PENUTUP Komunikasi Naratif Kitab Bula Malino Dan Pesan Dakwah Dalam Baris 332-383

Menurut Teeuw, kemunculan syair dalam sastra melayu tidak mungkin lebih awal daripada abad ke-16. Sekitar tahun 1600, syair masih berarti puisi secara umum dan bukan sesuatu jenis puisi tertentu.. dalam Tajus Salatin yang tertulis pada tahun 16021603 tidak terdapat sekuntum pun puisi yang mirip dengan struktur syair sekarang. Syair sebagai jenis puisi yang berbaris empat dan bersanjak aaaa baru tersebar sesudah Hamzah Fansuri menamai puisi yang ditulisnya ruba’i puisi yang berbaris empat. Tetapi ruba’i Hamzah Fansuri berbeda dengan ruba’i sejenis puisi ArabParsi. Ruba’i Hamzah Fansuri merupakan bagian dari sebuah puisi yang lebih panjang, sedangkan ruba’i sebagai puisi ArabParsi adalah sebuah puisi yang berdiri dengan sendirinya. 2 Mula-mula puisi Hamzah itu terdiri atas beberapa kesatuan yang disebut ruba’i, kadang-kadang bait dan sekali-sekali syi’r atau sya’ir. Bila puisi-puisi jenis ini tersebar luas dan digemari orang, ia mendapat nama baru, yaitu syair. Penyair-penyair lain juga menulis puisi jenis ini syair, tetapi tidak membatasi diri pada puisi tasawuf lagi. Semua perkara disyairkan dalam bentuk ini. Pengaruhnya juga kian meluas. Dalam sastra Jawa muncul sejenis puisi yang berasal dari syair, yaitu sangir. Pada tahun 1670, seorang Melayu di Makassar menggunakan bentuk ini untuk menulis sebuah sysair sejarah, yaitu Syair Perang Mengkasar. Lambat-laun, penulis-penulis di berbagai daerah menggunakan puisi jenis ini untuk menulis puisi romantik seperti Syair Ken Tambuhan. Demikianlah kita melihat pada abad ke-17, syair-syair sudah bermunculan di Johor, Palembang, Riau, Banjarmasin, Batavia, Jakarta, dan Ambon, bahkan di seluruh Nusantara. A. Teeuw, 1966:446. 2 Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, YOI: 2011, h. 563. Jauh sebelum A. Teeuw mengemukakan kemungkinan Hamzah Fansuri sebagai pencipta syair Melayu yang pertama, P. Voorhoeve sudah membuat kesimpulan yang sama. Dalam sebuah ceramahnya kepada pelajar-pelajar bahasa Melayu di Paris, tahun 1952, P. Voorhoeve sudah mengatakan bahwa syair Melayu yang mula-mula mungkin ditulis oleh Hamzah Fansuri. Alasan yang dikemukakan hampir serupa dengan alasan yang dikemukakan oleh A. Teeuw, a. Tiada syair sebelum Hamzah Fansuri b. Tiada bentuk syair dalam bahasa-bahasa Nusantara kecuali sangir dalam bahasa jawa yang berasal dari syair melayu; dan c. Pada paruh pertama abad ke-17, puisi Hamzah Fansuri tidak dikenal sebagai syair melainkan ruba’i dan Valentijin dalam bukunya 1726 menyebutkan tentang Hamzah Fansuri yang terkenal dengan syairnya. Bukan itu saja. Ar-Raniri yang dalam hal agama, adalah saingan Hamzah Fansuri, juga pernah dipengaruhi oleh Hamzah dan menulis beberapa ruba’i dalam Bustanus Salatin P. Voorhoeve, 1968: 277- 278. Syed Naguib Al-Attas menyatakan pendapatnya dengan tegas. Dalam dua risalah Syed Naguib Al-Attas, 1968, 1971, menyerang A. Teeuw karena ketidak tegasannya dalam mengemukakakn bahwa Hamzah Fansuri sebgai pencipta syair Melayu yang pertama. Kesimpulannya ialah Hamzah Fansuri mendapat pengaruh atau bentuk asal puisinya dari puisi Arab, syi’r yang berbaris empat, seperti syi’r