TEMPAT DAN WAKTU METODOLOGI PENELITIAN

42

6. Evaluasi

Mekanisme dan formulir yang telah disusun, selanjutnya dievaluasi. Evaluasi dilakukan oleh sebuah tim dari Badan POM RI.

B. TEMPAT DAN WAKTU

Kegiatan magang penelitian ini dilakukan pada Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kegiatan ini dilakukan selama empat bulan yaitu 1 Februari 2005 sampai 31 Mei 2005. 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI KELEMAHAN DALAM INTERPRETASI DATA KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA

Tahap awal identifikasi masalah dilaksanakan dengan melihat performa data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul, dianalisis dan diinterpretasikan. Performa data tersebut dapat menggambarkan keadaan sistem pelaporan yang ada di Indonesia. Data kasus penyakit akibat pangan dalam penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, sehingga interpretasi data yang ada tidak dapat menggambarkan profil penyakit akibat pangan dalam masyarakat Indonesia secara utuh. Beberapa kelemahan dalam interpretasi data yang terkumpul tersebut diantaranya: 1 Beberapa kasus penyakit akibat pangan tidak terdefinisi secara jelas; 2 Cakupan jenis penyakit yang termasuk dalam penyakit akibat pangan foodborne disease di Indonesia kurang jelas; 3 Representasi data belum mencerminkan kecenderungan penyebaran penyakit akibat pangan pada keseluruhan populasi penduduk di Indonesia; 4 Kontradiksi data antara kasus berbasis rumah sakit dan puskesmas pada Ditjen PPPL dan data kasus berbasis rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik; 5 Pelaporan kasus dari rumah sakitpuskesmas kepada unit surveilan kabupatenkota dan seterusnya kepada unit surveilan diatasnya kurang konsisten, baik dalam ketepatan waktu maupun kelengkapan laporan; 6 Pembagian range golongan umur kasus dalam sistem pelaporan yaitu pada golongan umur 15-44 tahun, kurang menjelaskan status kasus apakah termasuk golongan remaja atau dewasa; 7 Pelaporan kasus dugaan dan kasus terkonfirmasi yang tidak jelas. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengatasi kekurangan sistem pelaporan yang sudah ada, sehingga data kasus penyakit akibat pangan yang representatif dapat digunakan sebagai landasan ilmiah bagi penentu kebijakan. Interpretasi data kasus penyakit akibat pangan berdasarkan dua sumber data yaitu Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan komponen pelaporan data kasus penyakit akibat pangan yang ada pada masing-masing instansi tersebut Komponen data tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.