Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya Di Indonesia

(1)

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN

DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

Oleh

SITI NUROSIYAH F24101015

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SITI NUROSIYAH F24101015

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SITI NUROSIYAH F24101015

Dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1982 di Magelang, Jawa Tengah Tanggal Lulus : 16 Desember 2005

Menyetujui, Bogor, Januari 2006

Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, M.S. Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP


(4)

Siti Nurosiyah. F24101015. Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. 2005.

RINGKASAN

Keamanan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan. Kebijakan-kebijakan telah dibuat untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak aman. Pangan bisa terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia, dan biologis yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang sistematis penting untuk menyajikan data kasus yang dapat digunakan sebagai landasan ilmiah(evidence base) dalam penentuan kebijakan keamanan pangan. Data kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia belum digunakan sebagai landasan ilmiah untuk membuat kebijakan program keamanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus penyakit akibat pangan, dengan metode yang digunakan adalah pemberitahuan wajib (statutory notification) kasus penyakit akibat pangan dan laporan rumah sakit; (2) mengidentifikasi masalah sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia; serta (3) mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang lebih sistematis, dengan rujukan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di negara-negara maju dan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO (World Health Organization) sebagai acuan utama.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian adalah dengan pengumpulan data sekunder kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen PPPL dan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI. Metode wawancara pada informan ahli (expert informan) dilakukan untuk mengumpulkan informasi faktual tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Studi pustaka (melalui browsing internet) tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO dan negara lain dengan sistem surveilan dan notifikasi kasus penyakit akibat pangan yang lebih baik digunakan sebagai rujukan.

Berdasarkan hasil investigasi, terdapat beberapa penyakit akibat pangan di Indonesia yang wajib terlaporkan pada Ditjen Pelayanan Medik dan/atau Ditjen PPPL yaitu kasus kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, diare dan gastroenteritis, amubiasis, penyakit infeksi usus lain, serta hepatitis A. Interpretasi data kasus tersebut belum mencerminkan kecenderungan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah angka pelaporan kasus yang rendah (< 40%, dengan range 7.6% data kasus rumah sakit dan puskesmas pada Ditjen PPPL selama tahun 2002 sampai 37.6% data kasus rawat inap rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik selama tahun 2004) serta sistem pelaporan yang kurang jelas. Propinsi dengan persentase kelengkapan yang relatif besar meliputi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung (data pada Ditjen PPPL).

Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang efektif dan efisien harus terus dikembangkan, sebagai salah satu pendukung surveilan keamanan pangan di Indonesia. Sistem pelaporan yang mencakup mekanisme dan formulir pelaporan kasus dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam membuat model pelaporan yang lebih baik di masa yang akan datang. Peran penting laboratorium kesehatan perlu dimaksimalkan dengan melibatkannya dalam


(5)

mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan, serta perlu dilakukan surveilan dan investigasi lebih lanjut tentang kasus penyakit akibat pangan berbasis laboratorium kesehatan di Indonesia. Pengembangan sistem tersebut juga harus diikuti dengan perangkat pendukung lainnya seperti software pengolah data kasus penyakit akibat pangan sehingga output dari pengembangan sistem tersebut dapat lebih aplikatif untuk diimplementasikan di Indonesia. Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang melibatkan Badan POM RI sebagai leading sector dalam program keamanan pangan perlu didukung oleh stakeholder yang dapat menguatkan peran serta Badan POM RI.


(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2001 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa kegiatan akademis dan non akademis, diantaranya sebagai asisten praktikum Kimia Dasar I, staf pengajar privat di Lembaga Pendidikan Nurul Ilmi, serta anggota HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan, diantaranya tergabung dalam seksi kesekretariatan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional tahun 2003 dan BAUR 2003. Penulis menjadi salah satu finalis dalam lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian tingkat IPB pada tahun 2002.

Penulis melakukan kerja magang pada Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Badan POM RI). Dalam kegiatan magang tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, M.S. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.

Penulis dilahirkan pada 12 Juli 1982 di Magelang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Ayahanda Turhadi dan Ibunda Nafsyah. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Masyithoh (1988 - 1989), SD Negeri 1 Kebonrejo (1989 - 1995), SLTP Negeri 1 Salaman, Magelang (1995 - 1998) dan SMU Negeri 1 Purworejo (1998 - 2001).


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibunda dan Ayahanda yang selalu memberikan dukungan berupa doa, kasih sayang, semangat dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini. Karya ini ku persembahkan untuk Kalian.

2. Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS., sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan tugas akhir di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI, serta atas bimbingan, arahan, dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini. Saya terinspirasi oleh langkah Ibu.

3. Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Kepala Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan pangan, Badan POM RI, yang telah bekerja keras memberikan bimbingan dan arahan secara profesional kepada penulis selama pelaksanaan tugas akhir. Apresiasi saya yang sangat tinggi atas dedikasi Bapak.

4. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc., Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, yang telah memberikan izin untuk melaksanakan magang di Badan POM RI.

5. Ir. Darwin Kadarisman, MS., sebagai dosen penguji atas masukannya pada saat pelaksanaan ujian skripsi.

6. Mbakku, Masku, Mas Iparku, dan keponakan kecilku (Nida) yang selalu memberikan keceriaan dan dukungannya. Bagaimana lah aku tanpa Kalian di sampingku.


(8)

7. dr. Erfandi, FETP. dan Staf Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan (Dra. Setia Murni Sitanggang, Ruki Fanaike, STP., Ir. Dedi Darusman, drh. A.A. Nyoman Marta Negara, Nugroho Indrotristanto, STP., Rina Puspitasari, STP., Novian Damayanti, STP., Yanti Ratnasari, SP.) atas bantuannya selama magang.

8. Mbak Devi, mbak Nita, mas Didik dan mas Fahmi, terima kasih untuk semua dukungan serta sharing pengalaman yang tentunya berharga untukku.

9. Bapak Nu’man, Ibu Oom dan keluarga, terima kasih banyak atas tempat, rumah dan kos yang selalu membuatku nyaman. Semoga Allah SWT membalas jasa Bapak, Ibu dan keluarga.

10. Wahyu_que, de’Nanny, Enu, Efi, Eri, Herman dan semua sahabatku yang tidak bosan-bosannya memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Ber-SEMANGAATT!!!

11. Inne, Rini, Ari, dan Tami sebagai teman seperjuangan selama pelaksanaan magang di Badan POM RI. Sukses selalu teman!!

12. Anita, Rini, Rina, Yayah, Aar, Citra, dan teman satu bimbingan yang telah banyak memberikan masukan dalam pelaksanaan tugas akhir ini.

13. Tithut, Ciput, dan Majaw sebagai teman di ‘Mrs.Oom’s boarding house’, serta teman-teman di ‘Nikita boarding house’ yang selalu memberi semangat dalam pelaksanaan magang dan penyelesaian skripsi ini.

14. Lina, Novi, Hendry, Vica, Umi, Nita, Wanda, Meli, Ana, Eni dan rekan-rekan TPG angkatan 38 atas kerjasamanya selama perkuliahan di IPB.

15. Semua pihak yang turut membantu selama kuliah sampai dengan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2006


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 4

B. METODE SURVEILAN KEAMANAN PANGAN. ... 8

C. SURVEILAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 14

D. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 24

E. KONSEP ANALISIS RISIKO UNTUK KEAMANAN PANGAN . 27

F. DAMPAK EKONOMI PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. METODE PENELITIAN ... 35

B. TEMPAT DAN WAKTU ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. IDENTIFIKASI KELEMAHAN DALAM INTERPRETASI DATA KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 43

B. PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 44

C. KECENDERUNGAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 48

D. KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN MENURUT INCIDENT RATE, CASE FATALITY RATE, DAN ADMISSION RATE PADA RUMAH SAKIT ... 62


(10)

E. MANAJEMEN PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT

PANGAN ... 68

F. MASALAH POKOK DALAM SISTEM PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 69

G. PENGEMBANGAN SISTEM PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(11)

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN

DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

Oleh

SITI NUROSIYAH F24101015

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SITI NUROSIYAH F24101015

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SITI NUROSIYAH F24101015

Dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1982 di Magelang, Jawa Tengah Tanggal Lulus : 16 Desember 2005

Menyetujui, Bogor, Januari 2006

Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, M.S. Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP


(14)

Siti Nurosiyah. F24101015. Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. 2005.

RINGKASAN

Keamanan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan. Kebijakan-kebijakan telah dibuat untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak aman. Pangan bisa terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia, dan biologis yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang sistematis penting untuk menyajikan data kasus yang dapat digunakan sebagai landasan ilmiah(evidence base) dalam penentuan kebijakan keamanan pangan. Data kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia belum digunakan sebagai landasan ilmiah untuk membuat kebijakan program keamanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus penyakit akibat pangan, dengan metode yang digunakan adalah pemberitahuan wajib (statutory notification) kasus penyakit akibat pangan dan laporan rumah sakit; (2) mengidentifikasi masalah sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia; serta (3) mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang lebih sistematis, dengan rujukan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di negara-negara maju dan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO (World Health Organization) sebagai acuan utama.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian adalah dengan pengumpulan data sekunder kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen PPPL dan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI. Metode wawancara pada informan ahli (expert informan) dilakukan untuk mengumpulkan informasi faktual tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Studi pustaka (melalui browsing internet) tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO dan negara lain dengan sistem surveilan dan notifikasi kasus penyakit akibat pangan yang lebih baik digunakan sebagai rujukan.

Berdasarkan hasil investigasi, terdapat beberapa penyakit akibat pangan di Indonesia yang wajib terlaporkan pada Ditjen Pelayanan Medik dan/atau Ditjen PPPL yaitu kasus kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, diare dan gastroenteritis, amubiasis, penyakit infeksi usus lain, serta hepatitis A. Interpretasi data kasus tersebut belum mencerminkan kecenderungan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah angka pelaporan kasus yang rendah (< 40%, dengan range 7.6% data kasus rumah sakit dan puskesmas pada Ditjen PPPL selama tahun 2002 sampai 37.6% data kasus rawat inap rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik selama tahun 2004) serta sistem pelaporan yang kurang jelas. Propinsi dengan persentase kelengkapan yang relatif besar meliputi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung (data pada Ditjen PPPL).

Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang efektif dan efisien harus terus dikembangkan, sebagai salah satu pendukung surveilan keamanan pangan di Indonesia. Sistem pelaporan yang mencakup mekanisme dan formulir pelaporan kasus dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam membuat model pelaporan yang lebih baik di masa yang akan datang. Peran penting laboratorium kesehatan perlu dimaksimalkan dengan melibatkannya dalam


(15)

mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan, serta perlu dilakukan surveilan dan investigasi lebih lanjut tentang kasus penyakit akibat pangan berbasis laboratorium kesehatan di Indonesia. Pengembangan sistem tersebut juga harus diikuti dengan perangkat pendukung lainnya seperti software pengolah data kasus penyakit akibat pangan sehingga output dari pengembangan sistem tersebut dapat lebih aplikatif untuk diimplementasikan di Indonesia. Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang melibatkan Badan POM RI sebagai leading sector dalam program keamanan pangan perlu didukung oleh stakeholder yang dapat menguatkan peran serta Badan POM RI.


(16)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2001 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa kegiatan akademis dan non akademis, diantaranya sebagai asisten praktikum Kimia Dasar I, staf pengajar privat di Lembaga Pendidikan Nurul Ilmi, serta anggota HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan, diantaranya tergabung dalam seksi kesekretariatan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional tahun 2003 dan BAUR 2003. Penulis menjadi salah satu finalis dalam lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian tingkat IPB pada tahun 2002.

Penulis melakukan kerja magang pada Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Badan POM RI). Dalam kegiatan magang tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, M.S. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.

Penulis dilahirkan pada 12 Juli 1982 di Magelang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Ayahanda Turhadi dan Ibunda Nafsyah. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Masyithoh (1988 - 1989), SD Negeri 1 Kebonrejo (1989 - 1995), SLTP Negeri 1 Salaman, Magelang (1995 - 1998) dan SMU Negeri 1 Purworejo (1998 - 2001).


(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibunda dan Ayahanda yang selalu memberikan dukungan berupa doa, kasih sayang, semangat dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini. Karya ini ku persembahkan untuk Kalian.

2. Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS., sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan tugas akhir di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI, serta atas bimbingan, arahan, dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini. Saya terinspirasi oleh langkah Ibu.

3. Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Kepala Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan pangan, Badan POM RI, yang telah bekerja keras memberikan bimbingan dan arahan secara profesional kepada penulis selama pelaksanaan tugas akhir. Apresiasi saya yang sangat tinggi atas dedikasi Bapak.

4. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc., Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, yang telah memberikan izin untuk melaksanakan magang di Badan POM RI.

5. Ir. Darwin Kadarisman, MS., sebagai dosen penguji atas masukannya pada saat pelaksanaan ujian skripsi.

6. Mbakku, Masku, Mas Iparku, dan keponakan kecilku (Nida) yang selalu memberikan keceriaan dan dukungannya. Bagaimana lah aku tanpa Kalian di sampingku.


(18)

7. dr. Erfandi, FETP. dan Staf Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan (Dra. Setia Murni Sitanggang, Ruki Fanaike, STP., Ir. Dedi Darusman, drh. A.A. Nyoman Marta Negara, Nugroho Indrotristanto, STP., Rina Puspitasari, STP., Novian Damayanti, STP., Yanti Ratnasari, SP.) atas bantuannya selama magang.

8. Mbak Devi, mbak Nita, mas Didik dan mas Fahmi, terima kasih untuk semua dukungan serta sharing pengalaman yang tentunya berharga untukku.

9. Bapak Nu’man, Ibu Oom dan keluarga, terima kasih banyak atas tempat, rumah dan kos yang selalu membuatku nyaman. Semoga Allah SWT membalas jasa Bapak, Ibu dan keluarga.

10. Wahyu_que, de’Nanny, Enu, Efi, Eri, Herman dan semua sahabatku yang tidak bosan-bosannya memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Ber-SEMANGAATT!!!

11. Inne, Rini, Ari, dan Tami sebagai teman seperjuangan selama pelaksanaan magang di Badan POM RI. Sukses selalu teman!!

12. Anita, Rini, Rina, Yayah, Aar, Citra, dan teman satu bimbingan yang telah banyak memberikan masukan dalam pelaksanaan tugas akhir ini.

13. Tithut, Ciput, dan Majaw sebagai teman di ‘Mrs.Oom’s boarding house’, serta teman-teman di ‘Nikita boarding house’ yang selalu memberi semangat dalam pelaksanaan magang dan penyelesaian skripsi ini.

14. Lina, Novi, Hendry, Vica, Umi, Nita, Wanda, Meli, Ana, Eni dan rekan-rekan TPG angkatan 38 atas kerjasamanya selama perkuliahan di IPB.

15. Semua pihak yang turut membantu selama kuliah sampai dengan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2006


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 4

B. METODE SURVEILAN KEAMANAN PANGAN. ... 8

C. SURVEILAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 14

D. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 24

E. KONSEP ANALISIS RISIKO UNTUK KEAMANAN PANGAN . 27

F. DAMPAK EKONOMI PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. METODE PENELITIAN ... 35

B. TEMPAT DAN WAKTU ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. IDENTIFIKASI KELEMAHAN DALAM INTERPRETASI DATA KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 43

B. PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 44

C. KECENDERUNGAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 48

D. KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN MENURUT INCIDENT RATE, CASE FATALITY RATE, DAN ADMISSION RATE PADA RUMAH SAKIT ... 62


(20)

E. MANAJEMEN PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT

PANGAN ... 68

F. MASALAH POKOK DALAM SISTEM PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN ... 69

G. PENGEMBANGAN SISTEM PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Perbedaan infeksi dan intoksikasi penyakit akibat pangan ... 6

Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan

berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ... 8

Tabel 3. Keadaan surveilan keamanan pangan di Indonesia ... 13

Tabel 4. Penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di beberapa

negara ... 20

Tabel 5. Kerugian ekonomi akibat KLB keracunan pangan ... 33

Tabel 6. Definisi kasus penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di Indonesia ... 37

Tabel 7. Ketersediaan komponen pelaporan data kasus penyakit akibat

pangan pada Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL ... 44

Tabel 8. Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen

Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL ... 45

Tabel 9. Pelaporan data kasus oleh rumah sakit pada Ditjen


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Piramida beban penyakit akibat pangan ... 17

Gambar 2. Peta angka insiden kasus penyakit akibat pangan (foodborne

disease) di dunia ... 18

Gambar 3. Proses analisis risiko ... 28

Gambar 4. Bagan alir kegiatan-kegiatan dalam kajian risiko ... 31

Gambar 5. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian pengembangan sistem

pelaporan kasus penyakit akibat pangan ... 36

Gambar 6. Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas

berdasarkan golongan umur ... 49

Gambar 7. Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas

berdasarkan waktu ... 49

Gambar 8. Incident rate kasus kolera berdasarkan penyebaran per

propinsi di Indonesia ... 51

Gambar 9. Incident rate tifoid pada rumah sakit dan puskesmas

berdasarkan golongan umur ... 52

Gambar 10. Incident rate tifoid pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu ... 53

Gambar 11. Incident rate kasus tifoid berdasarkan penyebaran per

propinsi di Indonesia ... 54

Gambar 12. Incident rate diare pada rumah sakit dan puskesmas

berdasarkan golongan umur ... 56

Gambar 13. Incident rate diare pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu ... 56

Gambar 14. Incident rate kasus diare berdasarkan penyebaran per

propinsi di Indonesia ... 57

Gambar 15. Incident rate hepatitis A pada rumah sakit dan puskesmas


(23)

Gambar 16. Incident rate hepatitis A pada rumah sakit dan puskesmas

berdasarkan waktu ... 60

Gambar 17. Incident rate disentri pada rumah sakit dan puskesmas

berdasarkan golongan umur ... 61

Gambar 18. Incident rate disentri pada rumah sakit dan puskesmas

berdasarkan waktu ... 62

Gambar 19. Incident rate kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit

dengan nilai IR < 12 ... 63

Gambar 20. Incident rate kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit

dengan nilai IR > 50 ... 63

Gambar 21. Case fatality rate (CFR) kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai CFR < 12 ... 65

Gambar 22. Case fatality rate (CFR) diare dan gastroenteritis serta kolera di rumah sakit ... 65

Gambar 23. Admission rate (AR) kasus penyakit akibat pangan di rumah

sakit dengan nilai AR < 3.5 ... 67

Gambar 24. Admission rate (AR) kasus diare dan gastroenteritis serta

infeksi usus di rumah sakit ... 67

Gambar 25. Distribusi data surveilan penyakit akibat pangan di Indonesia ... 69

Gambar 26. Mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease) di Indonesia ... 73

Gambar 27. Formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan (foodborne


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Persentase kelengkapan laporan puskesmas dan rumah sakit

tahun 2003 ... 87

Lampiran 2. Distribusi penyakit kolera pasien rawat inap dan rawat jalan

menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ... 88

Lampiran 3. Distribusi penyakit demam tifoid dan paratifoid pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit

tahun 2003 ... 88

Lampiran 4. Distribusi penyakit sigelosis pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ... 89

Lampiran 5. Distribusi penyakit diare dan gastroenteritis oleh penyakit infeksi tertentu pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ... 89

Lampiran 6. Distribusi penyakit amubiasis pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ... 90

Lampiran 7. Distribusi penyakit infeksi usus lainnya pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003.... 90

Lampiran 8. Distribusi penyakit hepatitis a pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ... 91

Lampiran 9. Kasus dan angka insiden kolera per 10 000 per propinsi di

Indonesia tahun 2000-2003 ... 92

Lampiran 10. Kasus dan angka insiden tifoid per 10 000 per propinsi di

Indonesia tahun 2000-2003 ... 94

Lampiran 11. Kasus dan Angka Insidens Diare Per 10.000 Per Propinsi di

Indonesia tahun 2000-2003 ... 96

Lampiran 12. Daftar penyakit akibat pangan menurut ICD X

(International Classification Disease) WHO... 98

Lampiran 13. Contoh formulir rekam medis rumah sakit di Indonesia (1) ... 101


(25)

DAFTAR ISTILAH

1. Admission rate (angka kunjungan) adalah angka kunjungan kasus dengan rawat jalan pada rumah sakit, ditentukan berdasarkan jumlah kunjungan (kasus lama dan kasus baru) per jumlah kasus baru (pasien rawat jalan) pada rumah sakit.

2. Case fatality rate (angka kefatalan kasus) adalah nilai perbandingan antara jumlah korban meninggal (kasus meninggal) dengan total jumlah korban (jumlah kasus yang terjadi) selama kurun waktu tertentu.

3. Confirmed case adalah kasus penyakit akibat pangan yang didiagnosis secara klinis oleh petugas kesehatan (dokter) dan dilengkapi dengan hasil pengujian spesimen oleh laboratorium.

4. Data adalah fakta atau kejadian yang sesungguhnya yang diamati dalam studi, survei, maupun surveilan.

5. Endemik adalah peningkatan prevalensi suatu penyakit atau infeksi dengan agen penyebab penyakit tertentu pada suatu populasi penduduk dalam wilayah geografis tertentu.

6. Epidemik adalah kejadian penyakit tertentu yang lebih besar dari biasanya pada individu di suatu komunitas dalam waktu yang bersamaan.

7. Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan (faktor-faktor) yang berhubungan dengan status kesehatan dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dalam suatu populasi penduduk, serta aplikasinya untuk mencegah, menanggulangi masalah-masalah kesehatan (penyakit).

8. Epidemiolog adalah orang yang menerapkan prinsip-prinsip dan metode epidemiologi dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit.

9. Etiologi adalah penyebab suatu penyakit (misal: tipe bakteri, virus, toksin dan sebagainya).

10.Evidence base adalah informasi yang diperoleh secara secara ilmiah, melalui kegiatan studi, survei, atau surveilan mengenai keamanan pangan, yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan suatu kebijakan pangan.


(26)

11.Fecal oral transmission adalah organisme penyebab suatu penyakit yang menyebar melalui manusia atau hewan dan kemudian terbawa (mengkontaminasi) dalam pangan yang termakan oleh manusia.

12.Formulir kasus penyakit akibat pangan adalah alat atau pendukung (tools) pelaporan kasus penyakit akibat pangan berupa kuesioner yang diisi oleh dokter, yang menyatakan tentang keadaan kasus, penyakit, pemeriksaan/pengujian laboratorium dan identitas dokter/klinik/rumah sakit/puskesmas tempat pemeriksaan kasus.

13.GI adalah gastrointestinal (saluran pencernaan bagian dalam atau usus).

14.Hazard atau bahaya adalah cemaran biologi, kimia, dan fisika dalam pangan yang berpotensi untuk menyebabkan dampak buruk pada kesehatan.

15.Hipotesis adalah suatu pernyataan yang belum disetujui kebenarannya, berdasarkan informasi yang tersedia, yang secara umum sesuai dengan identitas suatu agen penyebab (etiologic agent), sumber infeksi dan jenis transmisi (saluran penularan). Hipotesis digunakan sebagai dasar rasional dalam suatu investigasi.

16.Imunitas adalah sistem pertahanan terhadap penyakit, termasuk mekanisme pertahanan dari penyebab luar (host) yang bersifat non-spesifik serta pertahanan dari dalam, seperti antibodi dan sel darah putih.

17.Immunocompromised adalah suatu fungsi sistem imun yang menurun dari keadaan optimal atau secara keseluruhan mengalami penurunan tingkat imunitas.

18.Incident rate (angka insiden) adalah nilai perbandingan antara jumlah korban (kasus) per 100.000 penduduk.

19.Informasi adalah produk yang dihasilkan dari sintesis atau analisis data.

20.Investigasi adalah studi tentang pengidentifikasian sumber pada kasus individu dan cara penularan/penyebaran suatu penyakit.

21.Kajian risiko adalah sebuah proses yang sistematis dan ilmiah terdiri dari langkah-langkah berikut, yaitu: (i) identifikasi bahaya, (ii) karakterisasi bahaya, (iii) kajian paparan, dan (iv) karakterisasi risiko.


(27)

22.Kasus adalah orang yang terinfeksi atau mengalami sakit dengan pemeriksaan secara klinis, pengujian laboratorium, atau dengan karakterisasi secara epidemiologi.

23.Kejadian luar biasa/KLB (outbreak) keracunan pangan adalah terjadinya dua atau lebih kasus dengan kesamaan penyakit sebagai akibat dari mengkonsumsi pangan yang sama atau pangan yang berbeda tapi dalam satu tempat yang sama. Kejadian luar biasa/KLB juga dapat didefinisikan sebagai situasi dimana terjadi peningkatan jumlah kasus/kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

24.Komunikasi risiko adalah proses pertukaran informasi secara interaktif dan pendapat mengenai risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko, industri, konsumen, kalangan akademisi, dan pihak-pihak yang terkait (stakeholder) keamanan pangan lainnya, termasuk penjelasan mengenai temuan-temuan kajian risiko dan dasar keputusan manajemen risiko.

25.Manajemen risiko adalah proses kajian berbagai alternatif kebijakan pangan dengan mempertimbangkan masukan-masukan berbagai pihak, hasil kajian risiko, dan faktor-faktor lainnya untuk melindungi kesehatan konsumen dan meningkatkan praktek perdagangan yang baik, serta jika diperlukan, menyeleksi dan menerapkan pengendalian risiko yang sesuai.

26.Medical record (rekam medis) adalah formulir tentang identitas kasus, penyakit kasus, serta identitas dokter dan rumah sakit tempat pemeriksaan kasus, diisi oleh dokter yang memeriksa kasus.

27.Patogen adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan suatu penyakit. 28.Patogen penyebab penyakit akibat pangan (foodborne patogens) adalah

mikroorganisme yang menyebabkan penyakit melalui pencernaan makanan. 29.Penyakit akibat pangan (foodborne disease) adalah penyakit sebagai akibat

mencerna pangan yang terkontaminasi.

30.Periode inkubasi adalah waktu antara pencernaan pangan atau patogen mulai bekerja/menginfeksi sampai terlihatnya gejala penyakit pada tubuh manusia.


(28)

31.Risk atau risiko adalah fungsi probabilitas untuk terkena penyakit dan keparahan yang disebabkan penyakit tersebut akibat pangan yang terkontaminasi cemaran biologis, kimia, dan fisika.

32.Risk analysis atau analisis risiko adalah sebuah proses yang terdiri dari 3 komponen yaitu risk asessment (kajian risiko), risk management (manajemen risiko), dan risk communication (komunikasi risiko).

33.Sistem Keamanan Pangan Terpadu adalah pendekatan dalam pelaksanaan program keamanan pangan nasional, meliputi kegiatan surveilan, pengawasan, dan promosi keamanan pangan yang dilakukan bersama-sama oleh instansi-instansi terkait untuk meningkatkan kualitas keamanan pangan nasional. 34.Statutory notification (pelaporan wajib) penyakit akibat pangan adalah

kegiatan dengan dasar hukum yang kuat yaitu undang-undang atau peraturan yang mewajibkan dokter atau petugas kesehatan lainnya untuk melaporkan penyakit-penyakit atau informasi yang berhubungan dengan keamanan pangan lainnya kepada pihak yang berwenang (health authority).

35.Surveilan keamanan pangan adalah pengumpulan, interpretasi, dan analisis data-data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematis dan berkelanjutan, menjadi informasi yang akan digunakan oleh pihak yang berwenang untuk perencanaan, implementasi, dan pengkajian kebijakan keamanan pangan.

36.Suspected case adalah kasus penyakit akibat pangan dimana penetapan agen penyebab penyakit tersebut hanya berdasarkan dugaan (suspected) dari gejala klinis yang ada, tanpa dilengkapi dengan hasil analisis spesimen dari laboratorium.


(29)

1 BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan merupakan salah satu persyaratan penting untuk membentuk masyarakat yang kokoh (Fardiaz, 2001). Tetapi pangan juga dapat menyebabkan penyakit jika terkontaminasi oleh bahan biologis, kimia, dan fisik. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan telah diterbitkan untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak aman. Sayangnya, penetapan kebijakan di Indonesia masih kurang berdasar kepada landasan ilmiah (evidence base).

Surveilan keamanan pangan merupakan salah satu kegiatan pengumpulan dan interpretasi data secara kontinyu dan sistematik, sehingga hasil surveilan dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah untuk penetapan kebijakan dalam bidang keamanan pangan. Surveilan keamanan pangan di Indonesia telah dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait dengan masalah keamanan pangan antara lain Badan POM RI, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga penelitian, dan instansi terkait lainnya. Tetapi pelaksanaan surveilan tersebut belum memiliki prioritas, tidak kontinyu, dan umumnya masih dilakukan sendiri-sendiri. Untuk itu, program keamanan pangan di Indonesia perlu dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Sistem Keamanan Pangan Terpadu.

Menurut Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Kesehatan Rakyat Nomor 29/Kep/Menko/Kesra/X/2002, Badan POM RI bertindak sebagai leading sector dalam penyusunan kebijakan tentang mutu dan keamanan makanan dengan dibantu secara terpadu oleh instansi terkait lainnya. Keputusan ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 (PP No.28 tahun 2004) tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Keterpaduan tersebut sebaiknya mengikuti konsep analisis risiko, yaitu kebijakan keamanan pangan yang dilandasi oleh kajian risiko (risk assessment). Salah satu kajian risiko adalah melalui program surveilan yang dilakukan oleh beberapa lembaga terkait secara sinergis. Program ini memerlukan komunikasi yang baik antara stakeholder agar hasilnya lebih optimal untuk ditindaklanjuti oleh pihak terkait dalam pengawasan


(30)

2 pangan (risk management) maupun promosi keamanan pangan (risk communication).

Salah satu sumber informasi surveilan yang aktif dilakukan adalah penerimaan laporan kasus penyakit akibat pangan, kejadian-kejadian luar biasa akibat pangan dan survei-survei rutin yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait, seperti Badan POM RI, Departemen Kesehatan RI, dan Departemen Pertanian RI. Penyakit akibat pangan telah menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan program keamanan pangan untuk melindungi masyarakat (konsumen) dari pangan yang tidak aman. Data kasus penyakit akibat pangan sangat diperlukan sebagai landasan ilmiah untuk menentukan kebijakan tersebut. Akan tetapi sampai saat ini belum dilakukan. Sistem pelaporan yang sistematis perlu dikembangkan, sehingga pada waktu yang akan datang, data kasus penyakit akibat pangan dapat terkumpul secara sistematis dan diinterpretasikan untuk menentukan kebijakan program keamanan pangan yang efektif dan efisien.

Badan POM RI sebagai instansi yang memiliki kewenangan untuk mengawasi pangan di Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis (Badan POM, 2001). Beberapa strategi yang sedang dilaksanakan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI adalah: (1) Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait lainnya untuk melaksanakan pengawasan keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri, (2) Peningkatan pengawasan keamanan pangan dengan tindakan preventif, (3) Peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan pangan terhadap masyarakat, (4) Peningkatan tindakan hukum bagi mereka yang melanggar peraturan perundang-undangan terutama mengenai keamanan pangan. Langkah-langkah strategis tersebut memerlukan adanya kegiatan surveilan keamanan pangan yang memberikan informasi ilmiah sebagai dasar (sound scientific information) untuk menetapkan prioritas, menerbitkan kebijakan-kebijakan dalam bidang pangan, dan memonitor kondisi keamanan pangan di Indonesia (Borgdorff, 1997; Sparringa, 2002).


(31)

3 B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus penyakit akibat pangan di Indonesia.

2. Mengidentifikasi masalah sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia.

3. Mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia yang lebih sistematis, dengan rujukan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di negara-negara maju dan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO (World Health Organization) sebagai acuan utama.

C. MANFAAT

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kecenderungan (trend) terjadinya kasus penyakit akibat pangan di Indonesia.

2. Sebagai kewaspadaan dini (early warning system) terhadap kasus maupun kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan.

3. Sebagai tindak lanjut (action) dalam menentukan kebijakan keamanan pangan berdasarkan landasan ilmiah data kasus penyakit akibat pangan di Indonesia.

4. Mengembangkan manajemen pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang lebih sistematis.

5. Sebagai bahan masukan dalam menetapkan prosedur tetap (standard operating procedure) sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan kepada pihak-pihak terkait.


(32)

4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYAKIT AKIBAT PANGAN 1. Definisi Penyakit Akibat Pangan

Penyakit akibat pangan (foodborne disease) didefinisikan oleh WHO (World Health Organization) sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna. Sedangkan Sharp dan Reilly (2000) mendefinisikan secara lebih luas bahwa penyakit akibat pangan atau keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau intoksikasi sebagai akibat mengkonsumsi makanan, minuman atau air yang telah terkontaminasi. Pangan dapat terkontaminasi oleh cemaran fisik, biologis, dan kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Pangan seperti dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan merupakan salah satu persyaratan penting untuk membentuk masyarakat yang kokoh. Keamanan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

2. Klasifikasi Penyakit Akibat Pangan

Sebagian besar penyakit akibat pangan disebabkan oleh mikroba patogen seperti virus, bakteri dan parasit. Meskipun penyakit akibat pangan juga dapat disebabkan oleh kontaminasi benda fisik maupun bahan kimia, dalam penelitian ini lebih difokuskan pada penyakit akibat pangan dengan agen mikroba (microbial agents) sebagai penyebabnya. Pangan yang terkontaminasi oleh bahan kimia pada umumnya memberikan efek yang


(33)

5 bersifat kronis (menahun), sehingga tidak serta merta menyebabkan konsumen sakit. Akan tetapi, hal itu tergantung pada dosis konsumsinya. Pada konsumsi yang melebihi dosis toleransinya dapat menyebabkan keracunan yang bersifat akut. Dalam waktu yang lama, kontaminan bahan kimia dapat menumpuk dan menimbulkan penyakit yang serius seperti kanker, kerusakan ginjal, kerusakan sistem saraf, sistem reproduksi dan sistem imunitas tubuh (WHO, 1996; WHO, 1999; WHO, 2001). Oleh karena itu, diperlukan kajian paparan tentang kontaminan kimia.

Untuk selanjutnya, penyakit akibat pangan yang dibahas dalam penelitian ini adalah penyakit akibat pangan yang disebabkan kontaminasi bahan biologis (foodborne illness). Berdasarkan agen penyebabnya, penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu :

a) Penyakit akibat pangan karena infeksi (foodborne infection)

Penyakit akibat pangan karena infeksi adalah penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh pangan yang terkontaminasi virus, bakteri atau parasit. Hal ini dapat terjadi dengan dua cara :

• Virus, bakteri, atau parasit masuk melalui pangan yang dicerna dan berkembang biak dalam jaringan usus maupun jaringan tubuh lainnya, sehingga menyebabkan infeksi.

• Bakteri yang mengkontaminasi pangan, menginfeksi dan berkembang biak dalam saluran usus serta mengeluarkan toksin yang merusak jaringan dan mempengaruhi fungsi jaringan tubuh lainnya. Istilah singkatnya adalah infeksi dengan perantara toksin (toxin-mediated infection). Virus dan parasit tidak dapat menyebabkan gejala penyakit seperti ini.

b) Penyakit akibat pangan karena intoksikasi (foodborne intoxication) penyakit akibat pangan karena intoksikasi adalah penyakit yang

disebabkan oleh pangan yang telah terkontaminasi suatu toksin (racun). Sumber racun (toksin) dapat berasal dari :

• Racun oleh kontaminan bahan kimia, seperti : logam berat (tembaga, timbal, raksa)


(34)

6

• Racun yang ditemukan secara alami pada tanaman, hewan, atau jamur (termasuk beberapa jenis ikan dan kerang tertentu serta beberapa jenis jamur liar).

Virus dan parasit tidak dapat menyebabkan intoksikasi (Hackbarth et al, 1997).

Perbedaan antara infeksi dan intoksikasi penyakit akibat pangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan infeksi dan intoksikasi penyakit akibat pangan Infeksi Penyakit Akibat

Pangan

Intoksikasi Penyakit Akibat Pangan

Waktu periode inkubasi

Secara umum, biasanya terukur dalam beberapa hari

Secara umum terjadi secara cepat, seringkali terukur dalam menit atau jam

Jenis gejala Diare, sakit kepala, muntah, kejang perut, seringkali disertai demam

Umumnya disertai muntah, gejala ringan dari sakit kepala sampai muntah yang disertai perubahan indera perasa, indera peraba (sentuhan) dan

pergerakan otot (misal: pandangan kabur, lemas, lesu, kaku otot, gatal di bagian wajah, panas dan merah, disorientasi)

Jenis

mikroorganisme patogen

Infeksi :

Salmonella sp., HepatitisA, Shigella sp., Yersinia sp., Listeria monocytogenes, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, Rotavirus, Norwalk virus, Toxoplasma gondii, Cyclospora cayetanensis, Cryptosporidium parvum

Infeksi dengan perantaraan toksin :

Clostridium botulinum (infant), Bacillus cereus (dengan masa inkubasi panjang), E. coli sp., Vibrio cholerae, Clostridium perfringens

Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus (dengan masa inkubasi pendek), keracunan oleh jenis logam tertentu (logam berat: Pb, Hg, Cu), jenis jamur tertentu, ikan dan kerang tertentu.


(35)

7 3. Agen Penyebab Penyakit Akibat Pangan

Sebagian besar penyakit akibat pangan terjadi melalui saluran pencernaan pada usus (fecal-oral transmission). Organisme penyebab penyakit ada dalam feses manusia maupun hewan dan dapat mengkontaminasi pangan yang terkonsumsi. Infeksi oleh mikroorganisme patogen dalam pangan dapat terjadi melalui beberapa cara, diantaranya adalah :

• Pangan mentah yang terkontaminasi patogen tidak dimasak dengan benar (suhu dan waktu yang cukup) untuk membunuh patogen atau pangan dikonsumsi mentah.

• Peralatan makan atau masak yang digunakan untuk mengolah bahan mentah yang terkontaminasi patogen, kemudian digunakan pula untuk mengolah bahan pangan lain atau disebut dengan istilah kontaminasi silang.

Penyakit akibat pangan dapat disebabkan oleh berbagai spesies mikroorganisme patogen. Deteksi awal agen penyebab secara spesifik suatu jenis penyakit akibat pangan dapat diketahui dengan melihat gejala yang terjadi dan waktu inkubasinya. Beberapa jenis gejala penyakit akibat pangan, waktu inkubasi serta mikroorganisme agen penyebabnya dapat dilihat pada Tabel 2.


(36)

8 Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan

berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebabnya Waktu

Inkubasi

Jenis Gejala Agen Penyebab (Etiologic Agent) Pendek

1 – 5 jam Muntah, sakit kepala, diare, kram/ kejang perut

Bacillus cereus

2 – 6 jam Muntah, sakit kepala, diare Staphylococcal aureus Sedang

8 – 18 jam Diare, sakit perut Clostridium perfringens 8 – 16 jam Diare, sakit perut Bacillus cereus

Panjang/Lama

12 – 24 jam Sakit kepala, muntah, diare antara 1-2 hari

Virus (Norwalk like)

12 – 24 jam Diare, sakit perut Vibrio parahaemolyticus 12 – 36 jam Lemas, mulut kering, penglihatan

kabur, sulit menelan

Clostridium botulinum

12 – 48 jam Diare, demam, sakit perut Salmonella sp. 1 – 2 hari Diare (seringkali berdarah) E. coli (Toxigenic

species) 1 – 3 hari Sakit perut, diare berdarah dan

berlendir, demam

Shigella sp.

2 – 5 hari Diare (kadang berdarah), sakit perut, demam

Campylobacter sp.

7 – 10 hari Diare encer (berair), sakit kepala, muntah, perut kembung, malaise (perasaan tidak enak), penurunan berat badan

Cyclospora

1 – 2 minggu Diare, pembengkakan Cryptosporidium parvum 1 – 3 minggu Demam, konstipasi (sulit buang air

besar)

Salmonella typhi

15 – 50 hari Malaise, demam, diare, penyakit kuning (jaundice)

Hepatitis A

1 – 10 minggu Flu ringan, malaise, meningitis Listeria monocytogenes Sumber : Department of Health (1994)

B. METODE SURVEILAN KEAMANAN PANGAN

1. Definisi Surveilan dan Prinsip Umum Surveilan Keamanan Pangan Surveilan keamanan pangan adalah pengumpulan, tabulasi, analisis dan interpretasi data-data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematis dan berkelanjutan, sehingga menjadi informasi yang akan disebarkan kepada pihak yang membutuhkan untuk perencanaan, implementasi, dan pengkajian kebijakan pangan (Borgdorff, 1997; Arnold


(37)

9 dan Munce, 2000; Sharp dan Reilly, 2000; Sparringa, 2002). Informasi yang dimaksud adalah informasi mengenai kecenderungan (trend) keamanan pangan yang dapat dijadikan bukti ilmiah (evidence base) untuk ditindaklanjuti (Sparringa, 2002). Jadi, surveilan penting dilakukan untuk menyajikan data sebagai dasar (sound scientific information) yang dapat digunakan untuk landasan ilmiah dalam menentukan kebijakan program keamanan pangan yang efektif, efisien dan tepat sasaran.

Surveilan telah dilakukan di berbagai negara di dunia. Di Inggris dan Wales data mengenai keracunan pangan dapat ditemui pada Office of Population Censuses and Surveys (OPCS) bekerja sama dengan Communicable Disease Surveillance Centers (CDSC). Center Disease of Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat melaksanakan surveilan bekerja sama dengan Department of Health and Welfare Kanada. Informasi hasil surveilan tersebut dipublikasikan secara periodik pada WHO Newsletter. Sedangkan di Australia, surveilan dilakukan oleh Communicable Disease Intelligence dan publikasinya dilakukan oleh Communicable Disease Branch dari Department of Health Australia (Hobbs dan Roberts, 1987).

Di Indonesia, beberapa instansi yang melakukan surveilan keamanan pangan antara lain Badan POM RI dan Departemen Kesehatan RI. Di Badan POM RI, surveilan keamanan pangan dilakukan oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI (Badan POM, 2001a). Sedangkan di Departemen Kesehatan RI, kegiatan surveilan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL), Departemen Kesehatan RI. Secara aktif, kegiatan surveilan tersebut dilakukan oleh balai-balai POM atau Dinas Kesehatan yang tersebar di daerah seluruh Indonesia, sedangkan Badan POM RI ataupun Departemen Kesehatan RI yang ada di pusat hanya memberikan panduan/pedoman (guideline) untuk kegiatan surveilan tersebut, kecuali untuk kasus-kasus tertentu.


(38)

10 2. Metode dalam Surveilan Keamanan Pangan

Banyak metode surveilan keamanan pangan digunakan untuk menghasilkan data yang representatif. Metode-metode surveilan tersebut diantaranya :

a) Pelaporan/pemberitahuan wajib (statutory notification)

Kegiatan ini mempunyai dasar hukum yang lebih kuat yaitu Undang-undang atau peraturan yang mewajibkan dokter atau petugas kesehatan lainnya (misal: pakar/petugas dalam bidang mikrobiologi, kimia dan farmasi yang bekerja pada laboratorium) untuk melaporkan penyakit-penyakit atau informasi yang berhubungan dengan keamanan pangan lainnya kepada pihak yang berwenang (health authority) seperti Dinas Kesehatan dan/atau Departemen Kesehatan RI.

Pemberitahuan wajib ini bisa berupa laporan dokter mengenai gejala penyakit akibat pangan, misalnya keracunan pangan, gastroenteritis, infeksi enterokolitis dan HUS (haemolytic uraemic syndrome) (Sharp dan Reilly, 2000) atau laporan dari laboratorium mengenai ditemukannya isolat patogen spesifik, misalnya Salmonella sp., Shigella sp., Vibrio sp., atau emerging pathogen seperti Escherichia coli O157:H7, Salmonella typhimurium DT104, Listeria monocytogenes, Campylobacter jejuni, Arcobacter, Helicobacter pylori, Cryptosporidium dan Cyclospora (D’Aoust, 2000; Farber dan Peterkin, 2000; Stern dan Line, 2000; Stiles, 2000; Taylor, 2000; Willshaw, 2000; Sparringa, 2002).

Pemberitahuan wajib ini sangat bermanfaat bagi pihak berwenang untuk mendeteksi kemungkinan adanya kasus/KLB penyakit ataupun keracunan pangan sehingga dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin untuk mencegah perluasan suatu penyakit akibat pangan. Pelaporan tersebut dapat dilakukan melalui telepon, faksimil, atau email.

Penyakit-penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan ke pihak yang berwenang tergantung pada kondisi yang sedang dihadapi oleh suatu negara. Misalnya di Australia dalam periode 75 tahun (1917-1991) ada 2.200.194 pemberitahuan penyakit-penyakit akibat pangan, yaitu


(39)

11 campylobacteriosis (sejak 1980), salmonellosis (sejak 1949 di Western Australia), kolera, disentri, tifoid, paratifoid, shigellosis dan diare pada bayi (1917-1978) (Arnold dan Munce, 1997; Sparringa, 2002).

Metode ini belum digunakan pada kegiatan surveilan keamanan pangan di Indonesia. Informasi dan data kasus penyakit akibat pangan penting sebagai landasan ilmiah dalam menentukan prioritas program keamanan pangan baik pada skala nasional maupun daerah, sehingga pada penelitian ini, metode pelaporan/pemberitahuan wajib digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia.

b) Laporan rumah sakit

Rumah sakit merupakan salah satu sumber informasi penting dalam surveilan keamanan pangan. Informasi penting bisa diperoleh dari laporan pendaftaran rumah sakit (hospital admission records) yang mencakup laporan keluar masuknya pasien dan kematian pasien. Umumnya hanya penyakit serius saja yang disertai diagnosis dan konfirmasi laboratorium, misalnya tifus. Laporan rumah sakit ini bisa digunakan sebagai indikasi awal terjadinya KLB (Sharp dan Reilly, 2000). Metode ini sedang dikembangkan dalam surveilan keamanan pangan di Indonesia.

c) Investigasi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan

Investigasi KLB merupakan kegiatan surveilan keamanan pangan yang penting. Investigasi bisa mudah dilaksanakan jika risiko paparannya diketahui, misalnya KLB keracunan pangan pada pesawat terbang, rumah sakit, tahanan, dan asrama. Surveilan laboratorium mempunyai peranan penting dalam deteksi penyebab keracunan pangan. Dalam investigasi KLB ini, laporan akhir yang dibuat antara lain jumlah penderita yang terkena, pangan dan penyebab keracunan (etiologic agent) yang dicurigai atau telah terkonfirmasi serta alasan-alasan terjadinya KLB.


(40)

12 d) Surveilan sentinel

Pengertian surveilan sentinel adalah pengumpulan data dari sampel-sampel yang dilakukan pada lokasi yang dianggap mewakili keseluruhan populasi. Pada surveilan ini, biasanya pengumpulan data-data dilakukan pada puskesmas-puskesmas, klinik, laboratorium, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainnya. Surveilan ini membutuhkan biaya yang mahal, sehingga sulit untuk diterapkan di negara-negara berkembang. Departemen Kesehatan melakukan surveilan ini untuk memantau keberhasilan penggunaan oralit untuk menurunkan kasus diare. Surveilan ini berguna sekali untuk menentukan magnitude dari masalah kesehatan yang ada di daerah tersebut.

e) Surveilan laboratorium

Surveilan ini mengumpulkan data-data mengenai spesimen dari manusia, toksin, bahan kimia berbahaya, dan sebagainya yang penting untuk deteksi kasus/KLB keracunan pangan. Metode surveilan ini efektif untuk menentukan penyebab kejadian luar biasa atau kasus penyakit akibat pangan, tetapi belum cukup untuk mengukur magnitude dan kecenderungan dari masalah keamanan pangan. Karena itu, metode ini biasanya dikombinasikan dengan metode surveilan lainnya seperti studi masyarakat.

f) Studi masyarakat (community study)

Studi masyarakat ini merupakan survei dengan masyarakat sebagai respondennya. Biaya yang dibutuhkan untuk surveilan ini cukup besar. Studi masyarakat cukup efektif dalam memberikan arahan mengenai kecenderungan (trend) mengenai masalah keamanan pangan.

Keadaan surveilan secara faktual di Indonesia saat ini, untuk setiap metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.


(41)

13 Tabel 3. Keadaan surveilan keamanan pangan di Indonesia

Metode surveilan Keadaan di Indonesia 1. Pemberitahuan wajib

(statutory notification)

Pelaporan wajib beberapa jenis penyakit, termasuk penyakit akibat pangan pada Dinas Kesehatan, Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL.

2. Laporan rumah sakit Informasi berupa laporan pendaftaran di rumah sakit mencakup laporan keluar masuknya pasien termasuk kematian, saat ini terlapor pada Ditjen Pelayanan Medik.

3. Surveilan laboratorium Masih tersebar dan belum ada koordinasi. 4. Surveilan sentinel Sentinel diare telah dilakukan untuk melihat

kecenderungan keberhasilan sosialisasi oralit. Saat ini sedang dikembangkan sentinel puskesmas dan sentinel rumah sakit untuk beberapa jenis penyakit akibat pangan. Sentinel untuk pangan dan kontaminasi belum dilakukan. 5. Investigasi KLB

keracunan pangan

Data KLB keracunan pangan masih rendah yang dilaporkan, tidak banyak terungkap

penyebabnya, masih menghitung jumlah

keracunan saja dan belum banyak dimanfaatkan. 6. Studi masyarakat

(community study)

Survei kesehatan rumah tangga, survei

kewaspadaan pangan dan gizi sedang dilakukan oleh Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat,

Departemen Kesehatan. Survei mendatang perlu mencakup informasi keamanan pangan penting di masyarakat.

Sumber : Sparringa dan Rahayu (2005)

3. Informasi dalam Surveilan Keamanan Pangan

Untuk mendukung terwujudnya surveilan yang tangguh diperlukan adanya informasi yang dapat menguatkan kegiatan surveilan itu sendiri. Selain pelaporan mengenai kasus dan kejadian luar biasa akibat pangan, terdapat beberapa sumber informasi untuk surveilan keamanan pangan yang disebutkan oleh Borgdorff (1997), Sharp dan Reilly (2000), dan Sparringa (2002) yaitu:

a) Studi epidemiologi

Studi epidemiologi adalah studi mengenai penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Studi epidemiologi terkadang lebih efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan dibandingkan


(42)

14 dengan surveilan karena mampu memberikan perkiraan yang lebih tepat mengenai angka terjadinya penyakit-penyakit akibat pangan.

b) Surveilan veteriner

Beberapa penyakit hewan dapat menyebabkan penyakit akibat pangan (zoonosis), seperti Brucella melitensis, Bacillus anthracis, Salmonella sp, Leptospira sp, dan sebagainya. Sumber informasi mengenai zoonosis ini berguna untuk memberikan peringatan dini penyakit-penyakit akibat pangan yang ditularkan oleh hewan.

c) Informasi dari turis

Informasi dari wisatawan bisa sangat berguna. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada mereka melalui pesawat terbang, kapal, atau sarana transportasi lainnya. Tujuan dari pelaporan ini diantaranya adalah mengantisipasi penyebaran penyakit akibat pangan yang diderita oleh turis lintas darat, propinsi, maupun negara.

d) Surveilan pada rantai pangan

Pangan dan kondisi rantai pangan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan keamanan pangan pada saat pangan masih dibudidayakan sampai dikonsumsi (from farm to table). Informasi tersebut berupa cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia yang mungkin mengkontaminasi pangan selama masih berada pada mata rantai pangan tersebut. Sehingga informasi yang diperoleh dari pelaksanaan surveilan ini akan sangat berguna untuk pelaksanaan program keamanan pangan.

C. SURVEILAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN 1. Definisi Surveilan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Konsep surveilan penyakit akibat pangan (foodborne disease surveillance) sering dipahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan data dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan. Pengertian tersebut menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi sebagai


(43)

15 bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilan penyakit akibat pangan tersebut. Menurut WHO (2000), surveilan adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil suatu tindakan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu definisi surveilan penyakit akibat pangan yang lebih mengedepankan analisis atau kajian penyakit akibat pangan serta pemanfaatan informasi penyakit akibat pangan, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan surveilan kasus penyakit akibat pangan adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus-menerus terhadap penyakit akibat pangan atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan faktor risiko penyakit akibat pangan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi tentang penyakit akibat pangan kepada pihak terkait dengan masalah keamanan pangan. Kasus dalam kegiatan surveilan ini adalah pasien atau orang (perseorangan) yang mengalami atau menderita penyakit akibat pangan.

2. Definisi Kasus Penyakit Akibat Pangan

Kasus setiap penyakit akibat pangan harus didefinisi secara jelas. Hal tersebut penting dilakukan dalam surveilan kasus penyakit akibat pangan sehingga diharapkan data yang tersedia akurat dan berkualitas. Maksud data yang berkualitas adalah data yang ada untuk setiap jenis penyakit tidak melebihi kasus yang secara faktual terjadi di masyarakat (over estimate) maupun tidak terlalu jauh lebih kecil dari kenyataan yang ada di lapang (under estimate). Oleh karena itu, untuk menentukan data yang akurat dan faktual tersebut diperlukan adanya pemeriksaan laboratorium sebagai penguat diagnosis klinis yang dilakukan oleh dokter. Hal ini penting, karena jenis penyakit tertentu mungkin mempunyai gejala (symptoms) yang hampir sama dengan jenis penyakit lainnya. Sebagai


(44)

16 contoh, gejala diare berdarah dapat disebabkan oleh adanya penyakit shigellosis ataupun campylobacteriosis (Black et al., 1988; Wallis, 1994). Untuk tujuan surveilan, kasus penyakit akibat pangan didefinisikan menurut status diagnosis. Berdasarkan status diagnosisnya, kasus penyakit akibat pangan terbagi dalam dua kategori yaitu :

a) Kasus penyakit yang bersifat dugaan (suspected case)

Kasus penyakit yang bersifat dugaan adalah kasus penyakit akibat pangan dimana penetapan agen penyebab penyakit tersebut hanya berdasarkan dugaan (suspected) dari gejala klinis yang ada, tanpa dilengkapi dengan hasil analisis spesimen dari laboratorium, sehingga diagnosis yang ada tidak pasti (unconfirmed).

b) Kasus penyakit yang bersifat tetap (confirmed case)

Kasus penyakit yang bersifat tetap adalah kasus penyakit akibat pangan yang didiagnosis secara klinis oleh petugas kesehatan (dokter) dan dilengkapi dengan hasil pengujian spesimen oleh laboratorium untuk menentukan agen penyebab penyakit tersebut secara pasti (confirmed).

Pendefinisian kasus penyakit akibat pangan ini berkontribusi dalam menyediakan data kasus penyakit akibat pangan yang ilmiah. Data yang ilmiah tersebut merupakan salah satu pendukung dasar (evidence base) penetapan kebijakan, disamping landasan non ilmiah (Sparringa, 2002).

3. Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Penyakit akibat pangan sebagai salah satu masalah keamanan pangan di Indonesia akan menjadi ‘bom waktu’ yang dapat ‘meledak’ sewaktu-waktu bila tidak tertangani dengan baik. Pola pelaporan penyakit akibat pangan mengikuti pola ‘gunung es’ yaitu suatu pola dimana kasus penyakit akibat pangan yang terlapor sangat sedikit dan berada pada puncak gunung atau permukaan saja, sedangkan data kasus yang sebenarnya terjadi jauh lebih besar dari keadaan yang ada di permukaan (Rocourt et al., 2003). Keadaan ini dapat dilihat pada kejadian maupun kasus busung lapar yang sedang di sorot banyak media akhir-akhir ini. Pola pelaporan kasus penyakit akibat pangan ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(45)

17

Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat banyak informasi yang hilang pada setiap langkah sebelum kasus terlaporkan pada institusi kesehatan yang berwenang (health authority) untuk dijadikan sebagai sumber informasi dalam surveilan kasus penyakit akibat pangan.

Sebagian besar kasus penyakit akibat pangan yang terlaporkan saat ini, merupakan kasus yang masih bersifat syndromic, artinya hanya berdasarkan gejala klinis dan belum terkonfirmasi dengan uji laboratorium sehingga jenis penyakit yang terlapor belum jelas berdasarkan agen penyebabnya, misal: listeriosis, salmonellosis. Meskipun beberapa kasus penyakit wajib untuk dilaporkan, tetapi dalam kenyataannya belum terimplementasi dengan baik. Pada umumnya hanya kasus yang bersifat ‘sporadic’ dengan kondisi atau gejala kasus yang parah saja terlaporkan secara lengkap dibandingkan data kasus penyakit akibat pangan dengan gejala ringan, misalnya diare. Sebagai konsekuensinya, banyak kasus tidak terlaporkan dan menjadi masalah utama dalam analisis dan interpretasi data, sehingga informasi yang dihasilkan kurang representatif.

Populasi masyarakat Terlapor Pada Departemen

Kesehatan Kasus terkonfirmasi Pengujian laboratorium Pengumpulan spesimen

Penderita yang mendapatkan perawatan medis Orang yang menderita penyakit akibat pangan

Sumber : Rocourt et al. (2003)


(46)

18 Gambar 2 di atas dapat menunjukkan lemahnya sistem surveilan panyakit akibat pangan di Indonesia. Saat ini Badan POM RI melalui Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan telah mengembangkan sistem penanganan, penanggulangan maupun pelaporan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan, khususnya yang bersifat point sources atau “point sources foodborne disease outbreak”. Data KLB keracunan pangan tersebut hanya menggambarkan sedikit potret keamanan pangan yang ada di Indonesia. Sedangkan kasus penyakit akibat pangan sporadis yang sering terjadi dengan jumlah korban yang jauh lebih besar dan mempunyai potensi KLB belum diketahui dengan pasti. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem surveilan penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia. Untuk mendukung surveilan kasus penyakit akibat pangan tersebut diperlukan adanya perangkat pendukung yang baik, salah satunya Sumber : Majowicz (2001)

Keterangan : warna putih menunjukkan “tidak ada data” kasus penyakit akibat pangan Gambar 2. Peta angka insiden kasus penyakit akibat pangan


(47)

19 dengan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan dari rumah sakit, puskesmas, klinik maupun pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat secara terpadu.

Blok putih pada Gambar 2 diatas menunjukkan bahwa data kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease) di Indonesia belum tersedia, sehingga belum dapat diakses oleh masyarakat luas, baik masyarakat internasional maupun regional (ASEAN). Bila dibandingkan dengan negara-negara asia lainnya, surveilan kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease case surveillance) di Indonesia masih lemah, sama halnya dengan negara-negara dunia ketiga yang ada di benua Afrika (dengan blok putih). Untuk itu diperlukan usaha yang sangat besar dari pemerintah untuk terus meningkatkan surveilan penyakit akibat pangan di Indonesia.

4. Penyakit Akibat Pangan yang Wajib Dilaporkan

Setiap wilayah/negara mewajibkan pelaporan kasus beberapa jenis penyakit akibat pangan yang berbeda-beda, tergantung jenis kasus penyakit akibat pangan yang paling sering dan paling potensial terjadi di suatu wilayah tertentu berdasarkan studi epidemiologi yang telah dilakukan. Pada Tabel 4 dapat dilihat beberapa jenis penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan (notifiable foodborne disease) di beberapa negara.

Berdasarkan Tabel 4 di bawah, pada negara-negara yang telah maju semakin banyak jenis penyakit akibat pangan (foodborne disease) yang wajib dilaporkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada negara maju, perhatian pemerintahnya terhadap masalah kesehatan sangat besar. Dapat dilihat pada Tabel 4 tersebut, terdapat beberapa jenis penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan pada hampir semua negara, diantaranya: kolera, shigellosis (kecuali Malaysia), typhoid, dan hepatitis A (kecuali Canada). Hal itu menunjukkan bahwa penyakit-penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global.


(48)

20 Tabel 4. Penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di beberapa negara

Jenis/syndrome penyakit akibat pangan (penyebab penyakit ) Negara Amerika Serikat 1 Canada

2 Indonesia 3 Australia 4 Malaysia 5

Botulisme (C. botulinum)

x x

Kolera

(Vibrio cholerae)

x x x x x

Shigellosis x x x x

Listeriosis x x x

Infeksi E. coli (termasuk E. coli O157:H7)

x x

HUS x

Salmonellosis x x x

Typhoid x x x x x

Paratyphoid x x

Yersiniasis (Yersinia enterocolitica)

x

Campylobacteriosis x x

Brucellosis x

Anthrax x

Cryptosporidiosis (Cryptosporidium parvum)

x x

Cyclosporiosis (Cyclospora sp.)

x x

Giardiasis (Giardia)

x x

Trichinosis (Trichinella spiralis)

x x

Chlamydia x x

Amubiasis x x

Hepatitis A x x x x

Dysentery x x

Keracunan pangan (food poisoning)

x

Diare x

Sumber : 1. CDC (2003) 2. PHAC (2000)

3. Departemen Kesehatan (2004) 4. OzFoodnet (2003)


(49)

21 5. Angka Insiden (Incident Rate), Angka Kematian (Case Fatality Rate) dan

Angka Kunjungan (Admission Rate) Kasus Penyakit Akibat Pangan Untuk mengetahui dan menentukan tingkat keseringan (prevalensi) maupun tingkat keparahan penyakit akibat pangan pada suatu tempat atau propinsi dapat dilakukan dengan penghitungan angka insiden (incident rate). Incident rate adalah nilai perbandingan antara jumlah korban (kasus) per 100.000 penduduk (Imari, 2004). Dengan angka insiden, dapat diketahui juga tingkat keparahan (severity) suatu penyakit akibat pangan dibandingkan dengan penyakit akibat pangan lainnya, ataupun tingkat keparahan penyakit akibat pangan pada suatu tempat/daerah/propinsi dibandingkan pada tempat/ propinsi lainnya. Hal ini berguna untuk menentukan prioritas program keamanan pangan pada wilayah di Indonesia sehingga hasil yang diharapkan akan lebih efektif dan efisien.

Selain incident rate (IR), tingkat keparahan penyakit akibat pangan pada suatu daerah dalam suatu waktu tertentu dapat diketahui dengan menghitung nilai case fatality rate (CFR). Case fatality rate adalah nilai perbandingan antara jumlah korban meninggal (kasus meninggal) dengan total jumlah korban (jumlah kasus yang terjadi) selama kurun waktu tertentu. Propinsi dengan CFR tertinggi berarti kejadian kasus penyakit akibat pangan di wilayah tersebut mengakibatkan korban meninggal terbanyak dibanding daerah (propinsi) yang lain. Apabila CFR pada suatu waktu tertentu (tahun atau bulan) mempunyai nilai tertinggi berarti kejadian kasus penyakit akibat pangan pada waktu tersebut mengakibatkan korban meninggal terbanyak dibandingkan pada waktu-waktu yang lain.

Admission ratedihitung berdasarkan jumlah kunjungan per jumlah kasus baru (pasien rawat jalan) pada rumah sakit. Admission rate hanya berlaku untuk kasus pada rawat jalan. Kasus baru pada pengobatan dengan rawat jalan adalah pasien (kasus) yang berkunjung untuk kali pertama pada suatu rumah sakit atau puskesmas dengan gejala atau penyakit tertentu. Apabila kasus tersebut berkunjung pada rumah sakit/klinik/puskesmas dengan jenis penyakit yang sama, maka pasien tersebut bukan disebut sebagai kasus baru. Admission rate ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kunjungan kasus dengan jenis penyakit akibat pangan tertentu dan


(50)

22 menentukan jenis penyakit akibat pangan yang paling umum (common) terjadi di suatu wilayah/negara tertentu (Erfandi; Djauzi, personal communication. 2005).

6. Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan

Pelaporan kasus penyakit akibat pangan merupakan bagian dari kegiatan surveilan penyakit akibat pangan. Hal tersebut penting dilakukan untuk mengetahui kecenderungan (trend) penyakit akibat pangan pada suatu tempat/daerah/wilayah (negara ataupun propinsi) dalam kurun waktu tertentu. Kecenderungan kejadian kasus penyakit akibat pangan dapat digunakan sebagai kewaspadaan dini (early warning) akan adanya kejadian luar biasa keracunan pangan/penyakit akibat pangan.

Kejadian luar biasa (KLB) menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.560/MENKES/PER/VIII/1989 adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Departemen Kesehatan, 2003). Sedangkan menurut WHO (World Health Organization), KLB keracunan pangan (foodborne disease outbreak) didefinisikan sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit setelah mengkonsumsi pangan yang secara epidemiologis terbukti sebagai sumber penularan (Sparringa, 2002).

Berdasarkan skala kejadiannya, kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :

a) Protracted foodborne disease outbreak

Protracted foodborne disease outbreak adalah kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan (foodborne disease outbreak) yang terjadi pada masyarakat atau suatu tempat secara terus menerus tanpa diketahui waktu paparannya, misal: KLB diare pada suatu area A yang terjadi pada waktu tertentu dan secara epidemiologis disebabkan oleh air atau pangan yang tercemar oleh bakteri patogen.

b) Point source foodborne disease outbreak

Point source foodborne disease outbreak adalah KLB yang terjadi pada suatu tempat yang diketahui waktu paparannya secara


(51)

23 epidemiologis disebabkan mengkonsumsi pangan yang sama, misal: KLB keracunan pangan pada suatu pesta akibat mengkonsumsi pangan tercemar yang dihidangkan dalam pesta tersebut (Sparringa, 2005). 7. Keparahan (Severity) Penyakit Akibat Pangan

Penyakit akibat pangan merupakan masalah kesehatan yang paling umum terjadi dibandingkan jenis penyakit yang lain. Data pada Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi (kolitis infeksi) merupakan penyakit utama yang diderita oleh pasien (kasus) rawat inap pada rumah sakit di Indonesia (Departemen Kesehatan, 2004). Bahkan menurut Rocourt et al. (2003), salah satu penyakit akibat pangan yang secara klinis paling banyak terjadi di dunia adalah gastroenteritis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, virus atau parasit. Biasanya penyakit ini mempunyai masa inkubasi yang pendek yaitu antara 1-2 hari sampai 7 hari. Masa atau waktu inkubasi adalah masa atau periode antara konsumsi pangan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme dengan terjadinya gejala sakit.

Penyakit akibat pangan dapat menyebabkan tingkat keparahan yang bervariasi, dari gejala penyakit yang ringan, dimana tidak memerlukan perawatan kesehatan sampai dengan terjadinya kematian. Mead et al. (1999) menyatakan bahwa di Amerika Serikat, angka pasien yang masuk rumah sakit (hospitalization rate) untuk kasus penyakit akibat pangan mempunyai kisaran antara 0.6% sampai 29%. Artinya, dari seluruh kasus penyakit akibat pangan terdapat jenis penyakit akibat pangan tertentu dimana dari 1000 kasus yang terjadi, 6 hingga 290 orang/pasien perlu menjalani rawat inap. Hasil paparan penyakit diare akibat mikroorganisme patogen dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : (1) keadaan imunitas atau kemampuan menghasilkan respon imun, (2) faktor nutrisi, (3) umur dan (4) faktor non spesifik (sebagai contoh, luka atau pasca cangkok organ). Sebagai hasilnya, kejadian, keparahan dan tingkat kematian (lethality) penyakit diare lebih tinggi pada beberapa segmen populasi tertentu, termasuk balita, wanita hamil, manusia dengan tingkat imunitas rendah (immunocompromised), misalnya pasien yang melakukan transplantasi


(52)

24 organ, pasien yang melakukan kemotherapi kanker, pengidap HIV/AIDS serta orang yang telah lanjut usia (Gerba et al., 1996).

Pelaporan kasus penyakit akibat pangan juga penting dilakukan sebagai dasar untuk melakukan kajian berbagai jenis penyakit sebagai implikasi (impact) adanya penyakit akibat pangan. Beberapa penyakit akibat pangan diketahui sebagai penyebab penyakit yang bersifat kronis (menahun). Sebagai contohnya adalah infeksi Vibrio parahaemolyticus septicaemia yang menyebabkan penyakit thalasemia (Hlady et al., 1996; Adam Kiewiciz et al., 1998). Infeksi E. coli O157:H7 dengan gejala diare berdarah dapat menyebabkan komplikasi serius sebagai manifestasi secara sistemik seperti haemolytic uremic syndrome (HUS). Penyakit HUS merupakan salah satu penyebab terjadinya gagal ginjal dan kerusakan sistem syaraf (neurologi). Infeksi Campylobacter jejuni dapat menyebabkan sindrom Guillain-Barre (Guillain-Barre syndrome) yaitu gejala degenerasi sistem saraf dan ketidakmampuan menawar racun, salmonellosis dapat menyebabkan arthritis dan encephalitis toksoplasma yang bersifat kronis (Griffin et al., 1988; Rees et al., 1995; Thompson et al., 1995). Bahkan 2% sampai 3% dari seluruh kasus penyakit akibat pangan berpotensi menyebabkan penyakit yang bersifat kronis (komplikasi jangka panjang) (Lindsay, 1997).

D. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AKIBAT PANGAN 1. Definisi Epidemiologi

Epidemiologi didefinisikan sebagai studi yang mempelajari tentang distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan manusia dalam suatu populasi tertentu serta aplikasinya dalam mengendalikan masalah kesehatan manusia. Sparringa (2005), menjabarkan pengertian epidemiologi tersebut dengan keenam kata kuncinya, yaitu : a) Studi

Epidemiologi merupakan ilmu dasar dalam kesehatan masyarakat. Epidemiologi didukung oleh banyak disiplin ilmu berdasarkan prinsip statistik dan metode riset, termasuk di dalamnya surveilan, observasi, pengujian hipotesis, dan riset analitis.


(1)

Lampiran 11. Kasus dan Angka Insidens Diare Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003 (Lanjutan)

No Propinsi 2000 2001 2002 2003

Kasus AI Kasus AI Kasus AI Kasus AI

26 Nusa Tenggara Barat

48992 12,1 0 0 0 0 38091 9,1

27 Nusa Tenggara Timur

64464 16,2 71095 17,9 52028 13,1 54443 13,6

28 Maluku 0 0 0 0 0 0 13510 11,1

29 Maluku Utara 0 - 10848 - 3892 - 4645 6,03

30 Papua 20066 8,8 11918 5,2 11918 5,2 3305 1,4

INDONESIA (JUMLAH) 4655414 21,9 2277071 10,7 1433746 6,7 2275526 10,6

Keterangan : AI = Angka Insidental

0 = Tidak ada kasus

- = Tidak ada laporan


(2)

Lampiran 12. Daftar penyakit akibat pangan menurut ICD X (International Classification of Disease)

Intestinal Infectious Disease : A00 Cholera

A00.0 Cholera due to Vibrio cholerae 01 Biovar Cholerae

Classical Cholerae

A00.1 Cholera due to Vibrio cholerae 01 Biovar eltor

Cholera eltor

A00.9 Cholera, unspecified A01 Typhoid dan Paratyphoid A01.0 Typhoid fever

Infection due to Salmonella typhi A01.1 Paratyphoid fever A A01.2 Paratyphoid fever B A01.3 Paratyphoid fever C

A01.4 Paratyphoid fever, unspecified Infection due to Salmonella paratyphi NOS A02 Other Salmonella infection

A02.0 Salmonella enteritis Salmonellosis

A02.1 Salmonella septicaemia A02.2 Localized Salmonella infections Salmonella :

Arthritis (MOI.3) Meningitis (G01) Osteomyelitis (M90.2) Pneumonia

Renal tubulo

A02.8 Other specified Salmonella infections A02.9 Salmonella infections, unspecified A03 Shigellosis

A03.0 Shigellosis due to Shigella dysenteriae

Group A Shigellosis (Shiga-Kryse dysentery) A03.1 Shigellosis due to Shigella flexineri

Group B Shigellosis

A03.2 Shigellosis due to Shigella boydii Group C Shigellosis

A03.8 Other Shigellosis A03.9 Shigellosis, unspecified Bacillary dysentery NOS A04 Other bacterial intestinal infectious

Excludes : Foodborne intoxication, bacterial (A05.-) Tuber culous enteritis (A18.3)

A04.0 Enteropathogenic Escherichia coli infection A04.1 Enterotoxigenic Escherichia coli infection


(3)

A04.2 Enteroinvasive Escherichia coli infection A04.3 Enterohaemorrhagic Escherichia coli infection A04.4 Other intestinal E. Coli infections

E. coli enteritis NOS

A04.5 Campylobacter enteritis A04.6 enteritis due to Yersinia enterocolitica

Excludes : extra intestinal yersiniosis (A28.2) A04.7 Enterocolitis due to Clostridium difficile A04.8 Other specified bacterial intestinal infectious A04.9 Bacterial intestinal infection, unspecified

Bacterial enteritis NOS

A05 Other bacterial foodborne intoxication Excludes : E. coli infections (A04.0-A04.4)

Listeriosis (A32.-)

Salmonella foodborne intoxication & infection (A02.-) Toxic effect of noxious food stuffs (T61-T62)

A05.0 Foodborne Staphylococcal intoxication A05.1 Botulism

Classical foodborne intoxication due to Clostridium botulinum A05.2 Foodborne Clostridium perfringens [Clostridium welchii] intoxication

Enteritis necroticans Pig - bel

A05.3 Foodborne Vibrio parahaemolyticus intoxication A04.4 Foodborne Bacillus cereus intoxication

A05.8 Other specified bacterial Foodborne intoxication A05.9 Bacterial Foodborne intoxication, unspecified A06 Amoebiasis

Includes : Infections due to Entamoeba histolytica Excludes : Other protozoal intestinal diseaseS (A07.-) A06.1 Chronic intestinal amoebiasis

A06.2 Amoebic non dysenteryc colitis A06.3 Amoeboma of intestine

Amoeboma NOS

A06.4 Amoebic liver abscess Hepatic amoebiasis

A06.5 Amoebic lung abscess (J99.8) Amoebic abscess of lung (and liver) A06.6 Amoebic brain abscess (G07)

Amoebic abscess of brain (and liver) (and lung) A06.7 Cutaneous amoebiasis

A06.8 Amoebic infection of other sites Amoebic :

Appendicitis Balanitis (N51.2) A06.9 Amoebiasis unspecified A07 Other protozoal intestinal disease A07.0 Balantidiasis


(4)

Balantidial dysentery A07.1 Giardiasis (Lambliasis) A07.2 Cryptosporidiosis A07.3 Isosporiasis

Infection due to Isospora belli and Isospora hominis Intestinal coccidiosis

Isosporosis

A07.8 Other specified protozoal intestinal diseases Intestinal trichomoniasis

Sarcocystosis Sarcosporidiosis

A07.9 Protozoal intestinal disease, unspecified Flagellata diarrhoea

Protozoal : Colitis Diarrhoea Dysentery

A08 Viral dan Other specified intestinal infections

Excludes : Influenza with involvement of GI tract (J10.8, J11.8) A08.0 Rotaviral enteritis

A08.1 Acute gastroenteropathy due to Norwalk agent Small round structured virus enteritis

A08.2 Adenoviral enteritis A08.3 Other viral enteritis

A08.4 Viral intestinal infection, unspecified

Viral :

Enteritis NOS Gastroenteritis NOS Gastroenteropathy NOS

A08.5 Other specified intestinal infections

A09 Diarrhoea dan Gastroenteritis of presumed infectious origin


(5)

(6)