Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab pendahuluan terdiri dari pembahasan latar belakang yang mencakup pemaparan fenomena yang terjadi dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini serta dibahas mengenai alasan ketertarikan meneliti tentang OCB. Selain itu, bab ini berisi pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Motivasi seseorang dalam bekerja bermacam-macam, ada yang memerlukan penghargaan, pengakuan, uang dan bahkan ada yang perlu tempat bersosialisasi. Kadang terjadi bahwa karyawan kompeten suatu perusahaan menolak tawaran pekerjaan lain kendati fasilitas dan gaji yang ditawarkan jauh lebih baik. Karyawan tersebut dengan tegas memilih tetap bertahan bekerja di perusahaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, ada pula seseorang karyawan yang bersedia membantu sesama rekan kerja, padahal ia sendiri masih harus menyelesaikan banyak pekerjaan dan bahkan pertolongan yang diberikan pada koleganya tidak masuk dalam penilaian kinerjanya. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang kurang positif ditujukan pada orang tersebut akan tetapi kecurigaan akan motif yang mendasari perilaku seseorang dalam bekerja seperti penghargaan, pengakuan, uang dan tempat bersosialisasi tersebut hilang dengan sendirinya setelah menunjukkan bahwa karyawan tersebut sering membantu rekan sekerjanya. McShane dan Glinow 2010 menyebut perilaku tersebut sebagai Organizational Citizenship Behavior disingkat OCB yaitu suatu bentuk kerjasama dan menolong orang lain yang mendukung konteks sosial dan psikologis organisasi dalam kinerja tugas. Seandainya karakteristik dan nilai-nilai calon karyawan yang berperilaku tersebut dapat diidentifikasi di samping kompetensi mereka, maka perusahaan akan dapat dengan mudah merekrut karyawan-karyawan yang memiliki karakteristik yang mendukung pencapaian sasaran perusahaan. Perilaku sukarela tersebut disebut sebagai extra- role behavior yang juga disebut sebagai Organizational Citizenship Behavior OCB. OCB memfokuskan pada perilaku orang dan tidak menelusuri motif atau motivasi yang mendasarinya. Perilaku OCB tidak terdapat pada job description karyawan tetapi sangat diharapkan karena mendukung peningkatan keefektifan dan kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel pada Perum Bulog Jakarta yang merupakan lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga beras. Secara umum tugas lembaga pangan tersebut adalah untuk menyediakan pangan bagi masyarakat pada harga yang terjangkau di seluruh daerah serta mengendalikan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. SDM Perum Bulog Jakarta harus ditingkatkan mengingat perusahaan menerima tugas tambahan dari pemerintah untuk mengelola lima komoditas pangan utama yang bersifat strategis, yakni beras, jagung, kedelai, gula dan minyak goreng Kompas.com, 2012. Perlu dilakukan perubahan internal organisasi untuk mengimbangi perubahan eksternal yang sedang berlangsung pesat saat ini. Organisasi mengharapkan agar karyawan menunjukkan perilaku menolong rekan kerjanya, berusaha melebihi apa yang diharapkan perusahaan, bersikap toleran, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja dan bertanggung jawab. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu karyawan Bulog yang telah bekerja selama 33 tahun bapak Tri Djoko Yuwono, karyawan disini bekerja secara responsif, fokus dan total secara terintegrasi. Mereka juga saling tolong- menolong apabila ada karyawan yang lain belum menyelesaikan tugas ataupun kesulitan menjalani tugas apalagi untuk karyawan yang baru bekerja Komunikasi personal dengan Tri Djoko Yuwono pada tanggal 29 Juni 2015. Pengamatan penulis dari tanggal 29 Juni sampai dengan tanggal 27 Juli 2015, juga melihat gambaran umum perilaku OCB di Perum Bulog Jakarta seperti mau membantu pekerjaan rekan kerja yang over load altruism dan datang ke kantor lebih awal conscientiousness, sangat menghargai dan menghormati tindakan yang orang lain lakukan sportsmanship, tanggung jawab civic virtue serta berbuat baik dan hormat kepada orang lain courtesy. Dari fenomena tersebut menunjukkan bahwa tingkat OCB yang dihasilkan oleh para karyawan Perum Bulog Jakarta dapat dikatakan cukup baik, maka fokus penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap OCB para karyawan Perum Bulog Jakarta. OCB secara umum didefinisikan sebagai perilaku yang berlangsung di luar persyaratan formal pekerjaan dan bermanfaat bagi organisasi Spector, 2000. Pada kenyataannya, bagaimanapun, ada kemungkinan bahwa banyak perilaku citizenship terjadi dengan mengorbankan perilaku in-role Bolino, Turnley, Niehoff, 2004. Misalnya, ketika OCB lebih menyenangkan atau terlihat daripada perilaku in-role, karyawan dapat sangat rentan terhadap terlibat di OCB daripada menyelesaikan tugas-tugas formal. Selain itu, ada kemungkinan ketika organisasi akan lebih suka bahwa karyawan mereka tidak terlibat dalam perilaku kewarganegaraan. Terutama ketika organisasi atau individu berada di bawah tekanan, hal itu mungkin tidak diinginkan untuk karyawan untuk menghabiskan waktu yang cukup pada hal-hal yang tidak merupakan aspek penting dari pekerjaan mereka. Memiliki karyawan yang terlibat dalam OCB sebenarnya dapat mengurangi efisiensi organisasi dan mungkin dapat menghemat biaya organisasi. Namun menurut Bolino, Turnley dan Nieholf 2004, dalam beberapa kasus, mungkin lebih efektif bagi organisasi untuk mencegah OCB dan memberikan bantuan tambahan pada pekerjaannya misalnya, dengan tambahan mempekerjakan spesialis komputer. Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun akademisi. Podsakoff mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997-1998 Podsakoff, MacKenzie, Paine, Bahrach, 2000. Selama 30 tahun hingga saat ini pada tahun 2015, penelitian tentang OCB telah dilakukan oleh beberapa peneliti Bateman Organ, 1983; Smith, Organ, dan Near, 1983; dalam Podsakof, et.al., 2000, Nasra, Heilbrunn, 2015. Istilah OCB pertama kali dikenalkan oleh Bateman dan Organ 1983 dalam penelitiannya tentang hubungan kepuasan kerja dan OCB. Menurut Bateman dan Organ 1983 OCB termasuk salah satu dari gerakan atau langkah sebagai penggerak berjalannya organisasi tetapi tidak secara langsung menjadi bagian dalam pengertian kinerja tugas. Karyawan yang menunjukkan perilaku discretionary kebebasan untuk memilih yang bukan merupakan bagian dari persyaratan pekerjaan formal mereka, tapi yang meningkatkan fungsi organisasi, dikatakan good citizenship warga negara yang baik Robbins, 2003. Manajer dengan performa terbaik membutuhkan individu yang menampilkan perilaku warga negara yang baik. Contohnya memberi kritikan yang membangun pada kelompok pekerjaan mereka dan organisasi, membantu orang lain dalam tim mereka, sukarela dalam melaksanakan pekerjaan tambahan, menghindari konflik yang tidak perlu, menunjukkan kepedulian pada organisasi, taat pada peraturan perusahaan, dan mempunyai sikap toleransi. Manajer berusaha untuk meminimalkan perilaku disfungsional ketika mencoba untuk meningkatkan OCB karyawan. Misalnya, seorang karyawan bersedia melakukan pekerjaan dari segi kuantitas dan kualitas. Namun, ia menolak untuk bekerja lembur, tidak membantu karyawan baru beradaptasi di perusahaannya, dan umumnya tidak memberikan kontribusi di luar pekerjaannya. Individu ini dapat dilihat sebagai good performer, tetapi dia tidak mungkin dilihat sebagai good organizational citizen Griffin Moorhead, 2014. Diperlukan pendekatan positif organisasi pada seleksi, pengembangan dan pengelolaan sumber daya manusia. Pendekatan positif ini mencoba untuk mencocokkan keterampilan dan bakat karyawan dengan tujuan dan harapan organisasi. Ketika karyawan diperlakukan dengan baik, maka mereka akan termotivasi untuk membalasnya. Karena itu, ketika sifat-sifat individu, keadaan internal dan eksternal berfokus pada pendekatan positif organisasi, maka OCB karyawan juga akan positif Luthans Doh, 2012. Selain itu, lingkungan kerja yang adil penting dalam meningkatkan kinerja OCB Blakely, Andrews, Moorman, 2005. Feedback positif dari organisasi juga mendukung karyawan untuk melakukan OCB berupa membantu anggota kelompoknya dan berpartisipasi aktif dalam organisasi Bachrach, Bendoly, Podsakoff, 2001. OCB melebihi tugas pekerjaan formal dan sering diperlukan untuk kelangsungan hidup organisasi, termasuk citra dan penerimaan pada organisasi Hellriegel Slocum, 2011. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya OCB. Alasan karyawan menampilkan OCB menurut Jex 2008 yaitu pertama, suasana hati yang baik dapat meningkatkan frekuensi perilaku membantu karyawan lain secara spontan dalam bentuk prosocial behavior karena individu tersebut senang melakukannya. Kedua, jika karyawan merasa bahwa organisasi memperlakukan mereka secara adil maka mereka cenderung untuk membalas organisasi tersebut dengan terlibat dalam OCB. Ketiga, karena kepribadian tertentu dapat mempengaruhi individu untuk terlibat dalam OCB. Lain halnya dengan penelitian Rioux dan Penner 2001 yang menyatakan bahwa karyawan terlibat dalam OCB dikarenakan ada tiga hal motif yang mendasarinya yaitu nilai- nilai prososial, kepedulian terhadap organisasi, dan motif pengelolaan kesan impression management. Motif nilai prososial menggambarkan keinginan karyawan untuk membantu dan terhubung dengan orang lain, kepedulian terhadap organisasi menggambarkan keinginan karyawan untuk membantu dan terlibat penuh dengan organisasi dan pengelolaan kesan impression management menggambarkan keinginan karyawan untuk dilihat secara positif dan agar tidak terlihat negatif. Dalam perspektif Islam, karyawan yang ingin melakukan OCB didasari akan sikap taqwanya kepada Allah. Taqwa adalah menjadi sadar akan keberadaan Allah, bertindak ke arah menyenangkan Allah, mencari perlindungan dari murka Allah dan hukuman-Nya. Menurut Kamil, Sulaiman, Osman-Gani dan Ahmad, 2010, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang maka akan semakin tinggi OCB yang mereka miliki. Karena dengan taqwa, karyawan akan bekerja secara sukarela hanya demi Allah. Mereka akan melakukan yang terbaik dalam pekerjaan mereka, tetap bersikap jujur dan setia kepada perusahaan Kamil, Sulaiman, Osman-Gani, Ahmad, 2010. OCB cenderung membuat organisasi berjalan dengan lancar, karyawan menunjukkan perilaku saling berinteraksi, yaitu bersedia terlibat di dalamnya jika mereka merasa bahwa atasannya juga ikut terlibat. Penelitian yang dilakukan oleh Lambert 2000 di Fel-Pro, sebuah perusahaan manufaktur mesin, menunjukkan bahwa OCB yang tinggi ada pada karyawan yang percaya bahwa program manfaat kehidupan kerja membantu mereka dan keluarga mereka. OCB akan menurun apabila karyawan merasa emosional dan lelah karena peningkatan jumlah jam kerja, yang nantinya akan menambah turnover karyawan Cropanzano, Rupp Byrne, 2003. Tingkat turnover yang tinggi dapat menurunkan niat karyawan untuk melakukan OCB Chen, Hui, Sego, 1998; Aryee Chay, 2001; Koys, 2001; Sharoni, Tziner, Fein, Shultz, Shaul Zilberman, 2012. Mereka akan cenderung untuk meninggalkan organisasinya ketika mereka merasa tidak diperlakukan dengan adil oleh organisasi dan budaya yang lemah daripada karyawan yang menunjukkan tingkat OCB yang tinggi Sharoni, Tziner, Fein, Shultz, Shaul Zilberman, 2012. Eatough, Chang, Miloslavic, Johnson 2011 menyarankan para manajer yang ingin mendorong karyawan untuk melakukan OCB agar mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengurangi role stressors terutama ambiguitas peran dan konflik peran. Caranya yaitu memastikan karyawan mengetahui dengan jelas deskripsi pekerjaan dan harapan organisasi. Menciptakan lingkungan yang kaya dengan umpan balik terutama di tempat kerja karena tidak memberikan informasi umpan balik merupakan penyebab utama dari konflik peran dan ambiguitas peran. Penelitian meta-analisis oleh Eatough, et.al 2011 tentang hubungan peran stressors yang terdiri dari dimensi peran ambiguitas, konflik peran, dan perantugas yang berlebihan terhadap OCB bahwa dimensi role stressors yaitu peran ambiguitas dan konflik peran yang dimediasi oleh kepuasan kerja memiliki dampak negatif pada OCB. Kondisi emosional negatif seperti peran ambiguitas dan konflik peran membuat karyawan untuk tidak melakukan OCB. Akan tetapi dimensi peran yang berlebihan role overload memiliki hubungan yang signifikan dengan OCB. Hal ini disebabkan karena karyawan menganggap dengan melakukan tugas yang berlebihan dapat meningkatkan motivasi dan upaya dalam rangka memenuhi semua tuntutan, terlepas dari apakah tuntutan itu dianggap in- role atau extra-role. OCB merupakan hal yang penting dalam organisasi. Peningkatan OCB karyawan dapat diidentifikasi oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan OCB. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya OCB. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain seperti kepuasan kerja Robbins, 2003, komitmen organisasi Yilmaz Bokeoglu, 2008, spiritualitas Rastgar, Zarei, Davoudi Fartash, 2012, modal psikologis Avey, Wernsing Luthans, 2008 dan budaya organisasi Aronson Lechler, 2009. Berdasarkan pada relevansi dengan permasalahan yang ada dan ketertarikan penulis sendiri untuk mendalami teori tertentu maka faktor modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas akan diuji dalam penelitian ini. Modal psikologis psychological capital atau yang disingkat dengan PsyCap sebagai salah satu faktor internal yang ingin penulis uji pengaruhnya terhadap OCB. Luthans 2011 memberikan definisi modal psikologis sebagai suatu kondisistate psikologis yang positif pada individu dan dengan karakteristik: pertama, memiliki kepercayaan diri self-efficacy melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai sukses dalam tugas-tugas yang menantang. Kedua, memiliki atribusi yang positif optimis akan kesuksesan sekarang dan di masa depan. Ketiga, berusaha keras untuk mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan mengarahkan arah pergerakannya ke arah tujuan tersebut agar bisa mencapai kesuksesan. Keempat, ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan dan berusaha lebih baik lagi resiliensi agar bisa mencapai kesuksesan. Agar tercapai keunggulan kompetitif, setiap organisasi perlu beradaptasi pada pengembangan modal psikologis yang membuat organisasi itu unik dan spesifik Luthans Youssef, 2004. Sebagai contoh pada dimensi self-efficacy, karyawan baru dalam melaksanakan pekerjaannya belum tentu percaya diri akan pekerjaan baru mereka, kecuali adanya usaha dari individu untuk proaktif pada diri mereka sendiri, manajer dan rekan-rekan kerja untuk meningkatkan self- efficacy individu tersebut dalam pekerjaan barunya. Menurut Luthans, Youssef dan Avolio 2007, keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh organisasi diperoleh melalui investasi, memanfaatkan, mengembangkan dan mengelola modal psikologis PsyCap. Modal psikologis yang terdiri dari efikasi diri, harapan, keberhasilan, optimisme dan resiliensi berhubungan dengan sikap keterlibatan dan perilaku OCB yang dimediasi oleh emosi positif karyawan untuk perubahan organisasi Avey, Wernsing, Luthans, 2008. Karyawan yang mempunyai modal psikologis yang tinggi cenderung memiliki emosi yang lebih positif dan kemudian menjadi lebih terlibat dalam organisasi dan juga menunjukkan OCB yang lebih Avey et.al, 2008. Penelitian Avey, Reichard, Luthans, dan Mhatre 2011 yang meneliti tentang hubungan antara modal psikologis dengan sikap yang diinginkan kepuasan, komitmen, well-being, perilaku yang diinginkan OCB, kinerja karyawan dan sikap yang tidak diinginkan cynicism for change, stres, turnover terhadap 51 sampel independen mewakili total 12.567 karyawan yang memenuhi kriteria, menunjukkan hubungan yang signifikan antara modal psikologis dengan sikap yang diinginkan karyawan kepuasan kerja, komitmen organisasi, kesejahteraan psikologis, perilaku yang diinginkan karyawan OCB dan kinerja. Belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan hubungan antara modal psikologis dengan OCB. Beberapa sumber juga menyatakan bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh modal psikologis terhadap OCB karyawan Avey et. Al., 2008. Berdasarkan hal tersebut, penulis sangat tertarik untuk meneliti hubungan langsung antara modal psikologis dengan OCB pada karyawan Perum Bulog Jakarta. Penelitian ini berfokus pada sejauh mana kemunculan perilaku OCB mampu diprediksi melalui komponen- komponen modal psikologis. Apakah semua komponen modal psikologis mampu memprediksi kemunculan OCB atau hanya beberapa komponen saja. OCB juga dipengaruhi oleh budaya organisasi. Dyne dan Ang 1998 yang meneliti tentang OCB pada contingent workers kontrak waktu tertentu di Singapura, menyarankankan agar pada penelitian selanjutnya variabel budaya organisasi mungkin bisa menjadi prediktor yang mempengaruhi OCB. Menurut Denison 1996, budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai, kepercayaan dan prinsip yang berfungsi sebagai dasar sistem manajemen organisasi, dan juga praktek dan perilaku manajemen yang membantu dan memperkuat prinsip dasar tersebut. Penelitian Mohanty dan Rath 2012 pada tiga organisasi mewakili di sektor ekonomi, manufaktur, dan informasi teknologi dan perbankan menunjukkan bahwa semua dimensi budaya organisasi secara signifikan mempengaruhi OCB karyawan dalam organisasi. Mereka berasumsi bahwa budaya jika dipelihara dengan baik, bisa menanamkan OCB karyawan dalam organisasi. Penelitian Paine dan Organ 2000 tentang pengaruh OCB pada 26 negara dengan budaya yang berbeda dapat disimpulkan bahwa negara yang memiliki budaya kolektif kerjasama cenderung menampilkan OCB. OCB merupakan bagian yang tidak terpisahkan karena budaya kolektif yang menganut sistem kerjasama dalam tim. Diharapkan pada penelitian selanjutnya bisa dimulai dengan mengukur OCB pada satu budaya di suatu negara agar mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif Paine Organ, 2000; Cohen, 2006. Sama halnya dengan penelitan yang dilakukan oleh Cohen 2006 bahwa OCB dipengaruhi oleh budaya. Cohen 2006 menekankan pentingnya sistem kolektivisme kerjasama dalam tim demi menunjukkan OCB dan kinerja yang lebih baik. Kesesuaian antara budaya organisasi yang disukai karyawan dengan budaya perusahaan ternyata mempengaruhi kinerja tugas karyawan serta meningkatkan OCB seperti membantu karyawan lain dan sukarela dalam mengerjakan tugas-tugasnya Rogelberd, 2007. Namun sejauh ini belum ada penelitian yang secara spesifik meneliti hubungan antara budaya organisasi dan OCB. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin meneliti sejauh mana keterkaitan nilai-nilai organisasi berpengaruh pada perilaku OCB karyawan Perum Bulog Jakarta. Variabel terakhir yang ingin penulis uji pengaruhnya terhadap OCB adalah spiritualitas. Dimensi spiritualitas manusia semula kurang dapat diterima dalam dunia kerja. Namun pada masa sekarang penolakan dunia kerja terhadap dimensi spiritual manusia telah berkurang. Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai tampak di beberapa negara Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya publikasi tertulis jurnal cetak maupun on line, buku dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas di tempat kerja Widyarini, 2008. Menurut Ashmos dan Duchon 2000 tekanan kompetisi global telah membuat pemimpin perusahaan berpikir bahwa kreativitas karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri secara penuh dalam bekerja dan hal ini akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa bermakna bagi karyawan. Spiritualitas menjadi harapan baru untuk terjadinya perbaikan moral, etika, nilai, kreativitas, produktivitas dan sikap kerja. Menurut Ashmos dan Duchon 2000, pertama, spiritualitas kerja merupakan hal yang terpenting dalam suatu organisasi karena dengan adanya spiritualitas kerja berarti mengakui bahwa pekerja adalah makhluk spiritual, mereka memiliki kehidupan batin yang mana kebutuhan akan makna menjadi tujuan. Kedua, spiritualitas kerja bukan hanya sekedar sifat batin pekerja, tetapi juga tentang kebutuhan untuk menjadi bagian dari komunitas. Dengan demikian, spiritualitas di tempat kerja meliputi gagasan bahwa kebutuhan masyarakat akan makna dapat dicapai melalui pekerjaan yang bermakna Duchon Plowman, 2005. Ashmos dan Duchon 2000 mendefinisikan spiritualitas yaitu suatu tempat kerja dimana orang melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang dipercaya, dimana mereka mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari komunitas, dimana mereka merasa dihargai dan didukung, akan menjadi tempat kerja dimana spiritualitas berkembang. Spiritualitas di tempat kerja memiki tiga komponen yaitu kehidupan batin, pekerjaan yang bermakna, dan komunitas. Krishnakumar dan Neck 2002 menggambarkan bahwa spiritualitas mendorong seseorang mencari arti tentang pekerjaan yang dilakukannya, mengapa dan untuk apa individu melakukan pekerjaan tersebut. Kemudian mendorong seseorang untuk mencari arti mengapa melakukan pekerjaan tersebut, apa yang mendorong atau mengarahkannya, serta mencari alasan bertahan dalam organisasi tersebut. Spiritualitas mengarahkan individu untuk memahami keberadaan dirinya dalam upaya pencapaian arti hidup yang sesungguhnya. Spiritualitas di tempat kerja membantu meningkatkan OCB yang pada akhirnya memiliki banyak keuntungan positif bagi organisasi. Hasil penelitian Rastgar, Zarei, Davoudi dan Fartash 2012 mengatakan bahwa spiritualitas di tempat kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Semakin tinggi spiritualitas karyawan maka mereka akan cenderung untuk memiliki perilaku di luar pekerjaan OCB dalam menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari sehingga mendukung efektivias organisasi. Mereka menyarankan kepada para manajer seharusnya menyediakan suasana yang tepat dan meningkatkan spiritualitas di tempat kerja untuk melibatkan karyawan dalam perilaku extra-role. Karyawan yang memiliki spiritualitas di tempat kerja mereka melakukan tindakan melebihi tugas pekerjaan formal. Kazemipour, Amin, Pourseidi 2012 meneliti hubungan antara spiritualitas di tempat kerja dengan OCB yang dimediasi oleh variabel komitmen afektif pada perawat rumah sakit di Iran. Ada hubungan yang signifikan antara spiritualitas dengan OCB. Perawat yang memiliki spiritualitas di tempat kerja mereka merasa adanya ikatan emosional terhadap organisasi. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin menguji sejauh mana karyawan memaknai diri mereka di tempat kerja berpengaruh secara spesifik terhadap OCB karyawan Perum Bulog Jakarta. Apakah semua dimensi-dimensinya atau hanya beberapa dimensi saja. Berdasarkan paparan di atas dapat diduga bahwa dengan memiliki modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja yang mendukung, maka OCB karyawan akan meningkat. Sehingga penelitian ini berjudul ‘Pengaruh Modal Psikologis, Budaya Organisasi, dan Spiritualitas terhadap Organizational Citizenship Behavior. 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan masalah