersebut, empat Dinas Kesehatan tingkat propinsi di Indonesia yang secara rutin melakukan pelaporan dengan persentase kelengkapan pelaporan yang relatif tinggi yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung. Pelaporan data kasus penyakit akibat pangan oleh Dinas Kesehatan Propinsi ke tingkat pusat pada Ditjen PPPL tidak konsisten. Maksudnya pada periode tahun tertentu persentase pelaporan untuk setiap daerah tinggi, akan tetapi pada periode tertentu nol tidak ada pelaporan.

C. KECENDERUNGAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA

1. Kasus Kolera

Kasus kolera di Indonesia cenderung terjadi pada golongan umur 1-4 tahun Gambar 6, dengan perbandingan kasus wanita dan pria yang tidak signifikan yaitu 1.1:1 dan kisaran antara 0.9:1 sampai 1.5:1 berdasarkan data pada Lampiran 2. Studi epidemiologi oleh Faruque et al. 1998 menunjukkan bahwa di daerah endemik, infeksi kolera dominan terjadi pada populasi dengan golongan umur 1-5 tahun. Berdasarkan definisi klinis kasus kolera dari WHO, pada daerah bukan endemik, kolera potensial terjadi pada golongan umur 5 tahun atau lebih. Selain itu, ditemukan juga kasus kolera pada umur 2-4 tahun. Kasus kolera pada golongan umur ini dapat mengurangi spesifitas pelaporan kasus kolera karena sebagian besar kasus diare berair banyak terjadi pada golongan umur 2-4 tahun. Oleh karena itu, WHO 1999 merekomendasikan panduan standar surveilan WHO recommended surveillance standards second edition bahwa definisi kasus kolera secara klinis yaitu: 1 Pada daerah dimana penyakit kolera jarang ditemukan, dehidrasi akut atau kematian akibat diare berair secara akut pada pasien berumur 5 tahun atau lebih; 2 Pada daerah epidemik kolera, diare berair akut 49 dengan atau tanpa disertai muntah pada pasien berumur 5 tahun atau lebih, sedangkan pada kasus diare berair dengan umur kurang dari 5 tahun, kasus kolera bersifat dugaan pada semua pasien. 0,08 0,15 0,11 0,09 0,05 0,03 0,08 0,03 0,00 0,00 - 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 1 thn 1 - 4 thn 5 - 14 thn 15- 44 thn 45 thn Golongan Umur Inci dent Rat e IR 2001 2002 2003 2004 Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI 2001-2004 Kasus kolera yang ada di rumah sakit selama tahun 1998-2003, rata- rata 26.8 diantaranya harus menjalani rawat inap, dengan kisaran antara 11.6 pada tahun 1999 sampai 52.6 pada tahun 2001. Data kasus kolera rawat inap dan rawat jalan pada rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 2. 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 Jan ua ri Fe bru ari M are t Ap ril M ei Ju ni Ju li Ag us tus Se pte mb er Ok tob er No ve mb er De sem be r Bulan In ci de nt R a te IR 2001 2002 2003 2004 Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI 2001-2004 Gambar 6 . Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur Gambar 7 . Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu 50 Berdasarkan Gambar 7, selama bulan Juli 2001 terjadi kecenderungan peningkatan kasus kolera. Sedangkan pada 2003 kasus kolera meningkat pada bulan Februari. Pada bulan tersebut kecenderungan yang ada di Indonesia adalah musim kemarau. V. cholerae ditransmisikan melalui rute fekal-oral dan dapat menyebar terutama melalui air dan pangan yang terkontaminasi. Investigasi dengan case-control oleh Estrada-Garcia dan Mintz 1996 tentang penyebaran kolera secara epidemik menunjukkan bahwa pada daeraharea tertentu, pangan merupakan media transmisi yang lebih penting dari pada air. Kontaminasi pangan tersebut dimungkinkan terjadi pada kondisi lingkungan yang buruk, dimana sumber air yang digunakan dalam proses pencucian bahan pangan terkontaminasi oleh feses manusia Cary et al., 2000. Pada musim kemarau, ketersediaan air bersih sangat terbatas. Kondisi inilah yang mungkin menyebabkan masyarakat Indonesia, terutama pada golongan ekonomi rendah miskin mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Studi epidemiologis di Bangladesh selama 35 tahun, menunjukkan bahwa angka insiden kasus kolera meningkat selama bulan September sampai Desember Faruque et al., 1998. Selama periode waktu tersebut di Bangladesh cenderung bermusim dingin disertai hujan Anonim b , 2005. Sedangkan pada bulan-bulan tersebut, di Indonesia tidak ada laporan data kasus kolera pada Ditjen PPPL. Gambar 8 menunjukkan bahwa selama kurun waktu empat tahun 2000-2003, angka insiden kasus kolera sangat tinggi terjadi pada tahun 2000 di propinsi Nusa Tenggara Timur dibanding propinsi lainnya yaitu 350 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan pada propinsi lain kurang dari 50 kasus per 100.000 penduduk. Sistem pelaporan dan surveilan yang ada saat ini belum mencantumkan status diagnosis maupun informasi lain yang mendukung penginvestigasian, sehingga tidak dapat ditelusuri faktor-faktor penyebab terjadinya peningkatan kasus kolera pada propinsi tersebut. Menurut Faruque et al. 1998, Pulau Sulawesi merupakan daerah pandemik penyakit ini. Akan tetapi Gambar 8 menunjukkan angka insiden kasus kolera pada propinsi- propinsi di Pulau Sulawesi sangat rendah. Oleh karena itu, perlu adanya investigasi lebih lanjut untuk menjawab kontradiksi kedua informasi tersebut. 51 50 100 150 200 250 300 350 400 Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Bangka Belitung Lampung DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua P rop in si Incident Rate IR 2000 2001 2002 2003 Su m b er : D ata dio la h d ari D eparte m en K ese hata n RI 20 -20 03 Gambar 8 . Incident rate k asus kolera berda sark an p eny ebaran p er propinsi di Indon esia 52

2. Kasus Tifoid dan Paratifoid