Syair-syair yang Muncul di Buton

oleh J.C. Anceaux, kabanti bermakna puisi syair, nyanyian, sajak. 12 Pada pertengahan abad ke-19, Haji Abdul Gani menulis naskah syair kabanti. Di antaranya yang diterjemahkan oleh Abdul Mulku Zahari adalah Ajonga Yinda Malusa Pakaian yang Tidak Kusut. 13 Termaksud syair Kanturuna Mohelana Lampu Orang yang Berlayar anonym Ikram, 2002: 2. 14 Lambalangi, adalah seorang yang menulis ulang dan mengumpulkan beberapa kabanti wolio mengatakan bahwa pada 1824 di masa Diponegoro, karena pergaulan di Buton sudah jauh dari norma-norma agama. Sehingga, Muhammad Idrus Kaimuddin membuat kabanti pada saat itu. Kata para orang tua dulu ada 100 lebih judul kabanti yang tertulis. Namun, hingga saat ini sudah 21 tahun yang ditemukan baru 35 judul kabanti. 15 Disamping menumbuhkan kesusastraan dalam bahasa asli, beberapa daerah telah pula menciptakan sastra dalam bahasa Melayu seperti Aceh, Minangkabau Sulawesi Selatan dan Tenggara, Bima, dan Maluku. Bahasa itu khususnya digunakan untuk menulis teks-teks yang mempunyai kepentingan kenegaraan, seperti Hikayat Aceh Aceh, Bo’ Sangaji Kai Bima, Hikayat Tanah Hitu Ambon, Istiadat Tanah Negeri Butun Buton. Di lingkungan bahasa Sunda 12 J. C. ANCEAUX, Wolio Dictionary-wolio-english-indonesia, Foris Publication Holland: 1987, h. 51. 13 Achadiati Ikram, Katalok Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2002, Hal. 5. 14 Lihat juga Ikram 2002:2 Kanturuna Mohelana menjadi syair yang dianggap sebuah sejarah yang mengungkap latar belakang nama Buton. 15 Wawancara Pribadi dengan Lambalangi, Tanggal 25 Maret 2014 dikediamannya, Tarafu, Baubau, Sulawesi Tenggara. dan Jawa tetap dihasilkan sastra agama Islam dalam bahasa daerah dengan tata aksara Arab yang disesuaikan, yaitu pegon. 16

C. Mengenal Aksara

Berkenaan dengan aksara arab pada tulisan kabanti, sebenarnya secara keseluruhan, aksara yang ditemukan dalam naskah tulisan tangan mempunyai dua sumber, yaitu India dan Arab, meliputi kurun waktu abad ke-9 sampai abad ke-20. Kedua sumber tersebut tersebar ke Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, Bali, Sulawesi, dan Maluku. Hadirnya teknologi percetakan yang disebarluaskan dengan cara pendidikan formal bersama kedatangan bangsa Eropa dan terutama kekuasaan pemerintah kolonial memberi pukulan telak kepada kehidupan seni tulis tangan. 17 Tradisi manuskrip lambat laun, tetapi pasti, ditinggalkan untuk suatu teknologi yang lebih mudah. Bukan hanya itu, aksara daerah akan terdesak oleh jenis tulisan yang sudah lazim dipakai di dunia para penguasa dari Eropa. Pertarungan yang tidak seimbang akhirnya menggeser aksara kea lam sejarah. Begitupun bahasa daerah untuk tulisan, kini dalam proses kepunahan. Walau masih ada juga masyarakat yang tetap memilih menggunakan dan memelihara 16 Achadiati Ikram dkk, Mukhlis PaEni:Editor Umum, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra, dan Aksara, Rajawali Pers, Jakarta: 2009, h. 78-79. 17 Lihat Ikram, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra dan Aksara, 2009: 270. Tidak semua komunitas manusia memerlukan aksara atau tulisan, kata Ong, bahasa hakikatnya adalah lisani oral. Itu terbukti dalam penelitian bahwa di antara puluhan ribu bahasa yang pernah digunakan di dunia hanya sekitar 106 yang memiliki sistem tulisan yang menghasilkan kepustakaan. Artinya, sebagian besar tidak mengenal tulisan Ong, 1980:7. Kemduian, di antara kurang lebih 3000 bahasa yang kini hidup hanya kira-kira 78 yang mempunyai kesusastraan tertulis. Sehingga, dari tempat-tempat rekayasa sistem tulisan yang disebut di atas itulah, dan terutama dari Asia Minor kemudian pengenalan aksara menyebar sehingga banyak bangsa dapat mengambil alihnya dan mentransformasikannya tanpa perlu menciptakannya sendiri. aksara daerah dan tulisan tangan untuk tujuan-tujuan tertentu lihat Ikram, 2009: 279-280.

D. Syair Sebagai Media Dakwah

1. Dakwah dan Objek Kajiannya Secara etimologi, kata Da’wah berasal dari bahasa Arab yang berarti: panggilan, seruan, atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja fi’ilnya adalah memanggil, menyeru atau Da’aa, Yad’uu, Da’watan. 18 Secara terminologi, beberapa ahli mengemukakan pengertiannya sebagai berikut: a. Pof. Thoha Yahya Umar, dakwah Islam adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. 19 b. Menurut M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. 20 c. Menurut M. Arifin, dakwah adalah suatu kegiatan ajakan dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara 18 Drs. Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah Jakarta: Rajawali Pers, 2011, Hal. 1. 19 Prof. H. M. Thoha Yahya Umar. MA, Imu Dakwah, Jakarta: CV. Al-Hidayah, 2002, Hal. 7. 20 Quraish Shihab, Membumikan Al- Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992, Hal. 194. individu maupun kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama, message yang disampaikan kepadanya tanpa ada unsur pemaksaan. 21 Dakwah menurut Sayyid Qutub memberi batasan dengan ”mengajak” atau “menyeru” kepada orang lain masuk ke dalam sabil jalan Allah SWT bukan untuk mengikuti da’i atau sekolompok orang. Ahmad Ghusuli menjelaskan bahwa dakwah merupakan pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia supaya mengikuti Islam. Abdul al Badi Shadar membagi dakwah membagi dua tataran yaitu dakwah fardiyah dan dakwah ummah. Sementara itu, Abu Zahroh menyatakan bahwa dakwah itu dapat dibagi menjadi dua hal; pelaksana dakwah, perseorangan, dan organisasi. Sedangkan Ismail al-Faruqi, mengungkapkan bahwa hakikat dakwah adalah kebebasan, universal, dan rasional. Kebebsan akan menunjukkan dakwah itu bersifat universal berlaku untuk semua umat dan sepanjang masa. 22 Pada intinya, menurut Ilaihi, pemahaman lebih luas dari pengertian dakwah yang telah didefinisikan oleh para ahli tersebut adalah: pertama, ajakan ke jalan Allah SWT. Kedua, dilaksanakan secara berorganisasi. Ketiga, kegiatan untuk mempengaruhi manusia agar masuk jalan Allah SWT. Keempat, sasaran bisa secara fardiyah atau jam a’ah. Dalam konteks dakwah istilah amar ma’ruf nahi munkar secara lengkap dan populer dipakai adalah yang terekam dalam Al- Qur’an, Surah Ali-Imran, ayat 104: 21 M. Arifin, Paikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000 Cet. Ke-5, Hal. 6. 22 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Rosdakarya: Bandung, 2010, hal. 14.