12
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Syair di Nusantara
Syair adalah jenis puisi lama. Syair terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai
dua belas suku kata. Syair juga tidak mempunyai unsr-unsur sindiran di dalamnya. Aturan sanjak akhir ialah aaaa dan sanjak dalam internal rhyme A. Teeuw,
1966b: 431-432 hampir-hampir tidak ada.
1
1.
Sejarah Perkembangan Syair
R. O. Winsted berpendapat bahwa syair pertama kali muncul dalam sastra Melayu pada abad ke-15 dalam Syair Ken Tambuhan. Bukti-bukti yang
dikemukakannya ialah pemakaian kata-kata Kawi seperti lalangan kebun, kata- kata Jawa seperti ngambara dan ngulurkan, perbendaharaan kata yang kaya, mitos
Hindu dan satu gaya yang klasik R. O. Winsted, 1958: 152. A. Teeuw tidak setuju dengan pendapat ini. Ditunjukkannya bahwa Syair
Ken Tambuhan baru ditulis pada abad ke-17 atau ke-18; unsur-usnur Jawa yang terdapat dalam Syair Ken Tambuhan belum tentu langsung berasal dari bahasa
Jawa oleh penulisnya. Ia mungkin berasal dari cerita Panji dan wayang yang tersebar luas di alam Melayu sejak zaman dahulu kala; tambahan pula, kita juga
tidak boleh menafsirkan adanya hubungan langsung dengan Jawa sesudah zaman Malaka, yaitu abad ke-15.
1
Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, YOI: 2011, h. 562.
Menurut Teeuw, kemunculan syair dalam sastra melayu tidak mungkin lebih awal daripada abad ke-16. Sekitar tahun 1600, syair masih berarti puisi
secara umum dan bukan sesuatu jenis puisi tertentu.. dalam Tajus Salatin yang tertulis pada tahun 16021603 tidak terdapat sekuntum pun puisi yang mirip
dengan struktur syair sekarang. Syair sebagai jenis puisi yang berbaris empat dan bersanjak aaaa baru tersebar sesudah Hamzah Fansuri menamai puisi yang
ditulisnya ruba’i puisi yang berbaris empat. Tetapi ruba’i Hamzah Fansuri
berbeda dengan ruba’i sejenis puisi ArabParsi. Ruba’i Hamzah Fansuri
merupakan bagian dari sebuah puisi yang lebih panjang, sedangkan ruba’i sebagai
puisi ArabParsi adalah sebuah puisi yang berdiri dengan sendirinya.
2
Mula-mula puisi Hamzah itu terdiri atas beberapa kesatuan yang disebut ruba’i, kadang-kadang bait dan sekali-sekali syi’r atau sya’ir. Bila puisi-puisi
jenis ini tersebar luas dan digemari orang, ia mendapat nama baru, yaitu syair. Penyair-penyair lain juga menulis puisi jenis ini syair, tetapi tidak membatasi
diri pada puisi tasawuf lagi. Semua perkara disyairkan dalam bentuk ini. Pengaruhnya juga kian meluas. Dalam sastra Jawa muncul sejenis puisi yang
berasal dari syair, yaitu sangir. Pada tahun 1670, seorang Melayu di Makassar menggunakan bentuk ini untuk menulis sebuah sysair sejarah, yaitu Syair Perang
Mengkasar. Lambat-laun, penulis-penulis di berbagai daerah menggunakan puisi jenis ini untuk menulis puisi romantik seperti Syair Ken Tambuhan.
Demikianlah kita melihat pada abad ke-17, syair-syair sudah bermunculan di Johor, Palembang, Riau, Banjarmasin, Batavia, Jakarta, dan Ambon, bahkan
di seluruh Nusantara. A. Teeuw, 1966:446.
2
Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, YOI: 2011, h. 563.