Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
11. Kepres R.I. No 88 Tahun 1999, R.A.N. Penghapusan Perdagangan
Perempuan dan Anak.
3
Anak adalah pewaris dan pembentuk masa depan bangsa.
4
Oleh karena itu, pemajuan, pemenuhan dan penjaminan perlindungan hak anak, memegang
teguh prinsip-prinsip nondiskriminasi, mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, melindungi kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, serta
menghormati pandanganpendapat anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya, merupakan prasyarat mutlak dalam upaya perlindungan anak yang
efektif guna pembentukan watak serta karakter bangsa. Di Indonesia anak-anak mengalami persoalan yang kompleks. Secara
kebudayaan mereka masih berada di tengah situasi menindas, gambaran tentang anak-anak ideal seperti yang tertera dalam Konvensi Hak Anak masih
jauh dari kenyataan, mereka masih menjadi bagian yang terpinggirkan, tereksploitasi, terepresi oleh lingkungan dan budaya di mana mereka
hidupseperti dalam keluarga, masyarakat, pendidikan formal di sekolah dan sektor kehidupan lainnya. Modernisasi di negeri ini belum memperhatikan
persoalan anak dengan baik, justru yang terjadi mereka menjadi korban dari modernitas yang tengah berlangsung.
5
Penelantaran anak merupakan bagian dari bentuk kekerasan terhadap anak, karena ia termasuk dalam kekerasan anak secara sosial social abuse.
Kekerasan anak secara sosial mencakup penelantaran anak dan eksploitasi
3
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, cet. ke-1 Bandung: Nuansa, 2006, h. 13.
4
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, cet. ke-1, h.15.
5
MJA Nasir, Membela Anak Dengan Teater, cet. Ke-1, Yogyakarta: Purwangga, 2001, h. 2.
4
anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perilaku orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak,
misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga atau tidak diberikan pendidikan dan kesehatan yang layak.
6
Dalam hal ini anak diposisikan sebagai pihak intervensi dalam perkara tersebut. Dalam perundang-undangan, anak yang masih dibawah umur tidak
memiliki kecakapan untuk bertindak hukum baik mengenai dirinya sendiri maupun orang lain. Namun ketiadaan kecakapan ini tidak bisa dijadikan
alasan untuk menghilangkan hak asasidasarnya dalam mendapatkan keutuhan rumah tangga keluarganya. Ketiadaan kecakapan ini bisa diwakili melalui
jalan advokasi terhadap anak yang bersangkutan yang orang tuanya sedang bercerai di pengadilan.
Namun pada kenyataanya, banyak dari hak-hak anak yang tidak terpenuhi, oleh karena itu diperlukan lembaga yang membantu dalam
memenuhi hak-hak anak tersebut, salah satunya ialah KPAI Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Menurut Pasal 76 UU NO 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak, memberikan masukan dan usulan dalam perumusan
kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak, mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak, menerima dan melakukan
6
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Cet.ke-1 Bandung: Nusantara, 2006, h. 37
5
penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak, melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak, melakukan kerja
sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak dan memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan
pelanggaran terhadap Undang-Undang ini. Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI merupakan satu-satunya
lembaga yang kompeten dan concern dalam membela hak-hak anak. Intervensi bisa diajukan oleh lembaga ini ketika proses persidangan dilakukan
dan pengadilan harus mempertimbangkan hak intervensi ini sebagai bagian dari tuntutan pihak ketiga yang dirugikan.
Dari uraian latar belakang masalah ini, maka penyusun tertarik menganalis karya ilmiah dengan judul
“Efektivitas Mediasi KPAI Terhadap Kasus Penelantaran Anak Tahun 2014
”.