Syair Sebagai Media Dakwah

                “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar; mereka itulah orang- orang yang beruntung.” Ciri khas materi dakwah menurut Anwar Arifin adalah al-khair, al- ma’ruf, dan al-munkar, sebagaimana ayat tersebut di atas. Meskipun demikian, dalam kenyataannya terdapat perbedaan penafsiran. Kemudian, materi dakwah yang lain secara umum adalah keyakinan dan pandangan hidup Islam yang bersifat universal dan sesuai dengan fitrah dan kehanifaan manusia. Semua pandangan itu termaktub dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul. 23 Objek kajian dakwah ialah hubungan interaksional antara subjek dakwah dan subjek sasaran dakwah dengan menggunakan metode, media, dan materi dakwah tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Kutipan Ilaihi tersebut juga akhirnya dinyatakan secara proposional dalam ilmu proposisi yaitu: a. Subjek dakwah tertenut berhubungan dengan religionitas subjek sasaran dakwah. b. Media dakwah tertentu berhubungan dengan religionitas subjek sasaran dakwah. c. Materi dakwah tertnetu berhubungan dengan religionitas subjek sasaran dakwah. d. Situasi objektif subjek sasaran dakwah berhubungan dengan religionitas sendiri. 23 Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2011, h.20-21. Hampir seirama dengan pernyataan di atas, objek kajian ilmu dakwah menurut Cik Hasan Bisri adalah unsur substansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen yaitu: dai’i, mad’u, metode, materi, media, dan tujuan dakwah. Sedangkan objek forma ilmu dakwah adalah sudut pandang tertentu yang dikaji dalam disiplin utama ilmu dakwah yaitu disiplin Tbaligh, Pengembangan Masyarakat Islam, dan Manajemen Dakwah. Sedangkan objek materi ilmu dakawah adalah proses penyampaian umat manusia. 24 2. Metode Dakwah a. Pengertian Metode dakwah Dari segi bahasa, metode berasal dari dua kata yaitu “meta” melalui dan “hodos” jalan. Cara Arifm, 1991:61. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodeicay artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methods artinya jalan “thariq” bahasa Arab Hasanuddin, 1996:35. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Sehingga, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i komunikator kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang Tasmara, 1997:43. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpuh pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia untuk manusia. 24 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah Rosdakarya: Bandung, 2010, h. 29. b. Macam-macam Metode Dakwah Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk QS Al-Nahl [16]: 125. Dari ayat berikut dapat dipahami bahwa metode dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu: 1 Bil-Hikmah Kata “hikmah” dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk mashdarnya adalah “hukuman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hokum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah. Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, ketepatan dalam perkataan dan pengamalannya. Hal ini akan tercapai dengan memahami Al- Qur’an dan mendalami Syariat Islam Qoyyim: 226. Sementara itu, menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An- Nasafi, arti dakwah bil-hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan Hasan Fadhullah: 44. 2 Al-Mau’idza Al-Hasanah Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi adalah perkataan- perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al- Qur’an Hasanuddin, 1996:37. Sementara menurut Abdul Hamid al-Bilali, merupakan salah satu manhaj metode dalam dakwah untuk mengajak ke dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau bimbingan yang lemah lembut agar mereka mau berbuat baik Al-Bilali, 1989. Wahidin Saputra mengutip dan menklasifikasikan mau’idzah hasanah dalam beberapa bentuk yaitu, nasihat atau petuah, bimbingan pengajaran dan pendidikan, kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan, dan wasiat pesan-pesan positif. Jubaedi mengatakan bahwa metode tersebut salah satunya merupakan nasihat agar umat Islam melaksanakan ajarannya sebagaimana terdapat dalam Al- Qur’an dan Hadits, seperti melaksanakan shalat limat waktu, anjuran agar umat Islam bersatu, tolong menolong antar sesama dan anjuran untuk berbuat baik. 25 Sementara metode kisah dijadikan cara untuk menyampaikan pesan-pesan Islam oleh para Mubaligh, terutama ketika memperingati acara Maulid Nabi, Isra Mi’raj, dan pengajian-pengajian yang memerlukan ilustrai penjelasan dengan kisah lihat Aripuddin, 2011: 100. 25 Acep Aripuddin, Pengembangan Metode Dakwah, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2011, h. 84. 3 Al-Mujadalah Menurut Al-Jarisyah, dalam kitabnya Adab al-Hiwar wa- almunadzarah, mengartikan bahwa “al-Jidal” secara bahasa dapat bermakna “datang untuk memilih kebenaran” dan apabila berbentuk ism “al-jadlu” maka berarti “pertentangan atau perseteruan yang tajam” Al-Jarisyah, 1989:19. Sementara menurut an- Nasafi, kata ini bermakna “berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan suatu perkataan yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa, dan menerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama. Wahidin Saputra berpendapat bahwa Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. 26 26 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h. 242-255. 3. Media Dakwah Berbicara soal media, kata “media” merupakan jamak dari bahasa Latin yaitu medion, yang berarti alat perantara. Sedangkan secara istilah media berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan lihat Syukir, 1993:163. Seorang Da’i dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia tidak akan lepas dari sarana atau media wasilah dakwah. Kepandaian untuk memilih media dakwah yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Bagi Tarmizi Taher, internet juga merupakan media dakwah Islam. Pada masa kini dakwah telah menggunakan medium bit, binary dan digital. Dakwah dalam bentuk tulisan di buku mendapatkan komplementernya berupa text dan hypertext di Internet. Meskipun jumlahnya masih sangat sedikit, kalangan umat Islam di Indonesia yang menggunakan Internet sebagai media dakwah jumlahnya kian hari kian bertambah. Fenomena dakwah digital tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi informasi TI di dunia. 27 Bagi Asmuni Syukur, media dakwah adalah segalah sesuatu yang dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. 27 Nurul Badru Tamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005, h. 157-158. Media dakwah ini dapat berupa barang material, orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya. 28 Dr. Taufik al- Wa’iy menyebut beragama-macam sarana bertabligh atau berdakwah. Apalagi pada era teknologi, telah bermacam-macam dan beraneka ragam media atau sarana dakwah. Semuanya dapat dikelompokkan sebagaimana berikut ini: a. Sarana sam’iyah audio, seperti radio, seminar, khotbah, diskusi, pelajaran, dan lain-lain. b. Sarana maqru’ah bacaan, seperti Koran, majalah, buku, selebaran, dan lain-lain. c. Sarana bashriyah video, seperti televise, drama, bisokop, dan lain- lain. d. Sarana syakhsiyah profil, seperti pertemuan, dakwah fardiyah, percakapan, basa-basi, dan lain-lain. 29 Beberapa media dakwah yang dikutip oleh Asmuni Syukur Syukur: 168- 180 adalah sebagai berikut: a. Lembaga Pendidikan Formal Lembaga pendidikan formal yang memiliki kurikulum, siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin, dan sebagainya. Seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan lain sebagainya. Dalam kurikulum yang dianutnya terdapat bidang studi agama apalagi 28 Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, Al-Ikhlas, h. 163. 29 Taufik al- Wa’iy, “Da’wah Ilallah” Dakwah ke Jalan Allah: Muatan, Saran, dan Tujuan, Jakarta: Robbani Press, 2010, h. 352. lembaga pendidikan yang di bawah lingkungan Kementrian Agama. Dengan pendidikan agama tersebutlah menunnjukkan bahwa lembaga formal merupakan media dakwah. Sebab, pendidikan agama pada dasarnya menanamkan ajaran Islam kepada anak yang bertujuan melaksanakan perintah Allah dakwah. b. Lingkungan Keluarga Keluarga adalah kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau kesatuan sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang masih ada hubungan darah. Keluarga memiliki kepala keluarga yang berkuasa atas segalanya di dalam keluarga dan juga sebagai sosok yang disegani. Pada umumnya, di dalam keluarga terdapat kesamaan agama, tapi ada juga bermacam-macam agama yang dianutnya. Bagi kepala keluarga beragama Islam, kesempatan yang baik keluarganya dapat dijadikan media dakwah, seperti membiasakan anaknya shalat, puasa, dan sebagainya sebagaimana disabdakan Rasulullah saw: “Suruhlah anak-anakmu menjalankan ibadah shalat bila mana sudah berusia tujuh tahun, dan apabila telah berusia sepuluh tahun pukullah ia bila tidak mau menjalankan shalat tersebut dan pisahkan tempat tidurnya ” Al-Hadits. c. Organisasi-organisasi Islam Oraganisasi Islam sudah tentu berasaskan ajaran Islam. Begitupun tujuan organisasinya, menyingguny ukhuwah islamiyah, dakwah islamiah, dan sebagainya. Maka, organisasi Islam seperti ini dapat dikatakan sebagai media dakwah. d. Hari-hari Besar Islam Sebagai tradisi Umat Islam Inonesia, setiap peringatan hari besar secara seksama mengadakan upacara-upacara. Upacara peringatan hari besar Islam dilaksanakan di berbagai tempat, di istana Negara, kantor- kantor, sampai di daerha pelosok pedesaan. Di sinilah da’i memiliki kesempatan yang baik dalam menyampaikan misi dakwahnya. Baik bersifat pengajian umum maupun selamatan di surau-surau atau tempat lainnya. Kebaikan hari-hari besar memang biasa dijadikan sebagai media dakwah. e. Media Massa Media yang berupa radio, televisi, surat kabarmajalah, juga dipergunakan sebagai media dakwah. Baik melalui rubrikacara khusus agama ataupun acararubrik yang berbentuk sandiwara, puisi, lagu- lagu, dan sebagainya. f. Seni Budaya Beberapa group kesenian dan juga kebudayaan menunjukkan perannya dalam usaha penyeruan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar. Seperti group qosidah, dangdut, musik band, sandiwara, wayang kulit, dan sebagainya Syukur:163. 4. Materi Dawkah Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan da’i kepada mad’u. Pada dasarnya, pesan dakwah itu adalah ajaran Islam itu sendiri. Secara umum dapat dibagi beberapa kelompok yaitu: a. Pesan Akidah, meliputi Iman kepada Allah Swt, Iman kepada Malaikat-Nya, Iman kepada kitab-kitab-Nya, Iman kepada Rasul-rasul- Nya, Iman kepada Hari Akhir, dan Iman kepada Qadha-Qadar. b. Pesan Syair’ah, meliputi ibadah thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, serta mu’amalah.  Hukum perdata meliputi: hukum niaga, hukum nikah, dan hukum waris,  Hukum public meliputi: hukum pidana, hukum negara, hukum perang, dan damai. c. Pesan Akhlak, meliputi akhlat terhadap Allah Swt, akhlak terhadap makhluk yaitu manusia, diri sendiri, tetangga, masyarakat, serta akhlak terhadap bukan manusia yaitu flora, fauna, dan sebagainya. 30 Sampai dengan abad ke-8 H14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Dalam pola perkembangan dakwah di Indonesia sebelum masa penjajahan, baru pada abad ke-9 H14 M, penduduk pribumi memeluk islam secara massal. Menurut para pakar sejarah, bahwa masuk islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu, 30 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Rosdakarya: Bandung, 2010, h. 20. ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam, seperti Kerjaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Buton, Cirebon, Ternate, dan lain-lainnya. Dalam literatur yang beredar dan menjadi arus besar sejarah, masuknya Islam ke Indonesia selalu diidentikkan dengan penyebaran agama oleh orang Arab, Persia, ataupun Gujarat. Walaupun ada penemuan Slamet Mulyana bahwa Islam di Nusantara tidak hanya berasal dari wilayah India dan Timur Tengah, akan tetapi juga dari Cina, tepatnya Yunan. Setelah armada Tiongkok Dnasti Ming yang pertama kali masuk Nusantara melalui Palembang tahun 1407 M, kemudian Laksamana Ceng Ho membentuk Kerjaan Islam di Palembang yang dalam perkembangannya Kerjaan Islam Demaklah yang lebih dikenal. 31 Sunan Bonang atau Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Malina. Pemilik julukan Prabu Nyokrokusumo itu adalah termasuk penyokong dari Kerjaan Demak dan ikut pula membantu pendirian Masjid Agung di kota Bintaro Demak. Selain mendirikan pendidikan dan dakwah Islam, salah satu program dakwah yang dikembangkannya adalah berinteraksi dengan masyarakat dan menciptakan gending-gending atau tembang-tembang jawa yang sarat dengan misi pendidikan dakwah Islam Hefni, 2007: 177. Seperti halnya Idrus Kaimuddin membuat syair kabanti buton, tembang ciptaan Sunan Bonang juga membuat seperti Simon, Dandang Gulo, Pangkur, dan lain-lain. Berkaitan dengan yang dilakukan Idrus, Sunan Bonang juga melakukan kodifikasi atau pembukuan dakwah yang diandili oleh murid-muridnya. Kitab itu ada yang berbentuk puisi maupun prosa yang sampai saat ini dikenal sebagai 31 Harjani Hefni, Lc, M.A, Pengantar Sejarah Dakwah Kencana: Jakarta, 2007, h. 171-172. Suluk Sunan Bonang Hefni, 2007. Berkenaan dengan hal tersebut, syair yang dibuat dengan pendekatan tasawuf atau religionitas adalah juga merupakan saran dakwah Islam. Yusuf Qardhawi dalam Retorika Islam mengatakan bahwa dakwah di jalan Allah SWT dapat dilakukan dengan menulis buku, membangun lembaga pendidikan, mempresentasikan ceramah-ceramah di pusat keilmuan, atau menyampaikan khutbah jum’at dan sebagainya. Ada pula yang melakukan dakwah dengan kalimat thayibah baik, pergaulan yang baik dan keteladanan. Selain itu, ada lagi bentuk dakwah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas material demi kemaslahatan dakwah, bahkan dakwah melalui seni, baik seni suara maupun seni musik. 32 Menurut Esa Poetra, yang dikutip Aripudin, bahwa lagu-lagu dan puji- pujian pada masa penjajahan merupakan media yang bisa menumbuhkan ketenangan dan keberanian. Pada masa Nabi Muhammad saw, pernah suatu ketika dua kali pasukan tentara Islam dipukul tentara Quraisy, Rasulullah sempat meminta dikumpulkan penyanyi-penyanyi terbaik dengan meminta Hindun menjadi lead vocal-nya. Dengan segala ridha-Nya, perang ketiga akhirnya dimenangkan pasukan Islam lihat Aripudin, 2012: 137-138. Berdasarkan prisnsip al-hikmah dan biqadri „uquulihim, Wali Songo memanfaatkan seni budaya lokal seni suara, seni karawitan, dan wayang sebagai media dakwah. Sebagaimana Islam-Demak masyarakat umumnya menggunakan tembang gede, sebuah seni suara Jawa-Hindu. Karena tembang tersebut dirasa 32 Acep Aripuddin, Dakwah Antarbudaya, Rosdakarya, Bandung: 2012, h. 137. kurang menarik dan kurang praktis, maka Sunan Kalijaga, Sunan Giri, dan Sunan Bonang Wali Janget TinelonTiga Serangkai mengganti dengan tembang macapat dengan lagu-lagunya yang terkenal. Tembang macapat memiliki banyak lagu, di antaranya lagu Kinanti karya Sunan Kalijaga, isi syairnya sebagai berikut: Bismillahi- sun pitutu r Pitutur laku basuki Ing donya tum’keng delaha n Mung samungkem mring Ilahi Hasirik laku duraka Asih tresno mring sasami Artinya: Bismillahi aku memberi wejangan Wewejang merupakan laku selamat Di dunia sampai akhirat Hanya taat kepada Tuhan Pantang melakukan perbuatan durhaka Kasih sayang kepada sesama manusia 33 Islam telah memberikan acuan moral akhlak bagi para penyair untuk membela agama, menonjolkan nilai-nilai yang baik, melawan musuh-musuh kaum muslimin dengan kata-kata dan membantah setiap tipu daya para pendusta. Al- Qur’an juga mencela cara-cara yang dilakukan para penyair sesat, yang membuat kalimat-kalimat tak berakhlak dan berisi khayalan, mimpi-mimpi dan tipu daya yang menjauhkan pembacanya dari hakikat kebenaran. Seperti firman Allah QS. Asy- Syu’ara: 224-227 Bahkan, Rasulullah Saw mendukung syair-syair yang menyerukan pada keutamaan dan nilai-nilai yang terpuji. Sebuah riwayat yang menyebutkan: beliau bersabda, “Sesungguhnya dari syair itu terdapat hikmah” juga “Dengan syair itu, 33 Nawari Ismail, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya, PT. Bulan Bintang, Jakarta: 2004, h. 113-114. kalian laksana melempar busur- busur panah ke mereka” Bukhari, Al-Jami’ Ash- Shahih, juz 7, hal. 107. 34

E. Semiotik dalam Syair

1. Semiotika Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53. Sobur mengutip bahwa Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda Littlejohn, 1996:64. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. Chalrles Sanders Peirce dalam Littlejohn, 1996:64 34 Muhammad Amahzun, Manhaj Dakwah Rasulullah, Qisthi Press, Jakarta: 2004, h.201-202. mendefinisikan semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object, and a meaning suatu hubungan di antara tanda, objek, dan makna”. Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti “tanda” Sudjiman dan van Zoest, 1996: vii atau seme, yang berarti “penafsir tanda” Cobley dan Jansz, 1999:4. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika Kurniawan, 2001:49. “Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya, asap menandai adanya api. Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti significant dalam kaitannya dengan pembaca. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan signifie sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Dalam penelitian sastra, misalnya, kerap diperhatikan hubungan sintaksis antara tanda-tanda strukturalisme dan hubungan antara tanda dan apa yang ditandakan semantik. Sebuah teks, apakah itu surat cinta, makalah, iklan, cerpen, puisi, pidato presiden, poster politik, komik, kartun, dan semua hal yang mungkin menjadi “tanda” bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni, suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi. 35 2. Semiotika dalam Studi Sastra Narasi Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi 35 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi PT Remaja Rosdakarya: 2009 h. 15-17. berusaha menjawab pertanyaan “Apa yang telah terjadi?” Ada narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada para pembaca, agar pengetahuannya bertambah luas, yaitu narasi ekspositoris. Di samping itu, ada juga narasi yang disusun dan disajikan sekian macam, sehingga mampu menimbulkan daya khayal para pembaca. Ia berusaha menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya. Narasi semacam ini adalah narasi sugestif. Di antara kedua ekstrim ini terjalinlah bermacam-macam narasi dengan tingkat informasi yang semakin berkurang menuju tingkat daya khayal yang semakin bertambah. d. Narasi Ekspositoris Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa. Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat generalisasi. Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang. Sementara narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena ia merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja.