Komisi Perlindungan Anak Indonesia

38 anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jadi kesimpulan yang diambil oleh penyusun dalam definisi Komisi Perlidungan Anak Indonesia KPAI adalah sekelompok orang lembaga yang di beri wewenang oleh pemerintah untuk membantu meningkatkan efektivitas penyelengaraan perlindungan anak-anak Indonesia, baik perlindungan dalam bidang agama, pendidikan, kesehatan dan sosial. 39

BAB III KPAI DAN ORIENTASINYA

A. Sejarah Singkat Pembentukan

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak- Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Indonesia adalah salah satu negara yang cukup banyak memberikan perhatian kepada masalah kesejahteraan anak. Pada tahun 1979 dikeluarkan UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, kemudian UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam peraturan perundang-undangan yang lain, meskipun tidak secara eksplisit mencantumkan kata “anak” di dalam judulnya, namun isinya sudah mengandung perhatian kepada masalah permasalahan anak, seperti misalnya UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat atau dalam UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Berbagai peraturan perundang- undangan dan ketentuan mengenai hak dan perlindungan kepada anak, akan 40 tetapi masih banyak terjadi kasus-kasus terhadap anak seperti pembunuhan anak, pencabulan dan lain-lain. Percepatan pemenuhan hak dan perlindungan anak di Indonesia terlihat semenjak tahun 1999, pasca gerakan “reformasi” 1998. Namun demikian perhatian Indonesia pada permasalahan anak sudah terlihat jauh sebelumnya, yaitu dengan keikutsertaan Indonesia di dalam konvensi Hak Anak yang dikeluarkan PBB Melalui Sidang Umum Tahun 1989, yang ditindaklanjuti dengan meratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan convention on the rights of the child konvensi tentang hak-hak anak. Penjabaran isi Konvensi Hak Anak dilakukan secara bertahap, salah satunya adalah penyesuaian usia anak yang bisa diproses hukum, dan upaya memanusiakan pengadilan anak, yang diwujudkan dalam UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Kemudian, sejak tahun 1999 sampai dengan 2002, terbitlah antara lain, UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age For Admission to Employment Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja, UU Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 182 Concerning The ProhibitionAnd Immediate Action For Elimination Of The WorstForms Of Child Labour Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan BentukPekerjaan Terburuk Untuk Anak, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan 41 terakhir UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keberadaan UU Perlindungan Anak merupakan bentuk upaya Negara untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak melalui dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya. Undang-undang ini mencoba memperjelas aturan-aturan yang berkaitan dengan penghormatan, pemenuhan hak dan perlindungan anak yang semua terdapat di dalam Konvensi Hak Anak. Namun pada kenyataannya UU tersebut belum berjalan dengan semestinya hal ini dapat dilihat dari realita anak-anak di Indonesia yang masih jauh dari kata sejahtera seperti anak yang putus sekolah dan anak korban diskriminasi. UU Nomor 23 Tahun 2002 tersebut mengamanatkan dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Amanat UU dimaksud kemudian ditindak lanjuti dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Dengan berdiri KPAI adalah bukti nyata bahwa berdasarkan amanat Undang-Undang tersebut telah berjalan dengan semestinya akan tetapi dalam mewujudkan efektifitas peningkatan penyelenggaraan perlindungan anak belum berjalan dengan semestinya hal ini dapat dilihat banyaknya kasus yang berkaitan dengan anak yang diselesaikan di pengadilan.